Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dizaman  era modern sekarang ini sudah banyak bentuk sediaan obat yang
di jumpai di pasaran, bentuk sediaanya antara lain dalam bentuk sediaan padat
contohnya pil, tablet, kapsul, supposutoria. Dalam bentuk sediaan setengah padat
contohnya krim, salep. Sedangkan dalam bentuk sediaan cair adalah sirup, elixir,
suspensi, emulsi dan sebagainya. Dalam praktikum kali ini khusunya membahas
tentang suspensi. Suspensi merupakan salah satu contoh sediaan cair yang secara
umum dapat di artikan sebagai suatu system dispers kasar yang terdiri atas bahan
padat tidak larut tetapi terdispers merata kedalam pembawanya. Alasan bahan
obat di formulasikan dalam bentuk sediaan suspensi yaitu bahan obat mempunyai
kelarutan yang kecil atau tidak larut dalam tetapi diperlukan dalam bentuk sediaan
cair,mudah diberikan pada pasien yang sukar menelan obat dapat diberikan pada
anak-anak. Alasan sediaan suspensi dapat diterima oleh para konsumen
dikarenakan penampilan baik dari segi warna, ataupun bentuk wadahnya.
Penggunaan sediaan suspensi jika dibandingkan dengan bentuk larutan lebih
efisien karena suspensi dapat mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil
dalam air. Sediaan dalam bentuk suspensi juga ditujukan untuk pemakaian oral
dengan kata lain pemberian yang dilakukan melalui mulut. Sediaan dalam bentuk
suspensi diterima baik oleh para konsumen dikarenakan penampilan baik itu dari
segi warna atupun bentuk wadahnya.
Kekurangan suspensi sebagai bentuk sediaan adalah pada saat
penyimpanan, memungkinkan terjadinya perubahan sistem dispersi (cacking,
flokulasi, deflokulasi) terutama jika terjadi fluktuasi atau perubahan temperatur.
Sasaran utama didalam merancang sediaan berbentuk suspensi adalah untuk
memperlambat kecepatan sedimentasi dan mengupayakan agar partikel yang telah
tersedimentasi dapat disuspensi dengan baik.
Demikian sangat penting bagi kita sebagai tenaga farmasis untuk
mengetahui dan mempelajari pembuatan bentuk sediaan suspensi yang sesuai
dengan syarat suspensi yang ideal.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Apa itu sediaan suspensi?
2. Apa saja jenis – jenis sediaan suspensi?
3. Apa kelebihan dan kekurangan sediaan suspensi?
4. Bagaimana cara pembuatan sediaan suspensi?
5. Bagaimana cara mengevaluasi sediaan suspensi?
6. Bagaimana definisi suspending agent?
7. Bagaimana sifat fisika kimia formulasi bahan suspensi?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Dapat mengetahui definisi sediaan supensi.
2. Dapat mengetahui jenis – jenis sediaan suspensi.
3. Dapat mengetahui kelebihan serta kekurangan sediaan suspensi.
4.  Dapat mengetahui cara pembuatan sediaan suspensi.
5. Dapat mengetahui cara mengevaluasi sediaan suspensi.
6. Dapat mengetahui definisi suspending agent.
7. Dapat mengetahui sifat fisika kimia formulasi bahan suspensi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Sediaan Suspensi
2.1.1 Menurut Buku Referensi
a)   Farmakope Indonesia IV Th. 1995, hal 17
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak
larut yang terdispersi dalam fase cair.(Farmakope Indonesia IV Th. 1995,
hlm 18)Suspensi Oral : sediaaan cair mengandung partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai, dan
ditujukan untuk penggunaan oral.
b)   Farmakope Indonesia III, Th. 1979, hal  32
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam
bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa.
c)   Suspensi menurut Voight, R. (1994) 
1. Suspensi oral  : sediaan cair  yang menggunakan partikel-partikel padat
terdispersi dalam suatu pembawa cair dengan flavouring agent yang
cocok yang dimaksudkan untuk pemberian oral.
2. Suspensi topikal: sediaan cair yang mengandung partikel-partikel padat
yang terdispersi dalam suatu pembawa cair yang dimaksudkan untuk
pemakaian pada kulit. Suspensi otic: sediaan cair yang mengandung
partikel-partikel mikro dengan maksud ditanamkan  di luar telinga.
d)  Fornas Edisi 2 Th. 1978 hal 333
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak
melarut dan terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa, atau
sediaan padat terdiri dari obat dalam bentuk serbuk halus, dengan atau
tanpa zat tambahan, yang akan terdispersikan sempurna dalam cairan
pembawa yang ditetapkan.  Yang  pertama berupa suspensi jadi,
sedangkan yang kedua berupa serbuk untuk suspensi yang harus
disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan.
e)    IMO
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam
bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang
terdispersi harus halus, tidak boleh cepat mengendap, bila digojok
perlahan – lahan, endapan harus segera terdispersii kembali.
2.1.2 Pengertian suspensi secara umum
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak
larut yang terdispersi dalam fase cair. Sistem terdispers terdiri dari partikel
kecil yang dikenal sebagai  fase dispers, terdistribusi keseluruh medium
kontinu atau medium dispersi. Untuk menjamin stabilitas suspensi
umumnya ditambahkan bahan tambahan yang disebut bahan pensuspensi
atau suspending agent.
Suspensi oral adalah sediaan cair rnengandung-partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai, dan
ditujukan untuk penggunaan oral. Beberapa suspensi-yang diberi etiket
