Anda di halaman 1dari 30

No Kode DAR2/Profesional/582/006/2018

PENDALAMAN MATERI FARMASI

MODUL 006 : PEMBUATAN DAN EVALUASI SEDIAAN CAIR, SEMI


PADAT

Dr. NINING SUGIHARTINI, M.Si., Apt.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
2018

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 1
MODUL

PEMBUATAN DAN EVALUASI SEDIAAN CAIR DAN SEMIPADAT

I. PENDAHULUAN

Modul ini berisi tentang pengertian sediaan larutan, suspensi, emulsi, salep,

supositoria serta penjelasan tentang cara pembuatan dan evaluasinya. Tujuan dari

pembuatan modul ini adalah agar peserta dapat menguasai prinsip-prinsip pada proses

pembuatan sediaan cair dan semipadat khususnya larutan, suspensi, emulsi, salep, dan

supositoria. Selain itu peserta mampu melakukan pekerjaan produksi sekaligus

mengevaluasi pada saat proses pembuatan dan kualitas produk yang dihasilkan. Pada

proses pembelajaran maka peserta dapat melakukan diskusi dengan pengajar dan melihat

proses pembuatan sediaan serta evaluasinya secara lebih jelas melalui video yang sudah

banyak terdapat di media daring melalui jaringan internet yang tersedia.

II. CAPAIAN PEMBELAJARAN

Capaian pembelajaran yang diharapkan dapat dikuasai oleh peserta adalah:

1. Menguasai teknik, prinsip dan prosedur pembuatan sediaan cair dan semipadat yang

dilakukan secara mandiri atau berkelompok.

2. Mampu melakukan pekerjaan produksi sediaan farmasi (suspensi, emulsi, salep dan

supositoria) yang meliputi menimbang, mencampur; mencetak; mengemas dan

menyimpan mengacu pada cara pembuatan yang baik (good manufacturing practice)

sesuai dengan aspek legal yang berlaku.

3. Melakukan preformulasi dan pengujian sediaan cair non steril

4. Menerapkan metode analisa untuk pengujian sediaan farmasi dan menentukan

karakteristik fisikokimia bahan baku aktif dan tambahan

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 2
III. SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN:

1. Peserta menguasai prosedur cara pembuatan sediaan larutan, suspensi, emulsi, salep,

dan supositoria

2. Peserta menguasai metode evaluasi pada saat proses pembuatan dan hasil produksi

beserta kriteria yang harus dipenuhi

3. Peserta mampu memberikan umpan balik terhadap kasus-kasus dalam pembuatan dan

evaluasi sediaan larutan, suspensi, emulsi, salep dan supositoria

4. Peserta menguasai metode analisa untuk pengujian sediaan farmasi

IV. MATERI

MATERI I : SEDIAAN LARUTAN

Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang

terlarut, misal : terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran

pelarut yang saling bercampur. Karena molekul-molekul dalam larutan terdispersi secara

merata, maka penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan umumnya memberikan jaminan

keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang baik jika larutan diencerkan atau

dicampur. Sediaan padat secara kimia umumnya lebih stabil dibanding senyawa dalam

larutan dan dapat dikemas lebih ringkas dan ringan. Untuk semua larutan terutama yang

mengandung pelarut mudah menguap harus menggunakan wadah tertutup rapat dan

terhindar dari panas berlebih. Jika senyawa tidak stabil dan mudah mengalami degradasi

secara fotokimia, penggunaan wadah tahan cahaya perlu dipertimbangkan.

Terdapat beberapa jenis larutan yang terbagi berdasarkan cara pemberian (oral,

topikal) atau sistem pelarut dan zat terlarut (spirit, Tingtur, Larutan Air).

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 3
1. Larutan oral

Adalah sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral, mengandung satu atau lebih zat

dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis atau pewarna yang larut dalam air atau

campuran kosolven air.

2. Larutan Topikal

Adalah larutan yang biasanya mengandung air tetapi seringkali mengandung pelarut

lain seperti etanol dan poliol, untuk penggunaan topikal pada kulit, atau dalam hal

larutan Lidokain Oral Topikal untuk penggunaan pada mukosa mulut. Istila lotio

digunakan untuk larutan atau suspensi yang digunakan secara topikal.

3. Larutan Otik

Adalah larutan yang mengandung air atau glserin atau pelarut lain dan bahan

pendispersi untuk penggunaan telinga luar misalnya Larutan Otik Benzokain dan

Antipirin, Larutan Otik neomisin dan Polimiksin B Sulfat dan larutan Otik

Hidrokortison.

4. Spirit

Adalah larutan mengandung etanol atau hidroalkohol dari zat mudah menguap,

umumnya merupakan larutan tunggal atau campuran bahan. Beberapa bahan spririt

digunakan sebagai pengaroma dan lainnya digunakan dalam pengobatan. Penurunan

kadar etanol dalam spirit dengan mencampurkan sediaan yang mengandung air

seringkali menyebabkan kekeruhan. Spirit harus disimpan dalam wadah tertutup rapat,

tidak tembus cahaya untuk mencegah penguapan dan memperkecil perubahan akibat

oksidasi.

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 4
5. Tingtur

Adalah larutan mengandung etanol atau hidroalkohol dibuat dari bahan tumbuhan atau

senyawa kimiawi. Jumlah obat dalam tingtur yang berbeda tidak selalu seragam tetapi

bervariasi sesuai dengan masing-masing standar yang telah ditetapkan.

6. Air aromatik

Kecuali dinyatakan lain air aromatik adalah larutan jernih dan jenuh dalam air, dari

minyak mudah menguap atau senyawa aromatik atau bahan mudah menguap lain. Bau

dan rasanya mirip dengan obat atau senyawa mudah menguap yag ditambahkan.

