Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN GLIKOSIDA


SAPONIN, TRITERPENOID DAN STEROID
(Ekstrak Sapindus rarak DC)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitokimia

KELOMPOK :7
KELAS :D
Octavian Eka Kusuma 201710410311172

DOSEN PEMBIMBING :
1. Siti Rofida, S.Si, M.Farm., Apt.
2. Drs. Herra Studiawan, M.Si., Apt.
3. Amaliyah Dina Anggraeni, M.Farm., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2020
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara tropis memiliki beraneka ragam tumbuhan yang dapat
manfaatkan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan manusia. Masyarakat Indonesia sejak
zaman dahulu telah mengenal tanaman yang mempunyai khasiat obat atau menyembuhkan
berbagai macam penyakit. Tanaman yang berkhasiat obat tersebut dikenal dengan sebutan
tanaman obat tradisional. Berbagai khasiat yang dapat dihasilkan oleh tanaman tradisional yang
ada, dimana merupakan efek dan khasiat dari berbagai zat yang terkandung dalam tanaman
tersebut. Sebagai contoh zat kimia yang terkandung dalam tanaman yang biasa digunakan
sebagai adalah alkaloid, flavonoid, glikosida, terpenoid, saponin, tanin dan polifenol.

Buah lerak atau dalam nama latin disebut sebagai Sapindus rarak D.C., merupakan suatu
buah yang khususnya di dearah Jawa dimanfaatkan sebagai pembersih (deterjen) jauh sebelum
sabun ditemukan, bahkan hingga saat ini terutama pada industry batik, buah lerak masih
digunakan sebagai pengganti sabun karena ternyata lebih cocok. Selain itu, buah lerak digunakan
untuk menyepuh emas dan sebagai kolektor pada proses pemghilangan tinta pada kertas bekas.
Hal ini dikarenakan buah lerak mengandung senyawa glikosida saponin (khususnya aglikon
saponin) yang bersifat menurunkan tegangan permukaan sehingga tidak menyebabkan kerusakan
dan lunturnya zat warna dari bahan-bahan tersebut (Heyne, 1950; Rismijana, Basuki, Indriati,
Cucu dan Bunyamin, 1996).

Maka untuk mengetahui kandungan pada buah lerak dilakukan pendekatan untuk
penelitian tumbuhan obat adalah penapis senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman. Cara
ini digunakan untuk mendeteksi senyawa tumbuhan berdasarkan golongannya. Sebagai informasi
awal dalam mengetahui senyawa kimia apa yang mempunyai aktivitas biologi dari suatu
tanaman. Informasi yang diperoleh dari pendekatan ini juga dapat digunakan untuk keperluan
sumber bahan yang mempunyai nilai ekonomi lain seperti sumber tanin, minyak untuk industri,
sumber gum, dan lain-lain. Metode yang telah dikembangkan dapat mendeteksi adanya golongan
senyawa alkaloid, flavonoid, senyawa fenolat, tannin, saponin, kumarin, quinon,
steroid/terpenoid. Untuk mengetahui kandungan kimia yang berkhasiat obat pada bahan alam,
maka perlu dilakukan analisis kuantitatif/identifikasi terhadap senyawa- senyawa tersebut
dengan uij pereaksi kimia dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
1.2 Judul Praktikum
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN GLIKOSIDA SAPONIN, TRITERPENOID
DAN STEROID (Ekstrak Sapindus rarak DC).

1.1 Tujuan Praktikum


Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan glikosida saponin,
triterpenoid dan steroid dalam tanaman.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan tentang Tanaman
Lerak (Sapindus rarak DC) merupakan jenis tumbuhan yang berasal dari Asia Tenggara
yang dapat tumbuh dengan baik pada hampir semua jenis tanah dan keadaan iklim, dari daratan
rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 450-1500 m dari permukaan laut. Menurut
Afriastini (1990), bahwa lerak (Sapindus rarak DC) diklasifikasikan sebagai berikut.

