Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH HANDLING SITOSTATIKA

DISUSUN OLEH :

ARIFIN (O1B121058)

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS HALU OLEO
RAHA
2022
KATA PENGANTAR

Rasa syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karuniaNya, tim penyusun dapat menyelesaikan Makalah Penanganan
Sediaan Sitostatika. Pencampuran obat suntik dan penanganan sediaan sitostatika
seharusnya dilakukan oleh apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit, tetapi
kenyataannya sebagian besar masih dilaksanakan oleh tenaga kesehatan lain
dengan sarana dan pengetahuan yang sangat terbatas, sedangkan pekerjaan
kefarmasian tersebut memerlukan teknik khusus dengan latarbelakang
pengetahuan antara lain sterilitas. Berdasarkan hal tersebut di atas maka
diharapkan denan adana makalah ini dapat menjadi pegangan dalam
meningkatkan pengetahuan terlebih mengenai Handling Sitostatika di
Rumah Sakit.
Kritik dan saran-saran sangat kami harapkan untuk penyempurnaan dan
perbaikan dimasa mendatang. Akhir kata terimakasih disampaikan pada berbagai
pihak yang telah berkontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam
penyusunan makalah ini.

Raha, 05 September 2022


Mengetahui
Penyusun

ARIFIN
O1B121058
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker merupakan penyakit yang menyebabkan kematian terbanyak setelah
penyakit kardiovaskular. Berdasarkan data WHO tahun 2020 Kanker Payudara
merupakan jenis kanker yang paling banyak diderita oleh wanita Indonesia yaitu
30,8 % dan juga tertinggi untuk semua jenis kanker (16,6 %). Angka kejadian dan
kematian pada penderita kanker payudara terus mengalami peningkatan di setiap
tahunnya, menurut data World Health Organization (WHO) di tahun 2018
menyebutkan angka kejadian kanker payudara di Indonesia sebesar 42,1 per
100.000 penduduk dengan rata-rata angka kematian 17 per 100.000 penduduk
(Nafis dan Fery, 2016; WHO, 2020; Fristiohady dan Lidya, 2020).
Potenisal paparan pada petugas pemberian sitostatika telah banyak diteliti.
Falck dkk pada tahun 1979 melaporkan bahwa perawat yang bekerja pada ward
kemoterapi tanpa perlindungan yang memadai menunjukkan aktifitas mutagenik
yang signifikan lebih besar daripada kontrol subject. Tahun 1983 Sotaniemi,dkk
melaporkan adanya kerusakan liver pada 3 orang perawat yang bekerja pada ward
oncology. Di dua rumah sakit di Italy telah dilakukan penelitian ditemukan
cyclophospamide dan ifosfamide dalam urine perawat dan staf farmasi yang tidak
mengikuti peraturan khusus dalam menangani obat-obat sitostatika (Gustias dan
Janinury, 2018).
Berdasarkan Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit PMK 72 tahun 2016,
bahwa pelayanan dispensing sediaan steril salah satunya rekonstitusi obat kanker
harus dilakukan di Instalasi Farmasi. Dan menurut standar akreditasi SNARS
PKPO 5 bahwa kegiatan tersebut harus dilakukan staf farmasi terlatih. Di mana
untuk memenuhi kompetensi tersebut seorang Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian yang ingin melakukan rekonstitusi obat kanker, harus memahami
terlebih dahulu dasar hukum (kebijakan) dan standar sentralisasi penanganan obat
kanker. Dasar-dasar perhitungan dosis obat kanker serta protokol-protokol
pengobatan kanker yang dipakai di Rumah Sakit tempat kerja tersebut. Selain
dibekali dengan ilmu dasar-dasar pengobatan kanker dan cara menghitung dosis
kemoterapi, tentunya juga diajari dengan teknik-teknik aseptis untuk menunjang
keterampilan merekonstitusi obat kanker dengan aman (Kementerian Kesehatan
RI RS Kanker “Dharmais” Tahun 2020).
Agar staf farmasi di rumah sakit dapat melakukan pencampuran obat dengan
aman, maka perlu mendapat pelatihan pencampuran obat kanker (handling
cytotoxic) yang sesuai dengan standar. Di sebagian besar rumah sakit di Indonesia,
tenaga pelatih untuk pencampuran obat kanker masih belum mencukupi,
diharapkan terdapat banyak tenaga pelatih penangan obat kanker di seluruh
Indonesia agar staf farmasi tidak perlu keluar dari wilayahnya untuk mandapatkan
pelatihan penangan obat kanker yang aman (Gustias dan Janinury, 2018).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Handling Sitostatitika?
2. Siapa saja yang boleh menangani Sitostatika?
3. Bagaimana ruanagn dan peralatan di ruangan Sitostatika?
4. Bagimana penanganan Sitostatika?
5. Bagimana penanganan kecelakan kerja sitostatika?
6. Bagimana pengolahan limbah sitostatika?

