Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Uraian Tanaman

Gambar 1. Daun bidara laut (Strychnos lucida)

II.1.1 Klasifikasi Tanaman (Backer dan Brink, 1965)


Kingdom : Plantae
Divisi : Mognoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Rosales
Suku : Rhamnaceae
Marga : Ziziphus
Jenis : Ziziphus mauritiana Lamk.
II.1.2 Nama daerah
Bidara atau widara (Ziziphus mauritiana Lamk..) tumbuh di
Indonesia. Dikenal pula dengan perbagai nama daerah seperti Jawa:
widara atau dipendekkan menjadi dara. Madura: bukol. Bali: bekul. NTT:
sawu, rote, kom, kon. Makassar: bidara. Bima: rangga. Sumba: kalangga
(Heyne, K. 1987).
II.1.3 Morfologi
Tanaman ini merupakan salah satu semak atau pohon berduri dan
tinggi mencapai 15 m, diameter batang mencapai 40cm. Kulit batang
berwarna abu-abu gelap atau hitam, pecah-pecah tidak beraturan. Panjag
daun 4-7 cm dengan lebar 2-5 cm. Tangkai daun memiliki bulu dan pada
pinggiran daun terdapat gigi yang sangat halus. Bidara laut juga
mempunyai buah berbji satu, bulat sperti bulat telur, ukuran kira-kira 6x4
cm, dan berwarna kekuningan sampai kemerahan (Backer dan Brink,
1965)
II.1.4 Kandungan kimia
Ziziphus mauritiana Lamk. hanya tiga dari kandungan kimia yang
meliputi polifenol, saponin dan tanin. Sterol seperti, sitosterol, Terpenoid,
pitosterol, triterpenoid, alkaloid, saponin, flavonoid, glikosida dan tanin
(Chang, 2002). Kandungan senyawa kimia yang berperan sebagai
pengobatan dalam tanaman bidara antara lain alkaloid, fenol, flavanoid,
dan terpenoid (Adzu dkk, 2001). Tanaman Bidara (Ziziphus mauritiana
Lamk..) memiliki kandungan fenolat dan flavanoid yang kaya akan
manfaat. Senyawa fenolat adalah senyawa yang mempunya sebuah
cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksi, senyawa yang
berasal dari tumbuuhan yang memiliki cirri sama, yaitu cincin aromatic
yang mengandung satu atau lebih gugus hidroksil (Harbon, 1987).
II.1.5 Kegunaan/Khasiat Tanaman
Kandungan fenolat pada tanaman bidara kaya akan mafaat biologis
antara lain; antioksidan, antiinflamasi, antimikroba, antifungi dan
mencegah timbulnya tumor (Prior, 2003). Khasiat bidara untuk melindungi
sel DNA manusia yang disebabkan oleh kerusakan dari radiasi actinic diuji
menggunakan alat tes kontrol dimodifikasi oleh Regentec, spin dari
perusahaan riset dari Universitas Nottingham (Abdel-Galil F.M, 1991).
Teknik ekstraksi suatu senyawa-senyawa organik dari matrik sampel
biasanya terdiri dari membersihkan dan mengambil atau mengkonsentrasi
lapisan utama untuk senyawa mudah menguap dan ekstraksi cair-cairan,
solid phase extraction (SPE), atau supercritical fluid extraction (SFE)
untuk semivolaatil dan tidak voaltil. Teknik-teknik ini mempunyai
kekurangan, termasuk biaya mahal dan memakan waktu lama dalam
persiapannya. Sebuah teknik baru mempersiapkan sampel
menghilangkan banyak kekurangan dari teknik yang lama dalam
megekstraksi senyawa organik (Muchtaridi at al 2015).
II.2 Metode ekstraksi
Analisis suatu senyawa organic dilakukan terhadap senyawa
organic yang telah diisolasi dari bahan alam. Bahan alam yang di mkasud