Buah Lerak
Sapindus rarak DC

Gambar 1. Buah Tanaman Lerak

 Kingdom : Plantae (Tumbuhan)


 Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
 Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
 Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
 Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
 Sub Kelas : Rosidae
 Ordo : Sapindales
 Famili : Sapindaceae
 Genus : Sapindus
 Spesies : Sapindus rarak Dc
Bentuk daun lerak bundar telur, perbungaan majemuk, malai, terdapat di ujung batang
warna putih kekuningan. Bentuk buah seperti kelereng kalau sudah tua atau masak, warnanya
coklat kehitaman, permukaan buah licin atau mengkilat, bijinya bundar berwarna hitam. Daging
buah sedikit berlendir dan aromanya wangi (Plantus, 2008).

Pengujian secara kualitatif senyawa yang terdapat pada daging buah diantaranya adalah
triterpen, alkaloid, steroid, antrakinon, tanin, fenol, flavonoid, dan minyak atsiri (Sunaryadi,
1999). Wina et al. (2005) menyatakan bahwa kulit buah, biji, kulit batang dan daun lerak
mengandung saponin dan flavonoid, sedangkan kulit buah juga mengandung alkaloida dan
polifenol. Kulit batang dan daun tanaman lerak mengandung tanin. Senyawa aktif yang telah
diketahui dari buah lerak adalah senyawa–senyawa dari golongan saponin dan sesquiterpen.

2.2 Kandungan Senyawa


Berdasarkan hasil penelitian yang dimuat di beberapa jurnal menyebutkan bahwa buah,
kulit batang, biji, dan daun tanaman lerak mengandung polifenol, dan tanin. Menurut Widowati
(2003), saponin terdapat pada semua bagian tanaman Sapindus dengan kandungan tertinggi
terdapat pada bagian buah. Saponin berasal dari bahasa latin Sapo yang berarti sabun karena
sifatnya yang menyerupai sabun. Saponin merupakan senyawa kimia yang berasal dari metabolit
sekunder yang banyak diperoleh dari tumbuh-tumbuhan. Struktur kimia saponin yang terdiri dari
senyawa polar dan non-polar menjadikan buah lerak dikenal sebagai soapberry atau soapnut.
Saponin memiliki sifat berasa pahit, berbentuk busa stabil dalam air, bersifat racun bagi hewan
berdarah dingin (seperti : ikan, siput, dan serangga), dapat menstabilkan emulsi, dan
menyebabkan hemolisis (rusaknya sel darah merah).

2.3 Golongan Senyawa


Saponin sebagian besar terkandung dalam tanaman, namun saponin juga terkandung
dalam beberapa jenis hewan seperti sea cucumber. Saponin yang terkandung dalam tanaman
banyak ditemukan pada bagian akar, umbi, kulit pohon, biji dan buah. Mayoritas saponin yang
terdapat di alam terutama pada tumbuhan jenis saponin triterpen. Saponin terdapat pada berbagai
spesies tanaman, baik tanaman liar maupun tanaman budidaya. Saponin juga banyak ditemukan
dalam tanaman yang digunakan sebagai hijauan pakan ternak ruminansia dan jenis tanaman lain
yang berpotensi sebagai macam spesies Sapindus (Wina et al., 2005).

2.4 Klasifikasi Senyawa Saponin


Berdasarkan struktur kimianya, saponin dikelompokkan menjadi tiga kelas utama yaitu
kelas streroid, kelas steroid alkaloid, dan kelas triterpenoid. Saponin yang merupakan suatu
glikosida banyak terdapat pada beberapa tanaman. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan
konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas dan tahap
pertumbuhan. Sifat yang khas dari saponin antara lain berasa pahit, berbusa dalam air,
mempunyai sifat detergen yang baik, beracun bagi binatang berdarah dingin, mempunyai
aktivitas hemolisis (merusak sel darah merah), tidak beracun bagi binatang berdarah panas,
mempunyai sifat anti eksudatif dan mempunyai sifat anti inflamatori. Beberapa jenis saponin
tertentu bekerja sebagai antimikroba, saponin tertentu menjadi penting dan dapat diperoleh dari
beberapa tumbuhan yang digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis hormon steroid yang
digunakan dalam bidang kesehatan (Robinson, 1995).

