Anda di halaman 1dari 29

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI I

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR
PERCOBAAN I
PENGENALAN SIMPLISIA DAN ALAT PRAKTIKUM

KELOMPOK II

KELAS D/18

WA ODE WISNA ANTO UKO (18 3145 201 113)


GRACELLA KARMELIA NSO (18 3145 201 116)
BAU IRNA (18 3145 201 119)
AHMAD FAHMI (18 3145 201 121)
DEWI INDRIANI (18 3145 201 124)
ESTERIFIKA LAVENDELINA DASMAN (18 3145 201 131)
NURHALISA S. (18 3145 201 135)
DITA LESTARI (18 3145 201 137)
FERNIKA SARI BONITA SAPUTRI (18 3145 201 139)
REZA GEOVANO YUSUF (18 3145 201 246)

ASISTEN : DWI AMBARWATI IALUHUN

FAKULTAS FARMASI TEKNOLOGI RUMAH SAKIT DAN


INFORMATIKA
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Perkataan farmakognosi berasal dari dua kata Yunani, yaitu Pharmacon

yang berarti obat dan gnosis yang berarti ilmu atau pengetahuan. Jadi

farmakognosi berarti pengetahuan tentang obat. Defenisi yang mencakup

seluruh ruang lingkup farmakognosi diberikan oleh Fluckiger, yaitu

pengetahuan secara serentak berbagai macam cabang ilmu pengetahuan untuk

memperoleh segala segi yang perlu diketahui tentang obat. (Tim MGMP Pati,

2015)

Di Indonesia perkembangan obat modern cenderung terus meningkat. Dari

tahun ke tahun, semakin banyak buku-buku yang memuat daftar obat.

Berbagai jenis dan merek obat terus berkembang dipasar dunia. Namun

demikian, banyak pula orang yang mengeluh karena perkembangan jenis-jenis

penyakit pun sangat pesat. Sejak zaman nenek moyang sampai sekarang,

masyarakat banyak menggunakan obat-obatan tradisional yang ternyata

mujarab. Bahkan, saat ini pertumbuhan industri obat tradisional (jamu)

semakin meningkat pesat. (Rukmana, 2004).

Popularitas dan perkembangan obat tradisional kian meningkat seiring

dengan slogan “kembali ke alam” yang kian menggema. Hal ini dibuktikan

dengan semakin banyaknya industri jamu dan industri farmasi yang

memproduksi obat tradisional. Industri-industri tersebut berlomba-lomba

memproduksi obat tradisional secara modern menggunakan mesin-mesin.


Namun, masih banyak industri rumah tangga yang membuat obat tradisional

secara sederhana. Mereka menerapkan resep-resep kuno yang dipercaya

bermanfaat untuk kesehatan. (Suharmiati, 2002).

I.2 Maksud Percobaan

Agar mahasiswa dapat mengetahui berbagai macam contoh simplisia dan

juga mengetahui alat-alat praktikum yang digunakan dalam praktikum

farmakognosi.

I.3 Tujuan Percobaan

Untuk mengetahui berbagai macam contoh simplisia dan juga mengetahui

alat-alat praktikum yang digunakan dalam praktikum farmakognosi.

I.4 Manfaat Percobaan

Menambah wawasan mahasiswa tentang berbagai macam contoh simplisia

dan juga alat-alat yang digunakan dalam praktikum farmakognosi.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Teori Umum

Farmakognosi merupakan cara pengenalan ciri-ciri atau karakteristik

obat yang berasal dari bahan alam. Farmakognosi mencakup seni dan

pengetahuan pengobatan dari alam yang meliputi tanaman, hewan,

mikroorganisme, dan mineral. (Hujjatusnaini, 2008)

Perkembangan farmakognosi saat ini sudah melibatkan hasil penyarian

atau ekstrak yang tentu akan sulit dilakukan indentifikasi zat aktif jika hanya

mengandalkan mata. Dengan demikian, cara identifikasi juga semakin

berkembang dengan menggunakan alat-alat cara kimia dan fisika.

