PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali diyatakan lain simplisia merupakan bahan yang dikeringkan.
Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral
(BPOM,2005).
a.Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau
eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang secara
spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau
zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertent dipisahkan dari tanamannya.
b.Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh , bagian hewan atau zat-
zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
c.Simplisia mineral atau pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau
mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa
zat kimia murni.
Berdasarkan bhan bakunya dapat diperoleh dari tanaman liar dan tanaman yang
dibudidayakan. Jika simplisia di ambil dari tanaman yag dibudidayakan makan keseragaman umur,
masa panen, galur ( asal usul, garis keturunan ) tanaman dapat dipantau sementara jika di ambil
dari tanaman liar maka banyak kendala dan variabilitas yag tidak bias dikendalikan seperti asal
tanaman, umur dan tempat tumbuh tumbuhan.
Dalam proses pembuatan simplisia ada beberapa tahapan yang dilakukan tahapan tersebut
meliputi :
1) Biji
Pengambilan biji dapat dilakukan pada saat mulai mengeringnya buah atau sebelum
semuanya pecah.
2) Buah
Pengambilan buah tergantung tujuan dan pemanfaatan kandungan aktifnya. Panen buah
bisa dilakukan saat menjelang masak (misalnya Piper ningrum), setelah benar-benar masak
(misalnya adas), atau dengan cara melihat perubahan warna/bentuk dari buah yang bersangkutan
(misalnya jeruk, papaya).
3) Bunga
Pemanenan bunga tergantung dari tujuan pemanfaatan kandungan aktifnya, panen dapat
dilakukan pada saat menjelang penyerbukan, pada saat bunga masih kuncup (seperti jasminum
sambac) atau pada saat bunga sudah mulai mekar (seperti Rosa sinensis).
5) Kulit batang
Pemanenan kulit batang hanya dilakukan pada tanaman yang sudah cukup umur. Saat
panen yang paling baik adalah awal musim kemarau.
6) Umbi lapis
Panen umbi dilakukan pada saat akhir pertumbuhan.
7) Rimpang
Panen rimpang dilakukan pada saat awal musim kemarau.
8) Akar
Panen akar dilakukan pada saat proses pertumbuhan berhenti atau tanaman sudah cukup
umur. Panen yang dilakukan terhadap akar umummnya akan mematikan tanaman yang
bersangkutan.
b. Sortasi basah
Sortasi basah adalah pemilahan hasil panen ketika tanaman masih segar. Sortasi dilakukan
terhadap tanah dan kerikil, rumput-rumputan, bagian tanaman lain atau bagian lain dari tanaman
yang tidak digunakan, dan bagian tanaman yang rusak.
c. Pencucian
Pencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran yang melekat, terutama
bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan bahan-bahan yang tercemar pestisida. Pencucian
dilakukan dengan menggunakan air yang bersih (tidak tercemar).
d. Pengubahn bentuk
Tujuan pengubahan bentuk simplisia adalah untuk memperluas permukaan bahan baku.
Semakin luas permukaan maka bahan baku akan semakin cepat kering. Pengubahan bentuk seperti
perajangan (rimpang, daun, herba), pengupasan (buah, kayu, kulit kayu, dan biji-bijian yang
ukurannya besar), pemiprilan (jagung : biji dipisahkan dari bonggolnya), pemotongan (akar, kayu,
kulit kayu, dan ranting)
e. Pengeringan
Pengeringan simplisia bertujuan untuk menurunkan kadar air sehingga bahan tersebut tidak
mudah ditumbuhi kapang dan bakteri, menghilangkan aktivitas enzim yang bias menguraikan
lebih lanjut kandungan zat aktif, memudahkan dalam hal pengelolaan proses selanjutnya (ringkas,
mudah disimpan, tahan lama, dan sebagainya).
f. Sortasi kering
Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses pengeringan.
Sirnplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai faktor luar dan
dalam, antara lain :
1. Cahaya : Sinar dari panjang gelombang tertentu dapat menimbulkan perubahan kimia pada
simplisia, misalnya isomerisasi, polimerisasi, rasemisasi dan sebagainya
2. Oksigen udara : Senyawa tertentu dalam simplisia dapat mengalami perubahan kimiawi oleh
pengaruh oksigen udara terjadi oksidasi dan perubahan ini dapat berpengaruh pada
bentuk simplisia, misalnya, yang semula cair dapat berubah menjadi kental atau padat, berbutir-
butir dan sebagainya.
3. Reaksi kimia intern : perubahan kimiawi dalam simplisia yang dapat disebabkan oleh reaksi
kimia intern, misalnya oleh enzim, polimerisasi, oto-oksidasi dan sebagainya.
4. Dehidrasi :Apabila kelembaban luar lebih rendah dari simplisia, maka simplisia secara
perlahan-lahan akan kehilangan sebagian airnya sehingga rnakin lama makin mengecil (kisut)
5. Penyerapan air : Simplisia yang higroskopik, misalnya agar-agar, bila disimpan dalam wadah
yang terbuka akan menyerap lengas udara sehingga menjadi kempal basah atau mencair.
6. Pengotoran : Pengotoran pada simplisia dapat disebabkan oleh berbagai sumber, misalnya debu
atau pasir, ekskresi hewan, bahan-bahan asing (misalnya minyak yang tertumpah) dan fragmen
wadah (karung goni)
7. Serangga : Serangga dapat menitnbulkan kerusakan dan pengotoran pada simplisia, baik oleh
bentuk ulatnya maupin oleh bentuk dewasanya. Pengotoran tidak hanya berupa kotoran serangga,
tetapi juga sisa-sisa metamorfosa seperti cangkang telur, bekas kepompong, anyaman benang
bungkus kepompong, bekas kulit serangga dan sebagainya.
8. Kapang : Bila kadar air dalam simplisia terlalu tinggi, maka simplisia dapat berkapang.
Kerusakan yang timbul tidak hanya terbatas pada jaringan simplisia, tetapi juga akan
merusak susunan kimia zat yang dikandung dan malahan dari kapangnya dapat mengeluarkan
toksin yang dapat mengganggu kesehatan.
Agar simplisia memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan, maka ketiga faktor
tersebut harus memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan.
1. kebenaran simplisia
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan dengan cara organoleptik, makroskopik dan
mikroskopik. Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik dilakukan dengan menggunakan indera
manusia dengan memeriksa kemurnian dan mutu simplisia dengan mengamati bentuk dan ciri-ciri
luar serta warna dan bau simplisia. Sebaiknya pemeriksaan mutu organoleptik dilanjutkan dengan
mengamati ciri-ciri anatomi histologi terutama untuk menegaskan keaslian simplisia.
3) metode gravimetri
Dengan menghitung susut pengeringan hingga tercapai bobot tetap (Anonim, 1995).
