Anda di halaman 1dari 7

II.

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Simplisia dan Pembuatannya
Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang
telah dikeringkan (Ditjen POM. 1979). Simplisia dapat berupa simplisia nabati,
simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral. Simplisia nabati adalah
simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang
dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari
tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat
nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya (Harborne.
J.B.,1987).
Prosedur pembuatan simplisia :
1. Pengumpulan bahan baku
Tahapan pengumpulan bahan baku sangat menentukan kualitas bahan baku.
Faktor yang paling berperan yaitu masa panen. Waktu yang tepat adalah pada saat
bagian tanaman tersebut mengandung zat aktif dalam jumlah yang terbesar
(Dirjen POM,1985).
a. Biji
Pengambilan biji dilakukan pada saat mulai mengeringnya buah atau sebelum
semuanya pecah (Steenis,Van dkk., 2006).
b. Buah
Tergantung tujuan dan pemanfaatan kandungan aktifnya. Panen buah bisa
dilakukan saat menjelang masak (misalnya piper ningrum). Setelah bemar-
benar masak (misalnya adas), atau dengan cara melihatperubahan
warna/bentuk dari buah yang bersangkutan (missal jeruk, asam dan papaya)
(Steenis,Van dkk., 2006).
c. Bunnga
Tergantung tujuan dan pemanfaatan kandungan aktifnya (Steenis,Van dkk.,
2006).
d. Daun atau herba
Panen daun atau herba dilakukanpada saat proses fotosintesis berlangsung
maksimal, yaitu ditandai saat-saat tanaman mulai berbunga atau buah mulai
masak. Untuk pengambilan pucuk daun, dianjurkan di pungut pada saat pucuk
daun berubah menjadi daun tua (Steenis,Van dkk., 2006).
e. Kulit batang
Dilakukanpada tanaman yang sudah cukup umur. Saat panen paling baik
adalah awal musim kemarau.
- Umbi lapis
Dilakukan pada saat akhir pertumbuhan
- Rimpang
Dilakukan pada saat awal musim kemarau
- Akar
Dilakukan pada saat proses pertumbuhan berhenti atau tanaman sudah
cukup umur (Steenis,Van dkk., 2006).

