Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali diyatakan lain simplisia merupakan bahan yang dikeringkan.
Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral
(BPOM,2005).

2.1.1 .Jenis Simplisia

a.Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau
eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang secara
spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau
zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertent dipisahkan dari tanamannya.

b.Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh , bagian hewan atau zat-
zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.

c.Simplisia mineral atau pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau
mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa
zat kimia murni.

Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaannya, maka


simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Dan untuk memenuhi persyaratan minimal
tersebut, ada beberapa faktor yang berpengaruh mutu simplisia , antara lain adalah :

1. Bahan baku simplisia.

Berdasarkan bhan bakunya dapat diperoleh dari tanaman liar dan tanaman yang
dibudidayakan. Jika simplisia di ambil dari tanaman yag dibudidayakan makan keseragaman umur,
masa panen, galur ( asal usul, garis keturunan ) tanaman dapat dipantau sementara jika di ambil
dari tanaman liar maka banyak kendala dan variabilitas yag tidak bias dikendalikan seperti asal
tanaman, umur dan tempat tumbuh tumbuhan.

2. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia.

Dalam proses pembuatan simplisia ada beberapa tahapan yang dilakukan tahapan tersebut
meliputi :

a. Pengumpulan bahan baku


Kualitas bahan baku ditentukan oleh tahapan yang dilakukan dalam pengumpulan bahan
baku tersebut. Salah satu tahapan yang berperan dalam hal ini yaitu masa panen. Masa panen
dilakukan sesuai dengan tanaman yang akan digunakan, yaitu sebagai berikut.

1) Biji
Pengambilan biji dapat dilakukan pada saat mulai mengeringnya buah atau sebelum
semuanya pecah.

2) Buah
Pengambilan buah tergantung tujuan dan pemanfaatan kandungan aktifnya. Panen buah
bisa dilakukan saat menjelang masak (misalnya Piper ningrum), setelah benar-benar masak
(misalnya adas), atau dengan cara melihat perubahan warna/bentuk dari buah yang bersangkutan
(misalnya jeruk, papaya).

3) Bunga
Pemanenan bunga tergantung dari tujuan pemanfaatan kandungan aktifnya, panen dapat
dilakukan pada saat menjelang penyerbukan, pada saat bunga masih kuncup (seperti jasminum
sambac) atau pada saat bunga sudah mulai mekar (seperti Rosa sinensis).

4) Daun atau herba


Panen daun atau herba dilakukan pada saat herba pada saat proses fotosintesis berlangsung
maksimal, yaitu ditandai dengan saat saat tanaman mulai berbunga atau buah mulai masak. Untuk
pengambilan pucuk daun, dianjurkan pada saat warna pucuk daun berubah menjadi daun tua.

5) Kulit batang
Pemanenan kulit batang hanya dilakukan pada tanaman yang sudah cukup umur. Saat
panen yang paling baik adalah awal musim kemarau.

6) Umbi lapis
Panen umbi dilakukan pada saat akhir pertumbuhan.

7) Rimpang
Panen rimpang dilakukan pada saat awal musim kemarau.

8) Akar
Panen akar dilakukan pada saat proses pertumbuhan berhenti atau tanaman sudah cukup
umur. Panen yang dilakukan terhadap akar umummnya akan mematikan tanaman yang
bersangkutan.

b. Sortasi basah
Sortasi basah adalah pemilahan hasil panen ketika tanaman masih segar. Sortasi dilakukan
terhadap tanah dan kerikil, rumput-rumputan, bagian tanaman lain atau bagian lain dari tanaman
yang tidak digunakan, dan bagian tanaman yang rusak.

c. Pencucian
Pencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran yang melekat, terutama
bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan bahan-bahan yang tercemar pestisida. Pencucian
dilakukan dengan menggunakan air yang bersih (tidak tercemar).

d. Pengubahn bentuk
Tujuan pengubahan bentuk simplisia adalah untuk memperluas permukaan bahan baku.
Semakin luas permukaan maka bahan baku akan semakin cepat kering. Pengubahan bentuk seperti
perajangan (rimpang, daun, herba), pengupasan (buah, kayu, kulit kayu, dan biji-bijian yang
ukurannya besar), pemiprilan (jagung : biji dipisahkan dari bonggolnya), pemotongan (akar, kayu,
kulit kayu, dan ranting)

e. Pengeringan
Pengeringan simplisia bertujuan untuk menurunkan kadar air sehingga bahan tersebut tidak
mudah ditumbuhi kapang dan bakteri, menghilangkan aktivitas enzim yang bias menguraikan
lebih lanjut kandungan zat aktif, memudahkan dalam hal pengelolaan proses selanjutnya (ringkas,
mudah disimpan, tahan lama, dan sebagainya).

f. Sortasi kering
Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses pengeringan.

g. Pengepakan dan penyimpanan


Setelah semua tahapan diatas telah dilakukan, maka simplisianya disimpan didalam wadah.
Factor-faktor yang mempengaruhi pengepakan dan penyimpanan simplisia yaitu cahaya, sirkulasi
udara (O2), reaksi kimia yang terjadi antara kandungan aktif tanaman dengan wadah, penyerapan
air, kemungkinan terjadinya prose dehidrasi, pengotoran dan atau pencemaran (baik yang
diakibatkan oleh serangga, kapang, bulu-bulu tikus atau binatang lain).

3. Penyimpanan dan Pengepakan

Sirnplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai faktor luar dan
dalam, antara lain :
1. Cahaya : Sinar dari panjang gelombang tertentu dapat menimbulkan perubahan kimia pada
simplisia, misalnya isomerisasi, polimerisasi, rasemisasi dan sebagainya

2. Oksigen udara : Senyawa tertentu dalam simplisia dapat mengalami perubahan kimiawi oleh
pengaruh oksigen udara terjadi oksidasi dan perubahan ini dapat berpengaruh pada
bentuk simplisia, misalnya, yang semula cair dapat berubah menjadi kental atau padat, berbutir-
butir dan sebagainya.

3. Reaksi kimia intern : perubahan kimiawi dalam simplisia yang dapat disebabkan oleh reaksi
kimia intern, misalnya oleh enzim, polimerisasi, oto-oksidasi dan sebagainya.

4. Dehidrasi :Apabila kelembaban luar lebih rendah dari simplisia, maka simplisia secara
perlahan-lahan akan kehilangan sebagian airnya sehingga rnakin lama makin mengecil (kisut)

5. Penyerapan air : Simplisia yang higroskopik, misalnya agar-agar, bila disimpan dalam wadah
yang terbuka akan menyerap lengas udara sehingga menjadi kempal basah atau mencair.

6. Pengotoran : Pengotoran pada simplisia dapat disebabkan oleh berbagai sumber, misalnya debu
atau pasir, ekskresi hewan, bahan-bahan asing (misalnya minyak yang tertumpah) dan fragmen
wadah (karung goni)

7. Serangga : Serangga dapat menitnbulkan kerusakan dan pengotoran pada simplisia, baik oleh
bentuk ulatnya maupin oleh bentuk dewasanya. Pengotoran tidak hanya berupa kotoran serangga,
tetapi juga sisa-sisa metamorfosa seperti cangkang telur, bekas kepompong, anyaman benang
bungkus kepompong, bekas kulit serangga dan sebagainya.

8. Kapang : Bila kadar air dalam simplisia terlalu tinggi, maka simplisia dapat berkapang.
Kerusakan yang timbul tidak hanya terbatas pada jaringan simplisia, tetapi juga akan
merusak susunan kimia zat yang dikandung dan malahan dari kapangnya dapat mengeluarkan
toksin yang dapat mengganggu kesehatan.

Agar simplisia memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan, maka ketiga faktor
tersebut harus memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan.

2.1.2. Control kualitas simplisia


Kontrol kualitas merupakan parameter yang digunakan dalam proses standarisai suatu
simplisia . Parameter standardisasi simplisia meliputi parameter non spesifik dan spesifik.
Parameter nonspesifik lebih terkait dengan factor lingkungan dalam pembuatan simplisia
sedangkan parameter spesifik terkait langsung dengan senyawa yang ada di dalam tanaman.
Penjelasan lebih lanjut mengenai parameter standardisasi simplisia sebagai berikut:

1. kebenaran simplisia
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan dengan cara organoleptik, makroskopik dan
mikroskopik. Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik dilakukan dengan menggunakan indera
manusia dengan memeriksa kemurnian dan mutu simplisia dengan mengamati bentuk dan ciri-ciri
luar serta warna dan bau simplisia. Sebaiknya pemeriksaan mutu organoleptik dilanjutkan dengan
mengamati ciri-ciri anatomi histologi terutama untuk menegaskan keaslian simplisia.

2. parameter non spesifik


meliputi uji terkait dengan pencemaran yang disebabkan oleh pestisida, jamur, aflatoxin,
logam berat, dll.

a. penetapan kadar abu


Penentuan kadar abu dilakukan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal
dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai diperoleh simplisia dan ekstrak baik yang
berasal dari tanaman secara alami maupun kontaminan selama proses, seperti pisau yang
digunakan telah berkarat). Jumlah kadar abu maksimal yang diperbolehkan terkait dengan
kemurnian dan kontaminasi. Prinsip penentuan kadar abu ini yaitu sejumlah bahan dipanaskan
pada temperatur dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sehingga
tinggal unsur mineral dan anorganik yang tersisa. Untuk menghitung kadar abu dapat dilakukan
dengan :
kadar abu = bobot akhir/bobot awal x 100%

b.penetapan susut pengeringan


susut pengeringan adalah persentase senyawa yang menghilang selama proses pemanasan
(tidak hanya menggambarkan air yang hilang, tetapi juga senyawa menguap lain yang
hilang).Pengukuran sisa zat dilakukan dengan pengeringan pada temperatur 105°C selama 30
menit atau sampai berat konstan dan dinyatakan dalam persen (metode gravimetri).
susut pengeringan = (bobot awal - bobot akhir)/bobot awal x 100%
Untuk simplisia yang tidak mengandung minyak atsiri dan sisa pelarut organik menguap, susut
pengeringan diidentikkan dengan kadar air, yaitu kandungan air karena simplisia berada di
atmosfer dan lingkungan terbuka sehingga dipengaruhi oleh kelembaban lingkungan
penyimpanan.
c. kadar air
Tujuan dari penetapan kadar air adalah untuk mengetahui batasan maksimal atau rentang
tentang besarnya kandungan air di dalam bahan. Hal ini terkait dengan kemurnian dan adanya
kontaminan dalam simplisia tersebut. Dengan demikian, penghilangan kadar air hingga jumlah
tertentu berguna untuk memperpanjang daya tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia dinilai
cukup aman bila mempunyai kadar air kurang dari 10%.
Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
1) metode titrimetri
metode ini berdasarkan atas reaksi secra kuantitatif air dengan larutan anhidrat belerang
dioksida dan iodium dengan adanya dapar yang bereaksi dengan ion hidrogen.Kelemahan metode
ini adalah stoikiometri reaksi tidak tepat dan reprodusibilitas bergantung pada beberapa faktor
seperti kadar relatif komponen pereaksi, sifat pelarut inert yang digunakan untuk melarutkan zat
dan teknik yang digunakan pada penetapan tertentu. Metode ini juga perlu pengamatan titik akhir
titrasi yang bersifat relatif dan diperlukan sistem yang terbebas dari kelembaban udara (Anonim,
1995).
2) metode azeotropi ( destilasi toluena )
metode ini efektif untuk penetapan kadar air karena terjadi penyulingan berulang kali di dalam
labu dan menggunakan pendingin balik untuk mencegah adanya penguapan berlebih. Sistem yang
digunakan tertutup dan tidak dipengaruhi oleh kelembaban (Anonim, 1995).
kadar air ( v/b) = volume air yang terukur / bobot awal simplisia x 100%

3) metode gravimetri
Dengan menghitung susut pengeringan hingga tercapai bobot tetap (Anonim, 1995).

d. Kadar minyak atsiri


Tujuan dari penetapan kadar minyak atsiri adalah untuk mengukur berapa banyak kadar
minyak atsiri yang terdapat dalam simplisia. Penetapan dengan destilasi air dapat dilakukan karena
minyak atsiri tidak dapat bercampur dengan air, sehingga batas antara minyak dan air dapat terlihat
dan diukur berapa banyak kadar minyak atsiri yang ada pada simplisia tersebut. Cara menghitung
kadar minyak atsiri adalah :
kadar minyak atsiri = volume minyak atsiri yang terukur/bobot sampel x 100%

e. Uji cemaran mikroba


1) uji aflatoksin : untuk mengetahi cemaran aflatoksin yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus
flavus.
2) uji angka lempeng total : untuk mengetahui jumlah mikroba/ bakteri dalam sampel. Batasan
angka lempeng total yang ditetapkan oleh Departemen kesehatan yaitu 10^6 CFU/ gram.
3) uji angka kapang : untuk mengetahui adanya cemaran kapang.Batasan angka lempeng total
yang ditetapkan oleh Departemen kesehatan yaitu 10^4 CFU/ gram.
4) Most probably number (MPN) : untuk mengetahui seberapa banyak cemaran bakteri
coliform( bakteri yang hidup di saluran pencernaan).