Parameter cemaran logam berat adalah menetukan kandungan logam berat secara
spektroskopi serapan atom atau lainnya yang lebih valid. Tujuan dari parameter ini adalah untuk
memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu (Hg, Pb, Cu dll.)
melebihi nilai yang ditetapkan karena berbahaya (toksik) bagi kesehatan (Anonim, 2000).
g. Residu Pestisida
Residu pestisida adalah pestisida yang masih tersisa pada bahan pangan setelah
diaplikasikan ke tanaman pertanian. Tingkat residu pada bahan pangan umumnya diawasi dan
ditetapkan batas amannya oleh lembaga yang berwenang di berbagai negara. Paparan
populasisecara umum dari residu ini lebih sering terjadi melalui konsumsi bahan pangan yang
ditanam dengan perlakuan pestisida, ditanam atau diproses di tempat yang dekat dengan area
berpestisida. Banyak dari residu pestisida ini merupakan pestisida sintetik berbahan
dasar klor yang menunjukan sifat bioakumulasi yang dapat terkumpul dan menumpuk di dalam
tubuh dan lingkungan hingga pada jumlah yang membahayakan. Yang sering terdeteksi cemaran
pestisisa adalah :
1) Organoklor: endrin, dieldrin, heptaklor
2) Organofosfat: diazinon, paration, metilparation
h. Residu Pelarut
Bahan kimia dapat dilarutkan dalam pelarut, bahan-bahan seperti polimer dapat diuraikan
secara kimiawi oleh pelarut, dan orang-orang dapat mengembangkan penyakit tertentu dari
paparan pelarut organik dan anorganik.
menentukan kandungan sisa pelarut yang secara umum dengan kromatograf gas, tujuan
memberikan jaminan bahwa selama proses tidak meninggalkansisa pelarut yang memang
seharusnya tidak boleh ada, sedangkan untuk ekstrak (air menunjukkan jumlah pelarut!alkoho
sesuai dengan yang ditetapkan. Nilai maksimal atau rentang yang diperolehkan',namun dalam hal
pelarut berbahaya seperti kloroform nilai harus negative sesuai batas deteksi instrument terkait
dengan kemurnian dan kontaminas
3. Parameter spesifik
Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari simplisia. Uji kandungan
kimia simplisia digunakan untuk menetapkan kandungan senyawa tertentu dari simplisia.
Biasanya dilakukan dengan analisa kromatografi lapis tipis (KLT). Sebelum dilakukan KLT perlu
dilakukan preparasi dengan penyarian senyawa kimia aktif dari simplisia yang masih
kasar.Identifikasi kimia terhadap senyawa tersari
Kandungan kimia simplisia nabati pada umumnya dapat dikelompokkan sebagai berikut :
minyak atsiri, karotenoid, steroid, triterpenoid, alkaloid, asam lemak, senyawa fenolik ( fenol-fenol
asam fenolat, fenil propanolol, flavonoid, antrakuinon, antosianin, xanton) asam organik,
glikosida, saponin, tani, karbohidrat dan lain-lain. Simplisia yang diuji adalah simplisia tunggal
yang berupa rajangan serbuk, ekstrak atau dalam bentuk sediaan. Mula-mula serbuk simplisia
disari dengan larutan penyari yang berbeda-beda polaritasnya berturut-turut pelarut non polar,
pelarut kurang polar. Masing-masing pelarut secara selektif akan memisahkan kelompok
kandungan kimia tersebut. Pelarut yang bersifat non polar seperti eter minyak tanah (petroleum
eter) atau heksan. Pelarut kurang polar seperti eter, clhoroform dll. Pelarut yang polar seperti
etanol, air atau campuran keduanya dengan berbagai perbandingan, umumnya dipakai etanol air
70%.Penyarian dilakukan dengan cara pengocokan berkali-kali sehingga hasil pengocokan
terakhir bila diuapkan tidak meninggalkan sisa, atau dengan alat soxhlet.Untuk cara pengocokan
dianjurkan untuk melakukan perendaman awal dengan cairan penyari selama satu malam.
Penggunaan alat soxhlet hanya dianjurkan untuk penyariankandungan kimia yang telah diketahui
stabil. Penggunaan eter sebagai cairan penyari tidak dianjurkan mengingat sifatnya yang mudah
terbakar. Dengan cara diatas akan diperoleh 3 macam sari yaitu :
Sari ini mengandung zat-zat kimia yang larut dalam minyak misalnya minyak atsiri, lemak
dan asam lemak tinggi, steroid, dan triterpenoid, kerotenoid. Selain kelompok tersebut diatas,
kemungkinan terkandung pada klorofil dan resin yang disebut senyawa pengotor.
a. Alkaloid
* asam fenolat
* fenil propanoid
* flavonoid
* antrakuinon
d. Asam lemak.
b. Antosianin
c. Glikosida
d. Saponin
e. Tanin
f. Karbohidrat
Adapun beberapa factor yang mempengaruhi mutu ekstrak adalah dibedakan menjadi 2 meliputi :
1. Faktor kimia
Faktor kimia dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
a) Faktor internal
1. Jenis senyawa aktif dalam simplisia
2.Komposisi kualitatif senyawa aktif
3.Komposisi kuantitatif senyawa aktif
4.Kadar total rata-rata senyawa aktif
b) Faktor eksternal
1. Perbandingan ukuran alat ekstraksi
2. Ukuran, kekerasan dan kekeringan simplisia
3. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi
4. Kandungan logam berat
5. Kandungan pestisida
2. Faktor biologi
1. Identitas jenis (species)
2. Lokasi tumbuhan asal
3. Periode pemanenan hasil tumbuhan
4. Penyimpanan bahan tumbuhan
5. Umur tumbuhan dan bagian yang digunakan
6. Pengeringan ekstrak
Pengeringan ekstrak umumnya dilakukan untuk membuat sediaan padat seperti tablet,
kapsul, pil, dan sediaan padat lainnya. Pengeringan ekstrak dapat dilakukan dengan penambahan
bahan tambahan (non-native herbal drug preparation) atau tanpa penambahan bahan tambahan
(native herbal drug preparation).
a) Susut Pengeringan
Susut pengeringan merupakan pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur
105oC selama 30 menit atau sampai konstan, yang dinyatakan dalam porsen. Dalam hal khusus
(jika bahan tidak mengandung minyak menguap/atsiri dan sisa pelarut organik) identik dengan
kadar air, yaitu kandungan air karena berada di atmosfer/lingkungan udara terbuka (Depkes RI,
2000).
b) Bobot Jenis
Parameter bobot jenis ekstrak merupakan parameter yang mengindikasikan spesifikasi
ekstrak uji. Parameter ini penting, karena bobot jenis ekstrak tergantung pada jumlah serta jenis
komponen atau zat yang larut didalamnya (Depkes RI, 2000).
c) Kadar air
Kadar air adalah banyaknya hidrat yang terkandung zat atau banyaknya air yang diserap
dengan tujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air
dalam bahan (Depkes RI, 2000).
d) Kadar abu
Parameter kadar abu merupakan pernyataan dari jumlah abu fisiologik bila simplisia dipijar
hingga seluruh unsur organik hilang. Abu fisiologik adalah abu yang diperoleh dari sisa pemijaran
(Depkes RI, 2000).
2. Parameter Spesifik
a) Identitas
Identitas ekstrak dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
b) Organoleptik
Parameter oranoleptik digunakan untuk mendeskripsikan bentuk (padat, serbuk – kering,
kental dan cair), warna (kuning, coklat, dll), bau ( aromatic,tidakberbau, dll), rasa (pahit, manis,
kelat dll )menggunakan panca indera dengan tujuan pengenalan awal yang sederhana dan
seobyektif mungkin (Depkes RI, 2000
c) Kadar sari
Parameter kadar sari digunakan untuk mengetahui jumlah kandungan senyawa kimia
dalam sari simplisia. Parameter kadar sari ditetapkan sebagai parameter uji bahan baku obat
tradisional karena jumlah kandungan senyawa kimia dalam sari simplisia akan berkaitan erat
dengan reproduksibilitasnya dalam aktivitas farmakodinamik simplisia tersebut (Depkes RI,1995).
d) Pola kromatogram
Pola kromatogram mempunyai tujuan untuk memberikan gambaran awal komponen
kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram kemudian dibandingkan dengan data baku yang
ditetapkan terlebih dahulu (Depkes RI, 2000).
