Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

A. Metabolit sekunder

Metabolisme sekunder (alelokimia) merupakan senyawa pertahanan tumbuhan yang dihasilakan


dari jaringan tumbuhan dan dapat besifat toksik. Dan yang termasuk dalam metabolit sekunder
antara lain tanin, saponin,terpenoid,akaloid dan flavonoid (Ishaaya, 1986; Howe dan Westley,
1988 di kutip oleh Elena,2006).

B. Saponin.

Saponin berasal dari kata Latin yaitu ‘sapo’ yang bearti mengandung busa stabil bila
dilarutkan dalam air.Kemampuan busa dari saponin disebabkan olehkombinasi dari sapogenin
yang bersifat hidrofobik (larut dalam lemak) dan bagian rantai gula yang bersifat hidrofilik (larut
dalam air) (Naoumkina et al., 2010).

Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol, telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku
tumbuhan.Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa sapogenin.Saponin
tersebar luas di antara tanaman tinggi, keberadan saponin sangat mudah ditandai dengan
pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila dikocok.

Saponin adalah deterjen alami yang mempunyai sifat aktif permukaan,dimana struktur
molekulnya terdiri dari aglikon steroid atau triterpen yang disebut dengan sapogenin dan glikon
yang mengandung satu atau lebih rantai gula (Osbourn, 2003;Guclu-Ustundag and Mazza, 2007;
Vincken et al., 2007).

Saponin dengan sifat deterjennya dapat mempengaruhi substans yang larut dalam lemak
pada pencernaan, meliputi pembentukan misel campuran yang mengandung garam empedu,
asam lemak, digliserida, vitamin yang larut dalam lemak dan dengan mineral (Cheeke, 20011).

Dari segi ekonomi, saponin penting juga karena kadang-kadang menimbulkan keracunan
pada ternak atau karena rasanya yang manis. Pola glikosida saponin kadang-kadang rumit,
banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum adalah
asam glukoronat (Harborne, 1996).

Pada tenak ruminansia, saponin berpotensi sebagai agen defaunasi dalam manipulasi
proses fermentasi di dalam rumen. Penggunaan saponin yang ditambahkan ke dalam ransum
dapat menurunkan populasi protozoa rumen secara parsial atau keseluruhan (Wiseman and
Cole,1990).
Berdasarkan sifat-sifat tersebut, senyawa saponin mempunyai kegunaan yang sangat luas,
antara lain sebagai detergen, pembentuk busa pada alat pemadam kebakaran, pembentuk busa
pada industri sampo dan digunakan dalam industri farmasi serta dalam bidang fotografi
(Prihatman, 2001).

2.2 Karakteristik saponin

Saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan.Saponin


memiliki karakteristik berupa buih. Sehingga ketika direaksikan dengan air dan dikocok maka
akan terbentuk buih yang dapat bertahan lama. Saponin mudah larut dalam air dan tidak larut
dalam eter (Hartono, 2009).

Saponin memberikan rasa pahit pada bahan pangan nabati.Sumber utama saponin adalah
biji-bijian khususnya kedele. Saponin dapat menghambat pertumbuhan kanker kolon dan
membantu kadar kolesterol menjadi normal. Tergantung pada jenis bahan makanan yang
dikonsumsi, seharinya dapat mengkonsumsi saponin sebesar 10-200 mg (Arnelia, 2011).

