Anda di halaman 1dari 9

REVIEW JURNAL

BIOFARMASETIKA

KETERSEDIAAN HAYATI

DISUSUN OLEH :

KHAIRUN NISA 1943057010

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA


JURNAL 1

1. Judul Jurnal: FARMAKOKINETIKA DAN BIOAVAILABILITY SENYAWA


GOLONGAN SANTON
2. Tahun Terbit: 2019
3. Penulis: Meri Susanti Program Studi S3 Ilmu Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Andalas
4. Publikasi: Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia
5. Reviewer: Khairun Nisa (1943057010)

REVIEW:

Latar Belakang Penelitian:


Santon adalah senyawa organik golongan polifenol dengan rumus molekul C13H8O2 yang
ditemukan pertama kali pada fungi dan saat sekarang banyak diisolasi dari berbagai organ
tumbuhan berbunga (angiospermae) dari kelas dikotiledone terutama dari family
Gentianaceae (Ghosal et al. 1973), Gutiferae (Bennet et al. 1989), Rubiaceaea (Talamond et
al. 2008), Moraceae (Ee et al. 2011), Polygalaceae (Tizziani et al. 2018) dan Anacardiaceae
(Morais et al. 2012)
Metode Penelitian:
1. Profil Farmakokinetika α-mangostin α-mangostin merupakan senyawa utama derivate
santon aktif pada kulit buah manggis (Garcinia .mangostana) (Mukhtaridi et al. 2017).
Laporan terakhir menyatakan, ekstrak kulit buah manggis memperlihatkan berbagai
aktivitas biologi menarik seperti antioksidan (Jung et al. 2006), sitotoksik (Han et al.
2009), anti inflamasi (Mohan et al. 2018) , antibakteri (Suzy et al. 2018) , antifungi
(Kaomongkolgit et al. 2009) , antivirus (Chen et al.1996) dan efek pecegahan kanker
(Chin et al. 2008).
2. Profil Farmakokinetika Mangiferin Mangiferin, (2-β- D-glucopyranosyl-1,3,6,7
tetrahydroxyxanthone) suatu senyawa C-glikosida santon, pada awalnya diisolasi dari
Mangifera indica L (Anacardiaceae) (Haynes et al, 1963) dan dapat ditemukan di
setidaknya enam belas keluarga tumbuhan termasuk Anacardiaceae, Iridaceae dan
Gentianaceae (Sanugul et al. 2005). Sebagai senyawa glikosida santon aktif, mangiferin
mendapat banyak perhatian dalam penelitian medis dan nutrisi. Mangiferin dilaporkan
memiliki berbagai efek farmakologis, termasuk antioksidan (Sanchez et al. 2000),
aktivitas antitumor (Shoji et al. 2011), aktivitas anti-HIV (Wang et al. 2011),
immunomodulasi (Garc et al. 2003) anti-inflamasi (Duang et al. 2011) dan antidiabetes
(Miura et al. 2001). Melihat potensi yang sangat baik dari senyawa mangiferin, maka
telah banyak peneliti melakukan pengkajian hubungan aktivitas farmakodinamik
senyawa ini terhadap profil farmakokinetikanya.
3. Profil Farmakokinetika swertianolin, norswertianolin, belidifolin dan
demetthylbelidifolin Gentianella accuta Hulen adalah tumbuhan tahunan family
Gentianceae yang banyak tersebar di utara Cina, dataran tinggi Mongolia, Siberia dan
timur Rusia (Wang et al. 2014). Seluruh bagian tumbuhan ini telah digunakan dalam
pengobatan tradisional untuk mengobati hepatitis, sakit kuning, sakit kepala dan demam
dalam pengobatan asli Mongolia (Wunir et al. 2009). Santon diketahui sebagai senyawa
active utama pada G.accuta dan memperlihatkan banyak aktivitas biologi dan
farmakologi.

Kesimpulan

Profil farmakokinetika senyawa aktif dari sediaan herbal golongan santon pada umumnya
memperlihatkan adsorpsi yang cepat setelah pemberian secara oral di saluran cerna.
Absorpsi yang kurang baik di saluran cerna dan metabolisme yang cepat menjadi penyebab
rendahnya bioavailability senyawa santon di dalam tubuh. Adanya kecenderungan senyawa
mengalami First Pass Effect dapat menjadi suatu pertimbangan dalam merencanakan bentuk
sediaan dan rute pemberian. Revew profil farmakokinetika komponen santon aktif dalam
sediaan herbal ini diharapkan dapat membantu menjustifikasi nilai terapi, dan klinis sediaan
herbal dengan komoponen bioaktiv golongan santon, serta menjadi acuan dalam
perencanaan dosis.
JURNAL 2

1. Judul Jurnal: UJI BIOAVAILABILITAS TABLET FLOATING ASPIRIN


2. Tahun Terbit: 2017
3. Penulis: Agus Siswanto, Achmad Fudholi, Akhmad Kharis Nugroho, Sudibyo Martono
4. Publikasi: Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia
5. Reviewer: Khairun Nisa (1943057010)