A. Saponin Steroid

Tersusun atas inti steroid (C27) dengan


molekul karbohidrat. Steroid saponin dihidrolisis
menghasilkan satu aglikon yang dikenal sebagai
sapogenin. Tipe saponin ini memiliki efek antijamur.
Pada binatang menunjukan penghambatan aktifitas
otot polos. Saponin steroid diekskresikan setelah
Gambar 2. Struktur Kimia Steroid
koagulasi dengan asam glukotonida dan digunakan
sebagai bahan baku pada proses biosintetis obat
kortikosteroid. Saponin jenis ini memiliki aglikon berupa steroid yang di peroleh dari
metabolisme sekunder tumbuhan. Jembatan ini juga sering disebut dengan glikosida jantung, hal
ini disebabkan karena memiliki efek kuat terhadap jantung.

B. Saponin Triterpenoid

Tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul


karbohidrat. Dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon
yang disebut sapogenin ini merupakan suatu senyawa
yang mudah dikristalkan lewat asetilasi sehingga
dapat dimurnikan. Tipe saponin ini adalah turunan –
amyrine.

Gambar 1. Struktur Kimia Triterpenoid


C. Saponin Steroid Alkaloid

Alkaloid yang mengandung inti steroida (siklopentano perhidrofenantren) dalam struktrur


kimianya. Contohnya solanidin pada tumbuhan Lycopersicon esculentum.

Gambar 4. Struktur Kimia Alkaloid Steroid

2.5 Identifikasi Senyawa Saponin


A. Uji Buih

Uji buih dilakukan untuk melihat ada tidaknya senyawa saponin pada sampel yang akan
diuji. Keberadan saponin sangat mudah ditandai dengan pembentukan larutan koloidal dengan
air yang apabila dikocok menimbulkan buih yang stabil (Gunawan dan Mulyani, 2004).

B. Uji Liebermann-Burchard

Senyawa saponin dapat diidentifikasi dari warna yang dihasilkannya dengan pereaksi
Liebermann-Burchard. Warna biru-hijau menunjukkan saponin steroida, dan warna merah,
merah muda, atau ungu menunjukkan saponin triterpenoida (Farnsworth, 1966).

Gambar 5. Contoh Reaksi Liebermann Burchard pada Steroid.


C. Uji Salkowski

Uji salkowski digunakan untuk mengidentifikasi adanya steroid tak jenuh pada ekstrak,
uji ini dilakukan dengan penambahan asam sulfat pekat dan jika terdapat gugus steroid tak jenuh
pada larutan akan terbentuk cincin berwarna merah terang yang lama kelamaan akan berwarna
merah ungu.

D. Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Lapis Tipis merupakan metode pemisahan fisikokimia yang terdiri atas
bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau
lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah yaitu berupa larutan, ditotolkan berupa bercak
atau pita. Setelah pelat atau lapisan diletakkan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan
pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler
(pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi)
(Stahl, 1985).

Kromatografi Lapis Tipis digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya


hidrofob seperti lipida-lipida dan hidrokarbon. Sebagai fase diam digunakan senyawa yang tak
bereaksi seperti silika gel atau alumina. Silika gel biasa diberi pengikat yang dimaksudkan untuk
memberikan kekuatan pada lapisan dan menambah adesi pada gelas penyokong. Pengikat yang
biasa digunakan adalah kalsium sulfat (Sastrohamidjojo, 2002). Metode dalam KLT dapat
dihitung nilai Retention factor (Rf) dengan persamaan :

Jarak yang ditempuh senyawa


Rf =
Jarak yang ditempuh oleh pelarut

Tetapi pada gugus-gugus yang besar dari senyawa-senyawa yang susunannya mirip, sering
kali harga Rf berdekatan satu sama lainnya (Sastrohamidjojo, 2002).

Faktor yang mempengaruhi harga Rf :

1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.