C. Manfaat
1. Mahasiswa mampu memahami yang dimaksud degan Handling
Sitostatitika
2. Mahasiswa mampu memahami Siapa saja yang boleh menangani
Sitostatika
3. Mahasiswa mampu memahami ruanagn dan peralatan di ruangan
Sitostatika
4. Mahasiswa mampu memahami penanganan sitostatika
5. Mahasiswa mampu memahami penanganan kecelakan kerja sitostatika
6. Mahasiswa mampu memahami pengolahan limbah sitostatika
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Handling Sitostatika


Pencampuran pada sediaan steril merupakan suatu rangkaian perubahan
bentuk obat dari kondisi semula menjadi produk baru dengan suatu proses
pelarutan atau penambahan bahan lain yang dilakukan secara aseptis oleh
apoteker atau TTK di sarana pelayanan kesehatan (ASHP, 1985).
Handling adalah kegiatan mencampur atau melarutkan obat sitostatika
berbentuk injeksi kedalam larutan infus yang sesuai didalam Biological Safety
Cabinet (BSC). Pencampuran dilakukan secara aseptic, hal ini bertujuan untuk
melindungi lingkungan sekitar agar tidak tercemar oleh zat toksik yang
terkandung didalam obat kemoterapi. Serta mejaga mutu obat sitostatika itu
sendiri. Kemungkinan pemaparan yang berulang terhadap sejumlah kecil obat
obat kanker akan mempunyai efek karsinogenik, mutagenic dan teratogenik yang
tertunda lama terhadap petugas yang menyiapkan dan memberikan obat ini.
(Depkes RI, 2009)
Sitostatika atau onkolitica adalah zat-zat yang dapat menghentikan
pertumbuhan pesat dari sel-sel ganas, pengertian lain dari sitostatika adalah suatu
pengobatan untuk mematikan sel-sel secara fraksional (fraksi tertentu mati),
sehingga 90% berhasil dan 10% tidak berhasil. Bahan sitostatika adalah zat/ obat
yang merusak dan membunuh sel normal dan sel kanker, serta digunakan untuk
menghambat pertumbuhan tumor malignan.
Sitostatika tergolong obat beresiko tinggi karena mempunyai efek toksik
yang tinggi terhadap sel, terutama dalam reproduksi sel sehingga bersifat
karsinogenik (sifat bahan penyebab sel kanker yaitu sel liar yang dapat merusak
jaringan tubuh), mutagenik (sifat bahan yang dapat menyebabkan perubahan
kromosom yang dapat merubah genetika) dan teratogenik (sifat bahan yang dapat
mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan embrio) (Gustias dan Janinury,
2018).
Terpaparnya obat sitostatika ke dalam tubuh dapat melalui inhalasi,
absorpsi atau ingestion. National Institute for Occupational Safety and Health
( NIOSH, 2004) mengemukakan bahwa bekerja dengan atau dekat dengan obat-
obat berbahaya di tatanan kesehatan dapat menyebabkan ruam kulit, kemandulan,
keguguran, kecacatan bayi dan kemungkinan terjadi leukimia dan kanker lainnya.
Bahaya lain dari toksisitas yang sering dilaporkan berkenaan dengan preparasi dan
handling sitostatika berupa toksisitas pada liver, neutropenia ringan, fetal
malformation, fetal loss atau kasus timbulnya kanker (Gustias dan Janinury,
2018).
Obat berisiko tinggi disimpan di tempat terpisah, Untuk obat sitostatika
penandaan dapat diberikan tanda/label sesuai standar internasional dan tidak perlu
diberikan lagi tanda/label high alert.