1. Penggolongan Obat
Jamu adalah obat bahan alam yang sediaannya masih berupa bentuk aslinya (daun,
rimpang, batang, dan lainnya). Khasiat dan keamanan jamu baru berdasarkan pengalaman
turun temurun (minimal 3 generasi). Setelah lolos uji Pra Klinik, jamu naik kelas menjadi Obat
Herbal Terstandar (OHT). Tingkat paling tinggi disebut sebagai Fitofarmaka di mana kemanan
dan khasiat obat bahan alam sudah lolos uji Pra Klinik dan Uji Klinik serta bahan baku dan
produk jadinya sudah terstandarisasi. Negara kita Indonesia kaya akan bahan alam yang
sebagian besar sudah digunakan secara turun-temurun untuk mengobati penyakit. Namun
sayangnya, penggunaan bahan-bahan alam tersebut belum terstandarisasi; dalam arti dosis
yang digunakan bisa berbeda-beda tiap orang karena ukuran dosis masih menggunakan
sejumput, lembar, atau segenggam. Pemakaian bahan-bahan alam secara bersamaan juga
mungkin menimbulkan interaksi obat yang tidak diketahui. Interaksi obat yang dimaksud
adalah dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu yang sama dapat berubah efeknya secara
tidak langsung. Karena itu diperlukan penelitian guna mendapatkan data-data yang dapat
dibuktikan secara ilmiah (evidence-based) terutama tentang keamanan dan khasiat bahan alam
tersebut sebagai obat.
1. Pemilihan Bahan
Perjalanan berawal dari pemilihan bahan alam yang akan digunakan (Tahap Seleksi).
Tahap seleksi dilakukan dengan mempelajari kandidat bahan aktif dari segi kimia, biologi
bahkan pada tingkat molekuler yang berpotensi untuk produk yang akan dikembangkan.
2. Uji Pra Klinik
Dari Tahap Seleksi, perjalanan dilanjutkan ke Uji Pra Klinik. Uji Pra Klinik dilakukan
secara in vitro (menggunakan sel hidup, bakteri atau kultur jaringan) dan in
vivo (menggunakan hewan coba). Tujuan uji Pra Klinik adalah untuk mengetahui karakteristik
farmakologi (seperti mekanisme kerja, interaksi bahan uji) serta menguji keamanan obat
melalui uji toksisitas dan uji teratogenik. Uji toksisitas bertujuan untuk mendeteksi adanya zat
toksik, sedangkan uji teratogenik bertujuan untuk mengetahui apakah suatu obat berpotensi
menimbulkan kelainan atau cacat pada janin. Bahan obat yang akan dikonsumsi oleh manusia
harus lolos dari pengujian di laboratorium (in vitro) dan dilanjutkan dengan penelitian pada
hewan coba (in vivo) untuk mengetahui kelayakan dan keamanannya. Hewan coba diperlukan
karena dianggap mimiliki kemiripan dan dapat mewakili sistem biologis di manusia.
Penggunaan hewan coba tidak boleh dilakukan secara sembarangan, melainkan harus tunduk
kepada kode etik yang menjamin kesejahteraan hewan.
Adapun factor – factor yang mempengaruhi mutu suatu produk obat adalah sebagai berikut :
1. Material
Material yang digunakan akan mempengaruhi mutu dari obat. Untuk mendapatkan material
yang baik harus dibuat sebuah standar yang harus dipenuhi oleh material tersebut. Selain itu
suplayer untuk material tersebut juga harus terpercaya dan setiap material yang di beli harus
memiliki certifikat of analisis yang menyatakan keaslian dari material tersebut.
2. Machine
Untuk menjalankan produksi tentu dibutuhkan peralatan. Peralatan yang tidak terawat dan
terkalibrasi akan mempengaruhi mutu dari obat. Oleh karena itu hendaknya dilakukan
pengontrolan mesin/peralatan yang digunakan seperti menjaga higienitas, perawatan dan juga
dilakukan kalibrasi berkala untuk menjamin keakuratan dari mesin tersebut.
3. Men
Men yang dimaksud disini adalah manusia (SDM) yang terlibat dalam semua proses
produksi obat. Untuk menjamin mutu dari obat, SDM yang terlibat harus memenuhi kualifikasi
tertentu. Pimpinan harus melakukan staffing yang benar-benar dibutuhkan dan memenuhi
kualifikasi. Untuk meningkatkan kinerja dari pegawai juga harus diberikan penghargaan terhadap
pegawai yang memiliki prestasi sehingga akan lebih giat bekerja.
4. Money
Keuangan yang memadai akan berpengaruh terhadap kualitas machine, Men (SDM),
Method dan material yang digunakan dalam produksi. Semakin besar modal yang dimiliki maka
peralatan yang digunakan akan semakin baik, akan semakin banyak pilihan metoda yang
digunakan untuk pembuatan tablet, sehingga bisa memilih metoda yang menghasilkan mutu
terbaik dan alternative lain jika metoda tersebut tidak dapat dilaksanakan. Dengan modal yang
memadai material yang digunakan bisa dengan kualitas yang lebih baik serta pembelian bisa
dilakukan dengan jumlah besar sehingga bisa mendapatkan harga yang lebih murah. Dengan uang
yang memadai produksi juga bisa dilakukan dalam skala besar, sehingga ongkos produksi juka
bisa di tekan.
5. Manufacturing
Hal yang paling penting untuk mempertahankan mutu obat selama proses produksi adalah
pengontrolannya. Adapun hal yang harus dikontrol antara lain peralatan, higienis, semangat kerja
karyawan, ventilasi, kelembapan, ruangan, bangunan dan lain-lain.
6. Management
Management yang baik juga akan menghasilkan obat yang bermutu baik. management ini
meliputi keuangan, pemarasan, penyimpanan, produksi, personalia, peralatan dan lain-lain.
7. Method
Mutu suatu obat tergantung juga kepada metoda yang digunakan untuk pembuatan obat. Metoda
yang dipilih harus disesuaikan dengan bahan aktif. Metoda yang digunakan hendaklah bisa
menjamin bahan aktif tetap berkhasiat dan tidak ada interaksi yang membahayakan.
8. Monitoring
Monitoring merupakan hal yang sangat penting untuk menghasilkan mutu yang baik.
monitoring hendaknya dilakukan oleh orang yang berkompeten di bidangnya dan memiliki
ketelitian yang tinggi. Monitoring mutu biasanya dilakukan oleh bagian Quality Control (QC).
9. Motivating
Maksud motivating disini adalah semangat para karyawan dalam proses pembuatan obat.
Karyawan harus diberikan appreciate yang tinggi (bisa dengan memberikan hadiah dan
penghargaan) dan ditanamkan semangat kerja yang tinggi.
Cara kerja :
a. Ambil sampel 10 tablet.
b. Ukur diameter dan tebal masing-masing tablet dengan menggunakan jangka sorong.
c. Catat hasil pengukuran masing-masing tablet.
Indikator : Tablet yang baik memiliki diameter tidak lebih dari 3 kali atau tidak kurang dari
4/3 tebal tablet.
Cara kerja :
a. Ambil 5 tablet sebagai sampel.
b. Uji satu per satu dengan cara menempatkan tablet secara vertikal pada ujung alat Hardness
Tester.
c. Putar spiral pada alat, hingga tablet pecah secara sempurna.
Indikator :
· Tablet Oral : 4-8 kg.
· Tablet Hisap : minimum 10 kg, maksimum 20 kg.