f. Parameter Cemaran Logam Berat

Parameter cemaran logam berat adalah menetukan kandungan logam berat secara
spektroskopi serapan atom atau lainnya yang lebih valid. Tujuan dari parameter ini adalah untuk
memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu (Hg, Pb, Cu dll.)
melebihi nilai yang ditetapkan karena berbahaya (toksik) bagi kesehatan (Anonim, 2000).

g. Residu Pestisida

Residu pestisida adalah pestisida yang masih tersisa pada bahan pangan setelah
diaplikasikan ke tanaman pertanian. Tingkat residu pada bahan pangan umumnya diawasi dan
ditetapkan batas amannya oleh lembaga yang berwenang di berbagai negara. Paparan
populasisecara umum dari residu ini lebih sering terjadi melalui konsumsi bahan pangan yang
ditanam dengan perlakuan pestisida, ditanam atau diproses di tempat yang dekat dengan area
berpestisida. Banyak dari residu pestisida ini merupakan pestisida sintetik berbahan
dasar klor yang menunjukan sifat bioakumulasi yang dapat terkumpul dan menumpuk di dalam
tubuh dan lingkungan hingga pada jumlah yang membahayakan. Yang sering terdeteksi cemaran
pestisisa adalah :
1) Organoklor: endrin, dieldrin, heptaklor
2) Organofosfat: diazinon, paration, metilparation
h. Residu Pelarut
Bahan kimia dapat dilarutkan dalam pelarut, bahan-bahan seperti polimer dapat diuraikan
secara kimiawi oleh pelarut, dan orang-orang dapat mengembangkan penyakit tertentu dari
paparan pelarut organik dan anorganik.

menentukan kandungan sisa pelarut yang secara umum dengan kromatograf gas, tujuan
memberikan jaminan bahwa selama proses tidak meninggalkansisa pelarut yang memang
seharusnya tidak boleh ada, sedangkan untuk ekstrak (air menunjukkan jumlah pelarut!alkoho
sesuai dengan yang ditetapkan. Nilai maksimal atau rentang yang diperolehkan',namun dalam hal
pelarut berbahaya seperti kloroform nilai harus negative sesuai batas deteksi instrument terkait
dengan kemurnian dan kontaminas

3. Parameter spesifik

Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari simplisia. Uji kandungan
kimia simplisia digunakan untuk menetapkan kandungan senyawa tertentu dari simplisia.
Biasanya dilakukan dengan analisa kromatografi lapis tipis (KLT). Sebelum dilakukan KLT perlu
dilakukan preparasi dengan penyarian senyawa kimia aktif dari simplisia yang masih
kasar.Identifikasi kimia terhadap senyawa tersari

Kandungan kimia simplisia nabati pada umumnya dapat dikelompokkan sebagai berikut :
minyak atsiri, karotenoid, steroid, triterpenoid, alkaloid, asam lemak, senyawa fenolik ( fenol-fenol
asam fenolat, fenil propanolol, flavonoid, antrakuinon, antosianin, xanton) asam organik,
glikosida, saponin, tani, karbohidrat dan lain-lain. Simplisia yang diuji adalah simplisia tunggal
yang berupa rajangan serbuk, ekstrak atau dalam bentuk sediaan. Mula-mula serbuk simplisia
disari dengan larutan penyari yang berbeda-beda polaritasnya berturut-turut pelarut non polar,
pelarut kurang polar. Masing-masing pelarut secara selektif akan memisahkan kelompok
kandungan kimia tersebut. Pelarut yang bersifat non polar seperti eter minyak tanah (petroleum
eter) atau heksan. Pelarut kurang polar seperti eter, clhoroform dll. Pelarut yang polar seperti
etanol, air atau campuran keduanya dengan berbagai perbandingan, umumnya dipakai etanol air
70%.Penyarian dilakukan dengan cara pengocokan berkali-kali sehingga hasil pengocokan
terakhir bila diuapkan tidak meninggalkan sisa, atau dengan alat soxhlet.Untuk cara pengocokan
dianjurkan untuk melakukan perendaman awal dengan cairan penyari selama satu malam.
Penggunaan alat soxhlet hanya dianjurkan untuk penyariankandungan kimia yang telah diketahui
stabil. Penggunaan eter sebagai cairan penyari tidak dianjurkan mengingat sifatnya yang mudah
terbakar. Dengan cara diatas akan diperoleh 3 macam sari yaitu :

1. Sari dalam eter minyak tanah atau heksana

Sari ini mengandung zat-zat kimia yang larut dalam minyak misalnya minyak atsiri, lemak
dan asam lemak tinggi, steroid, dan triterpenoid, kerotenoid. Selain kelompok tersebut diatas,
kemungkinan terkandung pada klorofil dan resin yang disebut senyawa pengotor.

2. Sari dalam eter atau kloroform


Sari ini mengandung zat-zat kimia sebagi berikut :

a. Alkaloid

b. Senyawa fenolik : * fenol-fenol

* asam fenolat

* fenil propanoid

* flavonoid

* antrakuinon

* xanton dan stilben

c. Koponen minyak atsiri tertentu

d. Asam lemak.

3. Sari dalam etanol

Sari ini mengandung zat-zat kimia sebagai berikut :

a. Garam alkaloid, alkaloid basa kuartener, amina teroksidasi.

b. Antosianin

c. Glikosida

d. Saponin

e. Tanin

f. Karbohidrat

2.2 Pengertian Ekstrak


Ekstrak adalah suatu produk hasil pengambilan zat aktif dari tanaman menggunakan
pelarut. Selanjutnya pelarut yang digunakan diuapkan kembali sehingga zat aktif ekstrak menjadi
pekat. Bentuknya dapat kental atau kering tergantung banyaknya pelarut yang diuapkan kembali.

2.2.1. Jenis – jenis Ekstrak


Ekstrak dapat dibedakan berdasarkan :
1. Berdasarkan konsistensinya:
a) Ekstrak cair: ekstrak cair, tingtur, maserat minyak (Extracta Fluida (Liquida))
b) Semi solid: ekstrak kental (Extracta spissa)
c) Kering: ekstrak kering (Extracta sicca)
2. Berdasarkan komposisinya:
a) Ekstrak murni: ekstrak yang tidak mengandung pelarut maupun bahan tambahan
lainnya.
b) Sediaan ekstrak: pengolahan lebih lanjut dari ekstrak murni untuk dibuat sediaan
ekstrak, baik kental maupun serbuk kering untuk selanjutnya dibuat sediaan obat seperti
kapsul, tablet, dan lain-lain.
3. Berdasarkan senyawa aktifnya:
a) Adjusted/standardised extracts, merupakan ekstrak yang diperoleh dengan mengatur
kadar senyawa aktif (menambahkan dalam batas toleransi) yang aktivitas terapeutiknya
diketahui dengan tujuan untuk mencapai komposisi yang dipersyaratkan.
b) Quantified extract, merupakan ekstrak yang diperoleh dengan mengatur kadar senyawa
yang diketahui berperan dalam menimbulkan khasiat farmakologi dengan tujuan agar
khasiatnya sama. Quantified extract memiliki kandungan senyawa dengan aktivitas yang
diketahui namun senyawa yang sbertanggung jawab terhadap aktivitas tersebut tidak
diketahui.

Adapun beberapa factor yang mempengaruhi mutu ekstrak adalah dibedakan menjadi 2 meliputi :
1. Faktor kimia
Faktor kimia dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
a) Faktor internal
1. Jenis senyawa aktif dalam simplisia
2.Komposisi kualitatif senyawa aktif
3.Komposisi kuantitatif senyawa aktif
4.Kadar total rata-rata senyawa aktif
b) Faktor eksternal
1. Perbandingan ukuran alat ekstraksi
2. Ukuran, kekerasan dan kekeringan simplisia
3. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi
4. Kandungan logam berat
5. Kandungan pestisida
2. Faktor biologi
1. Identitas jenis (species)
2. Lokasi tumbuhan asal
3. Periode pemanenan hasil tumbuhan
4. Penyimpanan bahan tumbuhan
5. Umur tumbuhan dan bagian yang digunakan

2.2.2 Tahapan Pembuatan Ekstrak


1. Pembuatan serbuk simplisia
Pembuatan serbuk simplisia dimaksudkan untuk memperluas permukaan kontak simplisia
dengan cairan penyari. Proses penyerbukan dilakukan sampai derajat kehalusan serbuk yang
optimal sesuai persyaratan.

2. Pemilihan pelarut atau cairan penyari


Pelarut atau cairan penyari menentukan senyawa kimia yang akan terekstraksi dan berada
dalam ekstrak. Dengan diketahuinya senyawa kimia yang akan diekstraksi akan memudahkan
proses pemilihan cairan penyari.
3. Proses ekstraksi atau pemilihan cara ekstraksi
Cara ekstraksi yang dipilih juga menentukan kualitas ekstrak yang diperoleh. Dalam
memilih cara ekstraksi harus diperhatikan prinsip ekstraksi yaitu menyari senyawa aktf sebanyak-
banyaknya dan secepat-cepatnya sehingga diperoleh efisiensi ekstraksi.

4. Separasi dan pemurnian


Separasi atau pemisahan dan pemurnian merupakan salah satu proses yang diperlukan
terhadap ekstrak untuk meningkatkan kadar senyawa aktifnya. Separasi dapat dilakukan dengan
cara-cara tertentu seperti dekantasi, penyaringan, sentrifugasi, destilasi, dan lain-lain. Pemurnian
ekstrak dapat dilakukan dengan cara mengekstraksi zat-zat yang tidak diinginkan dalam ekstrak
agar terpisah dari zat-zat yang diinginkan.

5. Penguapan dan pemekatan


Penguapan atau pemekatan merupakan proses untuk meningkatkan jumlah zat terlarut
dalam ekstrak dengan cara mengurangi jumlah pelarutnya dengan cara penguapan tetapi tidak
sampai kering.

6. Pengeringan ekstrak
Pengeringan ekstrak umumnya dilakukan untuk membuat sediaan padat seperti tablet,
kapsul, pil, dan sediaan padat lainnya. Pengeringan ekstrak dapat dilakukan dengan penambahan
bahan tambahan (non-native herbal drug preparation) atau tanpa penambahan bahan tambahan
(native herbal drug preparation).

7. Penentuan rendemen ekstrak


Rendemen ekstrak dihitung dengan cara membandingkan jumlah ekstrak yang diperoleh
dengan simplisia awal yang digunakan. Rendemen ekstrak dapat digunakan sebagai parameter
standar mutu ekstrak pada tiap bets produksi maupun parameter ekstraksi.

2.2.3 Kontrol Kualitas Ekstrak


Ekstrak terstandar berarti konsistensi kandungan senyawa aktif dari setiap batch yang
diproduksi dapat dipertahankan, dan juga dapat mempertahankan pemekatan kandungan senyawa
aktif pada ekstrak sehingga dapat mengurangi secara signifikan volume permakaian per dosis,
sementara dosis yang diinginkan terpenuhi, serta ekstrak yang diketahui kadar senyawa aktifnya
ini dapat dipergunakan sebagai bahan pembuatan formula lain secara mudah seperti sediaan cair ,
kapsul, tablet, dan lain-lain.

1.1 Parameter Non Spesifik

a) Susut Pengeringan
Susut pengeringan merupakan pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur
105oC selama 30 menit atau sampai konstan, yang dinyatakan dalam porsen. Dalam hal khusus
(jika bahan tidak mengandung minyak menguap/atsiri dan sisa pelarut organik) identik dengan
kadar air, yaitu kandungan air karena berada di atmosfer/lingkungan udara terbuka (Depkes RI,
2000).
b) Bobot Jenis
Parameter bobot jenis ekstrak merupakan parameter yang mengindikasikan spesifikasi
ekstrak uji. Parameter ini penting, karena bobot jenis ekstrak tergantung pada jumlah serta jenis
komponen atau zat yang larut didalamnya (Depkes RI, 2000).

c) Kadar air
Kadar air adalah banyaknya hidrat yang terkandung zat atau banyaknya air yang diserap
dengan tujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air
dalam bahan (Depkes RI, 2000).

d) Kadar abu
Parameter kadar abu merupakan pernyataan dari jumlah abu fisiologik bila simplisia dipijar
hingga seluruh unsur organik hilang. Abu fisiologik adalah abu yang diperoleh dari sisa pemijaran
(Depkes RI, 2000).