Label Sitostatik

B. Sumber Daya Manusia


1. Apoteker
Setiap apoteker yang melakukan persiapan/peracikan sediaan steril harus
memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :
1. Memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang penyiapan dan
pengelolaan komponen sediaan steril termasuk prinsip teknik aseptis.
2. Memiliki kemampuan membuat prosedur tetap setiap tahapan
pencampuran sediaan steril.
Apoteker yang melakukan pencampuran sediaan steril sebaiknya selalu
meningkatkan dalam pengetahuan dan keterampilan melalui pelatihan dan
pendidikan yang berkelanjutan.
2. Tenaga Kefarmasian (Asisten Apoteker, D3 Farmasi)
Tenaga Kefarmasian membantu Apoteker saat dalam melakukan
pencampuran sediaan steril.Petugas yang melakukan pencampuran sediaan
steril harus sehat dan rutin cek kesehatan selama 3 bulan sekali. Khusus untuk
penanganan sediaan sitostaika petugas tidak sedang merencanakan
kehamilan, tidak hamil maupun menyusui (Depkes RI., 2009).

C. Ruangan dan Peralatan


Jenis Ruangan Pencampuran sediaan steril memerlukan ruangan khusus
dan terkontrol. Ruangan ini terdiri dari :
1. Ruang Persiapan Ruangan yang digunakan untuk administrasi dan
penyiapan alat kesehatan dan bahan obat (etiket, pelabelan,
penghitungan dosis dan volume cairan).
2. Ruang cuci tangan dan ruang ganti pakaian Sebelum masuk ke ruang
antara, petugas harus mencuci tangan, ganti pakaian kerja dan memakai
alat pelindung diri.
3. Ruang Antara (Ante room)Petugas yang akan masuk ke ruang steril
melalui suatu ruang antara
4. Ruang steril (clean room) Ruangan steril harus memenuhi syarat
sebagai berikut :
a. Jumlah partikel berukuran 0,5 mikron tidak lebih dari 350.000
partikel
b. Jumlah jasad renik tidak lebih dari 100 per meter kubik udara
c. Suhu 18-22 oC
d. Kelembapan 35-50 %
e. Dilengkapi High Efficiency Particulate Air (HEPA) Filter
f. Tekanan udara didalam ruangan lebih positif dari pada tekanan udara
di luar ruangan
g. Pass box adalah sutu tempat masuk dan keluarnya alat kesehatan dan
bahan obat sebelum dan sesudah dilakukan pencampuran. Pass box
terletak di antara ruang persiapan dan ruang steril.
Pembangunan clean room harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
A. Layout Desain Area Untuk layout desain area meliputi:
a. Desain area harus memperhatikan alur material, produk dan
personel
b. Peralatan, personel dan kegiatan tidak boleh melewati area dimana
pencampuran sedang dilakukan. Alur kegiatan satu arah
c. Jika alur kegiatan tidak bisa satu arah, maka harus ada buffer room
d. Area pencampuran obat sitostatika harus terpisah dari obat non-
sitostatika.
e. Clean room harus memiliki ruang ganti baju (gowning), ruang
penyimpanan stok, ruang pencampuran dan area untuk
kegiatan penerimaan dan pendistribusian
f. Perbedaan tekanan ruangan harus terjaga terus menerus (24 jam)
g. Area pencampuran obat sitostatika harus lebih negatif
dibandingkan area sekitarnya
h. Di dalam area pencampuran tidak boleh ada wastafel/sink atau
saluran pembuangan air
i. Air Handling Unit (AHU) untuk clean room sitostatika harus
tersendiri

(Desan ruangan sitostatika)