2. Sifat dan penyerap, derajat aktivitasnya.
3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap.
4. Pelarut fase gerak.
5. Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan.
6. Teknik percobaan.
7. Jumlah campuran yang digunakan.
8. Suhu.
9. Kesetimbangan.
Fase Diam
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap  berukuran kecil dengan
diameter partikel antara 10-30 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan
semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi
dan resolusinya.
Penjerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara
mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah adsorpsi dan partisi. Lapisan tipis yang
digunakan sebaai penjerap juga dapat dibuat dari silika yang telah dimodifikasi, resin penukar
ion, gel eksklusi, dan siklodekstrin yang digunakan untuk pemisahan kiral. (Gandjar & Rohman,
2007).
Tabel 1 Contoh beberapa fase diam yang digunakan pada KLT

Penjerap Mekanisme sorpsi Penggunaan


Silika gel Adsorpsi Asam aminoo
hidrokarbon, vitamin,
alkaloid
Silika yang dimodifikai Partisi termodifikasi Senyawa-senyawa non
dengan hidrokarbon polar
Alumina Partisi Asam amino, nukleotida,
karbohidrat
Kieselguhr Adsorpsi Hidrokarbon ion logam,
pewarna makanan,
alkaloida
Gel sephadex Eksklusi Polimer, protein,
kompleks logam
Selulosa penukar ion Pertukaran ion Asam nukleat,
nukleotida, halida dan
ion-ion logam.
Tabel 2 Contoh beberapa fase diam yang digunakan pada KLT

Fase Gerak
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba
karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2
pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian
rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal.

Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :

a) Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik
yang sensitif.
b) Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8
untuk memaksimalkan pemisahan.
c) Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase
gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf.
Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar
seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara signifikan (Gandjar & Rohman,
2007).
d) solut-solut ionik dan solut solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase
geraknya, seperti campuran air dan menthol dengan perbandingan tertentu. Penambahan
sedikit etanoat dan atau amonia masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang bersifat
basa dan asam.

Beberapa Sistem Pemisahan dengan KLT dari Bahan Alam (Gibbons, 2006)

Eluen Fase Keterangan


Diam
Heksan : Etil Silika Gel Sistem umum yang digunakan
asetat
Petrol : Silika Gel Sistem umum yang digunakan untuk
Dietileter senyawa nonpolar seperti terpen dan
asam lemak
Petrol : Silika Gel Berguna untuk pemisahan derivat asam
Kloroform sinamat dan kumarin
Toluen : Etil Silika Gel Komposisi 80:18:2 v/v atau 60:38:2 v/v
asetat : Asam baik untuk pemisahan metabolit asam
asetat (TEA)
Kloroform : Silika Gel Sistem umum untuk produk dengan
Aseton polaritas sedang
n-Butanol : Silika Gel Sistem polar untuk flavonoid dan
Asam Asetat : glikosida
Air
Metanol : Air C18 Dimulai dengan metanol 100%
dilanjutkan dengan penambahan
konsentrasi air
Asetonitril : Air C18 Sistem umum Reverse phase
Metanol : Air Selulosa Memisahkan senyawa dengan kepolaran
tinggi seperti gula dan glikosida

Penotolan Sampel
Untuk memperoleh roprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 μl.
Jika volume sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2-10 μl, maka penotolan harus dilakukan
secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan (Gandjar & Rohman, 2007).

Pengembangan 
Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel dalam
bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah
lempeng tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan kedalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm.
Tinggi fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang telah berisi totolan sampel.
Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sedikit
mungkin, akan tetapi harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah
ditentukan. Untuk melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas
saring. Jika fase gerak telah mencapai ujung dari kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa
fase gerak telah jenuh (Gandjar & Rohman, 2007).

Deteksi Bercak
Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara kimia yang biasa
digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara
penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk
menampakkan bercak adalah dengan cara pencacahan radioaktif dan fluorosensi sinar
ultraviolet. Fluorosensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluorosensi,
membuat bercak akan terlihat jelas (Gandjar & Rohman, 2007).

