SEDIAAN INFUS
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Formulasi dan Teknologi Sediaan Steril
Dosen Pengampu: Rusnaeni.,S.Farm.,M.Si
Disusun Oleh:
Kelompok 5 (Kelas B)
Kurnia G. Karmomjanan (2019052064012)
Jenny E. Lempoy (2019052064032)
Anita Y. Membilong (2019052064034)
Amelia Edowai (2019052064036)
Dina Nur A. M. Ibrahim (2019051064078)
Siti Maryati (2019051064080)
Junelvy I. Nestin
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................2
1.3 Tujuan...........................................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................3
2.1 Sediaan Infus................................................................................................................3
2.2 Pemakaian dan Penggunaan Infus................................................................................6
2.3 Prosedur Pembuatan Infus............................................................................................8
BAB 3 KESIMPULAN.............................................................................................................13
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................14
i
iii
i
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui jenis sediaan infus
2. Agar dapat mengetahui cara pemakaian dan penggunaan infus dengan baik dan benar
3. Agar dapat mengetahui cara prosedur pembuatan infus yang baik dan benar
3
0,9%, glukosa 5%, glukosa salin, ringer laktat/asetat, NaCl 0,9% hanya untuk
rumatan yang tinggi kandungan NaCl dari saluran cerna ataupun ginjal, glukosa 5%
atau glukosa salin.
2. Cairan Pengganti
Banyak pasien yang membutuhkan cairan intravena memiliki kebutuhan spesifik
untuk menutupi penggantian dari deficit cairan atau kehilangan cairan atau
elektrolit serta permasalahan redistribusi cairan internal yang sedang berlangsung,
sehingga harus dihitung untuk pemilihan cairan intravena yang optimal. Cairan dan
elektrolit intravena pengganti dibutuhkan untuk mengangani deficit yang ada atau
kehilangan yang tidak normal yang sedang berlangsung, biasanya dari saluran
pencernaan (contoh: ileostomy, fistula, drainase nasogastrium, dan drainase bedah)
atau saluran kencing (contoh: saat pemulihan dari gagal ginjal akut). Secara umum,
terapi cairan intravena untuk penggantian harus bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan ekstra dari cairan dan elektrolit seperti kebutuhan pemeliharaan,
sehingga homeostasis dapat kembali dan terjaga
3. Cairan untuk Tujuan Khusus
Yang dimaksud adalah cairan kristaloid yang digunakan khusus, misalnya natrium
bikarbonat 7,5%, kalsium glukonas, untuk tujuan koreksi khusus terhadap gangguan
keseimbangan elektrolit.
4. Cairan Nutrisi
Cairan nutrisi biasanya digunakan untuk nutrisi parenteral pada pasien yang tidak
mau makan, tidak boleh makan dan tidak bisa makan peroral. Jenis cairan nutrisi
parenteral pada saat ini sudah dalam berbagai komposisi baik untuk parenteral
parsial atau total maupun untuk kasus penyakit tertentu. Adapun syarat pemberian
nutrisi parenteral yaitu berupa: Gangguan absorpsi makanan seperti pada fistula
enterokunateus, atresia intestinal, kolitis infektiosa, obstruksi usus halus. Kondisi
dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pankreatitis berat, status preoperatif
dengan malnutrisi berat, angina intestinal, stenosis arteri mesenterika, diare
berulang. Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan, pseudo-
obstruksi dan skleroderma. Kondisi dimana jalur enteral tidak dimungkinkan seperti
pada gangguan makan, muntah terus menerus, gangguan hemodinamik, hiperemesis
gravidarum.
B. Keuntungan dan Kerugian Sediaan Infus Menurut (Potter & Perry, 2005)
1. Keuntungan terapi intravena antara lain
- Efek terapeutik segera dapat tercapai karena penghantaran obat ke tempat target
berlangsung cepat.
- Absorbsitotal memungkinkan dosis obat lebih tepat dan terapi lebih dapat
diandalkan.
- Kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek terapeutik dapat
dipertahankan maupun dimodifikasi
- Rasa sakit dan iritasi obat-obat tertentu jika diberikan intramuskular atau
subkutan dapat dihindari, sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorbsi dengan
6
rute lain karena molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus
gastrointestinalis.
2. Kerugian terapi intravena
- Tidak bisa dilakukan “drug recall” dan mengubah aksi obat tersebut sehingga
resiko toksisitas dan sensitivitas tinggi
- Kontrol pemberian yang tidak baik bisa menyebabkan “speed shock”
- Komplikasi tambahan dapat timbul, yaitu: kontaminasi mikroba melalui titik
akses ke sirkulasi dalam periode tertentu, iritasi vascular, misalnya flebitis kimia,
dan inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan.