Peralatan dan Perlengkapan Peralatan yang harus dimiliki untuk
melakukan pencampuran sediaan steril meliputi:
a) Laminar Air Flow (LAF) mempunyai sistem penyaringan ganda yang memiliki
efisiensi tingkat tinggi, sehingga dapat berfungsi sebagai:
(1) Penyaring bakteri dan bahan-bahan eksogen di udara.
(2) Menjaga aliran udara yang konstan di luar lingkungan.
(3) Mencegah masuknya kontaminan ke dalam LAF.
Aliran Udara Vertikal (Vertical Air Flow). Aliran udara langsung mengalir
kebawah dan jauh dari petugas sehingga memberikan lingkungan kerja yang
lebih aman. Untuk penanganan sediaan sitostatika menggunakan LAF vertikal
Biological Safety Cabinet (BSC) kelas II dengan syarat tekanan udara di dalam
BSC harus lebih negatif dari pada tekanan udara di ruangan.
b. Alat Pelindung Diri (APD)
Penanganan pencampuran sitostatika harus ditangani dengan cara khusus.
Produk harus terlindung dari kontaminasi mikroba dengan teknis aseptis,
personal yang terlibat harus terlindung dari exposure bahan berbahaya dengan
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), juga lingkungan harus terhindar dari
paparan bahan berbahaya dengan melakukan pencampuran di Biological Safety
Cabinet (BSC). Adanya prosedur pembersihan jika terjadi tumpahan obat, juga
prosedur pemberian label, pengemasan, transportasi serta pembuangan limbah
obat sitostatika. Prosedur penanganan obat sitostatika yang aman dilaksanakan
untuk mencegah resiko kontaminasi pada personel yang terlibat dalam
preparasi, transportasi, penyimpanan dan pemberian obat sitostatika. Karena
kompleksibitas dari penanganan obat sitostatika tersebut maka petugas farmasi
dituntut untuk menerapkan prinsip pencampuran /handling sitostatika dengan
baik dan benar (Gustias dan Janinury, 2018).
Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan dalam pencampuran sediaan steril
meliputi :
(1) Baju Pelindung.
Baju Pelindung ini sebaiknya terbuat dari bahan yang impermeable (tidak
tembus cairan), tidak melepaskan serat kain, dengan lengan panjang, bermanset
dan tertutup di bagian depan.
(2) Sarung tangan
Sarung tangan yang dipilih harus memiliki permeabilitas yang minimal
sehingga dapat memaksimalkan perlindungan bagi petugas dan cukup panjang
untuk menutup pergelangan tangan. Sarung tangan terbuat dari latex dan tidak
berbedak (powder free). Khusus untuk penanganan sediaan sitostatika harus
menggunakan dua lapis.
(3) Kacamata pelindung
Hanya digunakan pada saat penanganan sediaan sitostatika
(4) Masker disposable
(5) Alat Pelindung Kaki
Alat pelindung kaki (safety shoes) berfungsi melindungi kaki dari
benturan, tusukan, irisan, goresan benda tajam, larutan bahan kimia dan lantai
licin agar tidak terjatuh (terpeleset). Jenis alat pelindung kakimisalnya sepatu
karet hak rendah.
(Kemenkes RI, 2019).