(Hujjatusnaini, 2008)

Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum

mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan

yang telah dikeringkan. (FI Edisi III, 1979)

Biasanya simplisia berasal dari tumbuhan yang diperoleh dengan cara

menebang atau memungu langsung dari tempat tumbuh alami atau dari

tanaman yang dibudidayakan. Faktor faktor yang menjadi pertimbangan

untuk memperoleh simplisia antara lain:

a. Faktor ekonomi

Jika tumbuhan asal banyak terdapat di alam dan biaya pengelolaan

simplisia relatif rendah, disarankan untuk mengumpulkan bahan simplisia

dari tumbuhan liar. Sebaliknya, jika tumbuhan asal langka di alam dan
biaya pengelolaan simplisia tinggi, tumbuhan asal perlu dibudidayakan.

(Anwar, 2015)

b. Faktor lingkungan

Permintaan yang tinggi atas suatu simplisia yang dikumpulkan dari

tumbuhan liar akan berakibat tumbuhan itu menjadi langka atau bahkan

terancam punah. (Anwar, 2015)

c. Faktor keseragaman kualitas

Di masa mendatang, langkah budidaya sangat diperlukan untuk

simplisia yang banyak diminta karena alasan faktor lingkungan dan

kualitas yang seragam. Tindakan pembudidayaan merupakan suatu

tindakan pengadaan atau penyediaan simplisia secara kontinu, teratur, dan

sekaligus dapat merupakan suatu tindakan pelestarian nutfah. (Anwar,

2015)

Simplisia terbagi atas 3 golongan, yaitu :

a. Simplisia Nabati

Simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat

tanaman atau gabungan antara ketiganya. Eksudat tanaman adalah isi sel

yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja

dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-

bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan/disolasi dari

tanamanya. (Tim Farmakognosi, 2019).


b. Simplisia Hewani

Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat

berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia

murni. (Tim Farmakognosi, 2019).

c. Simplisia Pelikan atau mineral

Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan

atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana

dan belum berupa bahan kimia murni. (Tim Farmakognosi, 2019).

Tanaman obat yang menjadi sumber simplisia nabati, merupakan salah

satu faktor yang dapat mempengaruhi mutu simplisia. Tanaman obat dapat

berupa tumbuhan liar atau berupa tanaman budidaya. Pada umumnya

pembuatan simplisia melalui tahapan sebahai berikut : Pengumpulan bahan

baku, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering,

pengepakan dan penyimpanan. (Tim Farmakognosi, 2019)

a. Pengumpulan Bahan Baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda, antara lain

tergantung pada bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman atau

bagian tanaman saat panen, waktu panen, dan lingkungan tempat panen.

(Suharmiati, 2006)

b. Sortasi basah

Kegiatan sortasi perlu dilakukan untuk membuang bahan lain yang

tidak berguna atau berbahaya. Misalnya rumput, kotoran binatang, bahan-


bahan yang busuk, dan benda lain yang bisa mempengaruhi kualitas

simplisia. (Suharmiati, 2006)

c. Pencucian

Agar bahan baku bebas dari tanah atau kotoran yang melekat dan

bersih, harus dilakukan pencucian. Pencucian bisa dilakukan dengan

menggunakan air PDAM, air sumur, atau air sumber bersih. Bahan

simplisia yang mengandung zat yang mudah larut dalam air sebaiknya

dicuci sesingkat mungkin. (Suharmiati, 2006)

d. Perajangan

Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perjangan.

Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah pengeringan,

pengepakan, dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil sebaiknya

tidak langsung dirajang, tetapi dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari.

Perajangan dapat dilakukan dengan pisau atau mesin perajang khusus,

sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang

dikehendaki atau seragam. (Suharmiati, 2006)

e. Pengeringan

Tujuan pengeringan adakah untuk mendapatkan simplisia yang tidak

mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama.

Mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik bisa mecegah

penurunan mutu atau kerusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam

simplisia dengan kadar tertentu dapat merupakan media pertumbuhan

kapang dan jasad renik lainnya. Enzim tertentu dalam sel masih dapat
bekerja menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan selama

bahan simplisia tersebut masih mengandung sejumlah kadar air.

(Suharmiati, 2006)

f. Sortasi kering

Sortasi setelah pengeringan merupakan tahap akhir pembuatan

simplisia. Tujuan sortasi adalah untuk memisahkan benda-benda asing,

seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-

pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal. Proses ini dilakukan

sebelum simplisia dibungkus atau dikemas dan disimpan. (Suharmiati,

2006)

g. Pengepakan dan penyimpanan

Tujuan pengepakan dan penyimpanan adalah untuk melindungi agar

simplisia tidak rusak atau berubah mutunya karena beberapa faktor, baik

dari dalam maupun dari luar, seperti cahaya, oksigen, reaksi kimia inter,

dehidrasi, penyerapan air, kotoran, atau serangga. Jika diperlukan

dilakukan penyimpanan, sebaiknya simplisia disimpan di tempat yang

kering, tidak lembab, dan terhindar dari sinar matahari langsung.

