Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di kehidupan sehari-hari kita sering melihat peristiwa buih yang


disebabkan karenakita mengkocok suatu tanaman ke dalam air. Secara fisika
buih ini timbul karena adanyapenurunan tegangan permukaan pada cairan
(air). Penurunan tegangan permukaandisebabkan karena adanya senyawa
sabun (bahasa latin = sapo) yang dapatmengkacaukan iktan hidrogen pada air.
Senyawa sabun ini biasanya memiliki dua bagianyang tidak sama sifat
kepolaranya.Dalam tumbuhan tertentu mengandung senyawa sabun yang biasa
disebut saponin.Saponin berbeda struktur dengan senywa sabun yang ada.
Saponin merupakan jenisglikosida. Glikosida adalah senyawa yang terdiri
daro glikon (Glukosa, fruktosa,dll) danaglikon (senyawa bahan aalam lainya).
Saponin umumnya berasa pahit dan dapatmembentuk buih saat dikocok
dengan air. Selain itu juga bersifat beracun untuk beberapahewan berdarah
dingin (Najib, 2009).
Saponin merupakan glikosida yang memiliki aglikon berupa steroid
dan triterpen.Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C 27) dengan molekul
karbohidrat. Steroidsaponin dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang
dikenal sebagai saraponin. Saponin triterpenoid tersusun atas inti triterpenoid
dengan molekul karbohidrat. Dihidrolisismenghasilkan suatu aglikon yang
disebut sapogenin. Masing-masing senyawa ini banyak dihasilkan di dalam
tumbuhan (Hartono, 2009).
Tumbuhan yang mengandung sponin ini biasanya memiliki Genus
Saponaria dari Keluarga Caryophyllaceae. Senyawa saponin juga ditemui pada
famili sapindaceae,curcurbitaceae, dan araliaceae. Salah satu tumbuhan obat
yang mengandung saponinadalah gingseng yang termasuk famili araliaceae.
1.1 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari saponin ?
2. Bagaimana karakteristik saponin ?
3. Apa saja klasifikasi saponin ?
4. Apa saja sumber penghasil saponin ?
5. Bagaimana Saponin dalam etnobotani ?
6. Apa saja aplikasi Saponin Serta Contoh dari Jurnal Penelitian ?
1.2 Tujuan Makalah
1. Mengetahui tentang saponin
2. Mengetahui karakteristik saponin
3. Mengetahui klasifikasi saponin
4. Mengetahui sumber penghasil saponin
5. Mengetahui Saponin dalam etnobotani
6. Mengetahui aplikasi serta contoh hasil penelitian
1.3 Kegunaan Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara
teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai
pengembangan pengetahuan tentang senyawa saponin. Secara praktis makalah ini
diharapkan bermanfaat bagi:
1. Penulis, sebagai wahana penambah wawasan dan pengetahuan khususnya
tentang senyawa saponin
2. Pembaca/dosen, sebagai media informasi tentang senyawa saponin secara
teoritis maupun secara praktis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Senyawa Saponin


Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa
sapogenin. Saponin tersebar luas di antara tanaman tinggi, keberadan
saponin sangat mudah ditandai dengan pembentukan larutan koloidal
dengan air yang apabila dikocok. Saponin adalah glikosida triterpena dan
sterol, telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin
merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta
dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan
menghemolisis sel darah. Dari segi ekonomi, saponin penting juga karena
kadang-kadang menimbulkan keracunan pada ternak atau karena rasanya
yang manis. Pola glikosida saponin kadang-kadang rumit, banyak saponin
yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum
adalah asam glukoronat (Harborne, 1996).
Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa
sapogenin. Saponin tersebar luas di antara tanaman tinggi, keberadan
saponin sangat mudah ditandai dengan pembentukan larutan koloidal
dengan air yang apabila dikocok menimbulkan buih yang stabil. Saponin
merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan dapat menyebabkan bersin
dan bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, banyak di antaranya
digunakan sebagai racun ikan
(Gunawan dan Mulyani, 2004).
Senyawa saponin dapat pula diidentifikasi dari warna yang
dihasilkannya dengan pereaksi Liebermann-Burchard. Warna biru-hijau
menunjukkan saponin steroida, dan warna merah, merah muda, atau ungu
menunjukkan saponin triterpenoida
(Farnsworth, 1966)
Saponin memiliki berat molekul tinggi, dan berdasarkan struktur
aglikonnya, saponin dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tipe
steroida dan tipe triterpenoida. Kedua senyawa ini memiliki hubungan
glikosidik pada atom C-3 dan memiliki asal usul biogenetika yang sama
lewat asam mevalonat dan satuan-satuan isoprenoid
(Gunawan dan Mulyani, 2004).
Sifat yang khas dari saponin antara lain berasa pahit, berbusa
dalam air, mempunyai sifat detergen yang baik, mempunyai aktivitas
hemolisis (merusak sel darah merah), tidak beracun bagi binatang berdarah
panas, mempunyai sifat anti eksudatif dan mempunyai sifat anti
inflamatori. Berdasarkan sifat-sifat tersebut, senyawa saponin mempunyai
kegunaan yang sangat luas, antara lain sebagai detergen, pembentuk busa
pada alat pemadam kebakaran, pembentuk busa pada industri sampo dan
digunakan dalam industri farmasi serta dalam bidang fotografi
(Prihatman,2001).
Pada tenak ruminansia, saponin berpotensi sebagai agen defaunasi
dalam manipulasi prosesfermentasi di dalam rumen. Penggunaan saponin
yang ditambahkan ke dalam ransum dapat menurunkan populasi protozoa
rumen secara parsial atau keseluruhan
(Wiseman and Cole,1990).
2.2 Karakteristik Saponin
Saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam
tumbuhan. Saponin memiliki karakteristik berupa buih. Sehingga ketika
direaksikan dengan air dan dikocok maka akan terbentuk buih yang dapat
bertahan lama. Saponin mudah larut dalam air dan tidak larut dalam eter
(Hartono, 2009).
Saponin memberikan rasa pahit pada bahan pangan nabati. Sumber
utama saponin adalah biji-bijian khususnya kedele. Saponin dapat
menghambat pertumbuhan kanker kolon dan membantu kadar kolesterol
menjadi normal. Tergantung pada jenis bahan makanan yang dikonsumsi,
seharinya dapat mengkonsumsi saponin sebesar 10-200 mg.
(Arnelia, 2011).
Sifat-sifat Saponin adalah:
1) Mempunyai rasa pahit
2) Dalam larutan air membentuk busa yang stabil
3) Menghemolisa eritrosit
4) Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi
5) Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksisteroid
lainnya
6) Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi
7) Berat molekul relatif tinggi, dan analisis hanya menghasilkan formula
empiris yang mendekati.
Toksisitasnya mungkin karena dapat merendahkan tegangan
permukaan (surface tension). Dengan hidrolisa lengkap akan dihasilkan
sapogenin (aglikon) dan karbohidrat (hexose, pentose dan saccharic acid).
Pada hewan ruminansia, saponin dapat digunakan sebagai antiprotozoa,
karena mampu berikatan dengan kolesterol pada sel membran protozoa
sehingga menyebabkan membrondisis pada sel membrane protozoa.
Saponin dapat beraktivitas sebagai adjuvant pada vaksin antiprotozoa yang
nantinya mampu menghambat perkembangan sporozoit di dalam saluran
pencernaan.

2.3 Klasifikasi Senyawa Saponin


Secara umum saponin merupakan bentuk glikosida yang
memilikiaglikon berupa steroid dan triterpen. Triterpen merupakan jenis
senyawa bahan alam yang memiliki 6 monoterpen atau memiliki jumlah
atom karbon sebanyak 30. Dari aglikonnya saponin dapat bagi menjadi
dua yaitu saponin dengan steroid dan saponin dengan triterpen
A. Saponin steroid
Tersusun atas inti steroid (C27) dengan molekul karbohidrat.
Steroid saponin dihidrolisis menghasilkan satu aglikon yang dikenal
sebagai sapogenin. Tipe saponin ini memiliki efek antijamur. Pada
binatang menunjukan penghambatan aktifitas otot polos. Saponin
steroid diekskresikan setelah koagulasi dengan asam glukotonida dan
digunakan sebagai bahan baku pada proses biosintetis obat
kortikosteroid. Saponin jenis ini memiliki aglikon berupa steroid yang
di peroleh dari metabolisme sekunder tumbuhan. Jembatan ini juga
sering disebut dengan glikosida jantung, hal ini disebabkan karena
memiliki efek kuat terhadap jantung.
Salah satu contoh saponin jenis ini adalah Asparagosida
(Asparagus sarmentosus), Senyawa ini terkandung di dalam tumbuhan
Asparagus sarmentosus yang hidup dikawasan hutan kering afrika.
Tanaman ini juga biasa digunkan sebagai obat anti nyeri dan rematik
oleh orang afrika
(Anonim, 2009)