C. Karakteristik sediaan infus
Steril
Bebas partikel
Bebas pirogen
Stabilitas
Tonisitas
Kejernihan
Mempunyai PH yg sesuai
D. Syarat-syarat infus:
- Aman, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan dan efek toksis.
- Jernih, berarti tidak ada partikel padat.
- Tidak berwarna, kecuali obatnya memang berwarna.
- Sedapat mungkin isohidris, pH larutan sama dengan darah dan cairan tubuh lain
yakni 7,4.
- Sedapat mungkin isotonis, artinya mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan
darah atau cairan tubuh yang lain tekanan osmosis cairan tubuh seperti darah, air
mata, cairan lumbai dengan tekanan osmosis larutan NaCl 0,9 %.
- Infus tidak boleh mengandung zat bakteriostatik
- Dikemas dalam wadah besar dosis tunggal
- Dapat juga ditambahkan antibiotik atau obat lainnya ke dalam infus.
(IDSAI, 2010)
2.2 Pemakaian dan Penggunaan Infus
Memasang infus adalah tindakan medis yang penting dan tidak boleh salah karena
berpengaruh besar terhadap proses kesembuhan pasien. Setiap Rumah Sakit dan Puskesmas
memiliki SOP yang sama secara garis besar. Berikut ini adalah pemasangan infus sesuai SOP:
Alat
Pemasangan infus sesuai SOP yang pertama adalah alat yang tepat. Berikut ini alat
untuk pemasangan infus sesuai SOP:
- Set infus yang steril
- Cairan infus sesuai kebutuhan
- IV Catheter / Wings Needle/ Abocath sesuai yang dibutuhkan
- Perlak
7
- Pleseter
- Tourniquet
- Gunting
- Sarung tangan steril
- Kassa steril
- Kapas alkohol / alkohol swab
- Betadine
Pemasangan infus
Berikut ini adalah cara pemasangan infus sesuai SOP:
- Sebelum menyentuh tubuh pasien, perawat atau dokter mencuci tangan terlebih
dahulu agar steril dari kuman dan bakteri.
- Pasien mendapatkan penjelasan tentang kandungan infus yang akan diberikan
serta efek samping dan sensasi yang akan dirasakan.
- Pemasangan infus sesuai SOP adalah pasien dalam keadaan berbaring.
- Menyambungkan botol cairan infus dengan selang kemudian digantungkan pada
standar infus.
- Menentukan area vena yang akan ditusuk kemudian memasang alas dibawahnya
- Area vena yang akan ditusuk dipasangkan tourniquet kurang lebih 15 cm diatas
area.
- Memakai sarung tangan.
- Area yang akan ditusuk dibersihkan dengan kapas alkohol atau alcohol swab.
- Tusukan jarum ke dalam vena menghadap ke jantung.
- Pastikan jarum IV masuk ke vena kemudian dan lepaskan tourniquet.
- Sambungkan jarum dengan selang infus.
- Tutup area yang ditusuk dengan kassa dan berikan plester untuk mempertahankan
letak jarum.
- Aturan kecepatan tetesan infus sesuai kebutuhan.
- Memasang label tindakan yang berisi nama, tanggal serta jam pelaksanaan.
- Bereskan alat dan memberitahukan kepada pasien bahwa prosedur sudah selesai.
- Cuci tangan serta terus melakukan observasi dan evaluasi akan respon pasien.
Alat kontrol volume ditujukan untuk infus berselang larutan obat dengan jumlah
tepat pada pengontrolan laju aliran. Alat atau metode ini meliputi alat kalibrasi,
plastik tempat penampungan cairan langsung di bawah wadah IV yang
sebelumnya dipasang atau lebih sering dilekatkan pada penampungan cairan. Pada
kasus yang lain obat yang diberikan pertama disusun kembali bila obat merupakan
padatan steril dan disuntikkan ke dalam tempat suntikan karet dari unit pengontrol
volume kemudian dilarutkan dalam 50-150 ml dengan cairan pertama atau cairan
yang terpisah. Pemberian seluruh larutan yang mengandung obat 30-60 menit dan
menghasilkan konsentrasi puncak pada darah diikuti oleh penurunan dosis.
Prosedur untuk pemberian infus intravena berselang dengan suatu alat pengontrol
volume sebagai berikut:
• Menggunakan teknik aseptik, alat penusuk volume kontrol dimasukkan ke
dalam cairan IV pada wadah cairan yang terpisah.
• Udara dihilangkan dari pipa alat pengontrol volume dengan membuka klem
sampai cairan mengalir.
• Klem dibuka di atas tempat kalibrasi dan chamber kalibrasi diisi dengan 25-
50 ml cairan dari wadah utama cairan yang terpisah.
• Klem di atas chamber ditutup.