· Tablet Kunyah : ±3 kg.
Cara kerja :
a. Masukkan 6 tablet ke dalam tabung, dimana tiap 1 tabung diisi dengan 1 tablet.
b. Naik turunkan keranjang secara teratur 30 kali tiap menit.
c. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas kasa, kecuali
fragmen yang berasal dari zat penyalut.
d. Catat waktu yang dibutuhkan oleh masing-masing tablet untuk hancur.
Indikator : Persyaratan waktu hancur untuk tablet tidak bersalut adalah kurang dari 15
menit, untuk tablet salut gula dan salut non enterik kurang dari 30 menit. Sementara untuk
tablet salut enterik tidak boleh hancur dalam waktu 60 menit dalam medium asam, dan harus
segera hancur dalam medium basa.
Cara kerja :
a. Uji stabilitas di percepat
Cara : Obat dalam kemasan asli di paparkan pada suhu 40±2°C, RH : 75±5%. Dilakukan
selama 6 bulan, interval pengujian pada bulan ke-3 dan ke-6.
b. Uji stabilitas jangka panjang
c. Cara : Obat dipaparkan pada suhu 25±2°C, RH : 60±5%. Dilakukan sampai waktu
kadaluarsa produk seperti yang tertera pada label. Pengujian dilakukan setiap 3 bulan pada
waktu pertama dan setiap 6 bulan sekali pada tahun ke-2. Uji stabilitas jangka panjang
diakhiri satu tahun sesudah tanggal kadaluarsa.
Indikator : Tidak adanya perubahan mutu dari suatu sediaan.
Standarisasi adalah serangkaian parameter, prosedur, cara dan hasil pengujian yg erat
kaitannya dg penetapan mutu, baik dari segi kimia, fisika, dan biologi. Tujuan dari standarisasi:
1) Keseragaman (supaya tidak merusak formula dan khasiat): yg perlu seragam ialah bahan
baku dan produk jadinya.
2) Keberadaan senyawa aktif, sehingga bisa dipercaya efek farmakologinya. Dan efek
farmakologi bukan ditentukan oleh produsen OT, tetapi berdasarkan penelitian dan uji-uji,
baik praklinik maupun klinik.
3) Kesamaan dosis, sehingga efek farmakologi yg ditimbulkan seragam dan mempermudah
pemberian OT pada masyarakat.
4) Stabilitas senyawa aktif, agar tidak merubah khasiat.
5) Mencegah pemalsuan, dengan adanya standarisasi masyarakat dapat membedakan produk
asli dan palsu.
6) Uji klinis, meyakinkan masyarakat mengenai keamanana dan khasiat produk.
GMP pengaturan tentang cara untuk mencapai kualitas yang konsisten dalam produk yang
dibuat. Kualitas tersebut harus memenuhi harapan konsumen, yakni antara kenyataan dengan apa
yang tertera di label atau klaim harus sesuai. GMP tidak memiliki standar khusus yang global, jadi
masing-masing Negara memiliki GMP masing-masing, di Indonesia GMP di atur oleh BPOM
yang oleh BPOM dibagi lagi ranahnya. Untuk GMP pada produk obat tradisional disebut Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Fungsi dari GMP ini akan meningkatkan
kepercayaan masyarakat mengenai keamanan dan khasiat dari produk. GMP pada proses
pengembangan obat herbal mencakup:
1) Sortasi
2) Pencucian
3) Pengeringan basah
4) Pemotongan
5) Pengeringan
6) Pengemasan
7) Distribusi
CPOTB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat tradisional dibuat
dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan
penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan Spesifikasi produk. CPOTB mencakup
produksi dan pengawasan mutu. Persyaratan dasar dari CPOTB adalah:
1) semua proses pembuatan obat tradisional dijabarkan dengan jelas, dikaji secara sistematis
berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten menghasilkan obat
tradisional yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang telah ditetapkan;
2) tahap proses yang kritis dalam proses pembuatan, pengawasan dan sarana penunjang serta
perubahannya yang signifikan divalidasi;
3) tersedia semua sarana yang diperlukan untuk CPOTB termasuk: personil yang
terkualifikasi dan terlatih; bangunan dan sarana dengan luas yang memadai; peralatan
dan sarana penunjang yang sesuai; bahan, wadah dan label yang benar; prosedur dan
instruksi yang disetujui; dan tempat penyimpanan dan transportasi yang memadai.
4) prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang jelas, tidak
bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana yang tersedia;
5) operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar;
6) pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama pembuatan yang
menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur dan instruksi
yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan jumlah serta mutu produk yang dihasilkan
sesuai dengan yang diharapkan. Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan
diinvestigasi;
7) catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran riwayat bets
secara lengkap, disimpan secara komprehensif dan dalam bentuk yang mudah diakses;
8) penyimpanan dan distribusi obat tradisional yang dapat memperkecil risiko terhadap mutu
obat tradisional;
9) tersedia sistem penarikan kembali bets obat tradisional mana pun dari peredaran; dan
10) keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu diinvestigasi serta
dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan pencegahan pengulangan kembali keluhan.
Obat herbal yang beredar haruslah obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu. Keamanan
dibuktikan dengan toksisitas akut, khasiat dibuktikan berdasarkan uji klinis dan praklinis, serta
mutud ditentukan dari standarisasinya.
1) Internal, co/ pemastian jenis dari kandungan glikosida glikosida sianogenik dan glikosida
jantung (sehingga tanaman tidak tertukar).
2) Eksternal, berdasarkan ada tidaknya cemaran missal pestisida, logam berat, bakteri, jamur,
dan bagian dari tanaman lain.
Keamanan obat herbal juga dapat ditentukan dari:
1) Efek samping
2) Reaksi yang tidak dikehendaki
3) Interaksi, baik dengan makanan, herbal lain, peralatan, atau obat. Contoh, bayam direbus
dengan panci tiba-tiba warna air rebusan berubah coklat kehitaman, ini disebabkan bahan
panci yang digunakan tidak baik/kualitas buruk, sehingga terjadi interaksi farmasetik
(panci >< sayuran/logam ><organik)
Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika KCKT
dihubungkan dengan spectrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya
sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh. Pemisahan dengan KCKT dapat
dilakukan dengan fase normal (jika fase diamnya lebih polar dibanding dengan fase geraknya) atau
fase terbalik (jika fase diamnya kurang non polar dibanding dengan fase geraknya). Berdasarkan
pada kedua pemisahan ini, sering kali KCKT dikelompokkan menjadi KCKT fase normal dan
KCKT fase terbalik. Selain klasifikasi di atas, KCKT juga dapat dikelompokkan berdasarkan pada
sifat fase diam dan atau berdasarkan pada mekanisme sorpsi solut, dengan jenis-jenis KCKT
sebagai berikut:
a) Kromatografi Adsorbsi
Prinsip kromatog rafi adsorpsi telah diketahui sebagaimana dalam kromatografi kolom
dan kromatografi lapis tipis. Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan fase
normal dengan menggunakan fase diam silika gel dan alumina, meskipun demikian sekitar
90% kromatografi ini memakai silika sebagai fase diamnya. Pada silika dan alumina terdapat
gugus hidroksi yang akan berinteraksi dengan solut. Gugus silanol pada silika mempunyai
reaktifitas yang berbeda, karenanya solut dapat terikat secara kuat sehingga dapat
menyebabkan puncak yang berekor.