2. Parameter Spesifik

a) Identitas
Identitas ekstrak dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Deskripsi tata nama:

1) Nama Ekstrak (generik, dagang, paten)


2) Nama latin tumbuhan (sistematika botani)
3) Bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, buah,)
4) Nama Indonesia tumbuhan
Ekstrak dapat mempunyai senyawa identitas artinya senyawa tertentu yang menjadi petunjuk
spesifik dengan metode tertentu. Parameter identitas ekstrak mempunyai tujuan tertentu untuk
memberikan identitas obyektif dari nama dan spesifik dari senyawa identitas (Depkes RI, 2000).

b) Organoleptik
Parameter oranoleptik digunakan untuk mendeskripsikan bentuk (padat, serbuk – kering,
kental dan cair), warna (kuning, coklat, dll), bau ( aromatic,tidakberbau, dll), rasa (pahit, manis,
kelat dll )menggunakan panca indera dengan tujuan pengenalan awal yang sederhana dan
seobyektif mungkin (Depkes RI, 2000

c) Kadar sari
Parameter kadar sari digunakan untuk mengetahui jumlah kandungan senyawa kimia
dalam sari simplisia. Parameter kadar sari ditetapkan sebagai parameter uji bahan baku obat
tradisional karena jumlah kandungan senyawa kimia dalam sari simplisia akan berkaitan erat
dengan reproduksibilitasnya dalam aktivitas farmakodinamik simplisia tersebut (Depkes RI,1995).

d) Pola kromatogram
Pola kromatogram mempunyai tujuan untuk memberikan gambaran awal komponen
kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram kemudian dibandingkan dengan data baku yang
ditetapkan terlebih dahulu (Depkes RI, 2000).

2.3 Pengertian Obat


Obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat penyakit, meredakan atau
menghilangkan gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh. Obat merupakan bahan atau
paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis,
mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau
kelainan fisik dan psikis pada manusia atau hewan.
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dan bahan-bahan tersebut, yang secara
traditional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman Hal ini sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990, tentang Izin Usaha Industri Obat
Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional. Perkembangan selanjutnya obat tradisional
kebanyakan berupa campuran yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sehingga dikenal dengan obat
herbal atau obat bahan alam Indonesia. Obat Herbal atau Obat Bahan Alam Indonesia adalah obat
tradisonal yang diproduksi oleh Indonesia dan berasal dari alam atau produk tumbuhan obat
Indonesia.

1. Penggolongan Obat

Jamu adalah obat bahan alam yang sediaannya masih berupa bentuk aslinya (daun,
rimpang, batang, dan lainnya). Khasiat dan keamanan jamu baru berdasarkan pengalaman
turun temurun (minimal 3 generasi). Setelah lolos uji Pra Klinik, jamu naik kelas menjadi Obat
Herbal Terstandar (OHT). Tingkat paling tinggi disebut sebagai Fitofarmaka di mana kemanan
dan khasiat obat bahan alam sudah lolos uji Pra Klinik dan Uji Klinik serta bahan baku dan
produk jadinya sudah terstandarisasi. Negara kita Indonesia kaya akan bahan alam yang
sebagian besar sudah digunakan secara turun-temurun untuk mengobati penyakit. Namun
sayangnya, penggunaan bahan-bahan alam tersebut belum terstandarisasi; dalam arti dosis
yang digunakan bisa berbeda-beda tiap orang karena ukuran dosis masih menggunakan
sejumput, lembar, atau segenggam. Pemakaian bahan-bahan alam secara bersamaan juga
mungkin menimbulkan interaksi obat yang tidak diketahui. Interaksi obat yang dimaksud
adalah dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu yang sama dapat berubah efeknya secara
tidak langsung. Karena itu diperlukan penelitian guna mendapatkan data-data yang dapat
dibuktikan secara ilmiah (evidence-based) terutama tentang keamanan dan khasiat bahan alam
tersebut sebagai obat.
1. Pemilihan Bahan
Perjalanan berawal dari pemilihan bahan alam yang akan digunakan (Tahap Seleksi).
Tahap seleksi dilakukan dengan mempelajari kandidat bahan aktif dari segi kimia, biologi
bahkan pada tingkat molekuler yang berpotensi untuk produk yang akan dikembangkan.
2. Uji Pra Klinik
Dari Tahap Seleksi, perjalanan dilanjutkan ke Uji Pra Klinik. Uji Pra Klinik dilakukan
secara in vitro (menggunakan sel hidup, bakteri atau kultur jaringan) dan in
vivo (menggunakan hewan coba). Tujuan uji Pra Klinik adalah untuk mengetahui karakteristik
farmakologi (seperti mekanisme kerja, interaksi bahan uji) serta menguji keamanan obat
melalui uji toksisitas dan uji teratogenik. Uji toksisitas bertujuan untuk mendeteksi adanya zat
toksik, sedangkan uji teratogenik bertujuan untuk mengetahui apakah suatu obat berpotensi
menimbulkan kelainan atau cacat pada janin. Bahan obat yang akan dikonsumsi oleh manusia
harus lolos dari pengujian di laboratorium (in vitro) dan dilanjutkan dengan penelitian pada
hewan coba (in vivo) untuk mengetahui kelayakan dan keamanannya. Hewan coba diperlukan
karena dianggap mimiliki kemiripan dan dapat mewakili sistem biologis di manusia.
Penggunaan hewan coba tidak boleh dilakukan secara sembarangan, melainkan harus tunduk
kepada kode etik yang menjamin kesejahteraan hewan.

3. Standarisasi dan Penentuan Bentuk Sediaan


Bahan obat yang sudah lolos Uji Pra Klinik kemudian dilakukan standarisasi dan
penentuan bentuk sediaan (Tahap Standarisasi). Tahap Standarisasi diperlukan agar target obat
mencapai sasaran. Di tahap ini termasuk penentuan dosis, penentuan bentuk sediaan (seperti
bentuk tablet, sirup, dll.) dan juga untuk mengetahui stabilitas obat (berkaitan dengan expired
date). Obat yang sudah lolos di tahap ini dapat didaftarkan untuk menjadi produk obat herbal
kategori Obat Herbal Terstandar.
4. Uji Klinik pada Manusia untuk Fitofarmaka
Perjalanan suatu penelitian tidak sampai di situ saja. Tingkat tertinggi suatu produk
herbal adalah menjadi Fitofarmaka. Untuk dapat menjadi Fitofarmaka, obat herbal dapat
dibuktikan khasiat dan keamanannya melalui Uji Klnik. Uji Klinik dilakukan pada manusia
dan harus memenuhi prinsip etika uji klinik. Waktu yang diperlukan untuk uji klinik pun
tidaklah singkat karena harus melewati beberapa tahap uji lagi. Bahkan setelah obat tersebut
dipasarkan, penggunaan obat di masyarakat masih terus diamati guna mengetahui efektivitas
maupun efek samping jangka panjang.

Adapun factor – factor yang mempengaruhi mutu suatu produk obat adalah sebagai berikut :
1. Material

Material yang digunakan akan mempengaruhi mutu dari obat. Untuk mendapatkan material
yang baik harus dibuat sebuah standar yang harus dipenuhi oleh material tersebut. Selain itu
suplayer untuk material tersebut juga harus terpercaya dan setiap material yang di beli harus
memiliki certifikat of analisis yang menyatakan keaslian dari material tersebut.

2. Machine
Untuk menjalankan produksi tentu dibutuhkan peralatan. Peralatan yang tidak terawat dan
terkalibrasi akan mempengaruhi mutu dari obat. Oleh karena itu hendaknya dilakukan
pengontrolan mesin/peralatan yang digunakan seperti menjaga higienitas, perawatan dan juga
dilakukan kalibrasi berkala untuk menjamin keakuratan dari mesin tersebut.

3. Men

Men yang dimaksud disini adalah manusia (SDM) yang terlibat dalam semua proses
produksi obat. Untuk menjamin mutu dari obat, SDM yang terlibat harus memenuhi kualifikasi
tertentu. Pimpinan harus melakukan staffing yang benar-benar dibutuhkan dan memenuhi
kualifikasi. Untuk meningkatkan kinerja dari pegawai juga harus diberikan penghargaan terhadap
pegawai yang memiliki prestasi sehingga akan lebih giat bekerja.

4. Money

Keuangan yang memadai akan berpengaruh terhadap kualitas machine, Men (SDM),
Method dan material yang digunakan dalam produksi. Semakin besar modal yang dimiliki maka
peralatan yang digunakan akan semakin baik, akan semakin banyak pilihan metoda yang
digunakan untuk pembuatan tablet, sehingga bisa memilih metoda yang menghasilkan mutu
terbaik dan alternative lain jika metoda tersebut tidak dapat dilaksanakan. Dengan modal yang
memadai material yang digunakan bisa dengan kualitas yang lebih baik serta pembelian bisa
dilakukan dengan jumlah besar sehingga bisa mendapatkan harga yang lebih murah. Dengan uang
yang memadai produksi juga bisa dilakukan dalam skala besar, sehingga ongkos produksi juka
bisa di tekan.

5. Manufacturing

Hal yang paling penting untuk mempertahankan mutu obat selama proses produksi adalah
pengontrolannya. Adapun hal yang harus dikontrol antara lain peralatan, higienis, semangat kerja
karyawan, ventilasi, kelembapan, ruangan, bangunan dan lain-lain.

6. Management

Management yang baik juga akan menghasilkan obat yang bermutu baik. management ini
meliputi keuangan, pemarasan, penyimpanan, produksi, personalia, peralatan dan lain-lain.

7. Method

Mutu suatu obat tergantung juga kepada metoda yang digunakan untuk pembuatan obat. Metoda
yang dipilih harus disesuaikan dengan bahan aktif. Metoda yang digunakan hendaklah bisa
menjamin bahan aktif tetap berkhasiat dan tidak ada interaksi yang membahayakan.
8. Monitoring

Monitoring merupakan hal yang sangat penting untuk menghasilkan mutu yang baik.
monitoring hendaknya dilakukan oleh orang yang berkompeten di bidangnya dan memiliki
ketelitian yang tinggi. Monitoring mutu biasanya dilakukan oleh bagian Quality Control (QC).

9. Motivating

Maksud motivating disini adalah semangat para karyawan dalam proses pembuatan obat.
Karyawan harus diberikan appreciate yang tinggi (bisa dengan memberikan hadiah dan
penghargaan) dan ditanamkan semangat kerja yang tinggi.

2.4 Kontrol Kualitas Produk

2.4.1 Uji Keseragaman Ukuran


Pengertian : Merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui keseragaman ukuran dari sediaan
tablet.
Tujuan : Ketebalan berhubungan dengan kekerasan sediaan padat (tablet), selain percetakan,
perubahan ketebalan merupakan indikasi adanya masalah pada aliran massa cetak atau pada
pengisi granul ke dalam die oleh karena itu perlu dilakukan pengujian.
Alat : Jangka sorong.

Cara kerja :
a. Ambil sampel 10 tablet.
b. Ukur diameter dan tebal masing-masing tablet dengan menggunakan jangka sorong.
c. Catat hasil pengukuran masing-masing tablet.
Indikator : Tablet yang baik memiliki diameter tidak lebih dari 3 kali atau tidak kurang dari
4/3 tebal tablet.

2.4.2 Uji Kerapuhan Tablet


Pengertian : Pengujian yang dilakukan untuk menentukan atau mengukur kekuatan fisik sediaan
tablet terhadap gesekan.
Tujuan : Untuk mengetahui ketahanan permukaan tablet terhadap gesekan yang dialami
ketika tablet mengalami pengemasan, penyimpanan, dan atau pengiriman.
Alat : Friability Tester
Cara kerja :
a. Ambil sampel tablet yang akan diuji sebanyak 20 tablet.
b. Bersihkan tiap tablet dan juga wadah yang akan digunakan.
c. Tablet tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam piringan acrilic atau alat friabilitor, dan
diputar sebanyak 100 putaran selama 4 menit, jadi kecepatan putarannya 25 putaran per menit
atau selama 5 menit kecepatan putarannya 20 per menit.
d. Setelah selesai, keluarkan tablet dari alat, bersihkan dari debu dan timbang dengan seksama.
e. Hitung presentase kehilangan bobot sebelum dan sesudah perlakuan.
Indikator : Tablet dianggap rusak bila kerapuhan >1% dan bila kerapuhan <0,8% maka tablet
tersebut memuaskan.

