Anda di halaman 1dari 10

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daun Sembung


Daun sembung (Blumea balsamifera (L.) DC) merupakan salah satu
tanaman biofarmaka yang memiliki banyak khasiat. Masyarakat Indonesia
memanfaatkan daun sembung untuk mengatasi influenza, rematik, persendian
sakit setelah melahirkan, nyeri haid, haid tidak teratur, demam, asma, batuk
bronkhitis, perut kembung, diare, sariawan, nyeri dada akibat penyempitan
pembuluh darah koroner, dan diabetes (Dalimartha, 2005). Daun sembung
ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Daun Sembung

Daun sembung rasanya pedas, sedikit pahit, sifatnya hangat, berbau seperti
rempah. Salah satu metabolit sekunder yang terdapat pada daun sembung sebagai
bahan aktif biofarmaka adalah senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid dan
polifenolat bersifat antioksidan, antidiabetik, antikanker, antiseptik, dan
antiinflamasi (Nirwana, 2013).
Daun sembung mengandung minyak atsiri (ngai kamfer), zat bergetah,
borneol, sineol, limonen, asam palmitat, dan myristin, alkohol sesquiterpen,
dimetil eter, khorasetofenon, tanin dan flavonoid, pirokatechin, glikosida,
dihidrokuersetin-4’-metileter dan dihidrokuersetin-7,4’-dimetileter. Simplisia
daun sembung mengandung flavanoid tidak kurang dari 1,2%, sedangkan ekstrak
kental mengandung tidak kurang dari 2,4% dihitung sebagai kuersetin (BPOM,
2010).

5
Taksonomi daun sembung (Blumea balsamifera (L.) DC) (BPOM, 2010),
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Anak Kelas : Asteridae
Bangsa : Asterales
Suku : Asteraceae
Marga : Blumea
Jenis : Blumea balsamifera (L.) DC

2.2 Fitokimia Daun Sembung


Fitokimia atau kimia tumbuhan mempelajari aneka ragam senyawa organik
yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimianya,
biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebaran secara ilmiah serta
fungsi biologisnya. Senyawa-senyawa fitokimia yang umum terdapat pada
tanaman, yaitu golongan alkaloid, flavonoid, tanin, terpen, glikosida, dan saponin
(Harborne, 1996).

A. Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih
atom nitrogen biasanya dalam gabungan berbentuk siklik. Alkaloid banyak yang
mempunyai kegiatan fisiologis yang menonjol sehingga secara luas digunakan
dalam bidang pengobatan. Alkaloid umumnya tanpa warna, pahit, dan sering
sekali bersifat optis aktif, banyak berbentuk kristal tapi hanya sedikit yang
berbentuk cairan (Harbone, 1987). Alkaloid biasanya diperoleh dengan cara
mengekstraksi bahan tumbuhan memakai air yang diasamkan yang melarutkan
alkaloid sebagai garam, atau bahan tumbuhan dapat dibasakan dengan natrium
bikarbonat dan basa bebas diekstraksi dengan pelarut organik seperti kloroform,
eter dan sebagainya. (Robinson, 1995).

6
B. Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu senyawa golongan fenol alam yang
terbesar. Senyawa ini terdiri dari 15 atom karbon yang umumnya tersebar di
dunia tumbuhan. Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan telah
diidentifikasi, namun ada tiga kelompok yang umum dipelajari,
yaitu antosianin, flavonol, dan flavon. Sebagian besar flavonoid terhimpun
di vakuola sel tumbuhan walaupun tempat sintesisnya ada di luar vakuola. Cahaya
khususnya panjang gelombang biru meningkatkan pembentukan flavonoid dan
flavonoid meningkatkan resistensi tanaman terhadap radiasi UV.

Gambar 2.Struktur Kimia Flavon

C. Tanin
Tanin adalah suatu senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa
pahit dan kelat, yang bereaksi dengan dan menggumpalkan protein, atau berbagai
senyawa organik lainnya termasuk asam amino dan alkaloid. Senyawa-senyawa
tanin ditemukan pada banyak jenis tumbuhan. Senyawa ini berperan penting
untuk melindungi tumbuhan dari serangan hama, serta dalam pengaturan
pertumbuhan.
Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui
mempunyai beberapa khasiat yaitu astringen, antidiare, antibakteri, dan
antioksidan. Tanin dibedakan menjadi dua kelompok yaitu tanin terhidrolisis dan
tanin terkondensasi. Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks mulai dari
pengendapan protein hingga pengkhelat logam. Tanin juga dapat berfungsi
sebagai antioksidan biologis. Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar dicapai
oleh cairan pencernaan hewan.

7
Gambar 3. Struktur Kimia Tanin

D. Terpena
Terpena merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan
oleh tumbuhan dan terutama terkandung pada getah dan vakuola selnya.
Terpenoid, merupakan metabolit sekunder. Terpena dan terpenoid menyusun
banyak minyak atsiri yang dihasilkan oleh tumbuhan. Terpenoid disebut juga
isoprenoid (C5H8).

Gambar 4. Struktur Kimia Geraniol, salahsatu senyawa terpenoid

Saponin
Saponin adalah segolongan senyawa glikosida yang mempunyai struktur
steroid dan mempunyai sifat-sifat khas dapat membentuk larutan koloidal dalam
air dan membuih bila dikocok. Glikosida saponin bisa berupa saponin steroid
maupun saponin triterpenoid. Saponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk
dan menyebabkan bersin dan sering mengakibatkan iritasi terhadap selaput lendir.
Saponin juga dapat menghancurkan butir darah merah lewat reaksi hemolisis,
bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, dan banyak diantaranya digunakan
sebagai racun ikan. Saponin bila terhidrolisis akan menghasilkan aglikon yang
disebut sapogenin. Ini merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat

8
asetilasi sehingga dapat dimurnikan dan dipelajari lebih lanjut. Saponin yang
berpotensi keras atau beracun seringkali disebut sebagai sapotoksin.

Steroid
Steroid adalah senyawa organik lemak sterol tidak terhidrolisis yang dapat
dihasilkan dari reaksi penurunan terpena atau skualena. Steroid merupakan
kelompok senyawa yang penting dengan struktur dasar sterana jenuh. dengan 17
atom karbon dan 4 cincin. Senyawa yang termasuk turunan steroid,
misalnya kolesterol, ergosterol,progesteron, dan estrogen. Pada umunya steroid
berfungsi sebagai hormon.
Steroid merupakan senyawa yang memiliki kerangka dasar triterpena
asiklik. Ciri umum steroid ialah sistem empat cincin yang tergabung. Cincin A, B
dan C beranggotakan enam atom karbon, dan cincin D beranggotakan lima.

Gambar 5.Struktur Steroid dan Penomorannya

2.3 Antidiabetes
A.
Diabetes melitus merupakan penyakit kelainan metabolik glukosa akibat
defisiensi atau penurunan efektivitas insulin. Kelebihan glukosa tersebut akan
dibuang melalui urin, hal ini merupakan gejala penyakit diabetes melitus.
Tingginya kadar glukosa dapat merusak syaraf, pembuluh darah dan arteri yang
menuju jantung. Kondisi tersebut menyebabkan diabetes melitus dapat
meningkatkan rasio serangan jantung, stoke, gagal ginjal, penyakit pembuluh
darah perifer, kebutaan, bahkan kematian (Wijayakusuma, 2005).
American Diabetes Association (ADA) memperkenalkan empat klasifikasi
klinis gangguan toleransi glukosa yang telah disahkan oleh WHO, antara lain:

9
diabetes melitus tipe 1 dan 2, diabetes gestasional (diabetes kehamilan), dan tipe
khusus lain. Diabetes tipe 1 dikenal sebagai tipe juvenile-onset dan tipe dependen
insulin, dapat dibagi dalam dua sub tipe yaitu autoimun (akibat disfungsi
autoimun dengan kerusakan sel-sel beta) dan idiopatik (tanpa bukti adanya
autoimun dan tidak diketahui sumbernya). Diabetes tipe 2 dikenal sebagai tipe
onset maturitas (tipe dewasa) dan tipe nondependen insulin. Diabetes gestasional
(GDM) dikenali pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi 4% dari
semua kehamilan. Faktor resiko terjadinya GDM adalah usia tua, obesitas, riwayat
keluarga, dan riwayat diabetes gestasional terdahulu. Karena terjadi peningkatan
sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi
glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan diabetogenik. Tipe khusus lain
adalah kelainan genetik dalam sel beta, kelainan genetik pada kerja insulin
menyebabkan sindrom resistensi insulin berat, penyakit pada eksokrin pankreas
menyebabkan pankreatitis kronik, penyakit endokrin seperti sindrom Cushing dan
akromegali, obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta, dan infeksi
(Schteingart, 2003).
Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi
menjadi 3 golongan:
a. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik
oral golongan sulfoniluera dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin).
b. Sensitizer insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel
terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan
tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin
secara lebih efektif.
c. Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α-glukosidase yang
bekerja menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk
mengendalikanhiperglikemia post-prandial. Disebut juga starch-blocker
(Departemen Kesehatan RI, 2005).

Aktivitas antidiabetes diuji dengan metode α-glukosidase. Enzim α-


glukosidase adalah enzim yang berfungsi untuk menghidrolisis karbohidrat

10
menjadi gula sederhana (glukosa) pada usus. Senyawa yang dapat menghambat
aktivitas enzim tersebut sangat berpotensi dipakai sebagai obat antidiabetes
karena dapat menurunkan kadar gula darah dengan cara memperlambat
penyerapan karbohidrat postprandial (Tisnadjaja dkk, 2010).
Senyawa-senyawa inhibitor α-glukosidase bekerja menghambat enzim α-
glukosidase (maltase, isomaltase, glukomaltase, dan sukrase) yang terdapat dalam
usus halus yang berfungsi untuk menghidrolisis oligosakarida. Inhibisi kerja
enzim ini secara efektif dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa
postprandial, yang disebut juga starch blocker pada penderita diabetes. Senyawa
inhibitor α-glukosidase juga dapat menghambat enzim α-amilase pankreas yang
bekerja menghidrolisis polisakarida di dalam lumen usus halus.

2.4 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Hasil dari
ekstraksi disebut ekstrak. Metode ekstraksi dibagi menjadi dua bagian:
Ekstraksi Cara Dingin
Metoda ini artinya tidak ada proses pemanasan selama proses ekstraksi
berlangsung, tujuannya untuk menghindari rusaknya senyawa yang dimaksud
karena pemanasanan. Jenis ekstraksi dingin adalah :
 Maserasi, merupakan proses ekstraksi menggunakan pelarut diam atau
dengan beberapa kali pengocokan pada suhu ruangan. Pada dasarnya
metoda ini dengan cara merendam sample dengan sekali-sekali dilakukan
pengocokan. Umumnya perendaman dilakukan 24 jam dan selanjutnya
pelarut diganti dengan pelarut baru. Ada juga maserasi kinetik yang
merupakan metode maserasi dengan pengadukan secara sinambung tapi
yang ini agak jarang dipakai.
 Perkolasi, merupakan ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu
baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan
pada suhu ruangan. Prosesnya terdiri dari tahap pengembangan bahan,
maserasi antara, perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak)

11
secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak yang jumlahnya satu sampai
lima kali volume bahan.

Ekstraksi Cara Panas


Metoda ini pastinya melibatkan panas dalam prosesnya. Dengan adanya
panas secara otomatis akan mempercepat proses penyarian dibandingkan cara
dingin. Metodanya adalah:
 Refluks, merupakan ekstraksi dengan pelarut yang dilakukan pada titik
didih pelarut tersebut, selama waktu tertentu dan sejumlah pelarut tertentu
dengan adanya pendingin balik (kondensor)
 Sokletasi, yaitu ekstraksi yang menggunakan pelarut yang selalu baru dan
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
berkesinambungan dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Proses ini sangat baik untuk senyawa yang tidak
terpengaruh oleh panas.
 Digesti, merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) yang
dilakukan pada suhu lebih tinggi dari suhu ruangan, secara umum dilakukan
pada suhu 40oC – 50oC.
 Infusa, merupakan proses ekstraksi dengan merebus sample (khusunya
simplisia) pada suhu 90oC.
 Dekok, merupakan ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas
air seperti dengan waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih.