b) Kromatografi fase terikat (Kromatografi Partisi)
Kebanyakan fase diam kromatografi ini adalah silika yang dimodifikasi secara
kimiawi atau fase terikat. Sejauh ini yang digunakan untuk memodifikasi silika adalah
hidrokarbon-hidrokarbon non-polar seperti dengan oktadesilsilana, oktasilana, atau dengan
fenil. Fase diam yang paling populer digunakan adalah oktadesilsilan (ODS atau C18) dan
kebanyakan pemisahannya adalah fase terbalik. Sebagai fase gerak adalah campuran metanol
atau asetonitril dengan air atau dengan larutan bufer. Untuk solut yang bersifat asam
lemah atau basa lemah, peranan pH sangat krusial karena kalau pH fase gerak tidak diatur
maka solut akan mengalami ionisasi atau protonasi. Terbentuknya spesies yang terionisasi ini
menyebabkan ikatannya dengan fase diam menjadi lebih lemah dibanding jika solut dalam
bentuk spesies yang tidak terionisasi karenanya spesies yang mengalami ionisasi akan terelusi
lebih cepat.
c) Kromatografi penukar ion
KCKT penukar ion menggunakan fase diam yang dapat menukar kation atau anion
dengan suatu fase gerak. Ada banyak penukar ion yang beredar di pasaran, meskipun demikian
yang paling luas penggunaannya adalah polistiren resin. Kebanyakan pemisahan kromatografi
ion dilakukan dengan menggunakan media air karena sifat ionisasinya. Dalam beberapa hal
digunakan pelarut campuran misalnya air-alkohol dan juga pelarut organik. Kromatografi
penukar ion dengan fase gerak air, retensi puncak dipengaruhi oleh kadar garam total atau
kekuatan ionik serta oleh pH fase gerak. Kenaikan kadar garam dalam fase gerak menurunkan
retensi solut. Hal ini disebabkan oleh penurunan kemampuan ion sampel bersaing dengan ion
fase gerak untuk gugus penukar ion pada resin.
d) Kromatografi Pasangan ion
Kromatografi pasangan ion juga dapat digunakan untuk pemisahan sampel-sampel
ionik dan mengatasi masalah-masalah yang melekat pada metode penukaran ion. Sampel ionik
ditutup dengan ion yang mempunyai muatan yang berlawanan.
e) Kromatografi Eksklusi Ukuran
Kromatografi ini disebut juga dengan kromatografi permiasi gel dan dapat digunakan
untuk memisahkan atau menganalisis senyawa dengan berat molekul > 2000 dalton. Fase diam
yang digunakan dapat berupa silika atau polimer yang bersifat porus sehingga solut dapat
melewati porus (lewat diantara partikel), atau berdifusi lewat fase diam. Molekul solut yang
mempunyai BM yang jauh lebih besar, akan terelusi terlebih dahulu, kemudian molekul-
molekul yang ukuran medium, dan terakhir adalah molekul yang jauh lebih kecil. Hal ini
disebabkan solut dengan BM yang besar tidak melewati porus, akan tetapi lewat diantara
partikel fase diam. Dengan demikian, dalam pemisahan dengan eksklusi ukuran ini tidak
terjadi interaksi kimia antara solut dan fase diam seperti tipe kromatografi yang lain.
f) Kromatografi Afinitas
Dalam kasus ini, pemisahan terjadi karena interaksi-interaksi biokimiawi yang sangat
spesifik. Fase diam mengandung gugus-gugus molekul yang hanya dapat menyerap sampel
jika ada kondisi-kondisi yang terkait dengan muatan dan sterik tertentu pada sampel yang
sesuai (sebagaimana dalam interaksi antara antigen dan antibodi). Kromatografi jenis ini dapat
digunakan untuk mengisolasi protein (enzim) dari campuran yang sangat kompleks.
Kerja KCKT pada prinsipnya adalah pemisahan analit-analit berdasarkan kepolarannya,
alatnya terdiri dari kolom (sebagai fasa diam) dan larutan tertentu sebagai fasa geraknya. Yang
paling membedakan KCKT dengan kromatografi lainnya adalah pada KCKT digunakan tekanan
tinggi untuk mendorong fasa gerak. Campuran analit akan terpisah berdasarkan kepolarannya, dan
kecepatannya untuk sampai ke detektor (waktu retensinya) akan berbeda, hal ini akan teramati
pada spektrum yang puncak-puncaknya terpisah. Urutan skala polaritas: golongan fluorocarbon <
golongan hidrokarbon < senyawa terhalogenasi < golongan eter < golongan ester < golongan keton
< golongan alkohol < golongan asam.
KCKT dapat menganalisa secara kualitatif dan kuantitatif. Pada proses kualitatif cara yang
paling umum untuk mengidentifikasi adalah dengan melihat Retention time (RT). Peak yang
mempunyai RT yang sama dengan standard umumnya adalah sebagai peak milik analat. Selain
melihat RT hal lain yang perlu dilihat adalah spectrum 3D dari signal kromatogram. Zat yang sama
akan mempunyai spektrum 3D yang juga sama. Sehingga jika spektrum 3D antara dua zat berbeda,
maka kedua zat tersebut juga dipastikan adalah zat yang berlainan, meskipun memiliki RT yang
sama.
Kemudian melalui analisa kuantitatif dapat diketahui kadar komponen yang dianalisis di
dalam sampel. Yang berperan dalam proses separasi pada system KCKT adalah kolom. Ada
kolom yang digunakan untuk beberapa jenis analisa, misalnya kolom C18 yang dapat digunakan
untuk analisa carotenoid, protein, lovastatin, dan sebagainya. Namun ada juga kolom yang khusus
dibuat untuk tujuan analisa tertentu, seperti kolom Zorbax carbohydrat (Agilent) yang khusus
digunakan untuk analisa karbohidrat (mono-, di-, polysakarida). Keberhasilan proses separasi
sangat dipengaruhi oleh pemilihan jenis kolom dan juga fasa mobil.
Setelah komponen dalam sampel berhasil dipisahkan, tahap selanjutnya adalah proses
identifikasi. Hasil analisa KCKT diperoleh dalam bentuk signal kromatogram. Dalam
kromatogram akan terdapat peak-peak yang menggambarkan banyaknya jenis komponen dalam
sampel.
Sampel yang mengandung banyak komponen didalamnya akan mempunyai kromatogram
dengan banyak peak. Bahkan tak jarang antar peak saling bertumpuk (overlap). Hal ini akan
menyulitkan dalam identifikasi dan perhitungan konsentrasi. Oleh karena itu biasanya untuk
sampel jenis ini dilakukan tahapan preparasi sampel yang lebih rumit agar sampel yang siap
diinjeksikan ke KCKT sudah cukup bersih dari impuritis. Sampel farmasi biasanya jauh lebih
mudah karena sedikit mengandung komponen selain zat aktif. Sampel ini umumnya hanya melalui
proses pelarutan saja.
2.5.1.3 Kromatografi Gas (KG)
Kromatografi gas (KG) merupakan jenis kromatografi yang umum digunakan
dalam analisis kimia untuk pemisahan dan analisis senyawa yang dapat menguap tanpa
mengalami dekomposisi. Penggunaan umum KG mencakup pengujian kemurnian senyawa
tertentu, atau pemisahan komponen berbeda dalam suatu campuran (kadar relatif komponen
tersebut dapat pula ditentukan). Dalam beberapa kondisi, KG dapat membantu mengidentifikasi
senyawa. Dalam kromatografi preparatif, KG dapat digunakan untuk menyiapkan senyawa murni
dari suatu campuran. Dalam kromatografi gas, fasa gerak berupa gas pembawa, biasanya
gas inert seperti helium atau gas yang tidak reaktif seperti nitrogen. Fasa diam berupa
lapisan cairan mikroskopik atau polimer di atas padatan pendukung fasa diam, yang berada di
dalam tabung kaca atau logam yang disebut kolom. Instrumen yang digunakan untuk melakukan
kromatografi gas disebut dengan gas kromatograf (atau "aerograf" atau "pemisah gas").