B. Saponin triterpenoid
Tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat.
Dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang disebut sapogenin ini
merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi
sehingga dapat dimurnikan. Tipe saponin ini adalah turunan –amyrine
(Amirt Pal,2002).

Salah satu jenis contoh saponin ini adalah asiatosida. Senyawa


ini terdapat pada tumbuhan Gatu kola yang tumbuh didaerah India.
Senyawa ini dapat dipakai sebagai antibiotik (Anonim, 2009).
2.4 Sumber Penghasil Senyawa Saponin
Sebagian besar saponin ditemukan pada biji-bijian dan tanaman
makanan ternak seperti alfalfa, bunga matahari, kedelai, kacang tanah .
Saponin umumnya mempunyai karakteristik yaitu rasa pahit, sifat iritasi
mucosal, sifat penyabunan, dan sifat hemolitik dan sifat membentuk
komplek dengan asam empedu dan kolesterol. Saponin mempunyai efek
menurunkan konsumsi ransum karena rasa pahit dan terjadinya iritasi pada
oral mucosa dan saluran pencernaan. Pada anak ayam yang diberi 0,9 %
triterpenoid saponin bisa menurunkan konsumsi ransum, menurunkan
pertambahan berat badan, menurunkan kecernaan lemak, meningkatkan
ekskresi cholesterol dan menurunkan absorpsi vitamin A dan D.

Nama Tumbuhan : Bunga matahari


Nama Latin : Helianthus annuus L
Kingdom : Plantae
Ordo : Asteralis
Famili : Asteraceae
Upfamily : Helianthoideae
Bangsa : Heliantheae
Genus : Heliantus
Nama Tanaman : kacang Tanah
Nama Latin : Arachis hypogea
Kingdom : Plantae
Ordo : Leguminales
Family : Fabaceae
Upfamily : Faboidae
Genus : Arachis
Saponin secara historis telah dipahami sebagai tanaman yang
diturunkan, tetapi mereka juga telah diisolasi dari organisme laut. Saponin
memang ditemukan dalam banyak tanaman, dan memperoleh nama
mereka dari pabrik soapwort (Genus saponaria, Keluarga
Caryophyllaceae), akar historis yang digunakan sebagai sabun. Saponin
juga ditemukan dalam keluarga Sapindaceae botani, dengan genus yang
mendefinisikan Sapindus (soapberry atau soapnut), dan dalam keluarga
Aceraceae terkait erat (maple) dan Hippocastanaceae (chestnut kuda; ref
diperlukan).
Hal ini juga ditemukan sangat banyak di jiaogulan Gynostemma
pentaphyllum (Genus Gynostemma, Keluarga Cucurbitaceae) dalam
bentuk yang disebut gypenosides, dan ginseng (Panax Genus, Keluarga
Araliaceae) dalam bentuk yang disebut ginsenosides.

Jiaogulan (Gynostemma pentaphyllum)


Dalam keluarga-keluarga, kelas ini senyawa kimia yang ditemukan
di berbagai bagian tanaman: daun, batang, akar, umbi, bunga dan buah
[kutipan diperlukan] Komersial formulasi dari tanaman saponin -
misalnya, dari kulit sabun (atau. soapbark) pohon, Quillaja saponaria, dan
dari sumber-sumber lain yang tersedia melalui proses manufaktur
dikontrol, yang membuat mereka dari digunakan sebagai reagen kimia dan
biomedis. Peran dalam ekologi tanaman dan dampak pada hewan mencari
makan
Pada tumbuhan, saponin dapat berfungsi sebagai anti-feedants,
dan untuk melindungi tanaman terhadap mikroba dan jamur [kutipan
diperlukan] saponin Beberapa tanaman (misalnya dari oat dan bayam)
dapat meningkatkan penyerapan gizi dan membantu pencernaan hewan.
Namun, saponin sering pahit secukupnya, dan sehingga dapat mengurangi
palatabilitas tanaman (misalnya, dalam pakan ternak), atau bahkan
mengilhami mereka dengan mengancam kehidupan hewan toksisitas.
Data yang membuat jelas bahwa beberapa saponin yang beracun
bagi organisme berdarah dingin dan serangga pada konsentrasi tertentu.
Ada kebutuhan untuk penelitian lebih lanjut untuk menentukan peran
produk- produk alami dalam organisme tuan rumah mereka, yang telah
digambarkan sebagai "kurang dipahami" sampai saat ini.