sebagai susu atau magma termasuk dalam kategori ini. Beberapa suspensi
dapat langsung digunakan sedangkan yang lain berupa campuran padat
yang harus dikonstitusikan terlebih dahulu dengan pembawa yang sesuai
segera sebelum digunakan.
Suspensi topikal adalah sediaan cair mengandung partikel padat
yang terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan
pada kulit. Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai "lotio" termasuk
dalam kategori ini.
Suspensi tetes telinga adalah sediaan : cair mengandung partikel-
partikel halus yang ditujukan untuk di teteskan telinga bagian luar.
Suspensi optalmik adalah sediaan cair steal yang mengandung partikel-
partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada
mata. Obat dalam suspensii harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak
menimbulkan iritasi atau goresan pada kornea. Suspensii obat mata tidak
boleh digunakan bila terjadi masses yang mengeras atau penggumpalan.
Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk
dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena
atau kedalam larutan spinal. Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah
sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai untuk
membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi
steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.
2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Stabilitas Suspensi
Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi ialah:
1.    Ukuran partikel.
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel
tersebut serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran
partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan
antara luas penampang dengan daya tekan keatas merupakan hubungan linier.
Artinya semakin besar ukuran partikel semakin kecil luas penampangnya. (dalam
volume yang sama) akan semakin memperlambat gerakan partikel untuk
mengendap, sehingga untuk memperlambat gerakan tersebut dapat dilakukan
dengan memperkecil ukuran partikel.
2.    Kekentalan (viscositas)       
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari
cairan tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil).
Kecepatan aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi pula gerakan turunnya
parkikel yang terdapat didalamnya. Dengan demikian
dengan menambah viskositas cairan gerakan turu dari partikel yang dikandungna
akan diperlambat.
  Tetapi perlu diingat bahwa kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi
agar sediaan mudah dikocok dan dituang. Hal ini dapat dibuktikan dengan
hukum " STOKES ".
Keterangan:
V         = kecepatan aliran
d          = diameter clad partikel
p          = berat jenis dari partikel
po        = berat jenis cairan
g          = gravitasi
η          = viskositas cairan
3.    Jumlah partikel (konsentrasi)
Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka
partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi
benturan antara partikel tersebut.
Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut,
oleh karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan
terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat.
4.   Sifat/muatan partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam
campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada
kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang
sukar larut dalam cairan tersebut. Sifat bahan tersebut merupakan sifat alam, maka
kita tidak dapat mempengaruhinya.
Stabilitas fisik suspensi farmasi didefinisikan sebagai kondisi suspensi dimana
partikel tidak mengalami agregasi dan tetap terdistribusi merata. Bila partikel
mengendap mereka akan mudah tersuspensi kembali dengan pengocokan yang
ringan. Partikel yang mengendap ada kemungkinan dapat saling melekat oleh
suatu kekuatan untuk membentuk agregat dan selanjutnya membentuk compacted
cake dan peristiwa ini disebut caking.
Kalau dililiat dari faktor-faktor tersebut diatas faktor konsentrasi dan sifat dari
partikel merupakan faktor yang tetap, artinya tidak dapat diubah lagi karena
konsentrasi merupakan jumlah obat yang tertulis dalam resep dan sifat partikel
merupakan sifat alam. Yang dapat diubah atau disesuaikan adalah ukuran partikel
dan viskositas.
Ukuran partikel dapat diperkecil: dengan menggunakan pertolongan mixer,
homogeniser, colloid mill dan mortir. Sedangkan viskositas fase eksternal dapat
dinaikkan dengan penambahan zat pengental yang dapat larut kedalam cairan
tersebut. Bahan-bahan pengental ini sering disebut sebagai suspending agent
(bahan pensuspensi), umumnya bersifat mudah berkembang dalam air
(hidrokoloid).
2.3 Evaluasi Sediaan Suspensi
Evaluasi stabilitas fisik suspensi meliputi pemeriksaan:
1. Organoleptis (Sana et al., 2012)
Evaluasi organoleptis suspensi dilakukan dengan menilai perubahan rasa,
warna, dan bau.
2. Bobot jenis (Departemen kesehatan Republik Indonesia, 1995)
Bobot jenis diukur dengan menggunakan piknometer. Pada suhu ruang,
piknometer yang kering dan bersih ditimbang (A gram). Kemudian diisi dengan
air dan ditimbang kembali (A1 gram). Air dikeluarkan dari piknometer dan
piknometer dibersihkan. Sediaan laludiisikan dalam piknometer dan timbang (A2
gram). Bobot jenis sediaan dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