• Klem di atas chamber dibuka untuk mencukupkan larutan hingga volume
yang diinginkan (50-150 ml) lalu ditutup.
• Aliran dimulai jika klem bawah pada unit volume kontrol dibuka.
3. Metode Piggyback
Metode piggyback menunjukkan tetesan berselang IV (intravena) dari larutan
kedua, campuran obat ini melalui tempat penusukan vena dan sistem IV yang
telah dibuat sebelumnya. Dengan cara ini obat akan masuk pada vena mulai dari
bagian atas cairan IV yang pertama. Teknik piggyback tidak hanya mengurangi
keperluan untuk penusukan vena yang lain, tetapi juga menghasilkan pengenceran
obat dan konsentrasi puncak dari darah dalam waktu yang relatif singkat biasanya
30-60 menit. Pengenceran obat membantu mengurangi iritasi dan konsentrasi
serum yang tinggi sebelumnya merupakan pertimbangan penting dalam infeksi
serius yang memerlukan terapi obat yang tepat. Keuntungan ini lebih
mempopulerkan metode piggyback dari terapi IV, terutama untuk penggunaan
antibiotik berselang. Dalam penggunaan teknik piggyback unit kedua yaitu
menghilangkan udara dan jarum disuntikkan masuk ke dalam tempat suntik dari
obat primer atau ke dalam tempat suntikan pada akhir dari aliran primer. Infus
piggyback lalu dijalankan. Jika telah lengkap, cairan infus pertama dapat
dijalankan (Robert, 2017)
9
a. Preform Room
Preform merupakan proses awal pembuatan plastic bottle. Perform dan hanger terbuat
dari bahan dasar Polypropylene (PP). Bahan dasar PP dimasukkan ke dalam mesin
hopper, lalu dipanaskan pada barel sampai PP meleleh dengan gerakan maju dan berputar.
Setelah itu PP yang telah meleleh dicetak di molding sehingga menjadi preform dan
hanger. Selama proses berlangsung, dilakukan pengujian IPC (In Process
Control) terhadap preform dan hanger meliputi:
• Spesifikasi berat preform dan hanger
• Tidak terdapat bekas titik hitam sisa proses sebelumnya
• Bentuk preform sesuai dengan cetakan (molding)
• Tidak terdapat partikel yang melekat pada preform, dan
• Tidak terdapat gelembung pada preform.
• Langkah selanjutnya preform disimpan di storage minimal 8 jam CPP (Critical
Parameter Process) pada proses pembuatan perform sebagai berikut: Suhu cetakan
(molding) dan barel, dan Tekanan compressor
b. Blowing Room
Blowing merupakan proses pembentukan dari preform menjadi botol infus yang
dilakukan di ruang kebersihan kelas C. Preform dan hanger dipanaskan dengan heater
dan diberi tekanan dengan dialiri cooling water dengan suhu 30°C. Selanjutnya
dilakukan pencetakan pada molding dengan suhu 8-10°C dan ditiupkan udara bersih
dengan kisaran 1,8-2,2 mPa dari high compressor sehingga membentuk botol infuse.
Selama proses tersebut berlangsung terdapat pressure waterchiller dengan tekanan 2-4
bar. Botol infus yang keluar dari cetakan selanjutnya dilakukan visual inspect oleh
operator dan dilakukan reject pada botol-botol yang tidak sesuai dengan spesifikasi
seperti ketebalan, goresan, dan penyok. In Process Control (IPC) pada proses blowing
yaitu ketebalan botol infus. Setelah proses produksi 1 batch berakhir dilakukan
pembersihan minor dengan menggunakan alkohol 70% dan vakum terutama dibagian
gripper mesin, untuk batch selanjutnya dilakukan jeda 15 menit (line clearance). CPP
(Critical Parameter Process) pada proses blowing terdiri dari:
Suhu heater blowing
Kecepatan mesin
Tekanan pada high compressor (aliran udara bersih)
Suhu molding 8-10°C dan tekanan 2-4 bar (BPOM, 2018)
c. Mixing Room
Mixing adalah proses pembuatan formula dengan mencampur raw material dan Water for
Injection dalam mixing tank. Proses mixing dilakukan pada ruang kebersihan kelas
C dengan kondisi ruangan RH 75%, suhu 25°C, dan tekanan 20 bar. Pertama-tama
dilakukan penimbangan bahan pada weighing room sesuai dengan bill of material yang
terlampir pada catatan pengolahan batch yang akan diproduksi. Lalu bahan yang sudah
ditimbang dimasukkan ke dalam storage room. Pencampuran dilakukan dengan
memasukkan WFI, bahan baku/dumpling, dan ditambahkan lagi WFI dalam mixing tank
dengan kapasitas tanki mencapai beberapa ton. Setelah itu dilakukan pengecekan
ketinggian tanki dengan menggunakan deep stick dan dilakukan pencampuran sampai
homogen dengan menggunakan agitator. Proses pengadukan dilakukan secara terus
menerus untuk mencegah pertumbuhan mikroba. Proses transfer cairan dengan suhu 20-
30°C ke filling room dengan motor dan tekanan disertai dengan pendinginan (chiller)
pada tube heat exchanger (THE) melewati penyaringan dengan pre-filter 0,45 cm yang
bertujuan untuk menyaring partikel-partikel kasar dan final filter 0,22 cm yang
mempunyai kemampuan untuk memfilter mikroba. Untuk mengetahui kebocoran
membran filter dilakukan integritas filter antara lain uji bubble point test, diffusive flow,
dan pressure hold. Metode yang digunakan adalah metode diffusive flow dimana cara
kerjanya dengan pembasahan dinamis. In Process Control (IPC) pada proses mixing yaitu
kontrol kadar. Spesifikasi kadar produk infus berbeda-beda, antara lain:
Ringer Lactat dengan kadar 90-110% (sirkulasi 6 ton selama 30 menit)
Normal saline & Dextrose 5%; 10% dengan kadar 95-105% (sirkulasi 6 ton selama 15
menit).