2.5 Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurnnya dengan
pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yng tidak dapat tercampur
untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain.
Ekstraksi bertujuan untuk melarutkan senyawa-senyawa yang terdapat
dalam jaringan tanaman ke dalam pelarut yang dipakai untuk proses
ekstraksi tersebut.
2.5.1 Macam-macam Ekstraksi
a. Ekstraksi Cara Dingin
Metoda ini artinya tidak ada proses pemanasan selama
proses ekstraksi berlangsung, tujuannya untuk menghindari
rusaknya senyawa yang dimaksud rusak karena pemanasanan.
Jenis ekstraksi dingin adalah maserasi dan perkolasi
b. Ekstraksi Cara Panas
Metode ini pastinya melibatkan panas dalaam
prosesnya. Dengan adanya panas secara otomatis akan
mempercepat proses penyarian dibanding cara dingin. Metode
adalah Refluks, Ekstraksi dengan alat soxhiet dan Infusa.

 Ekstraksi Secara Dingin


1. Metode Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam
cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan
terlindung dari cahaya.
Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia
yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam
cairan penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin
(Sudjadi,1998).
Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya
sederhana. Sedangkan kerugiannya antara lain waktu yang
diperlukan untuk ekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari
yang digunakan lebih banyak, tidak dapat digunakan untuk
bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras seperti benzoin,
tiraks, daan lilin.
Metode maserasi dapat dilakukan dengan modifikasi
sebagi berikut :
 Modifikasi Maserasi Melingkar
 Modifikasi Maserasi Digesti
 Modifikasi Maserasi Melingkar bertingkat
 Modifikasi Remaserasi
 Modifikasi dengan mesin pengduk
2. Metode Perkolasi
Perkolasi adalah metode ekstraksi cara dingin yang
menggunakan pelarut mengalir yang selalu baru. Perkolasi
banyak digunakan untuk ekstraksi metabolit sekunder dari
bahan alam, terutama untuk senyawa yang tidak tahan panas
(termolabil). Ekstraksi dilakukan dalam bejana yang dilengkapi
kran untuk mengeluarkan pelarut pada bagian bawah.
Perbedaan utama dengan maserasi terdapat pada pola
penggunaan pelarut, dimana pada maserasi pelarut hanya di
pakai untuk merendam bahan dalam waktu yang cukup lama,
sedangkan pada perkolasi pelarut dibuat mengalir.
Penambahan pelarut dilakukan secara terus menerus,
sehingga proses ekstraksi selalu dilakukan dengan pelarut yang
baru. Dengan demikian diperlukan pola penambahan pelarut
secara terus menerus, hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan pola penetesan pelarut dari bejana terpisah
disesuaikan dengan jumlah pelarut yang keluar, atau dengan
penambahan pelarut dalam jumlah besar secara berkala. Yang
perlu diperhatikan jangan sampai bahan kehabisan pelarut.
Proses ekstraksi dilakukan sampai seluruh metabolit sekunder
habis tersari, pengamatan sederhana untuk mengindikasikannya
dengan warna pelarut, dimana bila pelarut sudah tidak lagi
berwarna biasanya metabolit sudah tersari. Namun untuk
memastikan metabolit sudah tersari dengan sempurna
dilakukan dengan menguji tetesan yang keluar dengan KLT
atau spektrofotometer UV. Penggunaan KLT lebih sulit karena
harus disesuaikan fase gerak yang dipakai, untuk itu lebih baik
menggunakan spektrofotometer. Namun apabila menggunakan
KLT indikasi metabolit habis tersari dengan tidak adanya
noda/spot pada plat, sedangkan dengan spektrofotometer
ditandai dengan tidak adanya puncak.
Kelemahan dari metode ini yaitu diperlukan banyak
pelarut dan waktu yang lama, sedangkan komponen yang
didapat relatif tidak banyak. Keuntungannya adalah tidak
memerlukan pemanasan sehingga teknik ini baik untuk
substansi termolabil (yang tidak tahan terhadap panas).
 Ekstraksi Secara Panas
1. Metode Refluks
Refluks adalah Ekstraksi dengan pelarut pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah
pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin
balik.
Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk
mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar
dan tahan pemanasan langsung.
Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut
yang besar dan sejumlah manipulasi dari operator
(Sutriani,L . 2008).
2. Metode Soxhletasi
Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara
berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga
menguap, uap penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul
air oleh pendingin balik dan turun penyari simplisia dalam
klongsong selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat
setelah melewati pipa sifon.
Keuntungan metode ini adalah :
 Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak
dan tidak tahan terhadaap pemanasan secara langsung
 Digunakan pelarut yang lebih sedikit
 Pemanasannya dapat diatur.
Kerugian metode ini :
 Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada
wadah disebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga
dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh panas
 Jumlah total senyawa-senyawa yang di ekstraksi akan
melampaui kelarutannya dalam pelarut tertentu
 Bila dilakukan dalam skala yang besar, tidak cocok untuk
menggunakan pelarut dengan titik didih yang tinggi.
3. Metode Destilasi
Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode
pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau
kemudahan menguap (volatilitas) bahan.
Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga
menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam
bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan
menguap lebih dulu.
Jenis-jenis Distilasi berikutnya adalah Distilasi uap.
Distilasi uap digunakan untuk memisahkan campuran senyawa-
senyawa yang memiliki titik didih mencapai 200 °C atau lebih.
Distilasi uap dapat menguapkan senyawa-senyawa ini dengan
suhu mendekati 100 °C dalam tekanan atmosfer dengan
menggunakan uap atau air mendidih.
Prinsip dasar Destilasi uap adalah mendistilasi
campuran senyawa di bawah titik didih dari masing-masing
senyawa campurannya. Selain itu distilasi uap dapat digunakan
untuk campuran yang tidak larut dalam air di semua
temperatur, tapi dapat didistilasi dengan air. Aplikasi dari
distilasi uap adalah untuk mengekstrak beberapa produk alam
seperti minyak eucalyptus dari eucalyptus, minyak sitrus dari
lemon atau jeruk, dan untuk ekstraksi minyak parfum dari
tumbuhan.
Destilasi uap berfungsi untuk memurnikan zat/senyawa
cair yang tidak larut dalam air, dan titik didihnya cukup tinggi,
sedangkan sebelum zat cair tersebut mencapai titik didihnya,
zat cair sudah terurai, teroksidasi atau mengalami reaksi
pengubahan (rearranagement), maka zat cair tersebut tidak
dapat dimurnikan secara destilasi sederhana atau destilasi
bertingkat, melainkan harus didestilasi dengan destilasi uap.
4. Metode Infundasi
Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya untuk
menyari kandungan zat aktif yang ada pada sediaan tanaman
yang larut dalam air dan bahan-bahan nabati. Infus adalah hasil
dari proses ekstraksi dengan menggunakan metode infndasi
dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit. Penyarian dengan
cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah
tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu, sari yang
diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24
jam.
Cara ini sangat sederhana dan sering digunakan oleh
perusahaan obat tradisional. Dengan beberapa modifikasi, cara
ini sering digunakan untuk membuat ekstrak.
Infus dibuat dengan cara :
1. Membasahi bahan bakunya, biasanya dengan air 2 kali
bobot bahan, untuk bunga 4 kali bobot bahan dan untuk
karagen 10 kali bobot bahan.
2. Bahan baku ditambah dengan air dan dipanaskan selama 15
menit pada suhu 900– 980C. Umumnya untuk 100 bagian
sari diperlukan 10 bagian bahan. Pada simplisia tertentu
tidak diambil 10 bagian bahan. Hal ini di sebabkan karena:
a. Kandungan simplisia kelarutannya terbatas, misalnya
kulit kina digunakan 6 bagian.
b. Disesuaikan dengan cara penggunaannya dalam
pengobatan, misalnya daun kumis kucing, sekali
minum infuse 100cc karena itu diambil 1/2 bagian.
c. Berlendir, misalnya karagen digunakan 11/2 bagian
d. Daya kerjanya keras, misalnya digitalis digunakan 1/2
bagian
3. Untuk memindahkan penyarian kadang-kadang perlu
ditambah bahan kimia misalnya:
a. Asam sitrat untuk infuse kina
b. Kalium atau Natrium karbonat untuk infuse kelembak
4. Penyaringan dilakukan pada saat cairan masih panas,
kecuali bahan yang mengandung bahan yang mudah
menguap. Simplisia yang digunakan untuk pembuatan
infuse harus mempunyai derajat kehalusan tertentu.
a. Derajat kahalusan (2/3), misalnya : Daun kumis kucing,
Daun sirih dan Akar manis.
b. Derajat kehalusan (3/6), misalnya : Rimpang jeringau
dan Akar kelembak.
c. Derajat kehalusan (6/8), misalnya : Rimpang lengkuas,
Rimpang temulawak dan Rimpang jahe.
d. Derajat kehalusan (8/24), misalnya : Kulit kina
BAB III
PEMBAHASAN

1. Reviuw Jurnal 1
Judul : ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA SAPONIN
DARI EKSTRAK METANOL BATANG PISANG
AMBON(Musa paradisiaca var. sapientum L.)
Alat : Pisau, timbangan, alumunium foil, oven, neraca analitik,
blender serbuk, sudip, gelas ukur, tabung reaksi, pipet Mohr,
pipet tetes, penangas air, mistar, erlenmeyer, kertas saring,
corong gelas, rotavapor, gelas piala, cawan porselen,
waterbath, vortex, pensil, pipa kapiler, corong pisah, chamber,
hair dryer, seperangkat alat spektrofotometer UV-Vis
“Spectroquat Pharo 300“, lampu UV 254 dan 366 nm.
Bahan : Pisang Ambon, aquades, asam klorida 2 N, kloroform,
pereaksi LB, metanol, alkohol 95%, lempeng alumunium silika
gel GF254 Merck dan lempeng preparatif silika gel 60 F254
Merck.
Preparasi sampel : Sampel batang pisang Ambon dibersihkan dengan air, dirajam
kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan selama
4x24 jam dan dilanjutkan menggunakan oven pada suhu 40°C
selama 7 jam. Setelah kering diblender untuk menghasilkan
serbuk sampel atau simplisia.
Ekstraksi sampel : Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan
pelarut metanol. Sebanyak 100 g simplisia dimasukkan ke
dalam erlenmeyer kemudian direndam dengan metanol
sebanyak 600 ml. Erlenmeyer ditutup dengan alumunium foil
dan didiamkan selama 3 hari dengan sesekali dikocok.
Kemudian hasil ekstrak disaring untuk memperoleh filtrat I dan
simplisia yang telah diekstrak (debris), diekstrak kembali
dengan metanol sebanyak 400 ml dan didiamkan selama 2 hari
dengan sesekali dikocok. Hasil ekstrak (filtrat II) dicampurkan
dengan filtrat I, kemudian dievaporasi pada suhu 40oC hingga
diperoleh ekstrak cair. Ekstrak cair kemudian dimasukkan ke
dalam cawan porselen dan diuapkan dengan menggunakan
waterbath hingga diperoleh ekstrak kental.

Hasil dan pembahasan: Ekstrak batang pisang Ambon diperoleh dari batang pisang
Ambon bersih yang dikeringkan dengan cara dianginanginkan
selama 4x24 jam dan dilanjutkan dengan proses pemanasan
menggunakan oven pada suhu 40oC selama 7 jam. Pengeringan
dilakukan agar kadar air yang terkandung dalam sampel batang
pisang Ambon akan hilang sehingga memudahkan dalam
proses ekstraksi. Sampel kering kemudian dibuat menjadi
serbuk agar hasil ekstraksi yang diperoleh lebih banyak, karena
semakin halus sampel yang akan diekstraksi maka semakin
mudah pelarut masuk ke sel untuk menarik zat aktif. Maserasi
merupakan metode yang digunakan dalam proses ekstraksi
pada penelitian ini untuk menghasilkan ekstrak batang pisang
Ambon dengan metanol sebagai pelarutnya. Metanol dipilih
sebagai pelarut karena sifatnya yang polar sesuai dengan zat
aktif yang akan diteliti yaitu saponin. Setelah proses maserasi,
filtrat dievaporasi dan selanjutnya diuapkan dengan waterbath
yang diperoleh ekstrak kental berwarna coklat dengan
rendemen 1,554 %
2. Reviuw Jurnal 2

Judul : ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA STEROID


FRAKSI n-HEKSANA DAUN BUAS-BUAS (Premna
serratifolia L.)
Alat : Seperangkat alat gelas, neraca analitik, seperangkat alat
kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis, soklet,
evaporator heidolph, dan spektrofotometer inframerah
Shimadzu .
Bahan : amoniak, asam klorida, asam sulfat, asam asetat, etanol, daun
buas-buas, kloroform, aseton, n-heksana, serbuk magnesium
(Mg), pereaksi Meyer dan Wagner, pereaksi Lieberman-
Buchard, silika gel G-60, dan silika gel 60 F254.
Preparasi Sampel : Daun buas-buas dibersihkan, dan dipotong tipis-tipis serta
dikering-anginkan. Sampel yang telah kering dihaluskan
sampai menjadi serbuk. Sebelum preparasi sampel
dideterminasi
Ekstraksi Sampel : Seberat 1000 g serbuk kering daun buas-buas disokletasi
dengan 5 L pelarut n-heksana. Ekstrak n-heksana dipekatkan
menggunakan rotary evaporator
Penentuan Terpenoid-steroid
Uji Lieberman–Burchard :15 mg sampel ditambahkan asam
asetat glasial sebanyak 10 tetes dan asam sulfat pekat 2 tetes.
Larutan dikocok perlahan, dibiarkan selama beberapa menit.
Steroid memberikan warna biru atau hijau, dan triterpenoid
memberikan warna merah atau ungu
Hasil dan pembahasan : Berdasarkan hasil uji fitokimia isolat merupakan suatu steroid
karena terbentuk warna hiaju pada uji Liberman-Buchard.
Isolat yang dihasilkan berupa kristal putih berbentuk kristal
yang diduga sebagai senyawa cholestane. Hipotesis bahwa
senyawa dominan pada daun buas-buas berupa fitosterol karena
adanya hasil penelitian dari peneliti lain yang menyatakan
fitosterol merupakan senyawa yang paling dominan dalam
isolasi tanaman berbiji termasuk berbiji terbuka dan berbiji
tertutup (Grunwald, 1980; Gordon and Miller, 1997; Dutta and
Normen, 1998; Piironen et al., 2000).
Oleh karena itu, fitosterol diduga sebagai kandungan
senyawa yang paling dominan pada tanaman buas-buas baik
pada akar, batang dan daun. Senyawa fitosterol merupakan
salah satu senyawa yang memiliki peran penting dalam dunia
medis (Gul and Amar, 2006).
Salah satu pelarut yang sering digunakan dalam proses
isolasi fitosterol adalah n-heksana, sehingga proses ekstraksi
dilakukan menggunakan pelarut n-heksana. (Gunawan, dkk.,
2008).
Ekstraksi daun buas-buas menggunakan metode
sokletasi memanfaatkan sirkulasi pelarut dalam sistem secara
berulang sehingga penggunaan pelarut lebih efektif.. Oleh
karena itu, pada penelitian proses ekstraksi dilakukan
menggunakan metode sokletasi. Dalam proses sokletasi pelarut
diuapkan ke dalam labu soxhlet dan turun secara berkala sesuai
dengan titik didih pelarut sehingga terjadi pergantian pelarut
secara berkala. Sebelum diekstrak, daun buas-buas dikering
anginkan untuk mengurangi kadar air pada daun dan digiling
untuk memperbesar luas permukaan sehingga ekstraksi dapat
berlangsung secara lebih efektif. Sokletasi dilakukan
menggunakan 1 kg serbuk kering daun buas-buas dengan 5 liter
n-heksana. Proses sokletasi dapat dilakukan 50 gram dalam 250
mL n-heksana sebanyak 10 kali dan per 25 gram dalam 125 mL
n-heksana sebanyak 20 kali. Ekstrak merupakan ekstrak non
polar berwarna hijau pekat
3. Reviuw Jurnal 3
Judul : ANALISIS SENYAWA FITOSTEROL DALAM
EKSTRAK BUAH BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.)
Alat : Seperangkat alat KLT, lampu UV-Vis, spektrometer KG-SM
QP-2010 merk Shimadzu kolom Rtx-5MS, spektrometer KG-
SM merk Agilent Technologies kolom DB-5MS.
Bahan : buah buncis, aquades, etanol, n-heksan pro-analysis,
diklorometana pro-analysis, etil asetat pro-analysis, plat KLT
silika gel F254, anhidrida asam asetat, asam sulfat pekat, dan
metanol pro-analysis.
Ekstraksi Sampel : Ekstrak diperoleh dengan cara maserasi dengan pelarut air dan
pelarut etanol pada suhu kamar. Partisi dilakukan terhadap
ekstrak air menggunakan pelarut organik dengan tingkat
kepolaran yang berbeda, yaitu n-heksan, DCM, etil asetat, dan
metanol.
Hasil dan Pembahasan : Uji Steroid
Maserat kental air yang diperoleh berwarna coklat tua
kehitaman, sedangkan maserat kental etanol yang diperoleh
berwarna hijau kehitaman. Uji steroid dilakukan terhadap
semua ekstrak, baik ekstrak air buah buncis maupun ekstrak
hasil partisi menggunakan pelarut organik. Perubahan warna
menjadi biru keunguan menandakan positif steroid, terdapat
hanya pada 5 ekstrak yaitu ekstrak air, residu heksan, residu
DCM, ekstrak etanol, dan residu metanol (Tabel 1). Hasil
positif steroid pada ekstrak air biji buncis telah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya (Atchibri, et al., 2010a). Hasil positif pada
uji LB terjadi akibat reaksi antara sterol tidak jenuh atau
triterpen dengan asam (CH3COOH atau H2SO4) (Marliana, et
al., 2005)
Perbedaan tingkatan positif tersebut diduga karena
adanya perbedaan jumlah senyawa steroid yang terdapat dalam
ekstrak, serta adanya senyawasenyawa lain yang saling
bersinergi sehingga berperan dalam pembentukan warna
dengan tingkat positif yang berbeda-beda.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa sapogenin. Saponin
tersebar luas di antara tanaman tinggi
2. Sifat yang khas dari saponin antara lain berasa pahit, berbusa dalam
air,mempunyai sifat detergen yang baik, mempunyai aktivitas hemolisis
(merusak sel darah merah), tidak beracun bagi binatang berdarah panas,
mempunyai sifat anti eksudatif dan mempunyai sifat anti inflamatori
3. Berdasarkan Pada saponin steroid dapat dilakukan macam-macam metode
Ekstraksi, diantaranya yaitu :
a. Metode soxletasi
b. Metode maserasi
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Didit dan Sri Mulyani, 2004, Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid
I ,Jakarta: Penebar Swadaya.

Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi,edisi keenam, 71-72


ITB, Bandung
Sudjadi, 2010, Kimia Farmasi Analisis,91, 122, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Amirth,Pal,Singh,2002. A Trestie on Phytochemistry. Emedia Sience Ltd.
Depkes RI,1995. Materia Medika Indonesia, Depkes RI : Jakarta.
Harbrone.J.B.,1987.Metode Fitokimia : Penuntun Cara Moderen Menaganalisis
Tumbuhan,
Morrisey JP dan Ousbon AE, 1999. Fungal Resistence to Plant Antibiotic as a
Mechanism of Phatogenesis. Mikrobiologi and molecular biologi. Reviw 63, 708-729
Robinson ,T., 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi, ITB :
Bandung
Yoshiki Y, Kudo & Okobo K,1998. Relationship Between Cemical Structure and
Biologica
Activities of Triterpenoid Saponin from Soybean (Reviw) Biosience
Biotechnology and Biochemistry. 62. 2291-2292.
Download
TUGAS MAKALAH
TEORI FARMAKOGNOSI II
“SAPONIN STEROID”

DOSEN PENGAMPU :

NUR ERMAWATI

DISUSUN OLEH :

1. AULIA ROKHMAH
2. NAHRUL IKHSAN
3. ARDI SOFYANA

PROGRAM STUDY DIPLOMA-III FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PEKALONGAN

2018

Anda mungkin juga menyukai