2.4 .3. Uji Kekerasan Tablet


Pengertian : Suatu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui kekuatan fisik sediaan tablet
terhadap tekanan mekanik ataupun karena gesekan.
Tujuan : Untuk mengetahui ketahanan sediaan tablet dalam menghadapi tekanan yang
didapatkan baik ketika proses pengemasan, distribusi, ataupun ketika disimpan.
Alat : Hardness Tester

Cara kerja :
a. Ambil 5 tablet sebagai sampel.
b. Uji satu per satu dengan cara menempatkan tablet secara vertikal pada ujung alat Hardness
Tester.
c. Putar spiral pada alat, hingga tablet pecah secara sempurna.
Indikator :
· Tablet Oral : 4-8 kg.
· Tablet Hisap : minimum 10 kg, maksimum 20 kg.
· Tablet Kunyah : ±3 kg.

2.4.4 Uji Waktu Hancur Tablet (Disintegration Test)


Pengertian : Waktu yang dibutuhkan sejumlah tablet untuk hancur menjadi granul atau partikel
penyusunnya yang mampu melewati ayakan no.10 yang terdapat dibagian bawah alat uji.
Tujuan : Untuk melihat seberapa lama obat (tablet) bisa hancur didalam tubuh atau saluran
cerna yang ditandai dengan sediaan menjadi larut, terdispersi, atau menjadi lunak.
Alat : Disintegration Tester.

Cara kerja :
a. Masukkan 6 tablet ke dalam tabung, dimana tiap 1 tabung diisi dengan 1 tablet.
b. Naik turunkan keranjang secara teratur 30 kali tiap menit.
c. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas kasa, kecuali
fragmen yang berasal dari zat penyalut.
d. Catat waktu yang dibutuhkan oleh masing-masing tablet untuk hancur.
Indikator : Persyaratan waktu hancur untuk tablet tidak bersalut adalah kurang dari 15
menit, untuk tablet salut gula dan salut non enterik kurang dari 30 menit. Sementara untuk
tablet salut enterik tidak boleh hancur dalam waktu 60 menit dalam medium asam, dan harus
segera hancur dalam medium basa.

2.4 5. Uji Keseragaman Bobot


Pengertian : Merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui keseragaman bobot dari tablet.
Tujuan : Keseragaman bobot digunakan sebagai salah satu indikator homogenitas
pencampuran formula.
Alat : Timbangan digital.
Cara kerja :
a. Ambil 20 tablet sebagai sampel.
b. Timbang satu per satu tablet dan catatlah.
c. Timbang 20 tablet dan catatlah.
d. Hitung bobot rata-rata tablet.
Indikator : Hasilnya, tidak lebih dari dua tablet yang mempunyai penyimpangan lebih besar
dari kolom A dan tidak boleh ada satu tablet pun yang mempunyai penyimpangan bobot lebih
besar dari kolom B. tabel persyaratan penyimpangan bobot dapat dilihat dibawah ini :

Penyimpangan bobot rata-rata


Bobot rata-rata (%)
A B
25 mg/kurang 15% 30%
26 mg-150 mg 10% 20%
151 mg-300 mg 7,5% 15%
>300 mg 5% 10%

2.4.6. Uji Disolusi


Pengertian : Pengujian yang dilakukan terhadap sediaan padat untuk mengetahui proses
melarutnya zat atau senyawa aktif dalam media pelarut untuk diabsorbsi.
Tujuan : Untuk mengetahui banyaknya zat aktif yang melarut dalam cairan tubuh.
Alat : Disolution Tester
Cara kerja :
a. Masukkan sejumlah volume media disolusi yang tertera pada masing-masing monografi ke
dalam wadah.
b. Pasang alat, biarkan media disolusi hingga suhu 37°C ± 0,5°C dan angkat thermometer.
c. Masukkan satu tablet ke dalam alat.
d. Hilangkan gelembung udara dari permukaan sediaan yang diuji dan segera jalankan alat
pada laju kecepatan seperti yang tertera dalam monografi.
Indikator :

Tahap Jumlah yang Kriteria Penerimaan


diuji
S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q+5%
S2 6 Rata-rata dari 12 unit (S1+S2) adalah sama dengan
atau lebih besar dari nilai Q dan tidak satu unit
sediaan yang lebih kecil dari Q-15%

S3 12 Rata-rata dari 24 unit (S1+S2+S3) adalah sama


dengan atau lebih besar dari nilai Q, tidak lebih
dari dua unit sediaan yang lebih kecil dari Q-15%
dan tidak satu unit pun yang lebih kecil dari Q-
25%

2.4.7. Uji Kadar Zat Aktif


Pengertian : Uji yang dilakukan untuk menentukan kadar zat aktif dalam satu sediaan tablet.
Tujuan : Untuk memastikan bahwa kandungan zat berkhasiat yang terdapat dalam tablet
telah memenuhi syarat dan sesuai dengan yang tertera pada etiket. Metode penetapan kadar yang
digunakan sesuai dengan zat aktif yang terkandung dalam sediaan tablet.
Alat : Buret (penentuan kadar menggunakan metode titrasi).
Cara kerja :
a. Ambil 20 tablet sebagai sampel.
b. Gerus 20 tablet tersebut hingga homogen.
c. Ekstraksi untuk mendapatkan zat aktifnya.
d. Pisahkan ekstrak dari pelarut, titrasi ekstrak hingga TAT.
e. Lakukan titrasi pada 3 sampel.
f. Catat hasilnya.
Indikator : Kadar bahan aktif yang ditentukan berada diantara 90-110% dari pernyataan
pada label.

2.4.8. Uji Stabilitas Tablet


Pengertian : Uji yang digunakan untuk mengetahui ketahanan suatu sediaan dalam batas
spesifikasi yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin
identitas, kekuatan, kualitas, dan kemurnian produk tersebut.
Tujuan : Untuk mengetahui ketahanan dari suatu produk, sehingga mutu sediaan tetap
terjamin.
Alat : Climatic Chamber

Cara kerja :
a. Uji stabilitas di percepat
Cara : Obat dalam kemasan asli di paparkan pada suhu 40±2°C, RH : 75±5%. Dilakukan
selama 6 bulan, interval pengujian pada bulan ke-3 dan ke-6.
b. Uji stabilitas jangka panjang
c. Cara : Obat dipaparkan pada suhu 25±2°C, RH : 60±5%. Dilakukan sampai waktu
kadaluarsa produk seperti yang tertera pada label. Pengujian dilakukan setiap 3 bulan pada
waktu pertama dan setiap 6 bulan sekali pada tahun ke-2. Uji stabilitas jangka panjang
diakhiri satu tahun sesudah tanggal kadaluarsa.
Indikator : Tidak adanya perubahan mutu dari suatu sediaan.

2.5 Standarisasi Pada Bentuk Sediaan Obat Herbal

Standarisasi adalah serangkaian parameter, prosedur, cara dan hasil pengujian yg erat
kaitannya dg penetapan mutu, baik dari segi kimia, fisika, dan biologi. Tujuan dari standarisasi:

1) Keseragaman (supaya tidak merusak formula dan khasiat): yg perlu seragam ialah bahan
baku dan produk jadinya.
2) Keberadaan senyawa aktif, sehingga bisa dipercaya efek farmakologinya. Dan efek
farmakologi bukan ditentukan oleh produsen OT, tetapi berdasarkan penelitian dan uji-uji,
baik praklinik maupun klinik.
3) Kesamaan dosis, sehingga efek farmakologi yg ditimbulkan seragam dan mempermudah
pemberian OT pada masyarakat.
4) Stabilitas senyawa aktif, agar tidak merubah khasiat.
5) Mencegah pemalsuan, dengan adanya standarisasi masyarakat dapat membedakan produk
asli dan palsu.
6) Uji klinis, meyakinkan masyarakat mengenai keamanana dan khasiat produk.

2.4.1 Standarisasi Obat Herbal

GMP pengaturan tentang cara untuk mencapai kualitas yang konsisten dalam produk yang
dibuat. Kualitas tersebut harus memenuhi harapan konsumen, yakni antara kenyataan dengan apa
yang tertera di label atau klaim harus sesuai. GMP tidak memiliki standar khusus yang global, jadi
masing-masing Negara memiliki GMP masing-masing, di Indonesia GMP di atur oleh BPOM
yang oleh BPOM dibagi lagi ranahnya. Untuk GMP pada produk obat tradisional disebut Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Fungsi dari GMP ini akan meningkatkan
kepercayaan masyarakat mengenai keamanan dan khasiat dari produk. GMP pada proses
pengembangan obat herbal mencakup:
1) Sortasi
2) Pencucian
3) Pengeringan basah
4) Pemotongan
5) Pengeringan
6) Pengemasan
7) Distribusi

CPOTB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat tradisional dibuat
dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan
penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan Spesifikasi produk. CPOTB mencakup
produksi dan pengawasan mutu. Persyaratan dasar dari CPOTB adalah:
1) semua proses pembuatan obat tradisional dijabarkan dengan jelas, dikaji secara sistematis
berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten menghasilkan obat
tradisional yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang telah ditetapkan;
2) tahap proses yang kritis dalam proses pembuatan, pengawasan dan sarana penunjang serta
perubahannya yang signifikan divalidasi;
3) tersedia semua sarana yang diperlukan untuk CPOTB termasuk: personil yang
terkualifikasi dan terlatih; bangunan dan sarana dengan luas yang memadai; peralatan
dan sarana penunjang yang sesuai; bahan, wadah dan label yang benar; prosedur dan
instruksi yang disetujui; dan tempat penyimpanan dan transportasi yang memadai.
4) prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang jelas, tidak
bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana yang tersedia;
5) operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar;
6) pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama pembuatan yang
menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur dan instruksi
yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan jumlah serta mutu produk yang dihasilkan
sesuai dengan yang diharapkan. Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan
diinvestigasi;
7) catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran riwayat bets
secara lengkap, disimpan secara komprehensif dan dalam bentuk yang mudah diakses;
8) penyimpanan dan distribusi obat tradisional yang dapat memperkecil risiko terhadap mutu
obat tradisional;
9) tersedia sistem penarikan kembali bets obat tradisional mana pun dari peredaran; dan
10) keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu diinvestigasi serta
dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan pencegahan pengulangan kembali keluhan.

Simplisia mengandung metabolit primer à sekunder. Dari metabolit sekunderlah akan


didapatkan senyawa aktif. Senyawa aktif ini spesifik sifatnya pada masing-masing taanaman dan
perolehannya akan ditentukan oleh umur tanaman yang akan dipanen dan bagaimana cara
panennya. Faktor yang mempengaruhi metabolism sekunder/kandungan kimia:

1. Geofisika dan cuaca


1) Suhu –> kadang-kadang suhu terlalu rendah atau tinggi.
2) Cahaya –> intensitas dan panjang gelombang
3) Curah hujan –> pengarian terbantu, ada tanaman yang tumbuh maksmal ketika kemarau
dan ada yang ketika musim hujan.
4) Ketinggian tanah
5) Angin
6) Tanah (fisik, kimia, mikroorganisme, pestisida)
7) Nutrisi: mineral (Mn, Mo, Mg) dan hormone tumbuh (co/ asam giberelin merangsang
biosintesa alkaloid pada metel dan D. innoxia).
2. Faktor biotik
1) Adanya mikroorganisme pathogen (fungi, bakteri, virus) yang bisa menginfeksi tanaman.
2) Curah hujan dan kelembaban –> akan mempengaruhi berat kering kapsul papaver
somniferum.
3) Serangga
4) Kerapatan tumbuh –> jarak tanam
5) Tanaman lain (co/ Matricaria chamomilla dengan Sinapis alba kandungan kimianya akan
terpengaruh).
3. Pembuahan –> terutama yang mengandung minyak atsiri
4. Genetic –> terjadi mutagenic (perubahan kandungan kimia kuali atau kuantinya)

2.4.2 Prosesing Simplisia

Obat herbal yang beredar haruslah obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu. Keamanan
dibuktikan dengan toksisitas akut, khasiat dibuktikan berdasarkan uji klinis dan praklinis, serta
mutud ditentukan dari standarisasinya.