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan larutan adalah

1. Tujuan pemberian obat (eksternal atau internal)

2. Konsentrasi bahan aktif

3. Cairan pembawa

4. Stabilitas bahan aktif dan bahan tambahan dalam cairan pembawa

5. Penggunaan bahan pengawet

6. Penggunaan bahan tambahan lain seperti buffer pH, solubilizer, suspending agent,

emulsifying agent, viscosity controlling agent, coloring, flavouring agent.

Salah satu contoh sediaan larutan adalah Larutan oral-topikal Lidokain


Hidroklorida. Lidokalin hidroklorida memiliki sifat fisikokimia seperti disajikan pada tabel
I.
Tabel I. Sifat fisikokimia Lidokain hidroklorida
Sifat Fisikokimia Keterangan
Pemerian Serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit
Kelarutan Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol; larut
dalam klorofirm; tidak larut dalam eter
Jarak lebur Antara 740 dan 790
Sisa pemijaran Tidak lebih dari 0,1%

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 5
Kontrol kualitas sedian Larutan oral-topikal Lidokain hidroklorida adalah

1. Harus memiliki pH antara 5,0-7,0

2. Penetapan kadar dilakukan dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

Sejumlah volume yang setara dengan 100 mg Lidokain hidroklorida diukur secara

seksama dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 50ml. Larutan tersebut diencerkan

dengan fase gerak sampai tanda. Penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan fase

gerak campuran asam asam asetat glasial P-air (50:930) dan pH diatur menjadi 3.40

dengan penambahan natrium hidroksida 1 N. Selanjutnya 4 bagian volume larutan

dicampur dengan i bagian volume asetonitril sehingga diperoleh waktu retensi 4-6

menit. Larutan disaring dengan penyaring membran (dengan porositas 1µm atau lebih

kecil) dan diawaudarakan.

MATERI II: SEDIAAN SUSPENSI

Suspensi adalah suatu bentuk sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam

bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Persyaratan suatu suspensi

adalah zat yang terdispersi harus halus, tidak boleh cepat mengendap serta jika digojog

perlahan-lahan endapan harus segera terdispersi kembali.

Latar belakang pembuatan sediaan suspensi :

1. Bahan obat dengan karakteristik memiliki kelarutan yang rendah bahkan tidak larut

namun ditujukan untuk pasien yang tidak bisa menelan atau untuk sediaan parenteral

sehingga harus dibuat dalam bentuk sediaan cair

2. Pertimbangan stabilitas bahan aktif. Misalkan tetracycline HCI akan cepat rusak dalam

bentuk larutan, namun dalam bentuk suspensi akan lebih stabil.

3. Pertimbangan rasa dimana dalam bentuk suspensi dapat ditambahkan bahan pemanis

sehingga rasanya lebih enak daripada larutan. Misalkan klorampenikol dalam bentuk

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 6
larutan rasanya pahit, sedangkan dalam bentuk suspensi rasanya lebih enak.

4. Pertimbangan terapi dalam jangka waktu tertentu misalnya: injeksi suspensi intra

muskular.

Metode penggunaan suspensi :

1. Secara oral seperti suspensi chloramphenicol palmitate dan suspensi tetracycline.

2. Secara injeksi intra muskular seperti suspensi steril procaine penicillin.

3. Secara rektal seperti suspensi paranitro sulfatiazol

4. Secara topikal seperti suspensi calamine.

Metode pembuatan suspensi dapat dibuat dengan dua cara yaitu dengan cara

dispersi dan presipitasi. Pada cara dispersi bahan-bahan suspensi dicampurkan dan diaduk

hingga semua bahan terdispersi sedangkan pada metode presipitasi obat dilarutkan terlebih

dahulu sesuai kondisi yang dibutuhkan kemudian diendapkan. Kedua tipe pembuatan ini

akan memberikan kondisi stabilitas suspensi yang berbeda. Selain pengaruh cara

pembuatan terdapat faktor lain yang mempengaruhi stabilitas suspensi yaitu:

1. Ukuran partikel

2. Pergerakan partikel

3. Gaya tolak menolak antar partikel

4. Konsentrasi suspensi

Proses pembuatan suspensi memerlukan beberapa tahapan. Pada proses pembuatan

tersebut juga diperlukan in process control untuk memastikan produk akan memenuhi

persyaratan. Tahapan pembuatan suspensi dan in proces control disajikan pada gambar 1.

Sebagai contoh pada pembuatan Suspensi Parasetamol. Parasetamol memiliki sifat

fisikokimia seperti disajikan pada tabel II.

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 7
Tabel II. Sifat fisikokimia Parasetamol
Sifat Fisikokimia Keterangan
Pemerian Serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa sedikit
pahit
Kelarutan Larut dalam air mendidih dan dalam natrium
hidroksida 1 N, mudah larut dalam etanol
Jarak lebur Antara 1680 dan 1720
Sisa pemijaran Tidak lebih dari 0,1%

Gambar 1. Tapan proses pembuatan suspensi dan in proces control nya

Suspensi Parasetamol dibuat dengan formula seperti disajikan pada Tabel III.

Suspensi Parasetamol dibuat dengan menambahkan dekstrosa pada air. Setelah itu

ditambahkan bahan lain dengan pengadukan yang diawali dari penambahan asam sitrat,

natrium sitrat, perasa jeruk, Kollidon CL-M dan terakhir ditambahkan Parasetamol.

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 8
Tabel III. Formula Suspensi Parasetamol
Nama Bahan Jumlah
Serbuk Parasetamol 5,0 gram
Serbuk Asam sitrat 0,5 gram
Natrium sitrat 0,5 gram
Kollidon CL-M 5,0 gram
Perasa jeruk 0,1 gram
Dekstrosa 30,0 gram
Air 58,9 gram

Berdasarkan kompendia maka kontrol kualitas Suspensi Parasetamol adalah

1. Memiliki pH antara 4,0 dan 6,9

2. Memenuhi persyaratan keseragaman sediaan

Berdasarkan kompendia maka untuk suspensi dilakukan uji keseragaman kandungan.