A 2− A
Bobot jenis = x BJ air pada suhu ruangan.
A 1− A

3. Viskositas (Martin, et al., 1993)


Uji visikositas dilakukan dengan menggunakan visikometer stormer. Cara
penentuan visikositas dari sediaan suspensi adalah sebagai berikut: masukan
sediaan suspensi sebanyak 50 mL kedalam cup. Alas wadah dinaikkan sedemikian
rupa sehingga slinder (bob) tetap berada ditengah – tengah cup dan terbenam
dalam sediaan. Skala diatur sehingga menunjukkan angka nol. Berikan beban
tertentu dan lepaskan kunci pengatur putaran sehingga beban turun dan
mengakibatkan bob berputar. Catatlah waktu yang diperlukan bob untuk berputar
100 kali putaran. Dengan menambah dan mengurangi beban akan didapat
pengukuran pada beberapa kecepatan geser. Hitung kecepatan geser dalam RPM
dalam tiap beban yang diberikan dengan persamaan sebagai berikut:

1oo
RPM = x 60
t
Keterangan:
RPM : rotasi per menit
t : waktu yang dibutuhkan bob untuk berputar 100 kali (s)
Hitung visikositas sediaan pada tiap kecepatan geser dengan persamaan
sebagai
berikut:
M
Ƞ= x Kv
RPM
Keterangan:
Ƞ : visikositas (cp)
M : beban (g)
Kv : konstanta alat (cp/g s)
Kurva dibuat berdasarkan hubungan antara kecepatan geser terhadap
beban yang diberikan pada setiap sediaan.
4. Pengukuran pH (Aremu & Oduyela, 2015)
Suspensi ibuprofen ditentukan dengan menggunakan pH meter digital.
Kalibrasi alat, lalu elektroda dari pH meter digital dicelupkan ke dalam suspensi,
biarkan selama 30 detik, catat nilai pH yang muncul pada layar alat.
5. Volume Sedimentasi (Shah, et al.,2014)
Suspensi dimasukkan ke dalam gelas ukur bervolume 10 mL. Kemudian
biarkan tersimpan tanpa gangguan, catat volume awal (Vo), simpan maksimal
hingga 4 minggu. Volume tersebut merupakan volume akhir (Vu).
Parameter pengendapan dari suatu suspensi dapat ditentukan dengan
mengukur volume sedimentasi (F) yaitu perbandingan volume akhir endapan (Vu)
dengan volume awal sebelum terjadi pengendapan (Vo) yaitu (Anief, 1994):
Vu
F=
Vo
6. Distribusi ukuran partikel (Panda, et al., 2011).
Masing-masing formula dievaluasi distribusi ukuran partikel yang
dilakukan secara mikroskopis cahaya menggunakan lensa okuler pada 100x
(10x10) yang dilengkapi kamera. Ukuran partikel dilakukan dengan mengukur
1000 partikel dari masing-masing formula dan dilakukan pengelompokan ukuran
partikel.
Penilaian Stabilitas Suspensi:
a. Volume sedimentasi.
Salah satu syarat dari suatu suspensi adalah endapan yang terjadi harus
mudah terdispersi dengan pengocokan yang ringan sehingga perlu
dilakukan pengukuran volume sedimentasi.Volume sedimentasi adalah
suatu rasio dari volume sedimentasi akhir (Vu) terhadap volume mula-
mula dari suspensi (V0) sebelum mengendap.
Volume sedimentasi dapat mempunyai harga dari < 1 sampai > 1.
b. Derajat flokulasi
Adalah suatu rasio volume sedimen akhir dari suspense flokulasi (Vu)
terhadap volume sedimen akhir suspense deflokulasi (Voc)
c.    Metode reologi
Metode ini dapat digunakan untuk membantu menentukan perilaku
pengendapan dan pengaturan pembawa dan sifat yang menonjol mengenai
susunan partikel dengan tujuan untuk perbandingan. Metode reologi
menggunakan viskometer Brookfield
d.    Perubahan ukuran partikel
Digunakan cara Freeze - thaw cycling yaitu temperatur diturunkan sampai
titik beku, lalu dinaikkan sampai mencair kembali (> titik beku) Dengan
cara ini dapat dilihat pertumbuhan kristal dan dapat menunjukkan
kemungkinan keadaan berikutnya setelah disimpan lama pada temperatur
kamar. Yang pokok yaitu menjaga tidak akan terjadi perubahan ukuran
partikel, distribusi ukuran dan sifat kristal.