REVIEW:

Latar Belakang Penelitian:


Aspirin mempunyai bioavailabilitas yang rendah akibat first pass effect metabolism dan
hidrolisis menjadi salisilat di dinding usus. Absorpsi aspirin terjadi secara cepat di saluran
pencernaan bagian atas terutama di bagian pertama duodenum.
Formulasi aspirin dalam tablet floating dimaksudkan untuk mempertahankan tablet
tinggal lebih lama di lambung.13 Aspirin merupakan senyawa yang bersifat asam dengan pKa
= 3,5 sehingga peningkatan waktu tinggal di lambung diharapkan mampu meningkatkan
absorpsi, memperbaiki profil farmakokinetika, dan memperpanjang pelepasan obat.
Beragam metode dapat digunakan untuk menentukan ketersediaan hayati, misalnya
dengan menentukan konsentrasi obat dalam plasma darah, ekskresi obat melalui urin, efek
akut farmakodinamik, observasi klinik, dan studi pelepasan obat. Pengukuran konsentrasi obat
dalam darah, plasma, atau serum merupakan data yang paling objektif dan langsung untuk
menentukan ketersediaan hayati obat dalam peredaran darah.10 Uji bioavailabilitas dilakukan
dengan metode cross over design untuk meminimalkan pengaruh variabilitas fisiologis hewan
uji terhadap profil farmakokinetik dan bioavailabilitas sediaan. Satu hewan coba
mendapatkan perlakuan sediaan yang berbeda secara bergantian setelah masa istirahat yang
cukup selama 2 minggu.

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tablet floating aspirin mempunyai bioavailabilitas


lebih baik dengan Tmaks yang lebih pendek dan kadar aspirin yang lebih seragam
dibandingkan tablet salut enterik, meskipun parameter AUC dan Cpmaks keduanya tidak
berbeda bermakna (p>0,05)
JURNAL 3
1. Judul Jurnal: KETERSEDIAAN HAYATI RELATIF FUROSEMIDA DALAM
BENTUK DISPERSI PADAT
2. Penulis: Yandi Syukri *), Lukman Hakim **) dan Tedjo Yuwono **) *) Jurusan
Farmasi FMIPA Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta **) Fakultas Farmasi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
3. Publikasi: Majalah Farmasi Indonesia, 12 (1), 28-32, 2001
4. Reviewer: Khairun Nisa (1943057010)

REVIEW:

Latar Belakang Penelitian:


Furosemida merupakan obat diuretik dengan kelarutan yang sangat kecil dalam air, dimana
kelarutannya bisa ditingkatkan melalui pembentukan dispersi padat dengan
polivinilpirolidon (PVP). Sistem dispersi padat disiapkan dengan metode pelarut dengan
perbandingan 1 : 5 dan 1 : 7 antara obat dan PVP dalam upaya meningkatkan ketersediaan
hayati furosemida. Ketersediaan hayati dispersi padat furosemida – PVP dibandingkan
terhadap furosemida tunggal (kontrol) dan Lasix (pembanding).
Metodologi:
Bahan : Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : serbuk furosemida (FIS –
Fabbrica Italiana Sintetici) dan PVP 49.000 (BASF) diperoleh dari PT. Indofarma, tablet