Sifat-sifat Saponin
Saponin memiliki sifat sebagai berikut :
1) Mempunyai rasa pahit
2) Dalam larutan air membentuk busa yang stabil
3) Menghemolisa eritrosit
4) Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi
5) Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksi steroid lainnya
6) Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi
7) Berat molekul relatif tinggi, dan analisis hanya menghasilkan formula empiris yang
mendekati.
Toksisitasnya mungkin karena dapat merendahkan tegangan permukaan (surface tension).
Dengan hidrolisa lengkap akan dihasilkan sapogenin (aglikon) dan karbohidrat (hexose, pentose
dan saccharic acid). Pada hewan ruminansia, saponin dapat digunakan sebagai antiprotozoa,
karena mampu berikatan dengan kolesterol pada sel membran protozoasehingga menyebabkan
membrondisis pada sel membrane protozoa.Saponin dapat beraktivitas sebagai adjuvant pada
vaksin antiprotozoa yang nantinya mampu menghambat perkembangan sporozoit di dalam
saluran pencernaan.
2.3 Klasifikasi senyawa saponin

Secara umum saponin merupakan bentuk glikosida yang memiliki aglikon berupa steroid
dan triterpen.Triterpen merupakan jenis senyawa bahan alam yang memiliki 6 monoterpen atau
memiliki jumlah atom karbon sebanyak 30.Dari aglikonnya saponin dapat bagi menjadi dua
yaitu saponin dengan steroid dan saponin dengan triterpen.

A. Saponin steroid

Tersusun atas inti steroid (C27) dengan molekul karbohidrat.Steroid saponin dihidrolisis
menghasilkan satu aglikon yang dikenal sebagai sapogenin.Tipe saponin ini memiliki efek
antijamur.Pada binatang menunjukan penghambatan aktifitas otot polos. Saponin steroid
diekskresikan setelah koagulasi dengan asam glukotonida dan digunakan sebagai bahan baku
pada proses biosintetis obat kortikosteroid. Saponin jenis ini memiliki aglikon berupa steroid
yang di peroleh dari metabolisme sekunder tumbuhan.Jembatan ini juga sering disebut dengan
glikosida jantung, hal ini disebabkan karena memiliki efek kuat terhadap jantung.

Salah satu contoh saponin jenis ini adalah Asparagosida (Asparagus sarmentosus), Senyawa
ini terkandung di dalam tumbuhan Asparagus sarmentosus yang hidup dikawasan hutan kering
afrika.Tanaman ini juga biasa digunkan sebagai obat anti nyeri dan rematik oleh orang afrika
(Anonim, 2009).
Gambar 1 Struktur

Asparagus (Asparagus officinalis.)

B. Saponin triterpenoid

Triterpen yang memiliki atom C sebanyak 30.Saponin jenis ini bersifat asam.Tersusun
atas inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat.Dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang
disebut sapogenin ini merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi
sehingga dapat dimurnikan. Tipe saponin ini adalah turunan -amyrine (Amirt Pal,2002).

Salah satu jenis contoh saponin ini adalah asiatikosida.Senyawa ini terdapat pada
tumbuhan Gatu kola yang tumbuh didaerah India.Senyawa ini dapat dipakai sebagai antibiotik
(Anonim, 2009).

Gambar 2

Gatu kola / Pegagan (Centella asiatica)

2.4.Biosintesis saponin Steroid Biosintesis Saponin Triterpen


Biosintesis pada kedua jenis senyawa ini hampir sama baik saponin denga steroid
maupun triterpen. Semua senyawa ini melalui jalur asam mevalonat yang diperoleh dari
asetil CoA .Sebelum membentuk steroid biosintesis ini membentuk senyawa squalen yang
merupakan jenis triterpen yang merupakan gabungan dari dua farnesil piroposfat.Setelah
membentuk squalen, maka terjadi reaksi oksidasi pada atom C nomor 3 sehingga terbentuk
OH, setelah itu terjadi pembentukan epoksidasqualen. Senyawa ini akan terjadi siklisasai
menjadi lanosterol yang merupakan bentuk dasar dari senyawa steroid(Arifin, 1986).
Sedangkan perbedaannya dengan triterpen adalah pada jumlah cincin dan bnetuk cincin
keempat dan kelima, pada triterpen masing-masing cincin tersebut memiliki 5 atom karbon.