2.4 Definisi Suspending Agent


Suspending agent adalah bahan tambahan yang berfungsi mendispersikan
partikel tidak larut dalam pembawa dan meningkatkan viskositas sehingga
kecepatan sedimentasi diperlambat. Mekanisme kerja suspending agent adalah
untuk memperbesar kekentalan (viskositas), tetapi kekentalan yang berlebihan
akan mempersulit rekonstitusi dengan pengocokan.
Penggolongan suspending agent:
Bahan pensuspensi atau suspending agent dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu:
1. Bahan pensuspensi dari alam
Bahan pensuspensi alam dari jenis gom sering disebut gom/hidrokoloid.
Gom dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga campuran
tersebut membentuk mucilago atau lendir. Dengan terbentuknya mucilago
maka viskositas cairan tersebut bertambah dan akan menambah stabilitas
suspensi. Kekentalan mucilago sangat dipengaruhi oleh panas, pH dan
proses fermentasi bakteri.
Termasuk golongan gom adalah :
·         Acasia (pulvis gummi arabici)
Didapat sebagai eksudat tanaman akasia sp,dapat larut dalam air, tidak
larut dalam alkohol, bersifat asam. Viskositas optimum dari
mucilagonya antara pH 5 – 9. Dengan penambahan suatu zat yang
menyebabkan pH tersebut menjadi diluar 5 – 9 akan menyebabkan
penurunan viskositas yang nyata. Mucilago gom arab denan kadar
35% kekentalannya kira-kira sama dengan gliserin. Gom ini mudah
dirusak oleh bakteri sehingga dalam suspensi harus ditambahkan zat
pengawet(preservatif).
·        Chondrus
Diperoleh dari tanaman chondrus crispus dan mamilosa, dapat larut
dalam air, tidak larut dalam alkihol, bersifat alkali. Ekstrak dari
chondrus disebut caragen, yang banyak dipakai oleh industri makanan.
Caragen merupakan derivat dari saccharida, jadi mudah dirusak oleh
bakteri, sehingga perlu ditambahkan bahan pengawet untuk suspensi
tersebut.
·       Tragacanth
Merupakan eksudat dari tanaman astragalus gumnifera. Tragcanth
sangat lambat mengalami hidrasi, untuk mempercepat hidrasi biasanya
dilakukan pemanasan, mucilago tragacath lebih kental dari mucilago
dari gom arab.mucilago tragacanth baik sebagai stabilisator suspensi
saja, tetapi bukan sebagai emulgator.
·         Algin
Diperoleh dari beberapa spesies ganggang laut. Dalam perdagangan
terdapat dalam bentuk garamnya yakni Natrium Alginat. Algin
merupakan senyawa organik yang mudah mengalami fermentasi
bakteri sehingga suspensi dalam algin memerlukan bahan pengawet.
Kadar yang dipakai sebagai suspending agent umumnya 1 -2 %.
Golongan Bukan gom:

Suspending agent dari alam bukan gom adalah tanah liat. Tanah liat
yang sering dipergunakan untuk tujuan menambah stabilitas suspensi
ada tiga macam yaitu bentonite, hectorite dan veegum. Apabila
tanah liatdimasukkan kedalam air mereka akan mengembang dan
mudah bergerak jika dilakukan penggojokan. Peristiwa ini disebut
tiksotrofi. Karena peristiwa tersebut, kekentalancairan akan bertambah
sehingga stabilitas dari suspensi menjadi lebih baik.
Sifat ketiga tanah liat tersebut tidak larut dalam air, sehingga
penambahan bahan tersebut kedalam suspensi adalah dengan
menaburkannya pada campuran suspensi. Kebaikan bahan suspensi
dari bahan tanah liat adalah tidak dipengaruhi oleh suhu atau panas
dan fermentasi dari bakteri, karena bahan-bahan tersebut merupakan
senyawa anorganik, bukan golongan karbohidrat.
2. Bahan Pensuspensi sintesis
1. Derivat selulosa
Termasuk dalam golongan ini adalah metil selulosa (methol, tylose),
karbrsi metil selulosa (CMC), hidroksi metil selulosa. Dibelakang dari
nama tersebut biasanya terdapat angka atau nomor, misalnya methosol
1500. Angka ini menunjukkan kemampuanmenambah vislositas dari
cairan yang dipergunakan untuk melarutkannya semakin besar angkanya
bearti kemampuannya semakin tinggi. Golongan ini tidak diabsorbsi oleh
usus halus dan tidak beracun sehingga banyak dipakai dalam produksi
makanan. Dalam farmasi selain untuk bahan pensuspensi juga diginakan
sebagai laksansia dan bahan penghancur (disintergator) dalam pembuatan
tablet.
2. Golongan organik polimer
Yang paling terkenal dalam kelompok ini adalah Cabophol 934 (nama
dagang suatu pabrik). Merupakan serbuk putih bereaksi asam, sedikit larut
dalam air, tidak beracun dan tidak mengiritasi kulit,serta sedikit
pemakaiannya. Sehingga bahan tersebut banyak digunakan sebagai bahan
pensuspensi. Untuk memperoleh viskositas yang baik diperlukan kadar ±
1%. Carbophol sangat peka terhadap panas dan elektrolit. Hal tersebut
akan mengakibatkan penurunan viskositas dari larutannya.