disini adalah bahan alam yang yang telah dipilih untuk di lakukan isolasi
ada beberapa tehnik isolasi bahan alam yang umum digunakan salah satu
tahab dalam isolasi adalah ekstraksi (marjoni R, 2016)
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat aktif dari
berbagai tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termaksud biota
laut. Zat-zat aktif terdapat dalam sel namun sel tanaman dan hewan
berbeda demikian pula ketebalan nya, sehingga di perlukan metode
ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya (Dirjen POM,
1986) Pada umumnya dasar pemilihan metode ekstraksi ada dua aspek
yaitu aspek pertama dengan melihat tekstur dari nsampel yang akan di
sari. Dengan sampel yang memiliki tekstur yang keras dapat di gunakan
metode panas, sedangkan ekstraksi dengan metode dingin lebih ditujukan
untuk jenis sampel yang memiliki tekstur lunak. Selain itu pemilihan
metode ekstraksi dapat di dasarkan pada sifat polaritas dari senyawa
yang akan disari. Prinsip “like dissolves like” inilah yang digunakan dalam
tehnik ekstraksi untuk menjelaskan mekanisme beberapa pelarut bekerja.
Ini mengacu pada polaritas pelarut dan zat terlarut (Najib A, 2018).
Metode ekstraksi terbagi atas dua, yaitu metode ekstraksi dingin
dan metode ekstraksi panas, metode ekstraksi dingin ditujukan untuk
mengekstraksi senyawa – senyawa yang terdapat dalam simplisia yang
tidak tahan terhadap panas atau bersifat termolabil. Ekstraksi secara
dingin dapat dilakukan dengan maserasi dan perkolasi. Metode panas
digunakan apa bila senyawa – senyawa yang terkandung dalam simplisia
sudah dipastikan tahan panas. Metode ekstraksi panas antaralain refluks,
soxhletasi, infundasi, dekokta, dan destilasi (Marjoni R, 2016)
II.2.1 Maserasi
merupakan metode yang digunakan untuk simplisia segar, kering
atau serbuk yang zat aktifnya tidak tahan terhadap pemanasan. Dan
pelarut yang dipakai adalah air atau pelarut organik. Keuntungan dari
maserasi adalah pengerjaan dan peralatannya mudah dan sederhana
sedangkan kekurangan nya waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi
bahan cukup lama, penyarian kurang sempurna dan pelarut yang
digunakan jumlahnya banyak. Metode: kecuali dinyatakan lain lakukan
sebagian berikut: masukan satu bagian simplisia ke dalam maserator,
tambahkan sepuluh bagian penyari dan rendam selama 6 jam sekali-kali
diaduk kemudian diamkan hingga 24jam. Pisahkan maserat dengan
separator dan ulangi proses dua kali dengan jumlah dan jenis pelarut yang
sama, kemudian kumpulkan semua maserat. Jika maserasi dilakukan
dengan pelarut air maka tambahkan etanol minimal 10%, selain sebagai
pengawet, juga untuk memudahkan penguapan maserat (Dirjen POM,
2012)
Adapun keuntungan dari metode ini (Marjoni R, 2016):
1. Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam;
2. Biaya operasionalnya relative rendah;
3. Prosesnya relative hemat;
4. Tanpa pemanasan;
5. Cara penyari dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan
sederhana dan mudah diusahakan;
Adapun kelemahan dari metode ini (Marjoni R, 2016):
1. Proses penyarinya tidak sempurna, karena zat aktifnya hanya mampu
terekstraksi sebesar 50% saja;
2. Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari;
II.2.2 fraksinasi
Fraksinasi adalah proses pemisahan suatu kuantitas tertentu dari
campuran (padat, cair, terlarut, suspensi atau isotop) dibagi dalam
beberapa jumlah kecil (fraksi) komposisi perubahan menurut kelandaian.
Pembagian atau pemisahan ini didasarkan pada bobot dari tiap fraksi,
fraksi yang lebih berat akan berada paling dasar sedang fraksi yang lebih
ringan akan berada diatas. Fraksinasi bertingkat biasanya menggunakan
pelarut organik seperti eter, aseton, benzena, etanol, diklorometana, atau
campuran pelarut tersebut. Asam lemak, asam resin, lilin, tanin, dan zat
warna adalah bahan yang penting dan dapat diekstraksi dengan pelarut
organik (Adijuwana dan Nur 1989). Fraksinasi bertingkat umumnya diawali
dengan pelarut yang kurang polar dan dilanjutkan dengan pelarut yang
lebih polar. Tingkat polaritas pelarut dapat ditentukan dari nilai konstanta
dielektrik pelarut. Emapat tahapan fraksinasi bertingkat dengan
menggunakan empat macam pelarut yaitu:
1. ekstraksi aseton
2. fraksinasi n-heksan
3. fraksinasi etil eter
4. fraksinasi etil asetat (Lestari dan Pari 1990).
II.2.3 Cairan penyari
Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor.
Cairan yang baik harus memenuhi kriteria murah dan mudah di peroleh,
stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap,
selektif yang hanya menarik zat berkhasiat, tidak mempengaruhi zat
berkhasiat (Depkes RI, 1986)
II.3 Drug DeliverySystem (DDS)
System penghantaran obat atau (drug delivery system) merupakan
salah satu bidang perkembangan teknologi. Unit structural dari
nanoteknologi dikenal sebagai nanopartikel. Partikel kasar kisaran
ukurannya antara 10.000 – 2.500 nm, partikel halus kisarannya antara 100
– 2.500 dan partikel ultra-fine kisarannya antara 1-100 nm (tiwari, 2013).
System penghantaran obat atau (drug delivery system) memiliki
keuntungan untuk meningkatkan sifat penetrasi pada kulit. Perkembangan
terbaru dalam bidang nanoteknologi telah memungkinkan pembuatan
partikel berukuran nano digunakan untuk berbagai aplikasi biomedis
(papakosta et al., 2011). Salah satu perkembangan drug delivery system
dalam penghantaran transdermal yaitu system vesicular salah satunya
dikenal sebagai fitosom.
Phyto-Phospholipid Complex atau dikenal sebagai Fitosom
merupakan suatu teknologi yang telah dikembangkan dalam formulasi
obat dan produk nutrasetika yang mengandung senyawa aktif bahan alam
(herbal) yang bersifat hidrofilik dengan membentuk kompleks senyawa
aktif (phytoconstituent) di dalam fosfolipid. Pembuatan fitosom ditujukan
untuk meningkatkan absorpsi obat sehingga dapat meningkatkan
bioavailabilitas dan efikasi obat (Ajazuddin S., 2010). Pembentukan
senyawa bahan alam dengan molekul fosfolipid telah banyak
dikembangkan sebagai suatu sistem pembawa yang potensial dan
mampu meningkatkan bioavailabilitas dari ekstrak atau senyawa aktif dari
bahan alam yang bersifat hidrofilik. Karakteristik fosfolipid yang
menyerupai sifat dari membran sel manusia menjadikan sistem ini sangat
kompatibel dengan sistem fisiologis manusia (Khan J et al, 2013).