2.5.Saponin dalam etnobotani

Kebanyakan saponin, yang mudah larut dalam air, yang beracun bagi ikan Oleh karena
itu, dalam etnobotani, saponin terutama dikenal untuk penggunaannya oleh masyarakat adat
dalam memperoleh sumber makanan akuatik. Sejak zaman prasejarah, budaya di seluruh dunia
telah menggunakan tanaman piscicidal, sebagian besar mereka mengandung saponin, untuk
memancing.

Meskipun dilarang oleh hukum, racun ikan tumbuhan masih banyak digunakan oleh
suku-suku asli di Guyana. Di sub-benua India,suku-suku Gond dikenal untuk penggunaan
ekstrak tanaman dalam penangkapan racun ikan. Banyak suku-suku asli California Amerika
secara tradisional digunakan soaproot, (genus Chlorogalum), yang berisi saponin, sebagai racun
ikan. Mereka akan menghancurleburkan akar, pencampuran dalam air untuk membuat busa, dan
kemudian menambahkan busa ke sungai.

Hal ini akan membunuh atau melumpuhkan ikan, yang dapat diperoleh dengan mudah
dari permukaan air. Di antara suku-suku menggunakan teknik ini adalah Lassik, yang Luiseño,
para Yuki, Yokut, para Chilula, yang Wailaki, Miwok tersebut, Kato itu, Mattole itu, Nomlaki
dan Nishinam tersebut.

Salah satu penelitian penggunaan saponin kelas produk alami melibatkan kompleksasi
mereka dengan kolesterol untuk membentuk pori-pori di bilayers membran sel, misalnya, dalam
sel darah merah (eritrosit) membran, di mana kompleksasi menyebabkan lisis sel darah merah
(hemolisis) pada injeksi intravena.Selain itu, sifat amphipathic kelas memberi mereka aktivitas
sebagai surfaktan yang dapat digunakan untuk meningkatkan penetrasi makromolekul seperti
protein melalui membran sel. Saponin juga telah digunakan sebagai adjuvan dalam vaksin.

Saponin dari tanaman Gypsophila paniculata (Nafas Bayi) telah terbukti sangat
signifikan menambah sitotoksisitas immunotoxins dan racun ditargetkan lain ditujukan terhadap
sel kanker manusia. Kelompok penelitian Profesor Hendrik Fuchs (Universitas Charite, Berlin,
Jerman) dan Dr David Flavell (Southampton General Hospital, Inggris) bekerja sama menuju
pengembangan saponin Gypsophila untuk digunakan dalam kombinasi dengan immunotoxins
atau racun lainnya yang ditargetkan untuk pasien dengan leukemia , limfoma dan
kanker.lainnya.

Gambar 3

Nafas Bayi (Gypsophila paniculata)

Ada yang luar biasa, promosi komersial didorong dari saponin sebagai suplemen diet dan
nutriceuticals.Ada bukti dari kehadiran saponin dalam persiapan obat tradisional, di mana
administrasi lisan mungkin diharapkan mengarah kepada hidrolisis glikosida dari terpenoid (dan
obviation dari setiap toksisitas terkait dengan molekul utuh). Tapi seperti yang sering terjadi engdan
luas klaim terapi komersial untuk produk alami:

1. Klaim untuk manfaat organisme / manusia sering didasarkan pada s angat awal studi biologi
biokimia atau sel.
2. Menyebutkan umumnya dihilangkan dari kemungkinan sensitivitas kimia individu, atau
toksisitas umum agen khusus, dan toksisitas tinggi kasus yang dipilih.
Sementara pernyataan semacam itu memerlukan tinjauan konstan (dan meskipun web
segudang mengklaim sebaliknya), tampak bahwa ada sangat terbatas AS, Uni Eropa, dll
lembaga-disetujui peran untuk saponin dalam terapi manusia.Dalam penggunaan mereka sebagai
adjuvant dalam produksi vaksin, toksisitas terkait dengan kompleksasi sterol tetap menjadi isu
utama untuk menarik perhatian.