D. Teknik Penanganan Sediaan Sitostatika


1. Alur Administrasi Handling Sitostatika
a. Resep diterima oleh petugas farmasi di apotek rawat jalan saat dokter
spesialis onkologi sedang praktek.
b. Kemudian penanggung jawab shift atau petugas handling menyiapkan
obat sesuai yang ada di resep untuk diberikan saat jadwal pasien
kemoterapi.
c. Setelah itu obat-obat sitostatika dikemas sesuai nama dan tempat
penyimpanan, kemudian petugas membawanya ke ruang handling
untuk di tata sesuai hari dan tempat penyimpanan.
d. Petugas membuat pelabelan seperti etiket pada tiap pasien berupa nama
pasien, nomer rekamedis pasien, nama obat sitostatika, dan dosis yang
diperlukan. Fungsi dari pelabelan itu sendiri untuk mencegah terjadinya
kekeliruan saat memberikan obat sitostatika pada pasien.
e. Waktu pasien kemoterapi, petugas akan kroscek kepada perawat untuk
mengetahui apakah pasien sudah datang atau belum
f. Kemudian petugas mencampur obat sitostatika ke dalam cairan infus
dan diserahkan ke perawat untuk diberikan kepada pasien melalui intar
vena.
2. Penyiapan
Sebelum menjalankan proses pencampuran obat suntik, perlu dilakukan
langkah langkah sebagai berikut:
1) Memeriksa kelengkapan dokumen (formulir) permintaan dengan
prinsip 5 BENAR (benar pasien, obat, dosis, rute dan waktu
pemberian)
2) Memeriksa kondisi obat-obatan yang diterima (nama obat, jumlah,
nomer batch, tgl kadaluarsa), serta melengkapi form permintaan.
3) Melakukan konfirmasi ulang kepada pengguna jika ada yang tidak
jelas/tidak lengkap.
4) Menghitung kesesuaian dosis.
5) Memilih jenis pelarut yang sesuai.
6) Menghitung volume pelarut yang digunakan.
7) Membuat label obat berdasarkan: nama pasien, nomer rekam medis,
ruang perawatan, dosis, cara pemberian, kondisi penyimpanan,
tanggal pembuatan, dan tanggal kadaluarsa campuran
8) Membuat label pengiriman terdiri dari : nama pasien, nomer rekam
medis, ruang perawatan, jumlah paket.
9) Melengkapi dokumen pencampuran
10) Memasukkan alat kesehatan, label, dan obat-obatan yang akan
dilakukan
pencampuran kedalam ruang steril melalui pass box

3. Pencampuran
a. Proses pencampuran sediaan sitostatika
1. Memakai APD sesuai PROSEDUR TETAP
2. Mencuci tangan sesuai PROSEDUR TETAP
3. Menghidupkan biological safety cabinet (BSC) 5 menit sebelum
digunakan.
4. Melakukan dekontaminasi dan desinfeksi BSC sesuai PROSEDUR
TETAP
5. Menyiapkan meja BSC dengan memberi alas sediaan sitostatika.
6. Menyiapkan tempat buangan sampah khusus bekas sediaan
sitostatika.
7. Melakukan desinfeksi sarung tangan dengan menyemprot alkohol
70%.
8. Mengambil alat kesehatan dan bahan obat dari pass box.
9. Meletakkan alat kesehatan dan bahan obat yang akan dilarutkan di
atas meja BSC.
10. Melakukan pencampuran sediaan sitostatika secara aseptis.
11. Memberi label yang sesuai pada setiap infus dan spuit yang sudah
berisi sediaan sitostatika
12. Membungkus dengan kantong hitam atau aluminium foil untuk
obat-obat yang harus terlindung cahaya.
13. Membuang semua bekas pencampuran obat kedalam wadah
pembuangan khusus.
14. Memasukan infus untuk spuit yang telah berisi sediaan sitostatika
ke dalam wadah untuk pengiriman.
15. Mengeluarkan wadah untuk pengiriman yang telah berisi sediaan
jadi melalui pass box.
16. Menanggalkan APD sesuai prosedur tetap

4. Cara Pemberian
1. Injeksi Intravena (i.v.)
Injeksi intravena dapat diberikan dengan berbagai cara, untuk
jangka waktu yang pendek atau untuk waktu yang lama.
a) Injeksi bolus Injeksi bolus volumenya kecil ≤ 10 ml, biasanya diberikan
dalam waktu 3-5 menit kecuali ditentukan lain untuk obat obatan
tertentu.
b) Infus, Infus dapat diberikan secara singkat (intermittent) atau terus -
menerus (continuous).
c) Infus singkat (intermittent infusion), Infus singkat diberikan selama 10
menit atau lebih lama. Waktu pemberiaan infus singkat sesungguhnya
jarang lebih dari 6 jam per dosis.Infus kontinu (continuous infusion)
Infus kontinu diberikan selama 24 jam. Volume infus dapat beragam
mulai dari volume infus kecil diberikan secara subkutan dengan pompa
suntik (syringe pump), misalnya 1 ml per jam, hingga 3 liter
atau lebih selama 24 jam, misalnya nutrisi parenteral.
2. Injeksi intratekal
Injeksi intratekal adalah pemberian injeksi melalui sumsum tulang
belakang. Volume cairan yang dimasukkan sama dengan volume cairan
yang dikeluarkan.
3. Injeksi subkutan
Injeksi subkutan adalah pemberian injeksi di bawah kulit.