(Merck), etilasetat (Merck) dan akuadestilata (Fak. Farmasi UGM). Subjek uji : kelinci
jantan domestik umur 3 bulan berat 1,6 – 1,8 kg.
Cara kerja : Dispersi padat dibuat dengan metode pelarut, dimana furosemida dan PVP
dengan perbandingan 1 : 5 dan 1 : 7 dilarutkan secara bersama dalam metanol kemudian
pelarut diuapkan. Dispersi padat yang terbentuk digerus sampai tingkat kehalusan yang
relatif sama (mesh 40/50). Kemudian disetarakan kandungan furosemidanya (40 mg) dan
dimasukkan ke dalam cangkang kapsul. Uji ketersediaan hayati furosemida pada kelinci
jantan (n = 6) diteliti dengan menggunakan rancangan Latin Square Cross Over dengan 4
macam perlakuan, yaitu furosemida tunggal (kontrol), tablet Lasix (formula pembanding)
serta dispersi padat furosemida – PVP 1 : 5 dan 1 : 7 (formula uji). Kadar furosemida dalam
darah ditetapkan menurut cara Kelly (1974) yang dimodifikasi Hakim (1996) sebagai berikut
: darah utuh (250 μl) + HCl 0,1 N 50 μl kemudian cairan disari dengan etilasetat (3,0 ml)
dengan vortex selama 2 menit. Lapisan fase organik (2,0 ml) dituang ketabung lain,
ditambah larutan dapar kalium fosfat 0,1 M pH 8 (2,5 ml), di-vortex selama 2 menit dan di-
sentrifuge (2500 rpm, 10 menit). Lapisan etilasetat dibuang dan sisa larutan diasamkan
dengan HCl 0,5 N (1,0 ml). Kemudian dicari panjang gelombang eksitasi dan emisi
maksimum dengan menggunakan spektrofluorometer (Hitachi F-4000). Parameter
ketersediaan hayati meliputi Cpmaks, tmaks diperoleh langsung dari kurva hubungan antara
konsentrasi obat dan waktu sedangkan AUC diperoleh dengan metoda trapezoidal.
Ketersediaan hayati relatif dari masing-masing formula uji (dispersi padat furosemida – PVP
1 : 5 dan 1 : 7) serta formula pembanding ditentukan dengan menjadikan furosemida
(kontrol) sebagai standar pembanding.
KESIMPULAN
Pembentukan dispersi padat furosemida-PVP dapat meningkatkan ketersediaan hayati
furosemida secara bermakna (P < 0,05), yaitu Cpmaks furosemida dari dispersi padat PVP 1
: 5 dan 1 : 7 meningkat berturut-turut 29,74 dan 60,70 % dibandingkan furosemida tunggal.
AUC0-5 furosemida dari dispersi padat 1 : 7 meningkat 25,08 % sedangkan pada 1 : 5
menurun 1,51 % dibandingkan furosemida tunggal. Sama halnya dengan disolusi, waktu
pelepasan awal furosemida relatif lama yang dapat dilihat pada peningkatan harga tmaks
dibandingkan dengan tmaks furosemida tunggal. Dispersi padat furosemida – PVP 1 : 7
meningkatkan ketersediaan hayati relatif (AUC0-5) secara bermakna dibandingkan
furosemida murni (P < 0,05) dengan nilainya 125,07 %. Jadi dispersi padat furosemida –
PVP 1 : 7 bioekivalen dengan Lasix.
JURNAL 4
1. Judul Jurnal: BIOAVAILABILITAS TABLET IBUPROFEN PADA PEMBERIAN
BERSAMAAN DENGAN EKSTRAK AIR HERBA PEGAGAN (Centella asiatica (L)
Urban) PADA KELINCI JANTAN
2. Penulis: Depprelia Wahyu Sutanti, Iis Wahyuningsih Fakultas Farmasi, Universitas
Ahmad Dahlan
3. Tahun Terbit: 2013
4. Publikasi: Majalah Farmasi Indonesia
5. Reviewer: Khairun Nisa (1943057010)

REVIEW:

Latar Belakang Penelitian:

Ibuprofen merupakan derivat dari asam propionat, yang secara luas digunakan sebagai
obat antiinflamasi non-steroid, antipiretik dan analgetik (Dewland et al., 2009; Canaparo et al.,
2000; Bushra and Aslam, 2010; Rainsford, , 2009).

Seperti halnya ibuprofen, ekstrak air herba pegagan juga memiliki aktifitas sebagai
antiinflamasi (Somchit, et al, 2004). Aktivitas antiinflamasi dari ekstrak air herba pegagan
dapat dikaitkan dengan adanya glikosida seperti asiaticoside dan madecassoside (George et al.,
2009). Assiaticoside merupakan suatu inhibitor aktivitas enzim CYP450 (CYP3A4 dan
CYP2C19), dapat menyebabkan interaksi dengan obat yang dimetabolisme oleh enzim
termasuk ibuprofen

Metode Penelitian

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut alat-alat gelas (glassware)
Pyrex, scapel, pipet mikro, tabung ependrof, vortex (MX-S), sentrifuge (PLC-05),
spektrofotometer (PharmaSpec UV-1700 Shimadzu), neraca analitik (ANALITIK AND
GR/202), pH meter (PCT-403), Stirer (LMS-1003), ultrasonic (LC 30 H) dan alat Halogen
Moisturizer Analyzer.
Bahan

Hewan uji yang digunakan adalah kelinci jantan galur lokal dengan berat badan 1,5-1,8 kg.
Bahan yang digunakan adalah herba pegagan yang diperoleh dari kaki gunung Ungaran,
ibuprofen, tablet ibuprofen generik (Indofarma), kloroform p.a, Natrium Hidroksida p.a.,Asam
Klorida (E. Merck) p.a., heparin dan aquades.

Jalannya Penelitian

1. Determinasi Tanaman dan Pembuatan Ekstrak Air Herba Pegagan (Centella asiatica (L)
Urban).
2. Uji Pendahuluan
a. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum ibuprofen dalam plasma darah
b. Penentuan persamaan kurva baku ibuprofen dalam plasma darah, perolehan kembali
dan penentuan stabilitas ibuprofen dalam plasma darah
3. Penentuan parameter bioavailabilitas ibuprofen dalam darah
4. Analisis Data

KESIMPULAN

1. Penggunaan tablet ibuprofen bersama ekstrak air herba pegagan dapat meningkatkan
nilai Cpmaks dan AUC, tetapi tidak ada pengaruh terhadap nilai tmaks.
2. Penggunaan ibuprofen bersama ekstrak air herba pegagan 50 %b/v dan 100%b/v secara
signifikan mempengaruhi bioavailabilitas ibuprofen dalam darah.

Anda mungkin juga menyukai