Senyawa dalam fasa gas yang dianalisis berinteraksi dengan dinding kolom, yang dilapisi
dengan fasa diam. Hal ini menyebabkan masing-masing senyawa mengalami elusi pada waktu
yang berbeda, dan ini dikenal sebagai waktu retensi senyawa. Perbandingan waktu retensi
merupakan keluaran dari KG yang dapat dianalisis. Secara prinsip, kromatografi gas sama
dengan kromatografi kolom (sama juga dengan kromatografi jenis lain seperti KCKT, KLT),
tetapi terdapat beberapa perbedaan yang perlu dicatat. Pertama, proses pemisahan campuran terjadi
antara fasa diam cairan dan fasa gerak gas, sementara dalam kromatografi kolom, fasa diam adalah
padat dan fasa gerak berupa cairan. (Oleh karena itu, sebutan lengkap prosedur ini adalah
"Kromatografi gas–cair", yang merujuk pada fasa gerak dan fasa diam.) Kedua, kolom yang dilalui
fasa gas terletak di dalam oven dengan temperatur gas yang dapat dikendalikan, sementara
kromatografi kolom (biasanya) tidak dilengkapi pengendali temperatur. Terakhir, konsentrasi
senyawa dalam fasa gas murni merupakan fungsi dari tekanan uap gas.[1]
Kromatografi gas juga mirip dengan distilasi fraksi, karena keduanya melakukan proses
pemisahan komponen campuran berdasarkan perbedaan titik didih (atau tekanan uap). Meski
demikian, distilasi fraksi biasanya digunakan untuk memisahkan komponen campuran dalam skala
besar, sementara KG hanya dapat digunakan untuk skala yang jauh lebih kecil (skala mikro). [1]
Kromatografi gas kadang dikenal sebagai kromatografi fasa uap (KFU) (en: vapour-phase
chromatography, VPC), atau kromatografi partisi gas–cair (KPGC) (en: gas–liquid partition
chromatography, GLPC). Nama alternatif ini, begitu pula singkatannya, sering digunakan dalam
literatur saintifik. Sejujurnya, KPGC adalah terminologi yang paling tepat, dan oleh karenanya
banyak digunakan oleh para penulis sains.[1]
Tanin adalah kelas utama dari metabolit sekunder yang tersebar luas pada tanaman. Tanin
merupakan polifenol yang larut dalam air dengan berat molekul biasanya berkisar 1000-3000
(Waterman dan Mole tahun 1994, Kraus dll., 2003). Menurut definisi, tanin mampu menjadi
pengompleks dan kemudian mempercepat pengendapan protein serta dapat mengikat
makromolekul lainnya (Zucker, 1983). Tanin merupakan campuran senyawa polifenol yang jika
semakin banyak jumlah gugus fenolik maka semakin besar ukuran molekul tanin. Pada mikroskop,
tanin biasanya tampak sebagai massa butiran bahan berwarna kuning, merah, atau cokelat.
Tanin dapat ditemukan di daun, tunas, biji, akar, dan batang jaringan. Sebagai contoh dari
lokasi tanin dalam jaringan batang adalah tanin sering ditemukan di daerah pertumbuhan pohon,
seperti floem sekunder dan xylem dan lapisan antara korteks dan epidermis. Tanin dapat
membantu mengatur pertumbuhan jaringan ini.
Tanin diketahui dapat digunakan sebagai antivirus, antibakteri, dan antitumor. Tanin tertentu
dapat menghambat selektivitas replikasi HIV dan juga digunakan sebagai diuretik (Heslem, 1989).
Tanaman yang mengandung tanin telah diakui memiliki efek farmakologi dan dikenal agar
membuat pohon-pohon dan semak-semak sulit untuk dihinggapi/dimakan oleh banyak ulat
(Heslem, 1989).
Di dalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, tetapi bila
jaringan rusak, misalnya bila hewan memakannya, maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi
ini menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Pada kenyataanya,
sebagian besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena
rasanya yang sepat. Kita menganggap salah satu fungsi utama tanin dalam tumbuhan ialah sebagai
penolak hewan pemakan tumbuhan. Fungsi tanin pada tanaman biasanya sebagai senjata
pertahanan untuk menghindari terjadinya over grazing oleh hewan ruminansia dan menghindari
diri dari serangga, sebagai penyamak kulit, bahan untuk pembuatan tinta (+ garam besi(III) →
senyawa berwarna tua), sebagai reagen untuk deteksi gelatin, protein, alkaloid (karena sifat
mengendap), sebagai antidotum keracunan alkaloid (membentuk tannat yang mengendap), sebagai
antiinflamasi saluran pencernaan bagian atas, obat diare karena inflamasi saluran gastro intestinal,
dan sebagai obat topikal (lesi terbuka, luka, hemoroid).
Tanin terutama dimanfaatkan orang untuk menyamak kulit agar awet dan mudah digunakan.
Tanin juga digunakan untuk menyamak (mengubar) jala, tali, dan layar agar lebih tahan terhadap
air laut. Selain itu tanin dimanfaatkan sebagai bahan pewarna, perekat, dan mordan.
Tanin yang terkandung dalam minuman seperti teh, kopi, anggur, dan bir memberikan aroma
dan rasa sedap yang khas. Bahan kunyahan seperti gambir (salah satu campuran makan sirih)
memanfaatkan tanin yang terkandung di dalamnya untuk memberikan rasa kelat ketika makan
sirih. Sifat pengelat atau pengerut (astringensia) itu sendiri menjadikan banyak tumbuhan yang
mengandung tanin dijadikan sebagai bahan obat-obatan. Tanin yang terkandung dalam teh
memiliki korelasi yang positif antara kadar tanin pada teh dengan aktivitas antibakterinya terhadap
penyakit diare yang disebabkan oleh Enteropathogenic Esclierichia coli (EPEC) pada bayi. Hasil
penelitian Yulia (2006) menunjukkan bahwa daun teh segar yang belum mengalami pengolahan
lebih berpotensi sebagai senyawa antibakteri, karena seiring dengan pengolahan menjadi teh
hitam, aktivitas senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antibakteri pada daun teh menjadi
berkurang.
Senyawa tanin juga bersifat sebagai astringent, yaitu melapisi mukosa usus, khususnya usus
besar dan menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak. Serta sebagai penyerap racun
(antidotum) dan dapat menggumpalkan protein. Oleh karena itu, senyawa tanin dapat digunakan
sebagai obat diare.
3. Kandungan Steroid
Steroid adalah senyawa turunan lemak dari terpenoid yang tidak terhidrolisis. Steroid
merupakan kelompok senyawa yang penting dengan struktur dasar sterana tak jenuh merupakan
jenis senyawa organik yang berisi pengaturan spesifik dari empat cincin yang bergabung satu sama
lain. Contoh steroid termasuk kolesterol, hormon seks estradiol dan testosteron, dan deksametason
obat anti-inflamasi.