Hukum distribusi banyak dipakai dalam proses ekstraksi, analisis dan


penentuan tetapan kesetimbangan. Hukum Distribusi Nernst ini menyatakan
bahwa solut akan mendistribusikan diri diantara dua pelarut yang tidak saling
bercampur, sehingga setelah kesetimbangan distribusi tercapai, perbandingan
konsentrasi solut di dalam kedua fasa pelarut pada suhu konstan akan merupakan
suatu tetapan, yang disebut koefisien distribusi (KD).
Penelitian ini meninjau lebih lanjut hubungan antara polaritas pelarut
terhadap hasil ekstraksi. Pelarut yang digunakan diantaranya heksana, etil asetat,

12
dan etanol. Kelarutan suatu zat dalam pelarut tertentu digambarkan sebagai like
dissolves like senyawa atau zat yang strukturnya menyerupai akan saling
melarutkan. Heksana merupakan pelarut nonpolar, etil asetat pelarut semi polar,
dan etanol pelarut polar. Berikut ini adalah tabel nilai indeks polaritas beberapa
pelarut:
Tabel 2.1. Nilai Indeks Polaritas Pelarut
Pelarut Nilai Indeks Polaritas
Pentana 0
Heksana 0,1
Etil Eter 2,8
Kloroform 4,1
Etil Asetat 4,4
Aseton 5,1
Metanol 5,1
Etanol 5,2
Air 10,2

2.5 Spektrofotometri
Spektrofotometri merupakan suatu metode yang berdasarkan pada interaksi
materi dengan radiasi eletromagnetik. Spektrofotometri dapat digunakan untuk
analisis kualitatif dan kuantitatif pada suatu sampel. Metode spektrofotometer ini
didasarkan pada Hukum Lambert-Beer yaitu bila seberkas cahaya polikromatik
atau monokromatik dialirkan melalui suatu media yang transparan (gas, padat,
atau cair) maka sebagian cahaya akan dipantulkan, diserap, dan diteruskan.
Penyerapan sebanding dengan tebalnya media dan kepekatan larutan. Tiap media
akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada
senyawaan atau warna yang ada (Day R, Adan Underwood, 2003).
Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan dalam spektrofotometri.
Alat tersebut digunakan untuk mengukur transmitansi atau absorbsi cahaya pada
suatu sampel sebagai fungsi dari panjang gelombang. Prinsip kerja dari
spektrofotometer yaitu cahaya dari sumber cahaya masuk ke monokromator dan

13
didispersikan menjadi cahaya monokromatis. Cahaya monokromatis
ditransmisikan melalui sel sampel dalam tempat sampel dan jatuh pada detektor,
kemudian dikonversikan menjadi sinyal listrik yang diperkuat dan tercatat pada
rekorder (Day R,A dan Underwood, 2003).
Absorpsi cahaya ultraviolet (200-400) atau cahaya tampak (400-700)
mengakibatkan transisi elektronik, yakni promosi elektron dari orbital keadaan
dasar ke orbital dengan energi yang lebih tinggi. Panjang gelombang λ dari
adsorpsi berbanding terbalik terhadap energi yang diperlukan. Spekktrum UV atau
VIS adalah suatu alur dari adsorbans A atau absorptivitas molar ε terhadap λ,
dimana ε = A/ cl. Posisi absorpsi maksimum dilaporkan sebagai λmax
(Fessenden&Fessenden, 1992).
Transisi elektronik yang penting adalah π→π* untuk sistem konjugasi dan
n→π*. Makin banyak konjugasi akan mengeser λmax ke panjang gelombang yang
lebih panjang. Senyawa yang menyerap pada panjang gelombang yang lebih
panjang dari 400 nm akan terlihat berwarna; warna yang tampak adalah warna
komplementer dari panjang gelombang yang diserap (Fessenden&Fessenden,
1992).

14

Anda mungkin juga menyukai