Gambar 2 Proses Kromatografi Lapis Tipis


BAB III PROSEDUR KERJA
3.1 Uji Buih
1. Ekstrak sebanyak 0,2 gram dimasukan tabung reaksi, kemudian ditambah air suling 10
ml, dikocok kuat-kuat selama kira-kira 30 detik.
2. Tes buih positif mengandung saponin bila terjadi buih yang stabil selama lebih dari 30
menit dengan tinggi 3 cm di atas permukaan cairan.

3.2 Reaksi warna


1. Preparasi Sampel :
 0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam 15 ml etanol, lalu dibagi menjadi tiga bagian
masing-masing 5 ml, disebut sebagai larutan IIA, IIB, dan IIC
2. Uji Liebermann-Burchard
 Larutan IIA digunakan sebagai blanko, larutan IIB sebanyak 5 ml ditambah 3 tetes
asam asetat anhidrat dan 5 tetes H2SO4 pekat, amati perubahan warna yang terjadi.
Kemudian kocok perlahan dan amati terjadinya perubahan warna.
 Terjadinya warna hijau biru menunjukan adanya saponin steroid, warna merah ungu
menunjukkan adanya saponin triterpenoid dan warna kuning muda menunjukan
adanya saponin triterpenoid/steroid jenuh.
3. Uji Salkowski
 Larutan IIA digunakan sebagai blanko, larutan IIC sebanyak 5 ml ditambah 1-2 ml
H2SO4 pekat melalui dinding tabung reaksi.
 Adanya steroid tak jenuh ditandai dengan timbulnya cincin warna merah.

3.3 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


1. Identifikasi sapogenin steroid/triterpenoid
 Ekstrak sebanyak 0,5 gram ditambah 5ml HCl 2N, didihkan dan tutup dengan corong
berisi kapas basah selama 50 menit untuk menghidrolisis saponin.
 Setelah dingin, tambahkan ammonia sampai basa, kemudian ekstraksi dengan 4-5 ml
n-heksana sebanyak 2x, lalu diuapkan sampai tinggal 0,5 ml, totolkan pada plat KLT
(cek pada lampu UV 254)
Sampel ditotolkan pada fase diam. Uji kromatografi lapis tipis ini menggunakan ;

Fase diam : Kiesel Gel 254


Fase Gerak : n-heksana – etil asetat (4:1)
Penampak noda : Anisaldehide – Asam sulfat (dengan pemanasan)
 Adanya sapogenin ditunjukan dengan terjadinya warna merah ungu (ungu) untuk
anisaldehide asam sulfat.

2. Identifikasi terpenoid/steroid bebas secara KLT


 Sedikit ekstrak ditambah beberapa tetes etanol, diaduk sampai larut, totolkan pada
fase diam.
 Uji kromatografi lapis tipis ini menggunakan ;
Fase diam : Kiesel Gel 254
Fase Gerak : n-heksana – etil asetat (4:1)
Penampak noda : Anisaldehide – Asam sulfat (dengan pemanasan)
 Adanya terpenoid/steroid ditunjukan dengan terjadinya warna merah ungu atau ungu.
BAB IV BAGAN ALIR
4.1 Uji Buih
Ekstrak sebanyak 0,2 gram dimasukkan tabung reaksi

Tambahkan air suling 10 ml

Kocok kuat-kuat selama ± 30 detik

Tes buih positif mengandung saponin bila terjadi buih yang stabil selama lebih dari 30

menit dengan tinggi 3 cm diatas permukaan cairan

4.2 Reaksi Warna


1. Preparasi Sampel:
Timbang 0,5 gram ekstrak

Larutkan dalam 15 ml etanol

Bagi menjadi 3 bagian masing-masing 5 ml

Larutan IIA, IIB, IIC


4.3 Uji Liebermann-Burchard
Larutan IIA digunakan sebagai blanko, larutan IIB sebanyak 5 ml + 3 tetes

asam asetat anhidrat dan 5 tetes H2SO4 pekat, amati perubahan warna yang
terjadi.