E. Penanganan Tumpahan Dan Kecelakan Kerja


Penanganan Tumpahan
Membersihkan tumpahan dalam ruangan steril dapat dilakukan petugas
tersebut atau meminta pertolongan orang lain dengan menggunakan
chemotherapy spill kit yang terdiri dari:
1) Membersihkan tumpahan di luar BSC dalam ruang steril
a. Meminta pertolongan, jangan tinggalkan area sebelum diizinkan.
b. Beri tanda peringatan di sekitar area.
c. Petugas penolong menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
d. Angkat partikel kaca dan pecahan-pecahan dengan menggunakan
alat seperti sendok dan tempatkan dalam kantong buangan.
e. Serap tumpahan cair dengan kassa penyerap dan buang dalam
kantong tersebut.
f. Serap tumpahan serbuk dengan handuk basah dan buang dalam
kantong tersebut.
g. Cuci seluruh area dengan larutan detergent.
h. Bilas dengan aquadest.
i. Ulangi pencucian dan pembilasan sampai seluruh obat terangkat.
j. Tanggalkan glove luar dan tutup kaki, tempatkan dalam kantong
pertama.
k. Tutup kantong dan tempatkan pada kantong kedua.
l. Tanggalkan pakaian pelindung lainnya dan sarung tangan dalam,
tempatkan dalam kantong kedua.
m. Ikat kantong secara aman dan masukan dalam tempat penampung
khusus untuk dimusnahkan dengan incenerator.
n. Cuci tangan.
2. Membersihkan tumpahan di dalam BSC
a) Serap tumpahan dengan kassa untuk tumpahan cair atau handuk
basah untuk tumpahan serbuk.
b) Tanggalkan sarung tangan dan buang, lalu pakai 2 pasang sarung
tangan baru.
c) Angkat hati-hati pecahan tajam dan serpihan kaca sekaligus dengan
alas kerja/meja/penyerap dan tempatkan dalam wadah buangan.
d) Cuci permukaan, dinding bagian dalam BSC dengan detergent, bilas
dengan aquadestilata menggunakan kassa. Buang kassa dalam wadah
pada buangan.
e) Ulangi pencucian 3 x.
f) Keringkan dengan kassa baru, buang dalam wadah buangan.
g) Tutup wadah dan buang dalam wadah buangan akhir.
h) Tanggalkan APD dan buang sarung tangan, masker, dalam wadah
buangan akhir untuk dimusnahkan dengan inscenerator.
i) Cuci tangan.
Penanganan Kecelakaan Kerja
Dekontaminasi akibat kontak dengan bagian tubuh:
1. Kontak dengan kulit:
a. Tanggalkan sarung tangan.
b. Bilas kulit dengan air hangat.
c. Cuci dengan sabun, bilas dengan air hangat.
d. Jika kulit tidak sobek, seka area dengan kassa yang dibasahi dengan
larutan Chlorin 5 % dan bilas dengan air hangat.
e. Jika kulit sobek pakai H2O2 3 %.
f. Catat jenis obatnya dan siapkan antidot khusus.
g. Tanggalkan seluruh pakaian alat pelindung diri (APD)
h. Laporkan ke supervisor.
i. Lengkapi format kecelakaan.
2. Kontak dengan mata
a. Minta pertolongan.
b. Tanggalkan sarung tangan.
c. Bilas mata dengan air mengalir dan rendam dengan air hangat selama 5
menit.
d. Letakkan tangan di sekitar mata dan cuci mata terbuka dengan larutan
NaCl 0,9%.
e. Aliri mata dengan larutan pencuci mata.
f. Tanggalkan seluruh pakaian pelindung.
g. Catat jenis obat yang tumpah.
h. Laporkan ke supervisor.
i. Lengkapi format kecelakaan kerja.
3. Tertusuk jarum
a. Jangan segera mengangkat jarum. Tarik kembali plunger untuk
menghisap obat yang mungkin terinjeksi.
b. Angkat jarum dari kulit dan tutup jarum, kemudian buang.
c. Jika perlu gunakan spuit baru dan jarum bersih untuk mengambil obat
dalam jaringan yang tertusuk.
d. Tanggalkan sarung tangan, bilas bagian yang tertusuk dengan air hangat
e. Cuci bersih dengan sabun, bilas dengan air hangat.
f. Tanggalkan semua APD.
g. Catat jenis obat dan perkirakan berapa banyak yang terinjeksi.
h. Laporkan ke supervisor.
i. Lengkapi format kecelakaan kerja.
j. Segera konsultasikan ke dokter.