Keamanan obat herbal dapat dilihat dari:

1) Internal, co/ pemastian jenis dari kandungan glikosida glikosida sianogenik dan glikosida
jantung (sehingga tanaman tidak tertukar).
2) Eksternal, berdasarkan ada tidaknya cemaran missal pestisida, logam berat, bakteri, jamur,
dan bagian dari tanaman lain.
Keamanan obat herbal juga dapat ditentukan dari:

1) Efek samping
2) Reaksi yang tidak dikehendaki
3) Interaksi, baik dengan makanan, herbal lain, peralatan, atau obat. Contoh, bayam direbus
dengan panci tiba-tiba warna air rebusan berubah coklat kehitaman, ini disebabkan bahan
panci yang digunakan tidak baik/kualitas buruk, sehingga terjadi interaksi farmasetik
(panci >< sayuran/logam ><organik)

2.4.3 Standarisasi sediaan


 Waktu hancur
 Kadar bahan tambahan (pengawet, pewarna,
pemanis)
 Kadar etanol
 Stabilitas
Permasalahn pada standarisasi obat herbal
1) Senyawa aktif belum diketahui
2) Tersusun dari berbagai kandungan kimia
3) Variabel kandungan kimia dalam tanamanà berbeda-beda
4) Prosedur analisis selektif belum pasti
5) Senyawa pembanding masih jarang
6) Proses produksi

2.5 Uji Kandungan Kimia


2.5.1 Parameter pola kromatogram
Parameter pola kromatogram yaitu melakukan analisis kromatografi sehingga memberikan
pola kromatogram yang khas. Tujuannya yaitu untuk memberikan gambaran awal komposisi
kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram (Kromatografi Lapis Tipis, Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi, dan Kromatografi Gas).
2.5.1.1 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Densitometer
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode pemisahan fitokimia dan teknik yang
paling cocok untuk analisis. Metode ini hanya memerlukan waktu sedikit untuk analisis dan jumlah
cuplikan yang digunakan sangat sedikit. Lapisan yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir-
butir yang disebut fase diam, ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, logam atau lapisan
yang cocok. Campuran yang akan dipisahkan berupa larutan, ditotolkan pada bercak atau pita.
Selain itu plat atau lapisan diletakkan dalam bejana pengembang yang berisi larutan pengembang
(fase gerak), pemisahan terjadi selama perembatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya senyawa
yang tidak berwarna harus ditempatkan atau dideteksi dengan pereaksi deteksi (Stahl, 1985).
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik dikerjakan
dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi warna. Tetapi lazimnya untuk identifikasi menggunakan
lampu UV 254 nm dan 366 nm dan bercak dihitung harga Rf-nya. Angka Rf berjangka antara 0,00
dan 1,99 dan hanya dapat ditentukan dua desimal. hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h),
menghasilkan nilai berjangka 0-100 (Stahl, 1985). Sedangkan pereaksi semprot atau penampak
bercak digunakan pada deteksi senyawa tertentu. Misalnya dalam tanaman yang banyak
mengandung flavonoid menggunakan AlCl3 dan minyak atsiri menggunakan vanilin asam sulfat
(Markham, 1988).
Penggunaan Kromatografi Lapis Tipis (KLT),yaitu :
a). Analisis Kualitatif
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dapat digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku.
Parameter pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai
Rf. Dua senyawa dikatakan identik jika mempunyai nilai Rf yang sama diukur pada kondisi
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang sama dengan 3 sistem eluen yang berbeda (Gandjar dan
Rohman, 2007).
b). Analisis Kuantitatif
Ada 2 cara yang digunakan untuk analisis kuantitatif dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
Pertama, bercak diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran luas atau dengan
teknik densitometri. Cara kedua adalah dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar senyawa
yang terdapat dalam bercak tersebut dengan metode analisis yang lain, misalkan dengan metode
spektrofotometri (Gandjar dan Rohman, 2007). Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah
dipisahkan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) biasanya dilakukan dengan densitometer
langsung pada lempeng Kromatografi Lapis Tipis (KLT) (atau secara in situ). Densitometer dapat
bekerja secara serapan atau fluoresensi. Kebanyakan densitometer mempunyai sumber cahaya
monokromator untuk memilih panjang gelombang yang cocok, sistem untuk memfokuskan sinar
pada lempeng, pengganda foton, dan rekorder (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.5.1.2 KCKT
KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan
pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain: farmasi,
lingkungan, bioteknologi, polimer-polimer, dan industri-industri makanan. Beberapa
perkembangan KCKT terbaru antara lain: miniaturisasi sisstem KCKT, penggunaan KCKT untuk
analisis asam-asam nukleat, analisis protein, analisis karbohidrat, dan analisis senyawa-senyawa
kiral.
Kegunaan KCKT adalah untuk: memisahkan sejumlah senyawa organik, anorganik,
maupun senyawa biologis; analisis ketidakmurnian (impurities); analisis senyawa-senyawa tidak
mudah menguap (non-volatil); penentuan molekul-molekul netral, ionic, maupun zwitter ion;
isolasi dan pemurnian senyawa; pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama;
pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah sekelumit (trace elements), dalam jumlah banyak, dan
dalam skala proses industri.
KCKT paling sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti
asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan protein-protein dalam cairan fisiologis; menentukan
kadar senyawa-senyawa aktif obat, produk hasil samping, proses sintesis atau produk-produk
degradasi dalam sediaan farmasi; memonitor sampel-sampel yang berasal dari lingkungan;
memurnikan senyawa dalam suatu campuran; memisahkan polimer dan menentukan distribusi
berat molekulnya dalam suatu campuram; kontrol kualitas; dan mengikuti jalannya reaksi sintetis.
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Pressure Liquid Chromatography
(KCKT) merupakan salah satu metode kimia dan fisikokimia. KCKT termasuk metode analisis
terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan fasa gerak cairan dan fasa diam cairan atau padat.
Banyak kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan metode lainnya. Kelebihan itu antara lain:
• Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran
• Mudah melaksanakannya
• Kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi
• Dapat dihindari terjadinya dekomposisi / kerusakan bahan yang dianalisis
• Resolusi yang baik
• Dapat digunakan bermacam-macam detektor
• Kolom dapat digunakan kembali
• Mudah melakukan "sample recovery"

Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika KCKT
dihubungkan dengan spectrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya
sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh. Pemisahan dengan KCKT dapat
dilakukan dengan fase normal (jika fase diamnya lebih polar dibanding dengan fase geraknya) atau
fase terbalik (jika fase diamnya kurang non polar dibanding dengan fase geraknya). Berdasarkan
pada kedua pemisahan ini, sering kali KCKT dikelompokkan menjadi KCKT fase normal dan
KCKT fase terbalik. Selain klasifikasi di atas, KCKT juga dapat dikelompokkan berdasarkan pada
sifat fase diam dan atau berdasarkan pada mekanisme sorpsi solut, dengan jenis-jenis KCKT
sebagai berikut:
a) Kromatografi Adsorbsi
Prinsip kromatog rafi adsorpsi telah diketahui sebagaimana dalam kromatografi kolom
dan kromatografi lapis tipis. Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan fase
normal dengan menggunakan fase diam silika gel dan alumina, meskipun demikian sekitar
90% kromatografi ini memakai silika sebagai fase diamnya. Pada silika dan alumina terdapat
gugus hidroksi yang akan berinteraksi dengan solut. Gugus silanol pada silika mempunyai
reaktifitas yang berbeda, karenanya solut dapat terikat secara kuat sehingga dapat
menyebabkan puncak yang berekor.
b) Kromatografi fase terikat (Kromatografi Partisi)
Kebanyakan fase diam kromatografi ini adalah silika yang dimodifikasi secara
kimiawi atau fase terikat. Sejauh ini yang digunakan untuk memodifikasi silika adalah
hidrokarbon-hidrokarbon non-polar seperti dengan oktadesilsilana, oktasilana, atau dengan
fenil. Fase diam yang paling populer digunakan adalah oktadesilsilan (ODS atau C18) dan
kebanyakan pemisahannya adalah fase terbalik. Sebagai fase gerak adalah campuran metanol
atau asetonitril dengan air atau dengan larutan bufer. Untuk solut yang bersifat asam
lemah atau basa lemah, peranan pH sangat krusial karena kalau pH fase gerak tidak diatur
maka solut akan mengalami ionisasi atau protonasi. Terbentuknya spesies yang terionisasi ini
menyebabkan ikatannya dengan fase diam menjadi lebih lemah dibanding jika solut dalam
bentuk spesies yang tidak terionisasi karenanya spesies yang mengalami ionisasi akan terelusi
lebih cepat.
c) Kromatografi penukar ion
KCKT penukar ion menggunakan fase diam yang dapat menukar kation atau anion
dengan suatu fase gerak. Ada banyak penukar ion yang beredar di pasaran, meskipun demikian
yang paling luas penggunaannya adalah polistiren resin. Kebanyakan pemisahan kromatografi
ion dilakukan dengan menggunakan media air karena sifat ionisasinya. Dalam beberapa hal
digunakan pelarut campuran misalnya air-alkohol dan juga pelarut organik. Kromatografi
penukar ion dengan fase gerak air, retensi puncak dipengaruhi oleh kadar garam total atau
kekuatan ionik serta oleh pH fase gerak. Kenaikan kadar garam dalam fase gerak menurunkan
retensi solut. Hal ini disebabkan oleh penurunan kemampuan ion sampel bersaing dengan ion
fase gerak untuk gugus penukar ion pada resin.
d) Kromatografi Pasangan ion
Kromatografi pasangan ion juga dapat digunakan untuk pemisahan sampel-sampel
ionik dan mengatasi masalah-masalah yang melekat pada metode penukaran ion. Sampel ionik
ditutup dengan ion yang mempunyai muatan yang berlawanan.
e) Kromatografi Eksklusi Ukuran
Kromatografi ini disebut juga dengan kromatografi permiasi gel dan dapat digunakan
untuk memisahkan atau menganalisis senyawa dengan berat molekul > 2000 dalton. Fase diam
yang digunakan dapat berupa silika atau polimer yang bersifat porus sehingga solut dapat
melewati porus (lewat diantara partikel), atau berdifusi lewat fase diam. Molekul solut yang
mempunyai BM yang jauh lebih besar, akan terelusi terlebih dahulu, kemudian molekul-
molekul yang ukuran medium, dan terakhir adalah molekul yang jauh lebih kecil. Hal ini
disebabkan solut dengan BM yang besar tidak melewati porus, akan tetapi lewat diantara
partikel fase diam. Dengan demikian, dalam pemisahan dengan eksklusi ukuran ini tidak
terjadi interaksi kimia antara solut dan fase diam seperti tipe kromatografi yang lain.
f) Kromatografi Afinitas
Dalam kasus ini, pemisahan terjadi karena interaksi-interaksi biokimiawi yang sangat
spesifik. Fase diam mengandung gugus-gugus molekul yang hanya dapat menyerap sampel
jika ada kondisi-kondisi yang terkait dengan muatan dan sterik tertentu pada sampel yang
sesuai (sebagaimana dalam interaksi antara antigen dan antibodi). Kromatografi jenis ini dapat
digunakan untuk mengisolasi protein (enzim) dari campuran yang sangat kompleks.
Kerja KCKT pada prinsipnya adalah pemisahan analit-analit berdasarkan kepolarannya,
alatnya terdiri dari kolom (sebagai fasa diam) dan larutan tertentu sebagai fasa geraknya. Yang
paling membedakan KCKT dengan kromatografi lainnya adalah pada KCKT digunakan tekanan
tinggi untuk mendorong fasa gerak. Campuran analit akan terpisah berdasarkan kepolarannya, dan
kecepatannya untuk sampai ke detektor (waktu retensinya) akan berbeda, hal ini akan teramati
pada spektrum yang puncak-puncaknya terpisah. Urutan skala polaritas: golongan fluorocarbon <
golongan hidrokarbon < senyawa terhalogenasi < golongan eter < golongan ester < golongan keton
< golongan alkohol < golongan asam.
KCKT dapat menganalisa secara kualitatif dan kuantitatif. Pada proses kualitatif cara yang
paling umum untuk mengidentifikasi adalah dengan melihat Retention time (RT). Peak yang
mempunyai RT yang sama dengan standard umumnya adalah sebagai peak milik analat. Selain
melihat RT hal lain yang perlu dilihat adalah spectrum 3D dari signal kromatogram. Zat yang sama
akan mempunyai spektrum 3D yang juga sama. Sehingga jika spektrum 3D antara dua zat berbeda,
maka kedua zat tersebut juga dipastikan adalah zat yang berlainan, meskipun memiliki RT yang
sama.
Kemudian melalui analisa kuantitatif dapat diketahui kadar komponen yang dianalisis di
dalam sampel. Yang berperan dalam proses separasi pada system KCKT adalah kolom. Ada
kolom yang digunakan untuk beberapa jenis analisa, misalnya kolom C18 yang dapat digunakan
untuk analisa carotenoid, protein, lovastatin, dan sebagainya. Namun ada juga kolom yang khusus
dibuat untuk tujuan analisa tertentu, seperti kolom Zorbax carbohydrat (Agilent) yang khusus
digunakan untuk analisa karbohidrat (mono-, di-, polysakarida). Keberhasilan proses separasi
sangat dipengaruhi oleh pemilihan jenis kolom dan juga fasa mobil.
Setelah komponen dalam sampel berhasil dipisahkan, tahap selanjutnya adalah proses
identifikasi. Hasil analisa KCKT diperoleh dalam bentuk signal kromatogram. Dalam
kromatogram akan terdapat peak-peak yang menggambarkan banyaknya jenis komponen dalam
sampel.
Sampel yang mengandung banyak komponen didalamnya akan mempunyai kromatogram
dengan banyak peak. Bahkan tak jarang antar peak saling bertumpuk (overlap). Hal ini akan
menyulitkan dalam identifikasi dan perhitungan konsentrasi. Oleh karena itu biasanya untuk
sampel jenis ini dilakukan tahapan preparasi sampel yang lebih rumit agar sampel yang siap
diinjeksikan ke KCKT sudah cukup bersih dari impuritis. Sampel farmasi biasanya jauh lebih
mudah karena sedikit mengandung komponen selain zat aktif. Sampel ini umumnya hanya melalui
proses pelarutan saja.
2.5.1.3 Kromatografi Gas (KG)
Kromatografi gas (KG) merupakan jenis kromatografi yang umum digunakan
dalam analisis kimia untuk pemisahan dan analisis senyawa yang dapat menguap tanpa
mengalami dekomposisi. Penggunaan umum KG mencakup pengujian kemurnian senyawa
tertentu, atau pemisahan komponen berbeda dalam suatu campuran (kadar relatif komponen
tersebut dapat pula ditentukan). Dalam beberapa kondisi, KG dapat membantu mengidentifikasi
senyawa. Dalam kromatografi preparatif, KG dapat digunakan untuk menyiapkan senyawa murni
dari suatu campuran. Dalam kromatografi gas, fasa gerak berupa gas pembawa, biasanya
gas inert seperti helium atau gas yang tidak reaktif seperti nitrogen. Fasa diam berupa
lapisan cairan mikroskopik atau polimer di atas padatan pendukung fasa diam, yang berada di
dalam tabung kaca atau logam yang disebut kolom. Instrumen yang digunakan untuk melakukan
kromatografi gas disebut dengan gas kromatograf (atau "aerograf" atau "pemisah gas").
Senyawa dalam fasa gas yang dianalisis berinteraksi dengan dinding kolom, yang dilapisi
dengan fasa diam. Hal ini menyebabkan masing-masing senyawa mengalami elusi pada waktu
yang berbeda, dan ini dikenal sebagai waktu retensi senyawa. Perbandingan waktu retensi
merupakan keluaran dari KG yang dapat dianalisis. Secara prinsip, kromatografi gas sama
dengan kromatografi kolom (sama juga dengan kromatografi jenis lain seperti KCKT, KLT),
tetapi terdapat beberapa perbedaan yang perlu dicatat. Pertama, proses pemisahan campuran terjadi
antara fasa diam cairan dan fasa gerak gas, sementara dalam kromatografi kolom, fasa diam adalah
padat dan fasa gerak berupa cairan. (Oleh karena itu, sebutan lengkap prosedur ini adalah
"Kromatografi gas–cair", yang merujuk pada fasa gerak dan fasa diam.) Kedua, kolom yang dilalui
fasa gas terletak di dalam oven dengan temperatur gas yang dapat dikendalikan, sementara
kromatografi kolom (biasanya) tidak dilengkapi pengendali temperatur. Terakhir, konsentrasi
senyawa dalam fasa gas murni merupakan fungsi dari tekanan uap gas.[1]
Kromatografi gas juga mirip dengan distilasi fraksi, karena keduanya melakukan proses
pemisahan komponen campuran berdasarkan perbedaan titik didih (atau tekanan uap). Meski
demikian, distilasi fraksi biasanya digunakan untuk memisahkan komponen campuran dalam skala
besar, sementara KG hanya dapat digunakan untuk skala yang jauh lebih kecil (skala mikro). [1]
Kromatografi gas kadang dikenal sebagai kromatografi fasa uap (KFU) (en: vapour-phase
chromatography, VPC), atau kromatografi partisi gas–cair (KPGC) (en: gas–liquid partition
chromatography, GLPC). Nama alternatif ini, begitu pula singkatannya, sering digunakan dalam
literatur saintifik. Sejujurnya, KPGC adalah terminologi yang paling tepat, dan oleh karenanya
banyak digunakan oleh para penulis sains.[1]