Gambar 2. fitosom (Ramadon, D & Abdul, M., 2016).

Keunggulan fitosom dalam menghantarkan obat yaitu (Tripathy et


al.,2013; Kadu & Apte, 2017; Pawar &Bhangale, 2015),
1. penyerapan fitokonstituen meningkat baik melalui rute oral maupun
topical sehingga memiliki bioavabilitas yang lebih baik dan respon
terapeutik yang optimal.
2. Dapat menghantarkan ekstrak nonlipofilik dan meningkatkan
absorbansinya
3. Membutuhkan dosis obat yang rendah dikarenakan absorbs konstituen
aktif yang meningkat,
4. Fosfatidilkolin sebagai molekul pembawa memiliki efek hepatoprotektif
dan dapat menutrisi kulit,
5. Konstituen terkonjugasi dalam pembawa sehingga pembungkusan
sangat efisien,
6. Memiliki profil stabilitas yang lebih baikkarena adanya ikatan
molekulfosfatidilkolin dengan fitokonstituen
7. Komponen yang digunakan untukpembuatan fitosom relatif aman
danmemiliki resiko toksisitas rendah dan fitosom termasuk sistem
penghantarnon-invasif dan pasif,
8. Pembuatan fitosom relatif mudah tanpainvestasi teknis yang rumit.
Fitosom dibuat dengan mereaksikan 2-3 mol fosfolipid alami atau
sintesis seperti fosfatidilkolin, atau fosfatidilserin dengan 1 mol
fitokonstituen baik sendiri atau dalam campuran alami dalam pelarut
aprotik seperti dioksan atau aseton dalam rasio 1:1 atau 1:2 rasio optimal
fosfolipid terhadap fitokonstituen adalah 1:1 (Patel J et al., 2009). Menurut
khan (2013) penyusun fitosom yaitu yang merupakaan struktur misel
kompleks bahan alam-fosfolipid. Fotosom terbentuk ketika fosfolipif
bereaksi dengan ekstrak herbal dalam pelarut aprotik. Fosfatidilkolin
merupakan komponen amfoterik. Bagian fosfatidil bersifat lipofiik,
sedangkan bagian kolin bersidat hidrofilik. Polifenol berikatan dengan
bagian kolin pada fosfatidilkolin sedangkan bagian fosfatidil membentuk
kompleks tubuh dan ekor serta menyelubungi inti struktur hidrofilik dari
kolin. Molekul terikat dengan ikatan kimia kutub kepala kolin dari fosfolipid
(Chivte et al., 2017; Das dan kalita, 2013).
II.3 Fosfatidilkolin
Fosfatidilkolin merupakan senyawa fosfolipid yang memiliki bagian
polar dan nonpolar dalm strukturnya. Fosfatidilkolin sering digunakan
dalam formulasi fitosom. Fosfatidilkolin memiliki rumus molekul C5H14NO+
dengan bobot molekul 760,08 g/mol (jena B., 2014) zat fase lipid yang
umum digunakan untuk memproduksi liposom dan fitosom adalah
fosfolipid dari kedelai, dan terutama fosfatidilkolin (Choubey, 2011).
Kedelai fosfatidilkolin (SPC) telah tersedia secara klinis selama beberapa
decade karena biokompatibilitasnya, biodegradabilitas, aktivitas
metabolism dan toksisitas yang rendah dibandingkan dengan alternative
seintetiknya (Hou et al., 2012)

Gambar 3. Struktur kimia fosfatidilkolin

II.4 Kolesterol
Kolesterol mempunyai nama IUPAC (3β)-cholest-5-en-3-ol dengan
nama lain colestin, colesteryl alcohol dengan rumus molekul C27H46O
dengan berat massa 386,65 g/mol. Kolestrol mempunyai penampilan
serbuk Kristal berwarna putih dengan kerapatan 1,052 g/cm 3 titik lebur
147-150°C dan titik didih 368°C, kelarutan kolesterol dalam air 0,095
mg/mL (30°C) dan dapat larut dalam pelarut organic missal aseton,
benzene, kloroform, eter, hexane, isopropyl miristat, dan methanol (Rowe
et al., 2009). Kehdiran kolesterol dalam lipid bilayer meningkatkan
stabilitas dan dapat dimasukan kedalam membrane fosfolipid dalam
konsentrasi yang sangat tinggi hingga 1:1 atau bahkan rasio mol 2:1
darikolestrol terhadap fosfatidilkolin. Kelarutan kolesterol yang tinggi
dalam fitosom fosfolipid telah dikaitkan dengan interaksi kelompok kepala
hidrofobik dan spesifik (Anwekar et al., 2011)
Gambar 4. Struktur Kimia Kolesterol

II.5 Entrapment Efficiency (EE)