(Suharmiati, 2006)

II.2 Uraian Bahan

-
II.3 Uraian Sampel

a. Klasifikasi Ketepeng Cina (Cassia alata L.)

Kingdom : Plantae

Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Rosales

Famili : Leguminosae

Genus : Cassia

Spesies : Cassia alata L. (Anwar, 2015).

b. Morofologi Ketepeng Cina (Cassia alata L.)

Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.) berbentuk jorong sampai

bulat telur sungsang, merupakan daun majemuk menyirip genap yang

berpasang- pasangan sebanyak 5 – 12 baris, mempunyai anak daun yang

kaku dengan panjang 5 – 15 cm, lebar 2,5 – 9 cm, ujung daunnya tumpul

dengan pangkal daun runcing serta tepi daun rata. Pertulangan daunnya

menyirip dengan tangkai anak daun yang pendek dengan panjang ± 2 cm

dan berwarna hijau, daun ketepang tidak berbau dan rasanya kelat.

(Hujjatusnaini, 2008).

Bunga Ketepeng Cina (Cassia alata L.) merupakan bunga

majemuk yang tersusun dalam tandan bertangkai panjang dan tegak yang

terletak di ujung-ujung cabangnya dengan mahkota bunganya yang

berwarna kuning terang. Buah Ketepeng Cina (Cassia alata L.) berupa

polong-polongan yang gepeng panjang persegi empat dengan panjang ±


18 cm dan lebar ± 2,5 cm berwarna hitam. Di samping itu, buah

Ketepeng cina (Cassia alata L.) juga mempunyai sayap pada kedua

sisinya dengan panjang 10 – 20 mm dan lebar 12 – 15 mm. Jika buah

tersebut masak, maka pada kedua sisinya akan membuka atau pecah

sehingga biji yang terdapat di dalam polong akan terlempar keluar. Biji

yang dimiliki Ketepeng Cina (Cassia alata L.) berbentuk segitiga lancip

dan berbentuk pipih yang berjumlah 50 – 70 biji pada setiap polongnya

(Hujjatusnaini, 2008)

c. Khasiat Ketepeng Cina (Cassia alata L.)

Bagian yang digunakan dalam tanaman Ketepeng Cina (Cassia

alata L.) yang bermanfaat dalam pengobatan penyakit kulit adalah

daunnya yang memiliki kandungan kimia yang berefek sebagai anti

jamur. (Santosa & Gunawan, 2008).

Secara tradisional daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.) banyak

digunakan untuk obat kudis dan malaria. Di Ambon daun Ketepeng Cina

(Cassia alata L.) diremas dengan air, dimasukan dalam segelas air, di

biarkan beberapa jam lalu diminum untuk melancarkan buang air besar

(BAB). Berdasarkan aktivitas biologi yang diteliti yang paling sering

digunakan untuk penyakit kulit adalah bagian dari daun Ketepeng Cina

(Cassia alata L.) selain untuk kudis dan malaria dapat juga digunakan

untuk penyakit panu, kurap, herves, dan bisul dengan cara memetik

daunnya kemudian diremas dan kemudian di gosokan pada bagian


terinfeksi. Proses ini dilakukan selama tiga hari berturut turut (Santosa &

Gunawan, 2005).

d. Kandungan Kimia Ketepeng Cina (Cassia alata L.)

Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.) dapat digunakan sebagai

obat secara tradisional disebabkan oleh adanya kandungan kimia yang

terdapat didalamnya seperti rein aloe emodina, rein aloe emodina

diantron, reinaloe emodina asam krisofanat (dehidroksimetilantroquinone

dan tannin). Di samping itu alkaloida, flavonoida dan antrakinon juga

terdapat di dalamnya (Hujjatusnaini, 2008).

Zat kimia yang dapat menghambat atau mematikan pertumbuhan

sel-sel miktoba seperti jamur, bakteri, alga, maupun protozoa patogen

lainnya disebut sebagai zat anti mikroba. Zat anti mikroba tersebut

dibedakan menjadi tiga, yaitu fungistatik, fungisida dan antibiotik.