F. Pengelolaan Limbah Sitostatika


Pengelolaan limbah dari sisa buangan pencampuran sediaan sitoatatika
(seperti: bekas ampul,vial, spuit, needle,dll) harus dilakukan sedemikian rupa
hingga tidak menimbulkan bahaya pencemaran terhadap lingkungan. Langkah –
langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Gunakan Alat Pelindung Diri (APD).
b. Tempatkan limbah pada wadah buangan tertutup. Untuk bendabenda tajam
seperti spuit vial, ampul, tempatkan di dalam wadah yang tidak tembus
benda tajam, untuk limbah lain tempatkan dalam kantong berwarna
(standar internasional warna ungu) dan berlogo sitostatika
c. Beri label peringatan pada bagian luar wadah.
d. Bawa limbah ke tempat pembuangan menggunakan troli tertutup.
e. Musnahkan limbah dengan incenerator 1000ºC.
f. Cuci tangan.
(Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2009).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:

1. Pencampuran pada sediaan steril merupakan suatu rangkaian perubahan bentuk


obat dari kondisi semula menjadi produk baru dengan suatu proses pelarutan
atau penambahan bahan lain yang dilakukan secara aseptis oleh apoteker atau
TTK di sarana pelayanan kesehatan
2. Yang boleh melakukan penanganan terhadap obat obat sitostatika yaitu
apoteker dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian
3. Jenis Ruangan Pencampuran sediaan steril memerlukan ruangan khusus dan
terkontrol, yang memiliki persyaratan persyaratak khusus
4. Penanganan Sediaan Sitostatika terdiri dari administrasi, persiapan,
pencampuran, dan cara pemberian
5. Penanganan Tumpahan Dan Kecelakan Kerja memiliki penanganan tersendiri
agar tidak membahayakan petugas
6. Pengelolaan limbah dari sisa buangan pencampuran sediaan sitoatatika (seperti:
bekas ampul,vial, spuit, needle,dll) harus dilakukan sedemikian rupa hingga
tidak menimbulkan bahaya pencemaran terhadap lingkungan
DAFTAR PUSTAKA

Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2009, Pedoman Pencampuran Obat Suntik
dan Penanganan Sidiaan Sitostatistika, Direktorat Bina Farmasi dan
Komunitas Klinik Departemen Kesehatan RI.

Fristiohady A.,dan Lidya A.H., 2020, Review Jurnal: Potensi Spons Laut Sebagai
Anti Kanker Payudara, Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia, Vol. 6
(1).

Globocan, 2020., Estimated Cancer Incidence, Mortality And Prevalence


Worldwide In 2020. International Agency for Research on Cancer World
Health Organization, http://gco.iarc.fr/.

Kementerian Kesehatan Ri Rs Kanker “Dharmais”, 2020, Kurikulum TOT


Penanganan Obat Kanker (Handling Cytotoxic) Bagi Apoteker Di Rumah
Sakit.

Nafis F.D.R., Ferry F.S., 2016, Review Jurnal: Aktivitas Anti Kanker Payudara
Beberapa Tanaman Herbal, Farmaka Vol. 16 (2).

Undang Undang Repoblik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

Anda mungkin juga menyukai