2. Sortasi basah
Pemilihan hasil panen ketika tanaman masih segar. Sortasi dilakukan
terhadap: tanah dan kerikil, rerumputan, bahan tanaman atau bagian lain dari
tanaman yang tidak digunakan, dan bagian tanaman yang rusak (dimakan ulat dan
sebagainya) (Dirjen POM,1985).
3. Pencucian
Bertujuan untuk menghilangkan tanah atau pengotor lain yang tersisa
setelah sortasi basah, terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan
juga bahan-bahan yang tercemar pestisida. Pencucian dilakukan menggunakan air
bersih dapat berupa air dari mata air, air sumur, atau air PAM. Air yang dimaksud
disini yaitu air yang bebas dari mikroba (Dirjen POM,1985).
4. Perajangan
Perajangan pada bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses
pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan
langsung dirajang tetapi dijemur dalam keadaan utuh sejama 1hari. Perajangan
dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus (Dirjen
POM,1985).
5. Pengeringan
Perngeringan bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah
rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Ada dua
pengeringan alami: Dengan panas dari cahaya matahari langsung dan dengan cara
dianginkan dan tidak kena cahaya matahari langsung. Dengan mengurangi kadar
air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau
perusakan simplisia.pada daun jambu biji dilakukan pengeringan dengan cara
pemanasan tidak dengan matahari langsung selama 1 hari. Pada buah ketumbar,
akar kelembak, dan rimpang kencur juga dilakukan pengeringan dengan cara
yang sama, namun dibutuhkan waktu yang lebih lama dan suhu yang berbeda-
beda dari pada simplisia yang dibuat dari daun karena kandungan air yang ada di
dalam akar, buah dan rimpang jauh lebih banyak dari pada yang ada pada daun
(Dirjen POM,1985).
6. Sortasi kering
Sortasi disini bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing, seperti
bagian-bagian tumbuhan yang tidak diinginkan dan pengotor-pengotor lain yang
masih ada atau tertinggal pada simplisia kering . proses pemisahan ini dilakukan
sebelum simplisia dibungkus dan disimpan (Dirjen POM,1985).
7. Pengepakan dan penyimpanan
Cara pengemesan simplisia tergantung pada jenis simplisia dan tujuan
penggunaan pengemasan. Bahan dan bentuk pengemasannya harus sesuai, dapat
melindungi dari kemungkinan kerusakan simplisia dan dengan memperhatikan
segi pemanfaatan ruang untuk keperluan pengangkutan maupun penyimpanannya
(Dirjen POM,1985).
Wadah harus bersifat tidak beracun dan tidak bereaksi(inert) dengan isinya
sehingga tidak menyebabkan terjadinya reaksi serta penyimpangan rasa, warna,
bau dan sebagainya pada simplisia. Selain itu wadah harus melindungi simplisia
dari cemaran mikroba, kotoran, serangga serta mempertahankan senyawa aktif
yang mudah menguap atau mencegah pengaruh sinar, masuknya uap air dan gas-
gas lainnya yang dapat menurunkan mutu simplisia. Untuk simplisia yang tidak
tahan terhadap sinar, misalnya yang banyak mengandung vitamin, pigmen atau
minyak, diperlukan wadah yang melindungi simplisa terhadap cahaya, misalnya
aluminium foil, plastic atau botol yang berwarna gelap, kaleng dan lain
sebagainya. Simplisia yang berasal dari akar, rimpang, umbi, kulit akar, kulit
batang, kayu, daun, herba, buah, biji dan bunga sebaiknya dikemas pada karung
plastic (Dirjen POM,1985).
Selama penyimpanan kemungkinan bisa terjadi kerusakan pada simplisia,
kerusakan tersebut dapat mengakibatkan kemunduran mutu, sehingga simplisia
yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan. Oleh karena itu, pada
penyimpanan simplisia perlu diperhatikan hal yang dapat menyebabkan kerusakan
pada simplisia, yaitu cara pengepakan, pembungkusan dan pewadahan,
persyaratan gudang simplisia, cara sortasi dan pemeriksaan mutu serta cara
pengawetannya. Penyebab utama pada kerusakan simplisia yang utama adalah air
dan kelembaban. Untuk dapat disimpan dalam waktu lama, simplisia harus
dikeringkan terlebih dahulu sampi kering, sehingga kandungan airnya tidak lagi
dapat menyebabkan kerusakan pada simplisia (Dirjen POM,1985).
Cara menyimpan simplisia dalam wadah yang kurang sesuai
memungkinkan terjadinya kerusakan pada simplisia karena dimakan kutu atau
ngengat yang temasuk golongan hewan serangga atau insekta. Berbagai jenis
serangga yang dapat menimbulkan kerusakan pada hampir semua jenis simplisia
yang berasal dari tumbuhan dan hewan, biasanya jenis serangga tertentu merusak
jenis simplisia tertentu pula. Kerusakan pada penyimpanan simplisia yang perlu
mendapatkan perhatian juga ialah kerusakan yang ditimbulkan oleh hewan
pengerat seperti tikus (Dirjen POM,1985).
2.2.Identifikasi Simplisia
A. Makroskopik dan Organoleptis
1. Guazumae Ulmifoliae Folium
Daun tunggal, bentuk bundar telur sampai lanset, panjang helai daun 4 cm
sampai22,5 cm, lebar 2 cm sampai 10 cm, pangkal daun berbentuk jantung
yang kadang-kadang tidak setangkup, ujung daun meruncing, pinggir
daun bergigi, permukaan daun kasar, warna hijau kecoklatan sampai coklat
muda, tangkai daun panjang 5mm sampai 25 mm. Organoleptis : Warna hijau
tua kecoklatan, bau aromatik lemah dan rasa agak kelat (Depkes RI, 2008).

2. Piperis Retrofracti Fructus


Majemuk, bentuk bulat panjang sampai silindris, bagian ujung agak mengecil,
permukaan tidak rata, bertonjolan teratur, panjang 2-7 cm, garis tengah4-8
mm, bertangkai panjang, masih muda berwarna hijau, keras keras dan pedas.
Kemudian berangsur-angsur menjadi kuning gading dan akhirnya menjadi
merah, lunak dan manis. Organoleptis : bau khas aromatis, rasa pedas, serbuk
berwarna kelabu (Depkes RI, 2008).