Fungistatik merupakan zat yang sifatnya menghambat perkembangan sel-

sel jamur, meskipun tidak secara langsung mematikan sel jamur tersebut.

Dengan keberadaan zat fungistatik, akibatnya sel jamur akan menjadi

sensitif terhadap perubahan lingkungan dan sel jamur menjadi mudah

mati. Akan tetapi jika zat fungistatik tersebut hilang atau dikurangi

konsentrasinya maka sel jamur akan tumbuh kembali. (Hujjatusnaini,

2008).

Leguminosae merupakan salah satu famili tumbuhan yang sangat

besar dan banyak tumbuhan di Indonesia. famili tumbuhan ini telah

dilaporkan merupakan salah satu famili tumbuhan penghasil senyawa


fenolik yang kaya gugus hidroksil khususnya golongan oligostilbenoid.

Senyawa oligostilbenoid tersebut telah dilaporkan mempunyai beberapa

keaktifan biologis yang sangat menarik, seperti antioksidan, antibakteri,

antifungal, dan antihepatotoksik, sitotoksik inhibitor enzim 5- reduktase,

dan enzim asetilkolinestrase. (Hujjatusnaini, 2008).

Cassia merupakan salah satu genus dari famili Leguminosae yang

mempunyai banyak keanekaragaman, baik dari morfologi, toksonomi

maupun kandungan kimianya. Beberapa senyawa yang berhasil diisolasi

dari genus Cassia adalah golongan stilbenoid, antrakuinon, dan

flovanoid. Daun dari tumbuhan ini dilaporkan menghasilkan senyawa

monomer dalam bentuk hidroksi maupun glikosida dari senyawa

golongan antrakuinon. (Anwar, 2015).

Golongan kuinon tersebar dialam terdiri atas antrakuinon.

Beberapa antrakuinon merupakan zat warna penting dan lainnya dapat

menjadi pencahar. Semua antrakuinon ini berupa senyawa kristal bertitik

leleh tinggi, larut dalam pelarut organik biasa, senyawa ini biasanya

berwarna merah, tetapi yang lainnya berwarna kuning sampai coklat.

Larut dalam larutan basa membentuk warna violet merah. Antrakuinon

yang terdapat pada Ketepeng Cina (Cassia alata L.) adalah aloe emodina.

(Anwar, 2015).

Kandungan glikosida antrakuinon pada daun Ketepeng Cina

(Cassia alata L.) bersifat antifungi dikarenakan terdapat –OH. Gugus ini

bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan hifa jamur sehingga


pertumbuhan jamur menjadi terhenti. Hal ini menunjukkan adanya sifat

fungistatik. (Anwar, 2015).


BAB III
METODE KERJA

III. 1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

Baskom, blender, gunting, kamera, kardus, karung, koran bekas, ,

mikroskop, parang (pisau), penyaring, dan wadah tertutup.

III.1.2 Bahan

Simplisia daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.) dan air bersih.

III.2 Cara Kerja

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Diambil daun yang akan digunakan sebagai sampel.

c. Dimasukkan kedalam karung untuk dikumpulkan.

d. Dilakukan sortasi basah pada daun untuk memisahkan kotoran yang

melekat pada daun.

e. Dilakukan pencucian pada daun menggunakan air bersih.

f. Dilakukan perajangan pada daun dengan menggunakan gunting atau pisau

untuk mengubah bentuk daun agar proses pengeringan menjadi lebih

cepat.

g. Dilakukan proses pengeringan dengan cara diangin-anginkan.

h. Dilakukan sortasi kering untuk memisahkan kotoran yang masih melekat

setelah proses pengeringan.

i. Dihaluskan daun yang telah kering (simplisia) menggunakan blender.


j. Disaring simplisia yang telah dihaluskan menggunakan penyaring untuk

memisahkan serbuk yang lebih halus.

k. Disimpan simplisia yang telah dihaluskan kedalam wadah yang tertutup.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan

IV.1.1 Alat

No. Nama Alat Fungsi

1. Baskom Sebagai wadah pada saat pencucian

simplisia.

2. Gunting Digunakan untuk mengubah bentuk

simplisia menjadi lebih kecil.

3. Kardus Sebagai wadah penyimpanan simplisia.

4. Koran bekas Sebagai alas simplisia pada saat proses

pengeringan.
5. Karung Sebagai tempat penyimpanan simplisia

pada proses pengumpulan bahan baku.