Steroid mempunyai struktur dasar yang terdiri dari 17 atom karbon yang membentuk tiga
cincin sikloheksana dan satu cincin siklopentana. Perbedaan jenis steroid yang satu dengan steroid
yang lain terletak pada gugus fungsional yang diikat oleh ke-empat cincin ini dan tahap oksidasi
tiap-tiap cincin. Lemak sterol adalah bentuk khusus dari steroid dengan rumus bangun diturunkan
dari kolestana dilengkapi gugushidroksil pada atom C-3 , banyak ditemukan pada tanaman, hewan
dan fungsi. Semua steroid dibuat di dalam sel dengan bahan baku berupa lemak sterol, baik berupa
lanosterol pada hewan atau fungsi, maupun berupa sikloartenol pada tumbuhan. Kedua jenis lemak
sterol di atas terbuat dari siklisasisqualena dari triterpena.Kolesterol adalah jenis lain lemak sterol
yang umum dijumpai.Berdasarkan sifat fisiologinya steroid dapat diklasifikasikan :
1. Sterol, insulator, bahan baku
3. Hormon seks
4.
5. Hormon adrenokortikoid, pencegah radang
Flavon
Gambar Flavon
Senyawa flavon ini dapat dioksidasi sehingga memiliki bentuk yang bervariasi bergantung
pada tingkat oksidasinya. Senyawa dasar flavon yang tidak teroksidasi disebut flavan.
Berikut contoh dari flavon yang teroksidasi membentuk gugus –OH.
Flavonol
Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan aglikon
flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagai
antioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanyakan
merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasana basa
dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada
pengerjaannya masih dapat dilakukan
Gambar Flavonol
Isoflavon
Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai fitoaleksin
yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai pertahanan terhadap
serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi
warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein) memberikan warna biru muda
cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi kebanyakan yang lain tampak
sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia berubah menjadi coklat.
Gambar Isoflavon
Katekin
Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu.
Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir dan
daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat sebagai
antioksidan.
Gambar Katekin
Flavanon
Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan bunga.
Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah
jeruk; dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat dalam
buah anggur dan jeruk.
Gambar Flavanon
Leukoantosianin
Leukoantosianidin merupakan senyawa tan warna, terutama terdapat pada tumbuhan
berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin, apiferol.
Gambar Leukoantosianin
Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam
tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir
semua warna merah jambu, merah marak , ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan buah
pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur
aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan
penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi.
Gambar Auron
Kalkon
Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan sinar UV bila
dikromatografi kertas. Aglikon flavon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena hanya
pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas dalam
pengembang air. (Harborne, 1996)
Gambar Kalkon
Dari berbagai jenis Flavonoid tersebut, flavon, flavanol dan antosianidin adalah jenis yang
paling banyak ditemukan di alam, sehingga sering kali dinyatakan sebagai flavonoid utama.
Sedangkan jenis-jenis flavonoid yang ditemukan di alam dan jumlahnya terbatas adalah calcon,
auron, katecin, flavonon, leukoantosianidin.
5. Kandungan Alkoloid
Istilah "alkaloid" (mirip alkali, karena dianggap bersifat basa) pertama kali dipakai oleh
Carl Friedrich Wilhelm Meissner (1819), seorang apoteker dari Halle (Jerman) untuk menyebut
berbagai senyawa yang diperoleh dari ekstraksi tumbuhan yang bersifat basa (pada waktu itu sudah
dikenal, misalnya, morfina, striknina, sertasolanina).
Berdasarkan atom nitrogennya, alkaloid dibedakan atas:
1. Alkaloid dengan atom nitrogen heterosiklik
Dimana atom nitrogen terletak pada cincin karbonnya. Yang termasuk pada golongan
ini adalah:
1) Alkaloid Piridin-Piperidin
Mempunyai satu cincin karbon mengandung 1 atom nitrogen.
Struktur inti:
Reduksi
N N
H
Piridin Piperidin
N CH3
Golongan ini dibagi dalam 3 sub golongan:
Hiosiamin dan Skopolamin
Berasal dari tumbuhan Datura stramonium, D. Metel (fam: Solanaceae),
tumbuh pada daerah yang memiliki suhu yang panas, daun dan bijinya
mengandung alkaloid Skopolamin; berfungsi sebagai antispasmodik dan
sedatif.
Kokain
Senyawa ini berfungsi sebagai analgetik narkotik yang menstimulasi pusat
syaraf, selain itu juga berfungsi sebagai antiemetik dan midriatik. Zat ini bersal
dari daun tumbuhan Erythroxylum coca, E. Rusby dan E. Novogranatense
(fam: Erythroxylaceae). Kokain lebih banyak disalahgunakan (drug abuse)
oleh sebagian orang dengan nama-nama yang lazim dikalangan mereka seperti
snow, shabu-shabu, crak dan sebagainya.
Atropin, Apotropin, dan Belladonina
Atropa dari bahasa Yunani yaitu terdiri dari kata “Atropos” yang berarti tidak
dapat dibengkokkan atau disalahgunakan, ini disebabkan karena belladona
merupakan obat yang sangat beracun dan dapat menyebabkan kematian.
3) Alkaloid Quinolin
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 1 atom nitrogen.
Struktur inti:
N
Golongan ini dibagi dalam 4 sub golongan:
Kinina, Kinidina, Sinkonidin, Sinkonidina
Senyawa ini pada umumnya berguna sebagai antimalaria, alkaloid ini terdapat
pada kulit batang (cotex) dari tumbuhan Cinchona succirubra (famili:
Rubiaceae). Ada beberapa jenis dari Cinchona diantaranya C. Calisaya yang
berwarna kuning berasal dari Peru dan Bolivia, C. Officinalis dan C.
Ledgeriana lebih banyak di Indonesia yang ditanam di pulau Jawa.
Akronisina
Berasal dari kulit batang tumbuhan Acronychia bauery (famili: Rutaceae),
berfungsi sebagai antineoplastik yang telah diuji cobakan pada hewan dan
diharapkan mampu merupakan obat yang efektif untuk kemoterapi neoplasma
pada manusia.
Camptothecin
Diperoleh dari buah, sebagian kayu atau kulit dari pohon Camptotheca
acuminata (famili: Nyssaceae), suatu pohon yang secara endemik tumbuh di
daratan Cina. Ekstrak dari tumbuhan ini ternyata mempunyai keaktifan
terhadap leukemia limpoid.
Viridicatin
Merupakan subtansi antibiotik dari mycelium jamur Penicillium viridicatum
(famili: Aspergillaceae), senyawa ini aktif untuk semua jenis Plasmodium
(kecuali P. vivax) penyebab malaria. Penggunaan senyawa ini memiliki efek
samping berupa Cindronism yaitu pendengaran berkurang.
4) Alkaloid Isoquinolin
Mempunyai 2 cincin karbon mengandung 1 atom nitrogen.
Struktur inti:
N
H
Lingkaran Imidazol merupakan inti dasar dari pilokarpin yang berasal dari daun
tumbuhan Pilocarpus jaborandi atau Jaborandi rermambuco, P. Microphylus atau
J. marashm, dan P. Pinnatifolius atau J. Paraguay dari famili: Rutaceae yang
berkhasiat sebagai konjungtiva pada penderita glaukoma.
7) Alkaloid Lupinan
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 1 atom N,
Struktur inti:
N
Alkaloid ini ditemukan pada Lunpinus luteus, Cytisus scopartus (famili:
Leguminocaea) dan Anabis aphylla (famili: Chenopodiaceae) berupa daun
tumbuhan yang telah dikeringkan berkhasiat sebagai oksitoksik.
8) Alkaloid Steroid
Mengandung 2 cincin karbon dengan 1 atom nitrogen dan 1 rangka steroid yang
mengandung 4 cincin karbon.