3. Zingiberis Officinalis Rhizoma


Rimpang agak pipih, bagian ujung bercabang pendek, warna putih kekuningan,
bau khas, rasa pedas. Bentuk bundar telur terbalik, pada setiap cabang terdapat
parut melekuk ke dalam. Dalam bentuk potongan, panjang umumnya 3-4 cm,
tebal 1-6,5 mm. bagian luar berwarna cokelat kekuningan, beralur memanjang,
kadang-kadang terdapat serat bebas. Bekas patahan pendek dan berserat menonjol.
Pada irisan melintang terdapat berturut-turut korteks sempit yang tebalnya lebih
kurang sepertiga jari-jari dan endodermis. Berkas pengangkut tersebar berwarna
keabu-abuan. Sel kelenjar berupa titik yang lebih kecil berwarna kekuningan.
Organoleptis : bau aromatis, rasa pedas, serbuk berwarna kuning (Depkes RI,
2008).
4. Elephantopi Radix
Bentuknya berakar, bercabang, banyak serabut-serabut, warna coklat muda
samapi coklat tua, bau lemah. Organoleptis : bau lemah, tidak khas, rasa tawar,
serbuk berwarna coklat kekuningan, tidak berbau, tidak berasa (Depkes RI, 2008).
B. Mikroskopik
Pengamatan Fragmen dengan Histokimia
1. Guazumae Ulmifoliae Folium
Epidermis atas terdiri dari satu lapis sel, berambut penutup dan berambut
kelenjar. Epidermis bawah terdiri dari satu lapis sel, berstomata, berambut
penutup dan berambut kelenjar. Stomata tipe anisositik. Rambut penutup bentuk
menyerupai bintang. Di dalam mesofil terdapat hablur kalsium oksalat berbentuk
prisma (Depkes RI, 2008).
2. Piperis Retrofracti Fructus
Fragmen pengenalnya yaitu fragmen kulit biji berwarna coklat dan masih
berlekatan dengan endokarp, terakheida serabut dinding agak tebal, noktah berupa
celah, berasal dari poros buah, sel perisperm, penuh berisi pati, endokarp
terpotong tangensial dengan sel endokarp berbentuk polygonal,dinding samping
berpori lebar, epidermis dari kulit biji terpotong tangensial berbentuk persegi
panjang berwana kuning, sel batu berukuran lebih besar dari sel batu hypodermis,
berasal dari poros saluran getah pada parenkim, jaringan mesokarp dengan sel
sekresi, hypodermis dengan sel batu Fragmen pengenalnya yaitu rambut penutup,
serabut, sel batu, parenkim dengan hablur kalsium oksalat berbentuk roset atau
prisma, pembuluh kayu dinding samping agak bergelombang dan berwarna
kunging kecoklatan, parenkim dengan kelompok sel batu dari hypodermis,
(Depkes RI, 2008).
3. Zingiberis Officinalis Rhizoma
Fragmen pengenalnya yaitu jaringan parenkim kulit dan silinder pusat, sel besar
dan polygonal, sel parenkimatik, serabut, pembuluh kayu, sel damar minyak,
damar minyak berbentuk gumpalan, banyak butir pati, periderm, banyak
pembuluh sisil khas, serat sklerenkim yang patah dari suatu ikatan pembuluh,
banyak noktah miring khas berbentuk celah, pembuhul dengan serat sklerenkim
masih melekat, dan banyak sel minyak khas memanjang, dinding sel agak tebal,
terkadang didampingi sel zat warna (Depkes RI, 2008).
4. Elephantopi Radix
Fragmen pengenalnya yaitu rambut penutup, serabut, sel batu, parenkim dengan
hablur kalsium oksalat berbentuk roset atau prisma, pembuluh kayu (Depkes RI,
2008).
DAFTAR PUSTAKA
Harborne. J.B.,1987. Metode Fitokimia, terjemahan K. Radmawinata dan I.
Soediso. Bandung : ITB Press
Steenis,Van dkk., 2006., Flora., Pradnya Paramita., Jakarta
Depkes RI, 2008, Farmakope Herbal Indonesia (Edisi 1), Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta:Departemen
Kesehatan RI.
Dirjen POM.1985.Cara Pembuatan Simplisia.Jakarta: Depkes RI

Anda mungkin juga menyukai