6. Parang (Pisau) Digunakan untuk mengubah bentuk

simplisia menjadi lebih kecil.

7. Kamera Sebagai alat untuk dokumentasi.

8. Mikroskop 1. Lensa okuler, berfungsi untuk


memperbesar bayangan objek.
2. Revolver, berfungsi untuk memilih
lensa objektif
3. Lensa objektif, berfungsi untuk
memperbesar objek.
4. Makrometer, berfungsi untuk
memfokuskan bayangan secara
cepat.
5. Mikrometer, berfungsi untuk
memfokuskan bayangan secara
lambat.
6. Meja mikroskop, berfungsi sebagai
tempat peletakan preparat.
7. Lampu, berfungsi sebagai sumber
cahaya.
8. Diafragma, berfungsi untuk
mengatur jumlah cahaya yang masuk
dan mengenai preparat.
9. Penjepit, berfungsi untuk menjepit
preparat.
10. Tabung mikroskop, berfungsi
sebagai penghubung lensa objektif
dan lensa okuler.
11. Lengan mikroskop, berfungsi
sebagai pegangan pada saat
memindahkan mikroskop.
12. Dasar mikroskop, berfungsi untuk
menjaga kedudukan mikroskop.
9. Blender Digunakan untuk menghaluskan
simplisia.

10. Penyaring Berguna untuk menyaring serbuk


simplisia yang lebih halus
11. Wadah tertutup Digunakan untuk tempat menyimpan
simplisia yang telah dihaluskan.

IV.1.2 Sampel

No. Nama Tanaman Fungsi

1. Ketepeng Cina (Cassia Menyembuhkan Penyakit kulit,

alata L.) seperti panu dan kudis. Serta

dapat menyembuhkan penyakit

malaria, sariawan, sembelit, dan

cacingan.

2. Air bersih Digunakan untuk membersihkan

simplisia

IV.2 Pembahasan

Istilah tanaman obat diartikan sebagai jenis tanaman yang sebagian,

seluruh, tanaman dan atau eksudat tanaman yang digunakan sebagai obat,

bahan atau ramuan obat-obatan. (Kusuma, 2016)


Indonesia memiliki 940 spesies tanaman obat, tetapi hanya 120 spesies

yang masuk dalam bahan obat-obatan Indonesia. Di Indonesia terdapat ±

1.100 jenis tumbuhan obat. Saat ini, tercatat kurang lebih 1.260 jenis

tumbuhan obat tersebar pada berbagai tipe ekosistem hutan di Indonesia. Dari

180 diantaranya telah dieksploitasi dalam jumlah besar untuk keperluan

bahan baku industri obat tradisional. (Kusuma, 2016)

Ketepeng Cina (Cassia alata L.) berasal dari Amerika Selatan dan

tersebar luas diseluruh daerah tropis. Ketepeng Cina (Cassia alata L.) tumbuh

subur pada daerah dataran rendah sampai ketinggial 1.400 mdpl. Tumbuhan

ini banyak tumbuh secara liar ditempat-tempat yang lembab dan sering

ditanam sebagai tanaman peneduh pada halaman rumah atau gedung.

(Kusuma, 2016)

Tumbuhan Ketepeng Cina (Cassia alata L.) termasuk tumbuhan dikotil

yang mempunyai sistem perakaran tunggang, yaitu memperlihatkan akar

pokoknya yang bercabang-cabang menjadi akar yang lebih kecil dan

berbentuk kerucut panjang yang terus tumbuh lurus ke arah bawah. Sistem

perakaran tunggang ini umumnya berfungsi untuk memperluas bidang

penyerapan dan memperkuat tegaknya batang. (Hujjatusnaini, 2008)

Ketepeng Cina (Cassia alata L.) memiliki rasa pedas dann bersifat

hangat. Perbanyakan Ketepeng Cina (Cassia alata L.) dapat dilakukan

dengan biji. Ketepeng Cina (Cassia alata L.) dirawat dengan disiram air yang

cukup, dijaga kelenbapan tanahnya, dan dipupuk dengan pupuk organik.