2.5.2 Kadar chemical marker


Parameter ini memiliki pengertian dan prinsip yaitu dengan tersedianya kandungan kimia
yang berupa senyawa identitas atau senyawa kimia utama ataupun kandungan kimia lainnya, maka
secara densitometri dapat dilakukan penetapan kadar chemical marker tersebut. Tujuan parameter
ini yaitu memberikan data kadar senyawa identitas atau senyawa yang diduga bertanggung jawab
pada efek farmakologi (Anonim, 2000).
1. Kandungan Minyak Atsiri
Minyak atsiri, atau dikenal juga sebagai minyak eterik (aetheric oil), minyak
esensial (essential oil), minyak terbang (volatile oil), serta minyak aromatik (aromatic oil), adalah
kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah
menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri merupakan bahan dasar dari
wangi-wangian atau minyak gosok (untuk pengobatan) alami. Di dalam perdagangan,
hasil sulingan (destilasi) minyak atsiri dikenal sebagai bibit minyak wangi.
Para ahli biologi menganggap minyak atsiri sebagai metabolit sekunder yang biasanya berperan
sebagai alat pertahanan diri agar tidak dimakan oleh hewan (hama) ataupun sebagai agensia untuk
bersaing dengan tumbuhan lain (lihat alelopati) dalam mempertahankan ruang hidup.
Walaupun hewan kadang-kadang juga mengeluarkan bau-bauan (seperti kesturi dari
beberapa musang atau cairan yang berbau menyengat dari beberapa kepik), zat-zat itu tidak
digolongkan sebagai minyak atsiri.
a) Proses Pembuatan
Salah satu proses pembuatan minyak atsiri adalah dengan menggunakan teknik distilasi air.
Sampel tanaman dicampur dengan air. Lalu, campuran tersebut dididihkan. Air dan minyak atsiri
yang terkandung dalam tanaman akan menguap, sementara sisa tanaman yang tidak mengandung
minyak atsiri akan tetap. Uap campuran air dan minyak atsiri didinginkan, lalu tambahkan natrium
sulfat anhidrat (Na2SO4) untuk memisahkan air dari minyak atsiri.
a) Ciri – ciri
Minyak atsiri bersifat mudah menguap karena titik uapnya rendah. Selain itu, susunan senyawa
komponennya kuat memengaruhi saraf manusia (terutama di hidung) sehingga seringkali
memberikan efek psikologis tertentu. Setiap senyawa penyusun memiliki efek tersendiri, dan
campurannya dapat menghasilkan rasa yang berbeda. Karena pengaruh psikologis ini, minyak
atsiri merupakan komponen penting dalam aromaterapi atau kegiatan-kegiatan liturgi dan olah
pikiran/jiwa, seperti yoga atau ayurveda. Sebagaimana minyak lainnya, sebagian besar minyak
atsiri tidak larut dalam air dan pelarut polar lainnya. Dalam parfum, pelarut yang digunakan
biasanya alkohol. Dalam tradisi timur, pelarut yang digunakan biasanya minyak yang mudah
diperoleh, seperti minyak kelapa. Secara kimiawi, minyak atsiri tersusun dari campuran yang
rumit berbagai senyawa, tetapi suatu senyawa tertentu biasanya bertanggung jawab atas suatu
aroma tertentu. Sebagian besar minyak atsiri termasuk dalam golongan senyawa
organik terpena dan terpenoid yang bersifat larut dalam minyak (lipofil).
2. Kandungan Tanin

Tanin adalah kelas utama dari metabolit sekunder yang tersebar luas pada tanaman. Tanin
merupakan polifenol yang larut dalam air dengan berat molekul biasanya berkisar 1000-3000
(Waterman dan Mole tahun 1994, Kraus dll., 2003). Menurut definisi, tanin mampu menjadi
pengompleks dan kemudian mempercepat pengendapan protein serta dapat mengikat
makromolekul lainnya (Zucker, 1983). Tanin merupakan campuran senyawa polifenol yang jika
semakin banyak jumlah gugus fenolik maka semakin besar ukuran molekul tanin. Pada mikroskop,
tanin biasanya tampak sebagai massa butiran bahan berwarna kuning, merah, atau cokelat.

Tanin dapat ditemukan di daun, tunas, biji, akar, dan batang jaringan. Sebagai contoh dari
lokasi tanin dalam jaringan batang adalah tanin sering ditemukan di daerah pertumbuhan pohon,
seperti floem sekunder dan xylem dan lapisan antara korteks dan epidermis. Tanin dapat
membantu mengatur pertumbuhan jaringan ini.

Tanin diketahui dapat digunakan sebagai antivirus, antibakteri, dan antitumor. Tanin tertentu
dapat menghambat selektivitas replikasi HIV dan juga digunakan sebagai diuretik (Heslem, 1989).
Tanaman yang mengandung tanin telah diakui memiliki efek farmakologi dan dikenal agar
membuat pohon-pohon dan semak-semak sulit untuk dihinggapi/dimakan oleh banyak ulat
(Heslem, 1989).
Di dalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, tetapi bila
jaringan rusak, misalnya bila hewan memakannya, maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi
ini menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Pada kenyataanya,
sebagian besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena
rasanya yang sepat. Kita menganggap salah satu fungsi utama tanin dalam tumbuhan ialah sebagai
penolak hewan pemakan tumbuhan. Fungsi tanin pada tanaman biasanya sebagai senjata
pertahanan untuk menghindari terjadinya over grazing oleh hewan ruminansia dan menghindari
diri dari serangga, sebagai penyamak kulit, bahan untuk pembuatan tinta (+ garam besi(III) →
senyawa berwarna tua), sebagai reagen untuk deteksi gelatin, protein, alkaloid (karena sifat
mengendap), sebagai antidotum keracunan alkaloid (membentuk tannat yang mengendap), sebagai
antiinflamasi saluran pencernaan bagian atas, obat diare karena inflamasi saluran gastro intestinal,
dan sebagai obat topikal (lesi terbuka, luka, hemoroid).

Tanin terutama dimanfaatkan orang untuk menyamak kulit agar awet dan mudah digunakan.
Tanin juga digunakan untuk menyamak (mengubar) jala, tali, dan layar agar lebih tahan terhadap
air laut. Selain itu tanin dimanfaatkan sebagai bahan pewarna, perekat, dan mordan.

Tanin yang terkandung dalam minuman seperti teh, kopi, anggur, dan bir memberikan aroma
dan rasa sedap yang khas. Bahan kunyahan seperti gambir (salah satu campuran makan sirih)
memanfaatkan tanin yang terkandung di dalamnya untuk memberikan rasa kelat ketika makan
sirih. Sifat pengelat atau pengerut (astringensia) itu sendiri menjadikan banyak tumbuhan yang
mengandung tanin dijadikan sebagai bahan obat-obatan. Tanin yang terkandung dalam teh
memiliki korelasi yang positif antara kadar tanin pada teh dengan aktivitas antibakterinya terhadap
penyakit diare yang disebabkan oleh Enteropathogenic Esclierichia coli (EPEC) pada bayi. Hasil
penelitian Yulia (2006) menunjukkan bahwa daun teh segar yang belum mengalami pengolahan
lebih berpotensi sebagai senyawa antibakteri, karena seiring dengan pengolahan menjadi teh
hitam, aktivitas senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antibakteri pada daun teh menjadi
berkurang.

Senyawa tanin juga bersifat sebagai astringent, yaitu melapisi mukosa usus, khususnya usus
besar dan menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak. Serta sebagai penyerap racun
(antidotum) dan dapat menggumpalkan protein. Oleh karena itu, senyawa tanin dapat digunakan
sebagai obat diare.