Pada uji ini maka diambil tidak kurang dari 30 satuan. Selanjutnya dilakukan penetapan

kadar pada sejumlah tertentu bahan yang telah dikocok dan dipindahkan dari masing-

masing wadah dalam kondisi penggunaan yang normal dan dinyatakan hasil sebagai

dosis terbagi. Nilai penerimaan dihitung berdasarkan tabel yang ada.

3. Memenuhi persyaratan volume terpindahkan

Kompendia mensyaratkan bahwa suspensi Parasetamol harus memenuhi persyaratan

suspensi oral dalam wadah dosis ganda. Langkah awal yang harus dilakukan adalah

memilih 30 botol. Setelah itu diambil 10 botol dan dikocok satu persatu. Suspensi

kemudian dituangkan perlahan-lahan dari tiap wadah kedalam gelas ukur yang tidak

lebih dari 2,5 volume dari volume yang diukur dan telah dikalibrasi. Pada proses

tersebut harus dihindari pembentukan gelembung. Waktu penuangan didiamkan tidak

lebih dari 30 menit untuk wadah dosis ganda dan 5 menit untuk dosis tunggal. Jika telah

bebas dari gelembung udara maka dapat diukur volume tiap campuran. Persyaratan

penerimaan adalah volume rata-rata dari 10 botol tidak kurang dari 100% dan tidak ada

1 wadah kurang dari 95% dari volume yang tertera pada etiket.

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 9
4. Penetapan kadar parasetamol dalam suspensi

Sejumlah volume suspensi yang telah dikocok diukur seksama yang setara dengan lebih

kurang 100 mg parasetamol. Suspensi dimasukkan ke dalam labu tentukur 200 ml.

Setelah itu ditambahkan 100 ml fase gerak dan dikocok selama 10 menit. Selanjutnya

ditambahkan fase gerak sampai tanda. Sebanyak 5 ml larutan dipipet dan dimasukkan

ke dalam labu tentukur 250 ml dan diencerkan dengan fase gerak sampai tanda.

Campuran selanjutnya disaring dengan penyaring dengan porositas 0,5 µm atau lebih

kecil. Sebanyak 10 ml filtrat pertama dibuang. Filtrat selanjutnya dapat digunakan

sebagai sampel. Sampel dibaca dengan detektor 243 nm dan kolom 3,5 mm x 30 cm

berisi bahan pengisi L1. Laju alir lebih kurang 1,5 ml per menit. Fase gerak yang

digunakan adalah campuran air-metanol (3:1) yang telah disaring dan diawaudarakan.

MATERI III : EMULSI

Emulsi adalah suatu sistem yang memungkinkan suatu cairan terdispersi di dalam

cairan yang lain dalam bentuk tetes-tetes kecil dengan diameter 0,2 – 50 mikron. Pada

umunya cairan tersebut adalah campuran dari fase minyak dan fase air yang dengan

pengocokan akan diperoleh campuran yang homogen. Namun demikian campuran tersebut

mempunyai stabilitas minimal sehingga dalam waktu singkat akan memisah kembali. Oleh

karena itu stabilitas emulsi tersebut diperbesar dengan penambahan bahan penolong yang

disebut emulgator.

Terdapat dua komponen utama dalam emulsi yaitu cairan yang terdispersi yang

disebut fase dispers atau fase internal. Sedangakan cairan sebagai medium dimana fase

dispers terdispersi disebut medium dispers atau fase eksternal/fase kontinyu. Kedua fase

tersebut bisa terdiri atas bagian yang bersifat hidrofil, seperti: alkohol, glikol, gula, garam

mineral, garam organik, dan lain-lain serta yang bersifat lipofil seperti asam lemak, alkohol,

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 10
asam lemak, lilin, zat-zat aktif yang liposolubel, dan lain-lain. Berdasarkan komponen

tersebut maka emulsi terbagi menjadi 2 tipe yaitu :

1. Emulsi tipe minyak/air (m/a) atau oil/water (o/w) di mana minyak terdispersi dalam

bentuk tetes-tetes kecil di dalam air.

2. Emulsi tipe air/minyak (a/m) atau water/oil (w/o) di mana fase air terdispersi ke dalam

fase minyak.

Emulsi dapat digunakan dalam berbagai pemakaian, misal untuk pemakaian topikal

maupun sistemik, contohnya :

1. Secara per-oral banyak digunakan tipe o/w dimana keuntungannya adalah mudah

diabsorbsi serta lebih menjamin homogenitas dosis.

2. Secara topikal baik untuk sediaan farmasi maupun kosmetika

dapat digunakan tipe o/w maupun w/o.

Emulgator

Selain fase air dan fase minyak maka komponen penting lain dalam emulsi adalah

emulgator. Ada dua jenis emulgator yaitu :

1. Sufaktan

Surfaktan adalah suatu zat yang mempunyai gugusan hidrofil dan lipofil sekaligus

dalam molekulnya sehingga dapat berada di permukaan cairan atau antar muka dua

cairan dengan cara teradsorbsi. Gugus hidrofil akan berada pada bagian air sedangkan

gugus lipofil akan berada pada bagian minyak. Surfaktan ini memiliki 4 kategori yaitu

surfaktan anionik, surfaktan kationik, surfaktan amfoterik, dan surfaktan non-ionik

berdasarkan atas muatan yang dihasilkan bila zat ini terhidrolisis dalam air.

2. Hidrokoloid

Emulgator ini bekerja dengan membentuk lapisan yang rigid/kaku dan bersifat

viskoelastik pada permukaan minyak-air. Zat ini bersifat larut dalam air dan akan

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 11
membentuk emulsi tipe o/w. Beberapa jenis emulgator ini adalah:

a) Gom : gom arab, tragacant

b) Ganggang laut : agar-agar, alginat, caragen

c) Biji-bijian : guar gum

d) Selullosa: carboxi metil. cellulosa (CMC), metil cellulosa (MC)

e) Polimer sintetik, protein dan lain-lain

f) Zat padat halus yang terdispersi : bentonit, magnesium hidroksida dan aluminium

hidroksida.

Pembuatan Emulsi

Pada pembuatan emulsi dibutuhkan senyawa yang dapat menyatukan kedua tipe

fase hidrofil dan lipofil yaitu senyawa yang disebut surfaktan. Penambahan surfaktan pada

komponen dapat dilakukan dengan:

1. Melarutkan surfaktan sesuai kelarutannya pada fase yang ada. Surfaktan yang larut

dalam minyak dilarutkan dalam minyak demikian juga yang larut dalam air dilarutkan

dalam air. Kemudian fase minyak ditambahkan ke dalam fase air sehingga dapat

terbentuk sabun yang digunakan sebagai emulgator.

2. Surfaktan (misalnya Tween dan Span) dimasukkan dalam fase minyak yang kemudian

dipanaskan kurang lebih 60-70°C. Demikian juga dengan fase air dipanaskan pada suhu

yang sama. Kemudian fase air ditambahkan porsi per porsi sambil diadu kke fase minyak

sehingga terbentuk emulsi. Pengadukan dilakukan sampai suhu kamar.

Selain itu dapat juga dilakukan pembuatan emulsi dengan :

1. Metode Anglosaxon/Metode Inggris/Gom Basah

Emulgator dicampur dengan sebagian air sehingga terbentuk musilago. Setelah itu fase

minyak dan fase air ditambahkan sedikit demi sedikit secara bergantian sambil diaduk

sehingga homogen.

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 12
2. Metode Continental (4-2-1)/Metoda Gom Kering/Metode Suspensi

Fase minyak ditambah gom dengan perbandingan 4:1. Campuran tersebut

dihomogenkan dalam mortir kering kemudian ditambahkan 2 bagain air. Campuran

tersebut diaduk sehingga terbentuk korpus emulsi. Selanjutnya sisa air ditambahkan

sedikit demi sedikit sampai habis sambil diaduk hingga homogen.

3. Metode Botol/Botol Forbes

Minyak-minyak menguap dan minyak-minyak yang kurang kental dibuat emulsi

menggunakan metode ini yang merupakan variasi dari metode gom kering.

Alat untuk Membuat Emulsi

Alat yang digunakan untuk membuat emulsi adalah :

a. Pengaduk (mixer)

Alat ini bekerja dengan menghomogenkan dan memperkecil ukuran partikel. Hal yang

harus diperhatikan saat menggunakan alat ini adalah apabila terlalu banyak udara yang

ikut terdispersi kedalam cairan maka akan terbentuk buih yang dapat mengganggu

pembacaan volume saat dilakukan pengisian dalam wadah.

b. Homogenizer

Alat ini bekerja dengan memperkecil ukuran partikel karena adanya pemberian

tekanan pada cairan. Tekanan tersebut menyebabkan cairan dipaksa melewati celah

sempit yang kemudian terbentur ke dinding wadah atau ditumbukkan pada bola-bola

metal yang ada dalam celah tersebut. Hal ini menyebabkan partikel akan terpecah

sehingga diperoleh diameter partikel rata-rata kurang dari 1 mikron.

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 13
Kontrol Emulsi

Beberapa uji yang dialkukan untuk mengevaluasi emulsi adalah :

1. Penentuan tipe emulsi, dengan cara:

a) Metode pengenceran yang dilakukan dengan cara menambahkan beberapa tetes

emulsi ke dalam tabung yang berisi air. Apabila campuran dapat homogen atau

terencerkan oleh air maka emulsi bertipe o/w. Demikian juga sebaliknya maka tipe

emulsi adalah w/o.

b) Metode pewarnaan dengan cara melarutkan pewarna dalam emulsi. Emulsi tipe o/w

akan terwarnai oleh zat warna yang larut dalam air demikian juga sebaliknya.

c) Konduktibilitas elektrik dengan cara mengalirkan listrik pada emulsi. Bila emulsi

dapat menghantar listrik maka emulsi tersebut bertipe o/w

2. Distribusi granulometrik

Uji ini dilakukan untuk mengamati ukuran partikel fase dispers menggunakan

mikroskop. Ukuran partikel merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas

emulsi. Apabila terjadi peristiwa koalesensi maka diameter rata-rata partikel akan

membesar.

3. Penentuan Sifat Alir

Tipe alir emulsi akan mempengaruhi proses pembuatan dan mempengaruhi saat

penyimpanan.

4. Uji stabilitas

Uji ini dilakukan untuk mengamati stabilitas emulsi terutama saat penyimpanan. Uji

sesuai kondisi normal membutuhkan waktu yang lama sehingga dilakukan juga uji

stabilitas yang dipercepat. Setelah uji stabilitas dipercepat maka dilakukan analisis

hubungan antara hasil uji stabilitas yang dipercepat dengan pengamatan sesungguhnya

dalam kondisi normal. Beberapa uji stabilitas dipercepat adalah:

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 14
a. Temperatur 40-60° C

Uji dilakukan dengan menggunakan suhu relatif tinggi.

b. Sentrifugasi

Pemberian putaran dengan kecepatan tinggi akan menaikkan harga g (gravitasi).

Berdasarkan hukum Stokes hal ini akan mempengaruhi proses pemisahan partikel.

c. Shock Thermic

Pada uji ini emulsi disimpan dengan variasi suhu yang cukup besar secara

bergantian pada periode waktu tertentu.

Sebagai salah satu contoh sediaan emulsi adalah emulsi ekstrak kunyit. Ekstrak

kunyit mengandung bahan aktif kurkumin. Sifat fisikokimia ekstrak kunyit disajikan pada

tabel IV.

Tabel IV. Sifat fisikokimia ekstrak kunyit

Parameter Keterangan
Struktur

C21H20O6
Pemerian Ekstrak kental, warna kuning, bau khas, rasa agak pahit (Anonim, 2008)

Kelarutan Sangat larut dalam etanol, agak larut air panas, tidak larut air dingin,
eter dan asam asetat
Kurkuminoid Merupakan campuran dari kurkumin (diferuloilmetan),
menodeksimetoksikurkumin, dan bisdemetoksi kurkumin (FOHAT,
2016)
Kandungan Kimia Rimpang kunyit mengandung kurkumin, dimetoksi kurkumin,
bismetoksi kurkumin, pati, tannin, resin, komponen minyak atsiri,
terpen tumeron, aflanton, zingiberin, gula, protein.
Berat Molekul 368,38 g/mol
Rapat Jenis 0,9348
Kadar Air < 10%
Kadar Abu Total < 0,4%
Abu tidak Larut Asam < 0,1%
Kadar Minyak Atsiri >3,2%
Kadar kurkuminoid ≥ 33,90%

Formulasi emulsi kunyit berdasarkan aspek preformulasi dapat dilihat pada tabel V.
Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 15
Tabel V. Formula emulsi ekstrak kunyit
Bahan Jumlah
Ekstrak kunyit 5g
Tween 80 10,07 g
Span 80 3,9 g
Gom 0,2 g
Aspartam 0,1 g
Na benzoat 0,1 g
Oleum citri Qs
Aquades ad 100 ml

Metode pembuatan dari emulsi kunyit ini dimuali dengan mengembangkan gom dengan

aquades, kemudian melarutkan Tween 80 dengan air hangat (larutan 1). Setelah itu melarutkan

aspartame dan Na benzoate dengan aquadest (larutan 2). Selain itu juga mencampurkan span

80 dengan ekstrak kunyit diatas waterbath hingga homogen (larutan 3). Gom yang sudah

mengembang dicampurkan dengan larutan 3, kemudian tambahkan larutan 1 dan 2 sedikit demi

sedikit.

Emulsi yang sudah diperoleh kemudian dievaluasi dengan parameter :

1. Penetapan pH

Emulsi harus memenuhi persyaratan pH yaitu antara 5 – 7

2. Homogenitas

Emulsi dikocok dan kemudian diteteskan digelas objek. Susunan dan distribusi jumlah

serta ukuran partikel relative sama.

3. Volume terpindahkan

Langkah awal yang harus dilakukan adalah memilih 30 botol. Setelah itu diambil 10

botol dan dikocok satu persatu. Suspensi kemudian dituangkan perlahan-lahan dari tiap

wadah kedalam gelas ukur yang tidak lebih dari 2,5 volume dari volume yang diukur

dan telah dikalibrasi. Pada proses tersebut harus dihindari pembentukan gelembung.

Waktu penuangan didiamkan tidak lebih dari 30 menit untuk wadah dosis ganda dan 5

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 16
menit untuk dosis tunggal. Jika telah bebas dari gelembung udara maka dapat diukur

volume tiap campuran. Persyaratan penerimaan adalah volume rata-rata dari 10 botol

tidak kurang dari 100% dan tidak ada 1 wadah kurang dari 95% dari volume yang

tertera pada etiket.

4. Bobot jenis

Bobot jenis dapat ditentukan dengan Piknometer.

5. Penetapan kadar

Analisis penetapan kadar kurkumin dapat dilakukan menggunakan metode KLT-

Densitometri dengan fase gerak kloroform dan metanol (95:5) n-heksan dan etil asetat

(1:1) dan fase diam Silika Gel 60 F254 yang sudah dilakukan optimasi. Masing-masing

5 µl larutan uji yang telah diekstraksi dilarutkan menggunakan etanol dan larutan

standar yaitu kurkumin 0,1 % dalam etanol ditotolkan pada lempeng fase diam.

Kemudian dielusi dengan fase gerak. Dibaca dengan KLT-Densitometri pada panjang

gelombang UV 254 nm dan 366 nm.

MATERI IV: SALEP

Salep adalah sediaan setengah padat yang ditunjukkan untuk pemakaian topikal

pada kulit ataupun pada selaput lendir. Efek terapinya dapat digunakan untuk pengobatan

lokal, maupun sistematik. Persyaratan salep yang baik adalah :

1. Stabil baik secara fisik maupun kimia selama pemakaian dan penyimpanan. Stabilitas

salep dipengaruhi oleh suhu, kelembaban dan lain-lain.

2. Lunak sehingga memudahkan saat dioleskan terutama pada bagian kulit yang luka

yang terbuka. Selain itu dengan konsistensi yang lunak akan memiliki daya sebar yang

baik.

3. Protektif terutama untuk salep yang ditujukan melindungi kulit dari pengaruh luar baik

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 17
berupa sifat asam, basa, debu, sinar matahari dan lain-lain.

4. Basis yang cocok sehingga tidak menghambat kerja obat yang dikandungnya,

mengiritasi kulit atau efek samping yang lain.

5. Homogen sehingga setiap pemakaian mempunyai khasiat yang sama.

Salep tersusun oleh berbagai komponen baik berupa padatan, cairan maupun

semipadat. Bahan tersebut dapat berada dalam keadaan terlarut (salep larutan), tersuspensi

(salep suspensi) atau mengandung emulgator yang menyebabkan terbentuknya salep

emulsi yang kenudian biasa disebut krim. Salep dengan jumlah bahan padat tinggi

dinyatakan sebagai pasta. Bahan tersebut terbagi atas dua bagian besar yaitu bahan aktif

dan bahan tambahan yang biasa disebut basis.

Pemilihan basis salep merupakan faktor penting karena akan mempengaruhi

kecepatan pelepasan obat yang selanjutnya akan mempengaruhi khasiat dari obat yang

dikandungnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi pelepasan obat adalah :

1. Kelarutan obat dalam basis,

2. Konsentrasi obat,

3. Koefisien difusi obat dalam basis,

4. Medium pelepasan.

Persyaratan basis adalah :

1. Memiliki stabilitas yang baik dan tidak bereaksi dengan bahan lain ataupun bahan aktif

(inert)

2. Memiliki daya sebar yang baik

3. Dapat melepaskan bahan yang ada di dalamnya

Basis salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu :

1. Dasar salep hidrokarbon (hydrocarbon bases)

Basis ini bersifat lemak sehingga hanya sejumlah kecil komponen air yang dapat

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 18
ditambahkan. Keuntungan dari basis ini adalah dapat melekat lama di kulit, dapat

digunakan untuk emolient. Namun demikian karena sifatnya yang berlemak amka sulit

dibersihkan dari permukaan kulit. Contoh dari bahan yang masuk tipe basis ini adalah

vaselin putih dan salep putih.

2. Dasar salep serap (absoption bases)

Basis ini dapat menyerap sejumlah air. Ada dua tipe yaitu dasar salep yang dapat

bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam minyak (misalnya parafin hidrofilik

dan lanolin anhidrat) dan emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan

sejumlah air (misalnya lanolin). Tipe basis ini juga dapat digunakan sebagai emolien.

3. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air (water removal bases)

Basis ini berupa emulsi minyak dalam air (contohnya salep hidrofilik) yang kemudian

biasa disebut "Krim". Keuntungan basis ini adalah dapat diencerkan dengan air, mudah

menyerap cairan yang terjadi pada kelainan dermatologik, mudah dibersihkan dari

permukaan kulit sehingga banyak digunakan pada sediaan kosmetik. Contoh lain basis

ini adalah vanishing cream.

4. Dasar salep larut dalam air (water-soluble bases)

Basis ini karena larut dalam air sehingga disebut juga "dasar salep tak berlemak" dan

terdiri dari konstituen larut air. Keuntungan basis ini adalah mudah dibersihkan dari

permukaan kulit

Proses Pembuatan Salep

Proses pembuatan salep tergantung dari jenis basis salep yang digunakan serta

jumlah yang akan dibuat. Faktor kritis dalam pembuatan salep adalah pencampuran dan

pengadukan bahan-bahan teruatama antara fase minyak dengan fase air. Bahan-bahan yang

masuk dalam fase air dimasukkan ke dalam air sedangkan yang larut dalam minyak

dilarutkan dalam fase minyak. Masing-masing fase dipanaskan pada suhu sekitar 60-700C.

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 19
Setelah homogen maka fase air dituang secara perlahan-lahan ke dalam fase minyak. Kedua

fase diaduk sehingga homogen sambil didinginkan. Pada proses pencampuran ini harus

dicegah masuknya udara karena dapat menyebabkan instabilitas emulsi, variasi kerapatan

dalam bets dan variasi bobot dalam wadah. Selain itu masuknya udara juga dapat terjadi

saat proses pengisian salep dalam tube. Pada proses pendinginan tersebut dapat

ditambahkan bahan lain yang tidak tahan pemanasan seperti pewangi. Demikian juga untuk

bahan aktif yang tidak tahan panas dapat ditambahkan saat pendinginan tersebut. Namun

jika bahan aktif tahan panas maka dapat ditambahkan sejak awal yaitu di fase minyak atau

fase air, tergantung dari kelarutannya.

Pada proses pembuatan salep perlu dilakukan in proces control untuk memastikan

produk yang dihasilkan akan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Langkah pembuatan

salep dan in proces control nya disajikan pada gambar 2.

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 20
Gambar 2. Proses pembuatan salep dan tahapan in proces control

Sebagai contoh salah satu sediaan salep adalah salep asam salisilat. Asam salisilat memiliki

sifat fisikokimia seperti yang disajikan pada tabel VI.

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 21
Tabel VI. Sifat fisikokimia asam salisilat
Parameter Keterangan
Struktur

Bobot Molekul 138,12


Pemerian Hablur, biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk halus; putih;
rasa agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk sintetis warna
putih dan tidak berbau. Jika dibuat dari metil salisilat alami dapat
berwarna kekuningan atau merah muda dan berbau lemah mirip
mentol.
Kelarutan Sukar larut dalam air dan dalam benzen, mudah larut dalam etanol
dan dalam eter; larut dalam air mendidih; agak sukar larut dalam
kloroform.
Susut Pengeringan < 0,5%; lakukan pengeringan di atas silika gel P selama 3 jam

Sisa Pemijaran < 0,05%


Logam Berat < 20 bpj
Klorida < 0,014%
Sulfat < 0,02%
Wadah dan Dalam wadah tertutup baik.
Penyimpanan

Formulasi dari salep asam salisilat yaitu setiap 10 g mengandung acidum

salicylicum 200 mg dan vaselin album hingga 10 g. Metode pembuatan salep asam salisilat

ini dilakukan dengan cara melarutkan asam salisilat dengan spiritus fortior secukupnya.

Kemudian asam salisilat yang telah larut ditambahkan vaselin album sedikit demi sedikit

dan digerus hingga homogen. Kemudian masukkan ke dalam wadah tertutup rapat dan

diberi label.

Salep selanjutnya dievaluasi :


1. pH
Penentuan pH dengan menggunakan pH meter. Salep harus memenuhi persyaratan pH
antara 4,5-6,5.

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 22
Gambar 3. Alat pH meter (Anonim1, 2018)

2. Penetapan viskositas
Viskositas salep dapat ditentukan dengan viskosimeter

Gambar 4. Viskosimeter (Anonim2, 2018)

3. Penentuan berat jenis


Berat jenis salep dapat ditentukan dengan piknometer
4. Penetapan kadar

Pada penetapan kadar asam salisilat menggunakan alkalimetri dapat dilakukan


dengan cara melarutkan sejumlah salep yang mengandung 0,25 g asam salisilat dalam 20
ml etanol 96% yang sebelumnya dinetralkan ke larutan merah fenol dan 20 ml eter.
Selanjutnya larutan dititrasi dengan 0,1 M NaOH menggunakan larutan merah fenol
sebagai indikator.

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 23
MATERI V: SUPOSITORIA

Suppositoria adalah sediaan padat yang akan meleleh, melunak, atau melarut pada

suhu tubuh ketika dimasukkan melalui rektal, vagina, atau uretra. Penggunaan suppositoria

bertujuan untuk melindungi jaringan setempat atau memberikan efek terapi yang bersifat

lokal atau sistemik. Sama halnya dengan salep maka dalam supositoria juga terdiri atas dua

komponen dasar yaitu bahan aktif dan bahan tambahan atau basis. Basis suppositoria pada

umumnya yang digunakan adalah basis tipe lemak misalnya lemak coklat (oleum cacao)

dan minyak nabati terhidrogenasi, basis hidrofilik misalnya gliserin, gelatin tergliserinasi,

campuran polietilen glikol berbagai macam bobot molekul, dan basis lainnya seperti

polioksil 40 stearat.

Pemilihan bahan bahan dasar suppositoria tersebut menjadi salah satu faktor

penting karena akan berpengaruh pada pelepasan zat aktif. Lemak coklat memiliki

karakteristik cepat meleleh pada suhu tubuh namun karena berlemak sehingga tidak

tercampurkan dengan cairan tubuh. Hal tersebut akan menghambat difusi obat yang larut

dalam lemak (lipofil) pada tempat yang diobati. Bahan pembawa berminyak seperti lemak

coklat jarang digunakan untuk supositoria vaginal karena membentuk residu yang tidak

dapat diserap. Polietilen glikol adalah bahan dasar yang sesuai untuk beberapa anti septik.

Gelatin tergliserinasi jarang digunakan melalui rektal karena dissolusinya lambat.

Berdasarkan hal tersebut maka persyaratan basis adalah:

1. Netral secara fisiologis sehingga tidak menimbulkan rangsangan misalnya pada usus.

Selain itu juga harus netral secara kimia yang berarti tidak mudah bereaksi dengan

bahan obat atau bahan lainnya dalam formula.

2. Interval yang rendah antara titik lebur dan titik beku sehingga dapat membeku dengan

cepat yang akan memudahkan saat pembuatan dan mencegah pendinginan mendadak

dalam cetakan.

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 24
3. Viskositas yang memadai yang akan berpengaruh pada saat pembuatan yaitu

mengurangi sedimentasi bahan tersuspensi serta lebih menjamin ketepatan takaran.

4. Cepat melebur dalam suhu tubuh

5. Dapat melepaskan bahan aktif dengan baik

6. Stabilitas secara fisik yang baik karena akn berpengaruh saat penyimpanan

Pembuatan Supositoria

Seperti halnya salep maka pembuatan supositoria juga tergantung dari jenis basis yang

digunakan. Pada prinsipnya ada dua macam pembuatan supositoria yaitu dengan

1. Mencetak leburan

Pada metode ini maka bahan bahan dileburkan dalam basis sesuai dengan sifat

bahannya. Setelah itu ditambahkan bahan aktifnya dan diaduk sampai homogen.

Setelah homogen maka masa lelehan siap dituang ke dalam cetakan yang sebelumnya

telah diolesi dengan pelumas.

2. Kompresi

Pada metode ini maka bahan yang siap dicetak diberikan tekanan sehingga tercetak

supositoria.

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 25
Evaluasi supositoria

Supositoria yang sudah diperoleh kemudian dievaluasi dengan parameter

1. Kekerasan Suppositoria

Suppositoria dimasukkan ke dalam alat uji dengan posisi ujung supositoria ada pada

bagian atas dan biarkan beberapa waktu hingga suppo mencapai temperatur ruangan.

Beban alat tersebut adalah 600 gram. Apabila supositoria belum menunjukkan

perubahan secara fisik setelah 1menit maka ditambah lagi beban pada alat uji sebesar

200 gram. Beban tersebut ditambahkan tiap interval waktu 1 menit selama suppo belum

hancur. Waktu dan beban yang dibutuhkan sampai supositoria hancur dicatat.

Ketentuan beban yang dibutuhkan sampai hancur menggunakan ketentuan sebagai

berikut:

Antara 0 – 20 detik : beban tambahan dianggap tidak ada

Antara, 21 – 40 detik : beban tambahan dihitung setengahnya

Antara 41 — 60 detik : beban tambahan dihitung penuh

Gambar 3. Alat uji kekerasan supositoria (Setianto dkk, 2017)

2. Uji Waktu Leleh Suppositoria

Supositoria dimasukkan ke dalam alat uji yang telah dilengkapi dengan sistem sirkulasi

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 26
air yang memiliki suhu 37°C. Suppositoria dimasukkan ke dalam bagian spiral dari alat

tersebut kemudian diatur sehingga batang kaca hingga tepat menyentuh suppositoria.

Pada waktu air menyentuh suppositoria maka mulai dicatat waktunya. Waktu yang

dibutuhkan sehingga tidak ada lagi suppositoria yang berada pada spiral kaca tersebut

dicatat.

3. Uji keseragaman bobot

Supositoria yang diperoleh ditimbang dan kemudian dihitung nilai koefisien

variansinya untuk mengetahui tingkat keseragaman bobot.

Sebagai salah satu contoh sediaan supositoria adalah Supositoria Bisakodil. Sifat

fisikokimia Bisakodil disajikan pada tabel VII.

Tabel VII. Sifat fisikokimia Bisakodil

Parameter Keterangan
Pemerian Merupakan serbuk hablur putih sampai hampir putih, terutama
terdiri dari partikel dengan diameter terpanjang lebih kecil dari
50µm.
Kelarutan Praktis tidak larut dalam air, larut dalam kloroform dan
benzena, agak sukar larut dalam etanol dan dalam metanol,
sukar larut dalam eter.
Jarak lebur Antara 131 0 dan 135 0
Susut Tidak lebih dari 0,5%
pengeringan
Sisa pemijaran Tidak lebih dari 0,1%

Formula dari supositoria Bisakodil disajikan pada tabel VIII.

Tabel VIII. Formula Supositoria Bisakodil


Nama Bahan Jumlah
Bisacodil 10 mg
Oleum cacao 90%
Setil alkohol 10%

Supositoria dibuat dengan melelehkan basisnya yaitu oleum cacao dan setil

alkohol. Setelah itu ditambahkan Bisakodil dan diaduk sampai homogen. Masa

campuran kemudian dimasukkan ke dalam cetakan.

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 27
Berdasarkan kompendia maka dilakukan evaluasi berupa penetapan kadar

bisakodil dalam supositoria. Sejumlah supositoria ditimbang seksama yang setara

dengan 100 mg bisakodil dan dimasukkan ke dalam corong pisah 500 ml. Setelah itu

ditambahkan 150 mln-heksan p, supositoria dikocok sehingga larut. Sebanyak 50 ml

asetonitril ditambahkan, dikocok selama 1 menit dan dibiarkan memisah. Lapisan

bagian bawah dialirkan ke dalam labu tentukur200 ml. Lapisan n-heksan yang tersisa

diekstraksi sebanyak 2 kali, tiap kali dengan 50 ml asetonitril. Lapisan bagian bawah

dikumpulkan dalam labu tentukur tersebut. Kumpulan ekstrak dalam labu tentukur

tersebut diencerkan dengan asetonitril sampai tanda, dikocok dan disa ring.

Selanjutnya sampel dibaca dengan kromatografi caik kinerja tinggi yang dilengkapi

detektor 265 nm; kolom 3,9 x 30 cm berisi L2. Laju fase gerak kurang lebih 2 ml per

menit. Fase gerak yang digunakan adalah campuran natrium asetat 0,074 M (dalam

air yang diatur pH hingga 7,4 dengan penambahan asam asetat p 2,5%) dengan

asetonitril (55:45). Campuran disaring dan diawaudarakan.

V. TUGAS

1. Tuliskan contoh formula sediaan emulsi, kemudian jelaskan alur pembuatannya

dan in process control- nya!

VI. RANGKUMAN

Suspensi adalah suatu bentuk sediaan yang mengandung bahan obat padat

dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Persyaratan

suatu suspensi adalah zat yang terdispersi harus halus, tidak boleh cepat mengendap

serta jika digojog perlahan-lahan endapan harus segera terdispersi kembali.

Suspensi dibuat dengan dua metode yaitu dispersi dan presipitasi. Suspensi

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 28
kemudian dievaluasi dengan parameter diameter partikel, volume sedimentasi,

redispersibilitas dan waktu tuang.

Emulsi adalah suatu sistem yang memungkinkan suatu cairan terdispersi di

dalam cairan yang lain dalam bentuk tetes-tetes kecil dengan diameter 0,2 – 50

mikron. Pada umunya cairan tersebut adalah campuran dari fase minyak dan fase

air yang dengan pengocokan akan diperoleh campuran yang homogen. Emulsi

dapat dibuat dengan metode anglosaxon, continental dan forbes. Emulsi yang

diperoleh selanjutnya dievaluasi tipe emulsi, distribusi granulometrik, penentuan

sifat alir dan uji stabilitas.

Salep adalah sediaan setengah padat yang ditunjukkan untuk pemakaian

topikal pada kulit ataupun pada selaput lendir. Salep tersusun atas zat aktif dan basis

dengan 4 macam tipe yaitu berlemak, serap, dapat dicuci dengan air dan larut air.

Salep yang dibuat dengan pencampuran atau peleburan selanjutnya dievaluasi pH,

viskositas, daya sebar dan daya lekatnya.

Suppositoria adalah sediaan padat yang akan meleleh, melunak, atau

melarut pada suhu tubuh ketika dimasukkan melalui rektal, vagina, atau uretra.

Supositoria dibuat dengan metode mencetak leburan dan kompresi. Evaluasi

supositoria meliputi kekerasan, waktu leleh dan keseragaman bobot.

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 29
VII. DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G, 2012, Sediaan Farmasi Likuida-Semisolida, Penerbit ITB, Bandung

Anonim, 2014, Farmakope Indonesia, Edisi V, Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta

Anonim1, 2018, Alat pH meter


https://www.google.com/url?sa=i&source=images&cd=&cad=rja&uact=8
&ved=2ahUKEwjWm9yCmv7aAhVEKo8KHfxgBV4QjRx6BAgBEAU&
url=https%3A%2F%2Famelchem.com%2Ftag%2Fphmeter%2F&psig=A
OvVaw3mknmmKnnpg6h6MPXBsEK_&ust=1526146799302560

Anonim2, 2018, Viskosimeter


https://www.google.com/url?sa=i&source=images&cd=&cad=rja&uact=8
&ved=2ahUKEwiThd_Umv7aAhUL148KHezIClMQjRx6BAgBEAU&url
=http%3A%2F%2Ftugasinstrumen.blogspot.com%2F2012%2F10%2Fvisk
ometer.html&psig=AOvVaw0TnKfM6E1K-
NCmu4vm5Ixj&ust=1526146973512432

Buhler, V., 1998, Generic Drug Formulation, BASF Fine Chemicals

Depkes RI, 2008, Farmakope Herbal Indonesia, Edisi I, 171, Departemen


Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Priyambodo, B, 2007, Manajemen farmasi Industri, Global Pustaka Utama


Yogyakarta

Setianto, A., Ikhsanudin, A., Widyastuti,mL., Sugihartini, N., Efiana, N.A.,


Fatimah, S.F., Farida, V., 2017, Petunjuk Praktikum Sediaan cair dan
Semipadat, Laboratorium Teknologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas
Ahmad Dahlan, Yogyakarta

Modul 008 | Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Cair dan Semi Padat 30

Anda mungkin juga menyukai