Kocok perlahan dan amati perubahan warna

Terjadi warna hijau biru menunjukkan adanya saponin steroid, warna

merah ungu menunjukkan adanya saponin triterpenoid dan warna kuning

muda menunjukkan adanya saponin triterpenoid/ steroid jenuh

4.4 Uji Salkowski


Larutan IIA digunakan sebagai blanko, larutan IIC sebanyak 5 ml +

1-2 ml H2SO4 pekat melalui dinding tabung reaksi

Adanya steroid tak jenuh ditandai dengan timbulnya cincin warna merah

4.5 Kromatografi Lapis Tipis


1. Identifikasi sapogenin steroid/ triterpenoid
Timbang ekstrak 0,5 gram + 5 ml HCl 2N, didihkan dan tutup dengan

corong berisi kapas basah selama 50 menit untuk menghidrolisis saponin

Setelah dingin, tambahkan ammonia sampai basah, kemudian ekstraksi


dengan 4-5 ml n-heksana sebanyak 2x, lalu uapkan sampai tinggal 0,5 ml,
totolkan pada plat KLT (cek pada lampu UV 254)

Fase diam: Kiesel Gel 254


Fase gerak: n-heksana-etil asetat (4:1)
Penampak noda: Anisaldehida asam sulfat (dengan pemanasan)
Adanya sapogenin ditunjukkan dengan terjadinya warna merah

ungu (ungu) untuk anisaldehida asam sulfat

2. Identifikasi terpenoid/ steroid bebas secara KLT


Sedikit ekstrak + beberapa tetes etnaol, diaduk sampai larut.

Totolkan pada fase diam

Fase diam: Kiesel Gel 254


Fase gerak: n-heksana-etil asetat (4:1)
Penampak noda: Anisaldehida asam sulfat (dengan pemanasan)

Adanya terpenoid/ streroid ditunjukkan dengan terjadinya


warna merah ungu atau ungu
BAB V PEMBAHASAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Heyne, K., 1950, Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid III, diterjemahkan oleh Badan
Litbang Kehutanan Jakarta, Penerbit Yayasan Sarana Wanaraja, Jakarta.
2. Rismijana, J., Basuki, T.P., Indriati, L., Cucu, Bunyamin, A., 1996, Pemanfaatan Buah
Lerak Sebagai Kolektor pada Proses Penghilangan Tinta, Berita Selulosa, Juni 1996, Vol.
XXXII No. 2.
3. Afriastini.J.J. 1990. Bertanam Kencur. Wakarta Penebar Swadaya. Jakarta.
4. Plantus, 2008, Tanaman Obat, http://www. Iptek net, diakses tanggal 02 Maret 2020.
5. Sunaryadi. 1999. Ekstraksi dan isolasi saponin buah lerak (Sapindus rarak) serta
pengujian dengan defaunasinya [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
6. Wina E, Muetzel S, Hoffman E, Becker K. 2005b. Saponins containing methanol extract
of Sapindus rarak affect microbial fermentation, microbial activity and microbial
community structure in vitro. Anim Feed Sci Technol 121(1):159-174.
7. Widowati L. 2003. Sapindus rarak DC. In: Lemmens RHMJ, Bunyapraphastsara N
(Eds.), Plant Resources of South-East Asia Vol 12(3). Medicinal and Poisonous Plants.
pp. 358-359. Bogor: Prosea Foundation.
8. Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi VI, Hal 191-216,
Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung.
9. Gunawan, D dan Mulyani S. 2004. Ilmu Obat Alam.Penebar Swadaya : Jakarta.
10. Farnsworth, N. R., 1966, Biological and Phytochemical Screening of Plants, J.Pharm.
Sci., 55(3), 225-276.
11. Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara kromatografi dan Mikroskopi, diterjemahkan oleh
Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, 3-17, ITB, Bandung.
12. Sastrohamidjojo, H. 2002. Kromatografi. Liberty. Yogyakarta. Hlm 35-36.
13. Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. Hal. 419, 425.
14. Gibbons, S., 2006, An Intoduction to Planar Chromatography, Humana Press, Totowa
New Jersey.

Anda mungkin juga menyukai