Bahkan dalam kasus digoksin, manfaat terapeutik dari cardiotoxin adalah hasil
administrasi hati-hati dosis yang tepat.Perawatan yang sangat besar harus dilakukan dalam
mengevaluasi atau bertindak atas klaim spesifik dari manfaat terapeutik dari memakan produk
alami saponin-jenis dan lainnya.

2.6 Aktivitas biologi


Saponin mempunyai aktivitas biologi yang beragam. Aktivitas biologi ini dipengaruhi oleh
kelas Aglycone, gugus polar pada Aglycone, macam karbohidrat yang terikat pada Aglycone,
posisi terikatnya pada Aglycone, bahkan orientasi Saponin setelah mengikat membran sel juga
ikut mempengaruhinya. Disini hanya akan dijelaskan secara singkat beberapa macam aktivitas
saja, diantaranya:
 Aktivitas hemolisis
 Saponin dapat menyebabkan sel darah merah pecah (lisis). Ini disebabkan karena Saponin
dapat berikatan dengan kholesterol dari membran sel. Aktivitas ini berkurang kalau
aglycone dibuang.
 Ciri-ciri yang lain dari aktivitas hemolisis ini, misalnya:
a. Makin banyak karbohidrat yang terikat pada Aglycone makin kecil daya
hemolisisnya.
b. Kecepatan hemolisis Saponin Steroid lebih besar dari Saponin Triterpenoid
c. .Karbohidrat yang terikat pada C3 OH mempunyai daya hemolisis makin tinggi
apabila jumlah unit monosakaridanya makin besar (kalau diurut daya hemolisis
paling rendah meningkat ke urutan lebih tinggi adalah mono, di, tri, tetra, penta
dan heksa sakarida).
d. Makin banyak gugus polar pada Aglycone makin rendah daya hemolisisnya.

Interaksi antara saponin dan membran sehingga Saponin dapat membentuk porus atau
merusak membran perlu ditelaah lebih lanjut. Sepertinya beberapa mekanisme dan keadaan
ikut terlibat, seperti: pembentukan Saponin kholesterol kompleks, perubahan organisasi atau
susunan membran fosfolipid, pemecahan fosfo lipida dan hasil senyawa yang terbentuk
(DAG), Saponin struktur dan orientasinya dengan sel membran.
Contoh Saponin yang dapat menyebabkan hemolisis: sebagian ginsenosides,
Gypsophilasaponins.
 Mempengaruhi sistim immun
 Telah dilaporkan bahwa Saponin dapat menginduksi produksi dari cytokine seperti
interleukin dan interferon yang mungkin dapat memediasi efek immunostimulan. Seponin
juga telah dibuktikan dapat meningkatkan respon immun melalui immunisasi oral. Hal ini
disebabkan saponin dapat meningkatkan pengambilan (up take) antigen oleh usus dan sel
mukosa yang lain (misalnya hidung).
 Menurut Odaet al.(2000) secara keseluruhan “juxta-position” dari gugus fungsional
hidrofilik dan hidrofobik lebih penting dari pada perbedaan struktur dari masing-masing
kelompok yang memberikan kontribusi pengaruhnya saponin sebagai “adjuvan”.
 Contoh Saponin yang dapat meningkatkan immun respon: Panax ginseng C. A. Meyer
saponins, Quillaja saponins, dan Lonicerajaponica.
 Saponin sebagai anti kanker
 Saponin Ginsenosides, dammaranes, mempunyai efek anti tumor dengan menghambat
penyebaran melalui pembuluh darah dengan mekanisme supresi inducer dalam sel
endotel sehingga mencegah pelekatan (adhering), invasi, dan metastasis.
 Dioscin, suatu Saponin steroid dan Aglycone diosgenin mempunyai efek anti tumor
dengan menghentikan siklus sel (cell cycle arrest) dan apoptosis.
 Platycodon D, salah satu platycodigenin, potensial sebagai khemoterapi mempunyai efek
apoptosis melalui jalur caspase-3 dependent PARP, pemecahan lamin A dan Egr-1
aktivasi akibat induksi ROS.
 Deltonin, suatu Saponin steroida yang diisolasi dari Dioscorea zingiberensis Wright
(DZW), dengan struktur kimia diosgenin-3-O-E-D-glucopyranosyl (1o4)-[D-L-
rhamnopyranosyl (1o2)]-E-D- gluco-pyranoside mempunyai efek anti kanker dengan
menghentikan pembelahan sel melalui fase G2-M8.
 Tubeimoside II mempunyai aktivitas anti kanker lebih besar dibandingkan dengan
tubeimoside I. Ini karena tubeimoside II mempunyai gugus OH pada C 16, sedangkan
tubeimoside I tidak punya. Lain dari pada itu tubeimoside II mempunyai efek samping
yang lebih ringan.
2.7.Identifikasi saponin
Secara kualitatif untuk menyatakan keberadaan saponin pada contoh bahan dapat
dilakukan dengan uji busa dan menghemolisis sel-sel darah merah, bila larutan saponin
diinjeksikan ke dalam aliran darah. Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi
tumbuhan atau waktu memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan bukti terpercaya akan adanya
saponin. Selanjutnya golongan sapogeninnya dapat ditentukan dengan reaksi warna
menggunakan pereaksi Liebermann-Burchard.Berdasarkan warna yang terbentuk, apabila
terbentuk warna merah atau ungumenunjukkan saponin triterpen, sedangkan bila terbentuk
warna hijau atau birumenunjukkan saponin steroid (Harborne, 1996).
Secara kualitatif, saponin steroid yang termasuk golongan spirostanol dapat dibedakan
dengan furostanol. Glikosida furostanol menunjukkan warna merah pada lempeng kromatografi
lapis tipis (KLT) bila disemprot dengan pereaksi Ehrlich (p-dimetil amino benzaldehida dan
asam klorida) dan warna kuning dengan pereaksi anisaldehida, sebaliknya tidak terjadi
perubahan warna pada glikosida spirostanol(Mahato et al., 1982)
Secara konvensional, elusidasi struktur saponin dilakukan melalui studi Derivatisasi dan
degradasi (Chen and Snyder, 1993; Qiu et al., 1999; Thakur et al.,2011; Sirohi et al., 2014).
Derivatisasi saponin dilakukan melalui reaksi metilasi atau asetilasi. Degradasi saponin
dilakukan melalui reaksi hidrolisis total dan atau hidrolisis parsial. Hidrolisis saponin dapat
dilakukan dengan cara enzim, basa, atau asam yang menghasilkan sapogenin dan gula. Hidrolisis
dalam suasana asam menghasilkan hidrolisis total maupun hidrolisis parsial tergantung
konsentrasi asam,waktu, dan suhu. Secara khusus hasil hidrolisis total saponin adalah untuk
mengidentifikasi sapogenin dan glikon. Posisi ikatan glikosidik inter glikon maupun antar glikon
dan sapogenin, di identifikasi dengan melakukan reaksi permetilasi dan diikuti dengan reaksi
hidrolisis secara total satuan-satuan gula yang menyusun aglikonnya. Bagian yang tidak
termetilasi pada masing-masing satuan gula adalah sisi yang berikatan.

2.8. Sumber Penghasil Senyawa Saponin


Sebagian besar saponin ditemukan pada biji-bijian dan tanaman makanan ternak seperti
alfalfa, bunga matahari, kedelai, kacang tanah .Saponin umumnya mempunyai karakteristik
yaitu rasa pahit, sifat iritasi mucosal, sifat penyabunan, dan sifat hemolitik dan sifat membentuk
komplek dengan asam empedu dan kolesterol.

Anda mungkin juga menyukai