2.5 Sifat Fisika Kimia Bahan-Bahan Formulasi

1. Klorokuin Sulfat

Berat molekul kloroquin sulfat : 515,9


Pemerian : serbuk putih atau hampir putih, tidak berbau atau
hampir tidak berbau, pahit.
Kelarutan : larut dalam 4 bagian air, sangat sukar larut dalam etanol
(95 %)P, praktis tidak larut dalam kloroform p dan dalam
eter P.
Kegunaan : Anti malaria, anti rematik, anti amoeba
2. Gula
Rumus kimia gula secara umum sebagai bentuk senyawa sukrosa yaitu
C12H22O11

Pemerian : Hablur bentuk kubus, tidak bewarna atau serbuk putih,


tidak berbau rasa manis.

Kelarutan : Mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air
mendidih, sukar larut dalm etanol

Kegunaan : Bahan Pemanis

3. Aquades (Dirjen POM, 1979).

Nama Resmi             : Aqua destilata.

Nama Lain : air suling

Rumus Molekul        : H2O

Berat molekul : 18,02 g/mol

Berat molekul           : 18

  Pemerian                   : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak  berbau, tidak


mempunyai rasa.

Kegunaan                  : sebagai pelarut.

4. Methyl Paraben
PH : 4-8
Stabilitas larutan PH 3-6 hingga 4 tahun dalam suhu ruang ( kuran dari 10
% terdekomposisi )
Pemerian : kristal, tidak berwarna, / serbuk kristal putih,
tidak berbau, hampir tidak berbau
Kelarutan :  1:10 dalam eter, 1:400 dalam air, 1:2 etanol, 1:60
gliserin,praktis tidak larut dalam mineral oil.
Kegunaan : Bahan pengawet

5. Prophyl Paraben
PH : 4-8
Stabilitas larutan PH 3-6 hingga 4 tahun dalam suhu ruang ( kuran dari 10
% terdekomposisi )
Pemerian : kristal, tidak berwarna, / serbuk kristal putih, tidak
berbau, hampir tidak berbau
Kelarutan : sangat mudah larut dalam aseton,dan eter  1:1 dalam
etanol 95 %, 1 : 3,9 dalam propilen glikol, 1 : 2500 dalam
air.
Kegunaan : Bahan pengawet

6. Guar Gum
Sinonim :E412; Galactosol; guar flour; guar galactomannanum;
jaguar gum; Meyprogat; Meyprodor; Meyprofin.
Ph : 5,0 - 7,0
Stabilitas :stabil pada pH 4,0-10,5.  Namun, pemanasan
berkepanjangan mengurangi viskositas dispersi
Pemerian : Guar gum  berbau atau hampir tidak  berbau, putih bubuk
berwarna putih kekuningan dengan rasa hambar
Kelarutan : kelarutan Praktis tidak larut dalam pelarut organik. Dalam
air dingin atau panas, guar gum menyebar dan membengkak
segera membentuk sangat kental, sol thixotropic. Tingkat
optimum hidrasi terjadi pada pH 7,5-9,0. Halus bubuk
giling membengkak lebih cepat dan lebih sulit untuk
membubarkan. Dua sampai empat jam dalam air pada suhu
kamar yang diperlukan untuk mengembangkan viskositas
maksimal
Kegunaan : Suspending agent.

7. Polisorbat 80
Nama lain : Tween 80
Nama resmi : POLYSORBATUM-80
Pemerian : Cairan kental seperti minyak, jernih dan kuning, bau asam
lemak khas.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P, dalam etil
asetat P, dan dalam metanol P, sukar larut dalam parafin
dan minyak biji.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai surfaktan

8. Orange flavour
Pemerian : Terbuat dari kulit jeruk yang masih segar diproses secara
mekanik.
Kelarutan : Mudah larut dalam alkohol 90%, asam asetat glasial.
Fungsi : Flavouring agent.
Stabilitas : Dapat disimpn dalam wadah gelas dan plastik.
BAB III

METODOLOGI

3.1 BAHAN DAN METODE

Bahan:

- Klorokuin sulfat
- Eudragit EPO
- Magnesium stearat dan guar gum
Persiapan microsphere:

1. mikrosfer Klorokuin sulfat disiapkan dengan teknik penguapan pelarut


seperti dijelaskan oleh Biswal et al, 2011. Eudragit EPO digunakan
sebagai lapisan polimer.
2. Magnesium stearat ditambahkan ke formulasi untuk mencegah agregasi
mikrosfer selama penguapan pelarut.
3. parafin cair terpilih sebagai fase luar sejak Eudragit EPO sangat sedikit
larut di dalamnya.
4. Aseton memiliki konstanta dielektrik 20,7 dan karena itu terpilih sebagai
fase terdispersi atau batin sejak pelarut dengan konstanta dielektrik antara
10 dan 40 menunjukkan miscibility miskin dengan parafin cair.
5. Polimer Eudragit EPO dilarutkan dalam 10 ml aseton untuk mendapatkan
solusi yang jelas.
6. Klorokuin sulfat dan magnesium stearat (40 mg) ditambahkan ke
campuran ini dan diaduk pada kecepatan yang sama selama 30 menit dan
kemudian disimpan dalam bak ultrasonik sampai tersebar sepenuhnya.
7. Dispersi yang dihasilkan kemudian dituangkan ke dalam gelas 250 ml
mengandung 150 ml parafin cair cahaya sambil diaduk kontinyu dengan
pengaduk mekanik di rpm yang berbeda.
8. Pengadukan dilanjutkan selama 3 jam sampai penguapan lengkap aseton.
Kemudian mikrosfer mengakibatkan dikumpulkan oleh filtrasi di bawah
vakum, dicuci 4-5 kali dengan 30 ml n - heksana dan dikeringkan pada
suhu kamar (25 ° C) selama 24 jam untuk mendapatkan mikrosfer
mengalir bebas.Dari variabel formulasi mikrosfer yang berbeda
digunakan, formulasi dengan optimal karakteristik dipilih untuk
mempersiapkan formulasi suspensi.
3.2 Metode penyusunan suspensi

Simple Sirup IP digunakan sebagai media dispersi untuk suspensi.Sirup


disiapkan dengan melarutkan sukrosa dalam jumlah yang cukup air hangat dan
sehingga berat diperlukan bertambah.Metil dan propil paraben ditambahkan pada
sirup.guar gum dicampur dengan 2 ml air dan ditambahkan ke media dispersi.
Mikrosfer Klorokuin sulfat ditambahkan ke dalam larutan sirup bersama dengan
polisorbat 80 dan diaduk selama 30 menit untuk memungkinkan tepatnya dispersi
mikrosfer. Pewarna dilarutkan dalam air dan dipindahkan ke atas campuran.Agen
penyedap ditambahkan dan diaduk selama 5 menit. Akhirnya Volume dibuat
hingga 30ml dengan air suling dan pH diatur sampai 6,8-7 dengan larutan natrium
sitrat (1%) sebagai ditunjukkan dalam tabel 1.

Tabel 1 kode formulasi

No Bahan A1(gm) A2(gm) A3(gm)


1 Mikrosfer klorokuin sulfat setara 0,360 0,360 0.360
dengan dosis
2 Gula 18 18 18
3 Methyl paraben 0,15 0,15 0,15
4 Propil paraben 0,08 0,08 0,08
5 Guar gom 0,2 0,3 0,4
6 Polisorbat 80 0,15 0,15 0,15
7 Oranye flavour 0,19 0,19 0,19
8 Air sulingan Sampai 30 Sampai 30 Sampai 30
ml ml ml

3.3 Evaluasi

3.3.1 Konsentrasi kepahitan ambang Klorokuin sulfat


Panel yang terdiri dari tujuh sukarelawan manusia yang sehat (usia
20-25) dipilih untuk penelitian yang darinya izin tertulis
diperoleh.Serangkaian larutan klorokuin sulfat dengan konsentrasi 10, 20,
30, 40 dan 50 ug / ml disiapkan. Para relawan diminta untuk mencicipi dan
menilai pada skala dari 0 hingga 4 di mana 0 berarti tidak ada rasa pahit
dan 4 untuk rasa pahit yang ekstrem. Berdasarkan pendapat para relawan,
ambang batas konsentrasi obat ditentukan.Berdasarkan pendapat dari para
relawan, konsentrasi ambang pahitnya obat itu ditentukan.

3.3.2 analisis mikroskop elektron

Bentuk dan permukaan morfologi mikrosfer diselidiki oleh


pemindaian mikroskop elektron (SEM).

3.3.3 Viskositas

Viskositas suspensi ditentukan pada kondisi sekitar menggunakan


DV III +, Brookfield Programmable Rheometer.Dalam adaptor, 15ml
suspensi diambil dan adaptor dipasang di atas viskometer dengan dudukan
sedemikian rupa sehingga spindel benar-benar terbenam dalam suspensi
untuk mengukur viskositas.

3.3.4 Volume Sedimentasi

30 ml masing-masing suspensi diambil dalam 50 ml tabung


pengukur.Suspensi dibubarkan secara menyeluruh dengan bergerak
terbalik selama tiga kali.Kemudian, suspensi dibiarkan mengendap selama
tiga menit dan volume sedimen dicatat.Ini adalah volume sedimen asli
(Ho).Silinder itu tetap tidak terganggu selama 7 hari.Volume sedimen
yang dibaca pada waktu tetap setiap hari selama 7 hari dianggap sebagai
volume akhir sedimen (Hu).

Volume Sedimentasi (F) = Hu / Ho Ketinggian fase padat setelah


pengendapan tergantung pada konsentrasi padatan dan ukuran partikel.
3.3.5 Redispersibilitas

Redispersibilitas suspensi dievaluasi secara kualitatif.Tes terdiri


dari pengocok silinder secara manual setelah percobaan sedimentasi
selesai.Berdasarkan waktu dan upaya yang diperlukan untuk mengubah
sedimen menjadi suspensi yang homogen, formulasi dievaluasi.Satu
inversi dianggap 100% mudah untuk disebarkan kembali. Setiap inversi
tambahan mengurangi persen kemudahan redispersibilitas sebesar 5%

3.3.6 Evaluasi rasa in vitro

Sejumlah suspensi setara dengan dosis terapi obat ditambahkan ke


masing-masing dari 3 labu volumetrik yang mengandung 10 ml buffer
fosfat pH 6,8. Campuran vortex selama 30 dan 60 detik.Isi klorokuin sulfat
dalam setiap filtrat ditentukan.Untuk penyedap rasa yang memuaskan,
jumlah obat yang dilarutkan pada akhir 60 detik tidak boleh lebih dari
ambang batas kegetiran konsentrasi obat.

Tabel 2: Penentuan ambang kepahitan Chloroquine Sulphat

Nilai pada skala kepahitan


relawan
10ug/ml 20ug/ml 30ug/ml 40ug/ml 50ug/ml

1 0 0 0 1 1

2 0 0 0 1 2

3 0 0 0 2 2

4 0 0 0 1 3

5 0 0 0 1 1

6 0 0 0 1 2

7 0 0 0 2 2

Keterangan: 0: tidak ada kepahitan

1: kepahitan ambang batas

2: pahit

3: kepahitan sedang dan


4: kepahitan kuat.

3.3.7 Studi rilis in vitro

Tes pelepasan obat pada suspensi mikrosfer dilakukan dengan


menggunakan metode dayung yang ditentukan dalam USP XXVII.Sampel
suspensi dipindahkan secara kuantitatif ke dasar kapal menggunakan jarum
suntik.Kecepatan dayung dan suhu bak masing-masing diatur pada 75 rpm dan 37
± 0,5 ° C. Sampel per batch diuji dalam 900 ml pH 6,8 dapar fosfat. Suatu alikuot
dari media rilis telah ditarik pada interval waktu yang telah ditentukan dan jumlah
yang setara dari media segar ditambahkan ke media rilis. Penyerapan sampel
dicatat pada panjang gelombang 344 nm secara spektrofotometri.Kondisi wastafel
dipertahankan selama semua pengukuran.

BAB IV

HASIL DAN DISKUSI

Mikrosfer klorokuin sulfat disiapkan untuk menutupi rasa pahit.Alasan


untuk memilih metode penguapan pelarut adalah kesederhanaan, biaya rendah dan
pemuatan obat yang relatif tinggi. Dalam penelitian ini, mikrosfer yang disiapkan
dengan perbandingan obat terhadap polimer 1: 3,9 pada 500 rpm dipilih untuk
formulasi suspensi karena mereka memiliki efisiensi pemuatan yang lebih tinggi
dan sifat mikromeritik yang cocok untuk didispersikan dalam media berair. [13]
Menurut hasil efisiensi enkapsulasi yang diperoleh dalam penelitian kami
sebelumnya, kandungan obat dari mikrosfer menunjukkan korelasi yang baik
dengan muatan obat teoretis. [14] Obat itu secara seragam dienkapsulasi ke dalam
mikrosfer. Tingginya kandungan klorokuin sulfat dalam mikrosfer diyakini karena
buruknya kelarutan obat dalam pelarut. Formulasi microsphere yang dipilih
memiliki efisiensi jebakan 83,89%. Nilai ambang batas klorokuin sulfat
ditemukan menjadi 40 μg / ml seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.Gambar SEM
mikrosfer seperti ditunjukkan pada gambar.1 bahwa mikrosfer berbentuk bola
dengan permukaan yang halus.Mikrosfer yang digunakan memiliki ukuran rata-
rata 500 μm.Seperti yang ditunjukkan pada penelitian kami sebelumnya nilai
sudut istirahat formulasi microsphere yang dipilih adalah di bawah 30O
(25,46O).Hasil ini menunjukkan bahwa formulasi mikrosfer yang dipilih memiliki
sifat aliran yang sesuai.

Rasa, bau dan warna dianggap sebagai faktor penting untuk penskorsan
terutama pada pasien anak-anak dan lansia. Semua batch suspensi yang
dikembangkan dievaluasi untuk sifat organoleptik dan semua formulasi ditemukan
paling enak. pH adalah faktor yang cukup besar dalam kasus suspensi dengan
penutup rasa. pH bertindak sebagai penghalang dan mencegah obat keluar dari
polimer. PH sangat penting untuk melepaskan obat dari mikrosfer. [17] PH
formulasi ditemukan dari 6,8-6,9.

Viskositas suspensi merupakan faktor yang sangat penting untuk stabilitas


suspensi karena viskositas berkontribusi terhadap laju sedimentasi, semakin tinggi
viskositas, semakin rendah laju sedimentasi. [18] Ketinggian akhir fase padat
setelah pengendapan tergantung pada konsentrasi padatan dan ukuran partikel.
Dalam formulasi yang disiapkan, ada sedikit sedimentasi setelah 7 dan 14 hari dan
dapat dengan mudah disebarkan kembali dan memberikan dispersi yang seragam
setelah 2-3 langkah. [19] Hasilnya ditunjukkan pada tabel 3.
Tabel 3 Parameter evaluasi

No Formulasi B1 B2 B3
1 Warna jeruk jeruk Jeruk
2 Rasa manis manis Manis
3 pH 6.8 6,9 6,9
4 Viskositas 1110 1245 1401
5 Volume sedimentasi 0.96 0.95 0.96
6 Redispersibility 85% 85% 85%

Evaluasi rasa suspensi in-vitro dalam buffer saliva pH 6,8 menunjukkan


bahwa obat tidak dilepaskan dalam air liur untuk mencapai konsentrasi pahit
ambang batas seperti yang ditunjukkan pada tabel 4 menunjukkan penyedap rasa
memuaskan

Tabel 4 Nilai ambang batas in vitro

Pelepasan obat dalam Phosphate Buffer pH 6,8


30 detik 60 detik
Formulasi
A1 12.54±0.45 17.41±0.34
A2 12.78±0.67 17.78±0.76
A3 12.67±0.75 18.44±1.04
n=3

Profil pelepasan obat dari mikrosfer tersuspensi dan mikrosfer kering


diselidiki dalam pH 6,8 dapar fosfat, seperti yang ditunjukkan pada tabel 5 dan
Gambar 2. Laju pelepasan klorokuin sulfat dari mikrosfer tersuspensi konsisten
dengan yang dari mikrosfer kering.Hasil ini menunjukkan bahwa media suspensi
yang diteliti tidak mempengaruhi sifat pelepasan obat.

Tabel 5 Pelepasan obat in vitro

Waktu A1(%) A2(%) A3(%)


0 0 0 0
5 22.45±0.56 21.88±0.32 19.2±1.03
10 34.56±0.45 32.51±0.78 33.7±0.76
15 45.21±0.76 43.23±0.71 43.22±0.44
20 54.78±1.08 5 2.41±0.42 51.22±0.89
25 61.44±0.58 59.39±0.74 60.23±0.43
30 65.22±0.55 64.12±0.66 63.23±0.30
35 70.12±0.85 67.43±0.48 66.78±1.09
40 75.32±1.09 74.55±0.73 73.99±0.22
45 79.55±0.56 80.15±0.43 80.12±0.69
n=3

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut
yang terdispersi dalam fase cair, oleh karena itu, maka suspensi membutuhkan
suspending agent. Suspending agent adalah bahan tambahan yang berfungsi
mendispersikan partikel tidak larut dalam pembawa dan meningkatkan viskositas
sehingga kecepatan sedimentasi diperlambat.
Disimpulkan bahwa bentuk sediaan suspensi dari obat pahit klorokuin
sulfat yang berkhasiat untuk anti malaria dan anti rematik dapat meningkatkan
kepatuhan pada pasien anak, dibuat dengan teknologi mikroenkapsulasi. Bentuk
suspensi yang disiapkan ternyata memiliki karakteristik in vitro dan profil
stabilitas yang memuaskan.

DAFTAR PUSTAKA

Anief. Moh. 2000. Farmasetika. Gajah Mada University Press : Yogyakarta


SL, Kulangi, et al. 2016.FORMULATION AND EVALUATION OF
SUSPENSION CONTAINING CHLOROQUINE SULPHATE-LOADED
EUDRAGIT EPO MICROSPHERES. SJIF Impact Factor 6.04. Department of
Pharmaceutics, AISSMS College of Pharmacy, Near RTO, Kennedy Road, Pune
411001, Maharashtra, India
Lahman. L, dkk.1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi III.
Voight,R. 1994 “Buku Pelajaran Teknologi Farmasi edisi V” Yogyakarta : Gadjah
Mada Universty.
http://medicafarma.blogspot.com/2008/08/suspensi_28.html

Anda mungkin juga menyukai