3. Kandungan Steroid

Steroid adalah senyawa turunan lemak dari terpenoid yang tidak terhidrolisis. Steroid
merupakan kelompok senyawa yang penting dengan struktur dasar sterana tak jenuh merupakan
jenis senyawa organik yang berisi pengaturan spesifik dari empat cincin yang bergabung satu sama
lain. Contoh steroid termasuk kolesterol, hormon seks estradiol dan testosteron, dan deksametason
obat anti-inflamasi.
Steroid mempunyai struktur dasar yang terdiri dari 17 atom karbon yang membentuk tiga
cincin sikloheksana dan satu cincin siklopentana. Perbedaan jenis steroid yang satu dengan steroid
yang lain terletak pada gugus fungsional yang diikat oleh ke-empat cincin ini dan tahap oksidasi
tiap-tiap cincin. Lemak sterol adalah bentuk khusus dari steroid dengan rumus bangun diturunkan
dari kolestana dilengkapi gugushidroksil pada atom C-3 , banyak ditemukan pada tanaman, hewan
dan fungsi. Semua steroid dibuat di dalam sel dengan bahan baku berupa lemak sterol, baik berupa
lanosterol pada hewan atau fungsi, maupun berupa sikloartenol pada tumbuhan. Kedua jenis lemak
sterol di atas terbuat dari siklisasisqualena dari triterpena.Kolesterol adalah jenis lain lemak sterol
yang umum dijumpai.Berdasarkan sifat fisiologinya steroid dapat diklasifikasikan :
1. Sterol, insulator, bahan baku

2. Asam empedu, emulsifikasi lipid

3. Hormon seks

4.
5. Hormon adrenokortikoid, pencegah radang

6. Aglikon kardisk, stimulasi jantung

7. Sapogenin , deterjen , racun


Steroid terdiri atas beberapa kelompok senyawa dan pengelompokan ini didasarkan
pada efek fisiologis yang diberikan oleh masing-masing kelompok. Kelompok-kelompok itu
ialah sterol, asam-asam empedu, hormon seks, hormone adrenokortikoid, aglikon kardiak, dan
sapogenin. Ditinjau dari segi struktur molekul, perbedaan antara berbagai kelompok steroid ini
ditentukan oleh:
1. Jenis substituen R1, R2 dan R3, yang terikat pada kerangka dasar karbon, seperti tercantum
diatas.
2. Sedangkan perbedaan antara senyawa satu dengan yang lain dari suatu kelompok tertentu
ditentukan oleh panjang rantai karbon R1.
3. Gugus fungsi yang terdapat pada substituen R1, R2 dan R3.
4. Jumlah serta posisi gugus fungsi oksigen dan ikatan rangkap, dan konfigurasi dari pusat-
pusat asimetris pada kerangka dasar karbon itu.
4. Kandungan Flavonoid
Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari dari 15 atom karbon yang umumnya tersebar
di dunia tumbuhan. Senyawa flavanoid merupakan suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar
yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru serta
sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.
a). Pengolongan Flavonoid
Senyawa—senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis, bergantung pada tingkat oksidasi
dari rantai propane dari system 1,3-diarilpropana. Berdasarkan tingkat oksidasinya, flavan adalah
yang terendah dan digunakan sebagai induk tatanama flavon.

 Flavon

Gambar Flavon

Senyawa flavon ini dapat dioksidasi sehingga memiliki bentuk yang bervariasi bergantung
pada tingkat oksidasinya. Senyawa dasar flavon yang tidak teroksidasi disebut flavan.
Berikut contoh dari flavon yang teroksidasi membentuk gugus –OH.

 Flavonol
Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan aglikon
flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagai
antioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanyakan
merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasana basa
dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada
pengerjaannya masih dapat dilakukan
Gambar Flavonol
 Isoflavon
Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai fitoaleksin
yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai pertahanan terhadap
serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi
warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein) memberikan warna biru muda
cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi kebanyakan yang lain tampak
sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia berubah menjadi coklat.

Gambar Isoflavon
 Katekin
Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu.
Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir dan
daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat sebagai
antioksidan.

Gambar Katekin
 Flavanon
Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan bunga.
Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah
jeruk; dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat dalam
buah anggur dan jeruk.

Gambar Flavanon

 Leukoantosianin
Leukoantosianidin merupakan senyawa tan warna, terutama terdapat pada tumbuhan
berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin, apiferol.
Gambar Leukoantosianin

 Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam
tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir
semua warna merah jambu, merah marak , ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan buah
pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur
aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan
penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi.

Gambar 2.7 Antosianin


 Auron
Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita. Dalam
larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada kromatografi kertas berupa
bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah menjadi merah jingga
bila diberi uap amonia. (Robinson, 1995)

Gambar Auron
 Kalkon
Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan sinar UV bila
dikromatografi kertas. Aglikon flavon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena hanya
pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas dalam
pengembang air. (Harborne, 1996)

Gambar Kalkon

Dari berbagai jenis Flavonoid tersebut, flavon, flavanol dan antosianidin adalah jenis yang
paling banyak ditemukan di alam, sehingga sering kali dinyatakan sebagai flavonoid utama.
Sedangkan jenis-jenis flavonoid yang ditemukan di alam dan jumlahnya terbatas adalah calcon,
auron, katecin, flavonon, leukoantosianidin.
5. Kandungan Alkoloid
Istilah "alkaloid" (mirip alkali, karena dianggap bersifat basa) pertama kali dipakai oleh
Carl Friedrich Wilhelm Meissner (1819), seorang apoteker dari Halle (Jerman) untuk menyebut
berbagai senyawa yang diperoleh dari ekstraksi tumbuhan yang bersifat basa (pada waktu itu sudah
dikenal, misalnya, morfina, striknina, sertasolanina).
Berdasarkan atom nitrogennya, alkaloid dibedakan atas:
1. Alkaloid dengan atom nitrogen heterosiklik
Dimana atom nitrogen terletak pada cincin karbonnya. Yang termasuk pada golongan
ini adalah:
1) Alkaloid Piridin-Piperidin
Mempunyai satu cincin karbon mengandung 1 atom nitrogen.
Struktur inti:
Reduksi

N N
H
Piridin Piperidin

Golongan ini dibagi dalam 4 sub golongan:


 Turunan Piperidin, meliputi piperini yang diperoleh dari Piperis Nigri Fructus;
yang berasal dari tumbuhan Piperis nigri (famili: Piperaceae) berguna sebagai
bumbu dapur.
 Turunan Propil-Piperidin, meliputi konini yang diperoleh dari Conii Fructus;
yang berasal dari tumbuhan Canium maculatum (famili: Umbelliferae) berguna
sebagai antispasmodik dan sedatif.
 Turunan Asam Nikotinan, meliputi arekolin yang diperoleh dari Areca Semen;
yang berasal dari tumbuhan Areca catechu (famili: Palmae) berguna sebagai
anthelmentikum pada hewan.
 Turunan Pirinin dan Pirolidin, meliputi nikotin yang diperoleh dari Nicoteana
Folium; yang berasal dari tumbuhan Nicotiana tobaccum (famili: Solanaceae)
berguna sebagai antiparasit, insektisida, dan antitetanus.
2) Alkaloid Tropan
Mengandung satu atom nitrogen dengan gugus metilnya (N-CH3). Alkaloid ini
dapat mempengaruhi sistem saraf pusat termasuk yang ada pada otak maupun
sumsum tulang belakang.
Struktur inti:

N CH3
Golongan ini dibagi dalam 3 sub golongan:
 Hiosiamin dan Skopolamin
Berasal dari tumbuhan Datura stramonium, D. Metel (fam: Solanaceae),
tumbuh pada daerah yang memiliki suhu yang panas, daun dan bijinya
mengandung alkaloid Skopolamin; berfungsi sebagai antispasmodik dan
sedatif.
 Kokain
Senyawa ini berfungsi sebagai analgetik narkotik yang menstimulasi pusat
syaraf, selain itu juga berfungsi sebagai antiemetik dan midriatik. Zat ini bersal
dari daun tumbuhan Erythroxylum coca, E. Rusby dan E. Novogranatense
(fam: Erythroxylaceae). Kokain lebih banyak disalahgunakan (drug abuse)
oleh sebagian orang dengan nama-nama yang lazim dikalangan mereka seperti
snow, shabu-shabu, crak dan sebagainya.
 Atropin, Apotropin, dan Belladonina
Atropa dari bahasa Yunani yaitu terdiri dari kata “Atropos” yang berarti tidak
dapat dibengkokkan atau disalahgunakan, ini disebabkan karena belladona
merupakan obat yang sangat beracun dan dapat menyebabkan kematian.
3) Alkaloid Quinolin
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 1 atom nitrogen.
Struktur inti:

N
Golongan ini dibagi dalam 4 sub golongan:
 Kinina, Kinidina, Sinkonidin, Sinkonidina
Senyawa ini pada umumnya berguna sebagai antimalaria, alkaloid ini terdapat
pada kulit batang (cotex) dari tumbuhan Cinchona succirubra (famili:
Rubiaceae). Ada beberapa jenis dari Cinchona diantaranya C. Calisaya yang
berwarna kuning berasal dari Peru dan Bolivia, C. Officinalis dan C.
Ledgeriana lebih banyak di Indonesia yang ditanam di pulau Jawa.
 Akronisina
Berasal dari kulit batang tumbuhan Acronychia bauery (famili: Rutaceae),
berfungsi sebagai antineoplastik yang telah diuji cobakan pada hewan dan
diharapkan mampu merupakan obat yang efektif untuk kemoterapi neoplasma
pada manusia.
 Camptothecin
Diperoleh dari buah, sebagian kayu atau kulit dari pohon Camptotheca
acuminata (famili: Nyssaceae), suatu pohon yang secara endemik tumbuh di
daratan Cina. Ekstrak dari tumbuhan ini ternyata mempunyai keaktifan
terhadap leukemia limpoid.
 Viridicatin
Merupakan subtansi antibiotik dari mycelium jamur Penicillium viridicatum
(famili: Aspergillaceae), senyawa ini aktif untuk semua jenis Plasmodium
(kecuali P. vivax) penyebab malaria. Penggunaan senyawa ini memiliki efek
samping berupa Cindronism yaitu pendengaran berkurang.
4) Alkaloid Isoquinolin
Mempunyai 2 cincin karbon mengandung 1 atom nitrogen.
Struktur inti:

Golongan ini dibagi dalam 4 sub golongan:


 Morfin
Morfin diperoleh dari biji dan buah tumbuhan Papaver somniferum dan P.
Bracheatum (famili: Papaveraceae)
 Emetina
Senyawa ini berfungsi sebagai emetik dan ekspektoran, diperoleh dari akar
tumbuhan Cephaelis ipecacuanha dan C. Acuminata (famili: Rubiaceae)
 Hidrastina dan Karadina
Senyawa ini berasal dari tumbuhan Hydrastis canadensis (famili:
Ranunculaceae) dikenal pula sebagai Yellowroot; bagian yang digunakan
berupa umbi akar berkhasiat sebagai adstrigensia pada radang selaput lendir.
 Beberina
Berupa akar dan umbi akar dari tumbuhan Berberis vulgaris (dari Oregon), B.
Amition (dari Himalaya), dan B. aristaca (India) dari famili: Berberidaceae
yang berguna sebagai zat pahit/amara dan antipiretik.
5) Alkaloid Indol
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 1 cincin indol.
Struktur inti:
N
H

Golongan ini dibagi dalam 6 sub golongan:


 Reserpina
Merupakan hasil ekstraksi dari akar tumbuhan Rauwolfia serpentine dari suku
Apocynaceae yang terkadang bercampur dengan fragmen rhizima dan bagian
batang yang melekat padanya. Senyawa ini berfungsi sebagai antihipertensi.
 Vinblastina, Vinleusina, Vinrosidina, Vinkristina
Diperoleh dari tumbuhan Vinca rosea, Catharanthus roseus (famili:
Apocynaceae) berupa herba yang berkhasiat sebagai antitumor.
 Striknina dan Brusina
Berasal dari tumbuhan Strychnos nux-vomica dan S. ignatii (famili:
Loganiaceae) yang terdapat di Filipina, Vietnam dan Kamboja. Bagian
tanaman yang diambil berupa ekstrak biji yang telah kering dengan khasiat
sebagai tonikum dalam dosis yang kecil sedangkan dalam pertanian digunakan
sebagai ratisida (racun tikus).
 Fisostigmina dan Eserina
Simplisianya dikenal dengan nama Calabar bean, ordeal bean, chop nut dan
split nut berupa biji dari tumbuhan Physostigma venenosum (famili:
Leguminosae) yang berkhasiat sebagai konjungtiva pengobatan glaukoma.
 Ergotoksina, Ergonovina, dan Ergometrina
Alkaloid ini asalnya berbeda dibandingkan dengan yang lain, sebab berasal dari
jamur yang menempel pada sejenis tumbuhan gandum yang kemudian
dikeringkan. Jamur ini berguna sebagai vasokonstriktor untuk penyakit migrain
yang spesifik dan juga sebagai oxytoksik.
 Kurare
Diperoleh dari kulit batang Stricnos crevauxii, C. Castelnaci, C. Toxifera (fam:
Loganiaceae) dan Chondodendron tomentosum (famili: Menispermaceae)
yang berguna sebagai relaksan pada otot.
6) Alkaloid Imidazol
Berupa cincin karbon mengandung 2 atom nitrogen.
Struktur inti:
N

N
H
Lingkaran Imidazol merupakan inti dasar dari pilokarpin yang berasal dari daun
tumbuhan Pilocarpus jaborandi atau Jaborandi rermambuco, P. Microphylus atau
J. marashm, dan P. Pinnatifolius atau J. Paraguay dari famili: Rutaceae yang
berkhasiat sebagai konjungtiva pada penderita glaukoma.
7) Alkaloid Lupinan
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 1 atom N,
Struktur inti:

N
Alkaloid ini ditemukan pada Lunpinus luteus, Cytisus scopartus (famili:
Leguminocaea) dan Anabis aphylla (famili: Chenopodiaceae) berupa daun
tumbuhan yang telah dikeringkan berkhasiat sebagai oksitoksik.
8) Alkaloid Steroid
Mengandung 2 cincin karbon dengan 1 atom nitrogen dan 1 rangka steroid yang
mengandung 4 cincin karbon.
Struktur inti:
CH3

CH3

Alkaloid steroid terbagi atas 3 golongan yaitu:


 Golongan I: Sevadina, Germidina, Germetrina, Neogermetrina, Gemerina,
Neoprotoperabrena, Veletridina.
 Golongan II: Pseudojervina, Veracrosina, Isorobijervosina.
 Golongan III: Germina, Germidina, Germitrina, Protoveratrin, Sevadina,
Jervina, Rubijervina, Isoveratromina, Banyak ditemukan pada famili:
Solanaceae, Zigadenus venenosus.