Struktur inti:
CH3
CH3
9) Alkaloid Amina
Golongan ini tidak mengandung N heterosiklik. Banyak yang merupakan tutrunan
sederhana dari feniletilamin dan senyawa-senyawa turunan dari asam amino
fenilalanin atau tirosin.
Struktur inti:
HO NH2
NH2
COOH
Feniletilamin Fenilalanin
Golongan ini dibagi dalam 4 sub golongan:
Efedrina
Berasal dari herba tumbuhan Ephedra distachya, E. Sinica dan E. Equisetina
(famili: Gnetaceae) berguna sebagai bronkodilator.
Kolkisina
Alkaloid ini berasal dari biji tumbuhan Colchicum autumnalei (famili:
Liliaceae) berguna sebagai antineoplasmik dan stimulan SSP, selain pada biji
kormus (pangkal batang yang ada di dalam tanah) tumbuhan ini juga
mengandung alkaloid yang sama.
d-Norpseudo Efedrina
Alkaloid ini diperoleh dari daun-daun segar tumbuhan Catha edulis (famili:
Celastraceae). Nama lain dari tumbuhan ini adalah Khat atau teh Abyssina,
tumbuhan ini berupa pohon kecil atau semak-semak yang berasal dari daerah
tropik Afrika Timur. Khasiat dari simplisia ini adalah stimulan pada SSP.
Meskalina
Diperoleh dari sejenis tumbuhan cactus Lophophora williamsii (famili:
Cactaceae) dikenal dengan nama Peyote yang dapat menyebabkan halusinasi
dan euphoria.
10) Alkaloid Purin
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 4 atom nitrogen.
Struktur inti:
N
N
N
N
H
Susunan inti heterosiklik yang terdiri dari cincin pirimidin yang tergabung dengan
Imidazole.
Golongan ini dibagi dalam 3 sub golongan:
Kafeina (1,3,7 trimetil Xanthin)
Alkaloid ini diperoleh dari biji kopi Coffe arabica, C. Liberica (famili:
Rubiaceae) mengandung kafein. Aksi dari kopi pada prinsipnya di dasarkan
pada daya kerja kafein, yang bekerja pada susunan syaraf pusat, ginjal, otot-
otot jantung.
Selain tumbuan kopi ada tumbuhan lain yang juga mengandung caffein seperti
camellia sinensis (famili: Theaceae), cola nitida (famili: Starculiaceae).
O CH 3
H3C N
N
O N N
CH3
Kafeina
Theobromina (3,7 dimetil Xanthin)
Diperoleh dari biji tumbuhan Theobroma cacao (famili: Sterculaceae) yang
berguna sebagai diuretik dan stimulan SSP.
O CH 3
N
HN
O N N
CH3
Theobromina
Theofilina (1,3 dimetil Xanthin)
Merupakan isomer dari Theobromina yang berguna sebagai bronkodilator dan
diuretik.
O
H
H3C N
N
O N N
CH3
Theofilina
A. Alkaloid tanpa atom nitrogen yang heterosilik
Dimana, atom nitrogen tidak terletak pada cincin karbon tetapi pada salah satu atom
karbon pada rantai samping.
1) Alkaloid Efedrin (Alkaloid Amina)
Mengandung 1 atau lebih cincin karbon dengan atom Nitrogen pada salah satu atom
karbon pada rantai samping. Termasuk Mescalin dari Lophophora williamsii,
Trichocereus pachanoi, Sophora secundiflora, Agave americana, Agave
atrovirens, Ephedra sinica, Cholchicum autumnale.
2) Alkaloid Capsaicin
Dari Chile peppers, genus Capsicum. Yaitu: Capsicum pubescens, Capsicum
baccatum, Capsicum annuum, Capsicum frutescens, Capsicum chinense.
6. Kandungan Saponin
Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol, telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku
tumbuhan. Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa sapogenin.Saponin
tersebar luas di antara tanaman tinggi, keberadan saponin sangat mudah ditandai dengan
pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila dikocok.
a) Sifat-sifat Saponin
Saponin memiliki sifat sebagai berikut :
1) Mempunyai rasa pahit
2) Dalam larutan air membentuk busa yang stabil
3) Menghemolisa eritrosit
4) Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi
5) Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksi steroid lainnya
6) Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi
7) Berat molekul relatif tinggi, dan analisis hanya menghasilkan formula empiris yang mendekati.
Salah satu contoh saponin jenis ini adalah Asparagosida (Asparagus sarmentosus), Senyawa
ini terkandung di dalam tumbuhan Asparagus sarmentosus yang hidup dikawasan hutan kering
afrika.Tanaman ini juga biasa digunkan sebagai obat anti nyeri dan rematik oleh orang afrika
(Anonim, 2009).
2. Saponin triterpenoid
Triterpen yang memiliki atom C sebanyak 30.Saponin jenis ini bersifat asam.Tersusun atas
inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat.Dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang disebut
sapogenin ini merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat
dimurnikan. Tipe saponin ini adalah turunan -amyrine (Amirt Pal,2002).
Salah satu jenis contoh saponin ini adalah asiatikosida.Senyawa ini terdapat pada
tumbuhan Gatu kola yang tumbuh didaerah India.Senyawa ini dapat dipakai sebagai antibiotik
(Anonim, 2009).
7. Kandungan Antrakuinon
Antrakuinon adalah sejenis elemen antioksidan yang memiliki faktor pembawa warna,
yakni biasanya warna kekuningan atau kehijauan. Kandungan ini lazim terdapat pada berbagai
jenis tanaman dan buah. Biasanya senyawa ini diekstraksi dan dimanfaatkan sebagai senyawa
pewarna untuk tekstil. Selain dimanfaatkan dalam sejumlah industri, senyawa antrakuinon alami
lazim digunakan dalam beberapa terapi pengobatan modern. Juga dimanfaatkan dalam sejumlah
pengobatan herbal yang tentu saja tidak menggunakan jenis senyawa kimiawi.
manfaat antrakuinon bagi kesehatan adalah sebagai berikut :
Antrakuinon juga bekerja mengatasi keluhan pada persendian. Kinerjanya sebagai anti
inflamasi, pereda nyeri, dan membantu proses perbaikan sel ditengarai menjadi penyebab senyawa
ini efektif membantu meredakan keluhan peradangan sendi. Sejumlah pengobatan terhadap
peradangan sendi biasa menggunakan krim yang sudah mengandung senyawa antrakuinon. Karena
itu, produk herbal atau suplemen lidah buaya dan Noni juga dapat efektif membantu meredakan
keluhan nyeri sendi artritis.
Sehubungan manfaat antrakuinon dalam meningkatkan kinerja sel T dan sel B, maka
senyawa ini turut membantu meningkatkan fungsi imunitas. Sel-sel dalam fungsi imunitas tersebut
bisa menjadi garda utama dalam melawan kanker. Bahkan sejumlah terapi modern mulai berfokus
pada peningkatan kinerja sel T dan sel B untuk memerangi kanker. Sejumlah jenis sub-kandungan
antrakuinon, seperti damnacanthal dan alizarin, terbukti memiliki peran besar sebagai anti kanker.
Damnacanthal bekerja mencegah metastasis (penyebaran sel kanker) dengan mematikan sel yang
masuk ke dalam aliran darah. Sedangkan alizarin bekerja dengan menekan pertumbuhan sel dan
memblokade aliran darah menuju kanker. Bahkan manfaat antrakuinon dari kedua sub-
kandungannya ini juga dikatakan efektif membantu pengobatan leukemia serta kanker kelenjar
getah bening.