Entrapment Efficiency atau efisiensi penjerapan berhubungan
dengan jumlah obat yang terkandung dalam nanopartikel. Kandungan
obat menyatakan persent berat bahan aktif terjerap dengan berat
nanopartikel. Sedangkan efisiensi penjerapan adalah rasio persentase
eksprimen dari jumlah obat yang ditentukan dibandingkan dengan jumlah
obat yang di berikan atau massa teoritis yang digunakan untuk menyusun
nanopartikel (Kharia dkk., 2012)
Efisiensi penjerapan merupakan evaluasi yang dilakukan untuk
mengetahui jumlah obat yang terjerap dalam nanopartikel. Efisiensi
penjerapan dapat digunakan sebagai parameter utama dalam
menentukan formula utama terpilih dalam pembuatan nanopartikel,
sebelum menentukan nilai efisiensi penjerapan perlu dilakukan penentuan
kadar flavonoid total dan kandungan flavonoid bebas. Jumlah flavonoid
bebas diperoleh dengan melakukan pemisahan menggunakan
ultrasentrifugasi pada kecepatan 9.500 rpm selama 1,5 jam pada suhu
4°C, efisiensi penjerapan ditentukan dengan melakukan pemisahan antara
obat terjerap dan obat bebas menggunakan metode sentrifugasi (prapati
et al., 2011)
Efisiensi penjerapan nanopartikel dihitung sebagai rasio jumlah
flavonoid terjerap terhadap jumlah flavonoid yang ditambahkan ketika
preparasi (Sharma, Ahuja and Khur, 2012). Jumlah flavonoid terjerap
merupakan selisih dari jumlah flavonoid bebas. Efisiensi penjerapan
dikatakan tinggi jika efisiensi mendekati 100%. System nanopartikel yang
sukses memiliki penjerapan obat yang tinggi sehingga dapat menurunkan
jumlah komponen matriks saat pemberian (Mohanraj and chen, 2006)
II.6 Spektrofotometer UV-Vis
Spectrum uv-vis merupakan hasil interaksi antara radiasi
elektromagnetik (REM) dengan molekul. REM merupakan bentuk energy
radiasi yang mempunyai sifat gelombang dan partikel (foton). Karena
bersifat sebagai gelombang maka beberapa parameter perlu diketahui,
misalnya panjang gelombang, frekuensi, bilangan gelombang dan serapan
(Harmita, 2006). Spektrofotometer UV-Vis digunakan terutama untuk
analisa kuantitatif tetapi dapat juga untuk analisa kualitatif yang di
perhatikan (Harmita, 2006)
1. Membandingkan panjang gelombang maksimum
2. Membandingkan serapan , daya serap.
Untuk analisa kuantitatif dilakukan langkah-langkah sebagai berikut
(Harmita, 2006)
1. Pembuatan spectrum serapan dari zat murni atau standar
2. Pembuatan kurva kalibrasi dari zat murni atau standar yang diukur
pada panjang gelombang maksimum.
Pembuatan septrum serapan bertujuan untuk memperoleh panjang
gelombang maksimum dari senyawa tersebut dari konsentrasi yang biasa
digunakan antara 5-10 ӌg/ml. factor-faktor yang mempengaruhi spectrum
serapan antara lebar celah (Harmita, 2006)
II.7 Antioksidan
Secara kimia senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi
elektron ( elektron donor). Secara biologis, pengertian antioksidan adalah
senyawa yang dapat menangkal atau meredam dampak negatif oksidan.
Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada
senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan
tersebut dapat di hambat (Winarti, 2010). Antioksidan dibutuhkan tubuh
untuk melindungi tubuh dari serangan radikal bebas. Antioksidan adalah
suatu senyawa atau komponen kimia yang dalam kadar atau jumlah
tertentu mampu menghambat atau memperlambat kerusakan akibat
proses oksidasi.
Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam
jumlah berlebih, sehingga apabila terbentuk banyak radikal maka tubuh
membutuhkan antioksidan eksogen. Adanya kekhawatiran kemungkinan
efek samping yang belum diketahui dari antioksidan sintetik menyebabkan
antioksidan alami menjadi alternatif yang sangat dibutuhkan. Senyawa
fitokimia ditemukan pada berbagai sayuran dan buah-buahan. Senyawa
ini mempunyai manfaat bagi kesehatan, yang membuat tubuh lebih sehat
dan lebih kuat.
Aktivitas antioksidan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti
kandungan lipid, konsentrasi antioksidan, suhu, tekanan oksigen, dan
komponen kimia dari makanan secara umum seperti protein dan air.
Proses penghambatan antioksidan berbeda-beda tergantung dari struktur
kimia dan variasi mekanisme. Dalam mekanisme ini yang paling penting
adalah reaksi dengan radikal bebas lipid, yang membentuk produk non-
aktif. (Gordon, et al. 2001).

Anda mungkin juga menyukai