9) Alkaloid Amina
Golongan ini tidak mengandung N heterosiklik. Banyak yang merupakan tutrunan
sederhana dari feniletilamin dan senyawa-senyawa turunan dari asam amino
fenilalanin atau tirosin.
Struktur inti:
HO NH2
NH2
COOH

Feniletilamin Fenilalanin
Golongan ini dibagi dalam 4 sub golongan:
 Efedrina
Berasal dari herba tumbuhan Ephedra distachya, E. Sinica dan E. Equisetina
(famili: Gnetaceae) berguna sebagai bronkodilator.

 Kolkisina
Alkaloid ini berasal dari biji tumbuhan Colchicum autumnalei (famili:
Liliaceae) berguna sebagai antineoplasmik dan stimulan SSP, selain pada biji
kormus (pangkal batang yang ada di dalam tanah) tumbuhan ini juga
mengandung alkaloid yang sama.
 d-Norpseudo Efedrina
Alkaloid ini diperoleh dari daun-daun segar tumbuhan Catha edulis (famili:
Celastraceae). Nama lain dari tumbuhan ini adalah Khat atau teh Abyssina,
tumbuhan ini berupa pohon kecil atau semak-semak yang berasal dari daerah
tropik Afrika Timur. Khasiat dari simplisia ini adalah stimulan pada SSP.
 Meskalina
Diperoleh dari sejenis tumbuhan cactus Lophophora williamsii (famili:
Cactaceae) dikenal dengan nama Peyote yang dapat menyebabkan halusinasi
dan euphoria.
10) Alkaloid Purin
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 4 atom nitrogen.
Struktur inti:
N
N
N
N
H
Susunan inti heterosiklik yang terdiri dari cincin pirimidin yang tergabung dengan
Imidazole.
Golongan ini dibagi dalam 3 sub golongan:
 Kafeina (1,3,7 trimetil Xanthin)
Alkaloid ini diperoleh dari biji kopi Coffe arabica, C. Liberica (famili:
Rubiaceae) mengandung kafein. Aksi dari kopi pada prinsipnya di dasarkan
pada daya kerja kafein, yang bekerja pada susunan syaraf pusat, ginjal, otot-
otot jantung.
Selain tumbuan kopi ada tumbuhan lain yang juga mengandung caffein seperti
camellia sinensis (famili: Theaceae), cola nitida (famili: Starculiaceae).
O CH 3
H3C N
N

O N N

CH3

Kafeina
 Theobromina (3,7 dimetil Xanthin)
Diperoleh dari biji tumbuhan Theobroma cacao (famili: Sterculaceae) yang
berguna sebagai diuretik dan stimulan SSP.
O CH 3

N
HN

O N N

CH3

Theobromina
 Theofilina (1,3 dimetil Xanthin)
Merupakan isomer dari Theobromina yang berguna sebagai bronkodilator dan
diuretik.
O
H
H3C N
N

O N N

CH3

Theofilina
A. Alkaloid tanpa atom nitrogen yang heterosilik
Dimana, atom nitrogen tidak terletak pada cincin karbon tetapi pada salah satu atom
karbon pada rantai samping.
1) Alkaloid Efedrin (Alkaloid Amina)
Mengandung 1 atau lebih cincin karbon dengan atom Nitrogen pada salah satu atom
karbon pada rantai samping. Termasuk Mescalin dari Lophophora williamsii,
Trichocereus pachanoi, Sophora secundiflora, Agave americana, Agave
atrovirens, Ephedra sinica, Cholchicum autumnale.
2) Alkaloid Capsaicin
Dari Chile peppers, genus Capsicum. Yaitu: Capsicum pubescens, Capsicum
baccatum, Capsicum annuum, Capsicum frutescens, Capsicum chinense.
6. Kandungan Saponin
Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol, telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku
tumbuhan. Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa sapogenin.Saponin
tersebar luas di antara tanaman tinggi, keberadan saponin sangat mudah ditandai dengan
pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila dikocok.
a) Sifat-sifat Saponin
Saponin memiliki sifat sebagai berikut :
1) Mempunyai rasa pahit
2) Dalam larutan air membentuk busa yang stabil
3) Menghemolisa eritrosit
4) Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi
5) Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksi steroid lainnya
6) Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi
7) Berat molekul relatif tinggi, dan analisis hanya menghasilkan formula empiris yang mendekati.

b) Klasifikasi senyawa saponin


Secara umum saponin merupakan bentuk glikosida yang memiliki aglikon berupa steroid
dan triterpen. Triterpen merupakan jenis senyawa bahan alam yang memiliki 6 monoterpen atau
memiliki jumlah atom karbon sebanyak 30.Dari aglikonnya saponin dapat bagi menjadi dua yaitu
saponin dengan steroid dan saponin dengan triterpen.
1. Saponin steroid
Tersusun atas inti steroid (C27) dengan molekul karbohidrat.Steroid saponin dihidrolisis
menghasilkan satu aglikon yang dikenal sebagai sapogenin.Tipe saponin ini memiliki efek
antijamur.Pada binatang menunjukan penghambatan aktifitas otot polos. Saponin steroid
diekskresikan setelah koagulasi dengan asam glukotonida dan digunakan sebagai bahan baku pada
proses biosintetis obat kortikosteroid. Saponin jenis ini memiliki aglikon berupa steroid yang di
peroleh dari metabolisme sekunder tumbuhan.Jembatan ini juga sering disebut dengan glikosida
jantung, hal ini disebabkan karena memiliki efek kuat terhadap jantung.

Salah satu contoh saponin jenis ini adalah Asparagosida (Asparagus sarmentosus), Senyawa
ini terkandung di dalam tumbuhan Asparagus sarmentosus yang hidup dikawasan hutan kering
afrika.Tanaman ini juga biasa digunkan sebagai obat anti nyeri dan rematik oleh orang afrika
(Anonim, 2009).
2. Saponin triterpenoid
Triterpen yang memiliki atom C sebanyak 30.Saponin jenis ini bersifat asam.Tersusun atas
inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat.Dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang disebut
sapogenin ini merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat
dimurnikan. Tipe saponin ini adalah turunan -amyrine (Amirt Pal,2002).

Salah satu jenis contoh saponin ini adalah asiatikosida.Senyawa ini terdapat pada
tumbuhan Gatu kola yang tumbuh didaerah India.Senyawa ini dapat dipakai sebagai antibiotik
(Anonim, 2009).
7. Kandungan Antrakuinon
Antrakuinon adalah sejenis elemen antioksidan yang memiliki faktor pembawa warna,
yakni biasanya warna kekuningan atau kehijauan. Kandungan ini lazim terdapat pada berbagai
jenis tanaman dan buah. Biasanya senyawa ini diekstraksi dan dimanfaatkan sebagai senyawa
pewarna untuk tekstil. Selain dimanfaatkan dalam sejumlah industri, senyawa antrakuinon alami
lazim digunakan dalam beberapa terapi pengobatan modern. Juga dimanfaatkan dalam sejumlah
pengobatan herbal yang tentu saja tidak menggunakan jenis senyawa kimiawi.
manfaat antrakuinon bagi kesehatan adalah sebagai berikut :

1. Membantu Kinerja Pencernaan

Senyawa antrakuinon memiliki kemampuan dalam membantu mengatasi konstipasi. Ada


fungsi laksatif pada senyawa ini sehingga dapat membantu memperbaiki komposisi bakteri sehat
dalam sistem pencernaan dan menarik lebih banyak air ke dalam feses. Manfaat antrakuinon ini
juga membantu mengaktifkan gerakan peristaltik dari usus yang membantu mendorong gerakan
sisa makanan dan feses.

2. Sebagai Anti Inflamasi

Senyawa antrakuinon memiliki kemampuan sebagai anti inflamasi. Kemampuannya cukup


kuat dalam membantu melawan serangan bakteri dan jamur. Bahkan juga terbukti meningkatkan
kinerja sel T dan sel B—komponen imunitas yang paling penting dalam membentuk perlawanan
terhadap infeksi. Dikatakan bahwa senyawa ini memengaruhi kinerja metabolisme, melindungi
sistem pernapasan, dan membantu menjaga kinerja sistem regenerasi sel. Dengan demikian ada
peran penting antrakuinon dalam membantu fungsi kompleks metabolisme serta imunitas. Manfaat
antrakuinon dalam membantu proses regenerasi sel juga bermanfaat untuk mempercepat
penyembuhan inflamasi. Kemampuan dari senyawa antrakuinon ini sebagai anti inflamasi
dijelaskan lebih dalam pada jurnal International Journal of Inflammation tahun 2014 dengan tajuk
‘Anti-Inflammatory and Antiarthritic Activity of Anthraquinone Derivatives in Rodents.’

3.Membantu Mengatasi Artritis

Antrakuinon juga bekerja mengatasi keluhan pada persendian. Kinerjanya sebagai anti
inflamasi, pereda nyeri, dan membantu proses perbaikan sel ditengarai menjadi penyebab senyawa
ini efektif membantu meredakan keluhan peradangan sendi. Sejumlah pengobatan terhadap
peradangan sendi biasa menggunakan krim yang sudah mengandung senyawa antrakuinon. Karena
itu, produk herbal atau suplemen lidah buaya dan Noni juga dapat efektif membantu meredakan
keluhan nyeri sendi artritis.

4. Sebagai Anti Kanker

Sehubungan manfaat antrakuinon dalam meningkatkan kinerja sel T dan sel B, maka
senyawa ini turut membantu meningkatkan fungsi imunitas. Sel-sel dalam fungsi imunitas tersebut
bisa menjadi garda utama dalam melawan kanker. Bahkan sejumlah terapi modern mulai berfokus
pada peningkatan kinerja sel T dan sel B untuk memerangi kanker. Sejumlah jenis sub-kandungan
antrakuinon, seperti damnacanthal dan alizarin, terbukti memiliki peran besar sebagai anti kanker.
Damnacanthal bekerja mencegah metastasis (penyebaran sel kanker) dengan mematikan sel yang
masuk ke dalam aliran darah. Sedangkan alizarin bekerja dengan menekan pertumbuhan sel dan
memblokade aliran darah menuju kanker. Bahkan manfaat antrakuinon dari kedua sub-
kandungannya ini juga dikatakan efektif membantu pengobatan leukemia serta kanker kelenjar
getah bening.

2.6 Kadar Kandungan Kimia Tertentu


Dengan tersediannya suatu kandungan kimia yang berupa senyawa identitas atau senyawa
kimia ata kandungan kimia lainnya, maka secara kromatografi instrumental dapat dilakukan
penetapan kadar kandungan kimia tersebut. Instrument yang dapat digunakan adalah dencitometer,
kromatografi, Kromatografi cair kerja tinggi ( KCKT), atau instrument lain yang sesuai metode
penetapan kadar harus diuji validitasnya yang sesuai batas deteksi, selektivitas, linearitas,
ketelitian, ketepatan, dll.
Tujuan memberikan data kadar kandungan kimia tertentu sebagai senyawa identitas atau
senyawa yang diduga bertanggung jawab pada efek farmakologi. Contoh adalah, penetapan kadar
androgarafolid dalam ekstrak sambiloto secara HPLC, atau penetapan kadar pinostrombin dalam
ekstrak temukunci secara dencitometer.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai