KELOMPOK :7
KELAS :D
Octavian Eka Kusuma 201710410311172
DOSEN PEMBIMBING :
1. Siti Rofida, S.Si, M.Farm., Apt.
2. Drs. Herra Studiawan, M.Si., Apt.
3. Amaliyah Dina Anggraeni, M.Farm., Apt.
2020
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara tropis memiliki beraneka ragam tumbuhan yang dapat
manfaatkan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan manusia. Masyarakat Indonesia sejak
zaman dahulu telah mengenal tanaman yang mempunyai khasiat obat atau menyembuhkan
berbagai macam penyakit. Tanaman yang berkhasiat obat tersebut dikenal dengan sebutan
tanaman obat tradisional. Berbagai khasiat yang dapat dihasilkan oleh tanaman tradisional yang
ada, dimana merupakan efek dan khasiat dari berbagai zat yang terkandung dalam tanaman
tersebut. Sebagai contoh zat kimia yang terkandung dalam tanaman yang biasa digunakan
sebagai adalah alkaloid, flavonoid, glikosida, terpenoid, saponin, tanin dan polifenol.
Buah lerak atau dalam nama latin disebut sebagai Sapindus rarak D.C., merupakan suatu
buah yang khususnya di dearah Jawa dimanfaatkan sebagai pembersih (deterjen) jauh sebelum
sabun ditemukan, bahkan hingga saat ini terutama pada industry batik, buah lerak masih
digunakan sebagai pengganti sabun karena ternyata lebih cocok. Selain itu, buah lerak digunakan
untuk menyepuh emas dan sebagai kolektor pada proses pemghilangan tinta pada kertas bekas.
Hal ini dikarenakan buah lerak mengandung senyawa glikosida saponin (khususnya aglikon
saponin) yang bersifat menurunkan tegangan permukaan sehingga tidak menyebabkan kerusakan
dan lunturnya zat warna dari bahan-bahan tersebut (Heyne, 1950; Rismijana, Basuki, Indriati,
Cucu dan Bunyamin, 1996).
Maka untuk mengetahui kandungan pada buah lerak dilakukan pendekatan untuk
penelitian tumbuhan obat adalah penapis senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman. Cara
ini digunakan untuk mendeteksi senyawa tumbuhan berdasarkan golongannya. Sebagai informasi
awal dalam mengetahui senyawa kimia apa yang mempunyai aktivitas biologi dari suatu
tanaman. Informasi yang diperoleh dari pendekatan ini juga dapat digunakan untuk keperluan
sumber bahan yang mempunyai nilai ekonomi lain seperti sumber tanin, minyak untuk industri,
sumber gum, dan lain-lain. Metode yang telah dikembangkan dapat mendeteksi adanya golongan
senyawa alkaloid, flavonoid, senyawa fenolat, tannin, saponin, kumarin, quinon,
steroid/terpenoid. Untuk mengetahui kandungan kimia yang berkhasiat obat pada bahan alam,
maka perlu dilakukan analisis kuantitatif/identifikasi terhadap senyawa- senyawa tersebut
dengan uij pereaksi kimia dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
1.2 Judul Praktikum
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN GLIKOSIDA SAPONIN, TRITERPENOID
DAN STEROID (Ekstrak Sapindus rarak DC).
Buah Lerak
Sapindus rarak DC
Pengujian secara kualitatif senyawa yang terdapat pada daging buah diantaranya adalah
triterpen, alkaloid, steroid, antrakinon, tanin, fenol, flavonoid, dan minyak atsiri (Sunaryadi,
1999). Wina et al. (2005) menyatakan bahwa kulit buah, biji, kulit batang dan daun lerak
mengandung saponin dan flavonoid, sedangkan kulit buah juga mengandung alkaloida dan
polifenol. Kulit batang dan daun tanaman lerak mengandung tanin. Senyawa aktif yang telah
diketahui dari buah lerak adalah senyawa–senyawa dari golongan saponin dan sesquiterpen.
A. Saponin Steroid
B. Saponin Triterpenoid
Uji buih dilakukan untuk melihat ada tidaknya senyawa saponin pada sampel yang akan
diuji. Keberadan saponin sangat mudah ditandai dengan pembentukan larutan koloidal dengan
air yang apabila dikocok menimbulkan buih yang stabil (Gunawan dan Mulyani, 2004).
B. Uji Liebermann-Burchard
Senyawa saponin dapat diidentifikasi dari warna yang dihasilkannya dengan pereaksi
Liebermann-Burchard. Warna biru-hijau menunjukkan saponin steroida, dan warna merah,
merah muda, atau ungu menunjukkan saponin triterpenoida (Farnsworth, 1966).
Uji salkowski digunakan untuk mengidentifikasi adanya steroid tak jenuh pada ekstrak,
uji ini dilakukan dengan penambahan asam sulfat pekat dan jika terdapat gugus steroid tak jenuh
pada larutan akan terbentuk cincin berwarna merah terang yang lama kelamaan akan berwarna
merah ungu.
Kromatografi Lapis Tipis merupakan metode pemisahan fisikokimia yang terdiri atas
bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau
lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah yaitu berupa larutan, ditotolkan berupa bercak
atau pita. Setelah pelat atau lapisan diletakkan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan
pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler
(pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi)
(Stahl, 1985).
Tetapi pada gugus-gugus yang besar dari senyawa-senyawa yang susunannya mirip, sering
kali harga Rf berdekatan satu sama lainnya (Sastrohamidjojo, 2002).
Fase Gerak
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba
karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2
pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian
rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal.
Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :
a) Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik
yang sensitif.
b) Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8
untuk memaksimalkan pemisahan.
c) Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase
gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf.
Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar
seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara signifikan (Gandjar & Rohman,
2007).
d) solut-solut ionik dan solut solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase
geraknya, seperti campuran air dan menthol dengan perbandingan tertentu. Penambahan
sedikit etanoat dan atau amonia masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang bersifat
basa dan asam.
Beberapa Sistem Pemisahan dengan KLT dari Bahan Alam (Gibbons, 2006)
Penotolan Sampel
Untuk memperoleh roprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 μl.
Jika volume sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2-10 μl, maka penotolan harus dilakukan
secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan (Gandjar & Rohman, 2007).
Pengembangan
Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel dalam
bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah
lempeng tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan kedalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm.
Tinggi fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang telah berisi totolan sampel.
Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sedikit
mungkin, akan tetapi harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah
ditentukan. Untuk melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas
saring. Jika fase gerak telah mencapai ujung dari kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa
fase gerak telah jenuh (Gandjar & Rohman, 2007).
Deteksi Bercak
Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara kimia yang biasa
digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara
penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk
menampakkan bercak adalah dengan cara pencacahan radioaktif dan fluorosensi sinar
ultraviolet. Fluorosensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluorosensi,
membuat bercak akan terlihat jelas (Gandjar & Rohman, 2007).
Tes buih positif mengandung saponin bila terjadi buih yang stabil selama lebih dari 30
asam asetat anhidrat dan 5 tetes H2SO4 pekat, amati perubahan warna yang
terjadi.
Adanya steroid tak jenuh ditandai dengan timbulnya cincin warna merah