(Arief, 2005)
Ketepeng Cina (Cassia alata L.) mempunyai nama-nama yang berbeda

disetiap daerahnya, seperti daun kupang (Melayu), ki manila (Sunda), acong-

acong (Madura), tabakum (Tidore), kupang-kupang (Ternate), seven golden

candlestick (Inggris), dan dui ye dou (Cina). (Arief, 2005)

Untuk cara penggunaan daun Ketepeng cina (Cassia alata L.) secara

tradisional adalah dengan cara direbus yang kemudian airnya diminum juga

dapat dengan cara digerus yang kemudian ditambahkan sedikit air lalu

digosokan pada daerah permukaan kulit yang sakit. (Hujjatusnaini 2008)

Selain itu, Ketepeng Cina (Cassia alata L.) juga dapat menyembuhkan

penyakit seperti sariawan, cacing kremi pada anak, dan sembelit dengan cara

a. Sariawan

Cuci bersih 4 lembar daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.), lalu

kunyah dengan air garam secukupnya (seperti mengunyah sirih) selama

beberapa menit. Air daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.) ditelan,

sedangkan ampasnya dibuang. (Arief, 2005)

b. Cacing kremi pada anak

Rebus 7 lembar daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.), asam

secukupnya (untuk menghilangkan bau), dan 2 sendok teh bubuk akar

kelembak dalam 2 gelas air sampai airnya tersisa 1 gelas. Saring hasil

rebusan, lalu minum saat masih hangat. (Arief, 2005)


c. Sembelit

Rebus 7 lembar daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.) muda segar

dengan 2 gelas air sampai tersisa 1 gelas. Minum hasil rebusan sekaligus.

(Arief, 2005)

Kata mikroskop berasal dari bahasa latin, yaitu micro yang berarti

kecil dan scopein yang berarti melihat. Mikroskop adalah alat bantu

melihat benda-benda yang sangat kecil dengan cara memperbesar ukuran

bayangan benda beberapa kali lipat. Terdapat dua jenis mikroskop

berdasarkan sumber pembentukan bayangan yang digunakan, yaitu

mikroskop cahaya dan mikroskop elektron. Mikroskop cahaya

menggunakan cahaya sebagai sumber pembentukan bayangan, sedangkan

mikroskop elektron menggunakan elektron. (Furqonita, 2006)

Mikroskop terdiri atas bagian-bagian optik dan non-optik. Bagian

optik meliputi lensa-lensa. Lensa-lensa mikroskop merupakan lensa

gabungan (compound lenses) yang disatukan menjadi satu unit kesatuan.

Bagian non-optik meliputi antara lain kaki mikroskop, pemutar/pengatur,

dan meja preparat. Bagian mikroskop dan fungsinya dijelaskan sebagai

berikut. (Furqonita, 2006)

a. Lensa objektif

Lensa objektif merupakan lensa yang dekat dengan objek dan

berfungsi memperbesar benda 10x, 40x, atau 100x. (Furqonita,

2006)
b. Lensa Okuler

Lensa okuler merupakan lensa yang dekat dengan mata

pengamat dan berfungsi memperbesar benda 5x, 10x, atau 12,5x.

(Furqonita, 2006)

c. Revolver

Fungsi revolver adalah untuk mengatur perbesaran lensa

objektif. Cara penggunaan revolver adalah dengan memutarnya ke

kanan atau ke kiri. (Furqonita, 2006)

d. Makrometer

Letak makrometer terdapat di bagian lengan mikroskop. Fungsi

makrometer atau pemutar kasar adalah untuk menaikkan dan

menurunkan tabung mikroskop dengan cepat. (Furqonita, 2006)

e. Mikrometer

Selain makrometer terdapat juga mikrometer yang berfungsi

sebagai pemutar kasar adalah untuk menaikkan dan menurunkan

tabung mikroskop dengan cepat. (Furqonita, 2006)

f. Meja mikroskop

Meja mikroskop merupakan tempat meletakkan objek (preparat)

yang akan dilihat. Dibagian tengah meja terdapat lubang untuk

dilewati sinar. (Wijaya, 2008)

g. Lampu

Lampu berfungsi sebagai sumber cahaya. (Wijaya, 2008)


h. Diafragma

Diafragma berfungsi untuk mengatur banyaknya sinar yang

masuk dengan mengatur bukaan iris. (Wijaya, 2008)

i. Penjepit Objek

Penjepit objek berfungsi untuk menekan dan memegang kaca

objek sehingga mudah untuk digerakkan saat diamati. (Furqonita,

2006)

j. Tabung mikroskop

Dibagian atas tabung terdapat lensa okuler dengan pembesaran

tertentu (5x,10x, 15x). Dibagian bawah tabung terdapat alat yang

disebut revolver. Pada revolver terdapat lensa objektif dengan

pembesaran berbeda misalnya, 10x,40x, dan 100x. (Wijaya, 2008)

k. Lengan mikroskop

Lengan mikroskop berfungsi sebagai pegangan pada mikroskop.

Hal ini penting saat mikroskop akan dibawa atau dipindahkan

menuju ke tempat lain. (Wijaya, 2008)

l. Kaki mikroskop

Bentuk kaki mikroskop seperti tapal kuda, berfungsi untuk

menopang dan memperkokoh kedudukan mikroskop. Pada kaki

melekat lengan dengan semacam engsel. (Wijaya, 2008)


BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum pengenalan simplisia dan alat praktikum yang

telah kami lakukan, dapat kami simpulkan bahwa tanaman Ketepeng Cina

(Cassia alata L.) memiliki banyak manfaat diantaranya bagian daun yang

bermanfaat dalam pengobatan penyakit kulit karena memiliki kandungan

kimia yang berefek sebagai anti jamur. Selain itu, daun Ketepeng Cina

(Cassia alata L.) juga banyak digunakan untuk obat kudis dan malaria, panu,

kurap, herves, dan bisul dengan cara memetik daunnya kemudian diremas dan

kemudian di gosokan pada bagian terinfeksi.

V.2 Saran
V.2.1 Saran untuk Laboratorium
Sebaiknya alat dan bahan yang ada didalam laboratorium

farmakognosi dilengkapi supaya praktikum dapat berjalan dengan

lancar.

V.2.2 Saran untuk Asisten

Sebaiknya asisten lebih memperjelas cara penyampaian informasi


kepada praktikan.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar. 2015. Manfaat Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.) Sebagai Antifungi
pada Tinea Pedis. Jakarta : J Agromed Unila.
Arief, Hariana. 2005. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 2. Depok : Penebar
Swadaya
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi 3. Jakarta : Depkes RI.
Furqonita, Deswaty. 2006. Seri IPA Biologi SMP Kelas VII. Bogor : Quadra.
Hujjatusnaini. 2008. Uji Ektrak Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L) Terhadap
Pengobatan Pertumbuhan Trichophyton sp. Kalimantan: STAIN Palangka
Raya.
Kusuma, Wahyuni dkk. 2016. Toga Indonesia. Surabaya : Airlangga University
Press.
Rukmana, Rahmat. 2004. Temu-Temuan Apotik Hidup di Pekarangan.
Yogyakarta : Kanisius.
Santosa D., Gunawan D. 2005. Ramuan Tradisional untuk Penyakit Kulit. Jakarta
: Swadaya.
Suharmiati, dkk. 2002. Cara Benar Meracik Obat Tradisional. Depok : Agro
Media Pustaka.
Tim Farmakognosi. 2019. Panduan Praktikum Farmakognosi I. Makassar : Prodi
S1 Farmasi Universitas Mega Rezky Makassar.
Tim MGMP Pati. 2015. Farmakognosi Jilid 1. Yogyakarta : CV. Budi Utama
Wijaya, Agung dkk. 2008. IPA TERPADU VII B. Jakarta : Grasindo
LAMPIRAN

1. GAMBAR

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI I LABORATORIUM FARMAKOGNOSI I


PROGRAM STUDI S1 FARMASI PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR

Ket : Simplisia yang telah dibersihkan Ket : Simplisia yang telah diubah bentuknya
menggunakan air bersih. menjadi potongan yang lebih kecil.

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI I LABORATORIUM FARMAKOGNOSI I


PROGRAM STUDI S1 FARMASI PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR

Ket : Simplisia yang dihaluskan menggunakan Ket : Simplisia yang telah dihaluskan dan telah
blender. disaring menggunakan penyaring.
SKEMA KERJA

Dikumpulkan daun yang akan digunakan sebagai sampel

Dilakukan sortasi basah pada daun

Dilakukan pencucian pada daun menggunakan air bersih

Dilakukan perajangan pada daun menggunakan gunting atau pisau

Dilakukan proses pengeringan

Dilakukan sortasi kering

Dihaluskan daun yang telah kering menggunakan blender

Disaring

Disimpan di wadah tertutup rapat

Anda mungkin juga menyukai