d. Filing Room
11
Proses ini berlangsung di ruang kebersihan kelas A background kelas C. Pada filling room
dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
• Washing, merupakan proses pembersihan botol dengan udara bersih dan setelah itu
udara bersih divakum. Seluruh proses washing dilakukan dengan kecepatan
mencapai 12 detik/botol, tekanan 6-8 bar dan terdapat membran filter 0,22
mikronmeter, total keseluruhan terdapat 48 botol nozle. CPP (Critical Parameter
Process) washing antara lain tekanan udara yang ditiupkan, durasi seluruh proses
washing (hembus-vakum).
• Filling, pada proses ini terdapat membran filter 0,22 mikronmeter untuk menyaring
kotoran. Pada proses filling dapat mencapai 40 botol nozle. CPP (Critical Parameter
Process) filling yaitu nozzle opening time (satuan/detik).
• Sealing, pada proses sealing terdapat botol nozzle, oscilator, hopper, dan tempat cap.
CPP (Critical Parameter Process) sealing antara lain pelat heater (terdapat 3 pelat)
dan suhu (voltase). Capping, terdapat VD (Volume Displacement) yang merupakan
mesin penekan sebelum di capping serta bertujuan untuk mencegah gelembung saat
sterilisasi dan terdapat cooling water dengan tekanan 0,2-0,4 bar. In Process Control
(IPC) pada proses washing, filling, dan sealing yaitu pemerian, volume terpindahkan,
identifikasi, pH, bahan partikulat, logam berat (Pb), besi, dan kadar. Tahap terakhir
adalah sealing, merupakan proses melekatkan cap ke bibir botol kemasan primer.
Tahap-tahap proses produksi di filling room dilakukan di ruang kebersihan kelas A.
Setelah melalui proses produksi di ruang kebersihan kelas C, dilanjutkan ke proses
sterilisasi, inspeksi, dan pengemasan di ruang kebersihan kelas F.
e. Sterilization
Sterilisasi dilakukan dengan sistem Overkill. Pada metode ini dilakukan pemanasan
menggunakan sterilisasi panas basah dengan autoklaf pada suhu 121° C selama 15 menit
untuk produk non dekstrose seperti Sodium Chloride 0,9 % dan Ringer Lactate.
Sedangkan untuk produk Dextrose 5% dan Dextrose 10% proses sterilisasi dilakukan
pada suhu 115° C selama 30 menit. Proses sterilisasi terdiri dari beberapa tahap yaitu
heating, sterilisasi, dan cooling, adapun waktu yang dibutuhkan sebagai berikut:
Heating time (Waktu pemanasan), adalah waktu yang dibutuhkan untuk memanaskan
seluruh muatan isi autoklaf sampai mencapai suhu sterilisasi.
Sterilization time (Waktu sterilisasi), adalah waktu yang ditetapkan untuk mensterilkan
muatan/isi autoklaf dihitung mulai saat suhu sterilisasi tercapai. Terdapat
thermocouple yang ditempatkan di autoklaf untuk memonitor suhu di dalam autoklaf
selama proses sterilisasi.
Cooling time (Waktu pendinginan), adalah waktu dibutuhkan untuk mendinginkan
seluruh muatan/isi autoklaf sampai suhu yang ditetapkan tercapai. Proses cooling
mulai dihitung saat berakhirnya waktu sterilisasi sekitar 30-45 menit dan 3 menit
untuk proses penghilangan air.
Suatu produk akhir dikatakan sudah steril apabila terjadi perubahan warna hitam pada
garis strip steril yang ditempel pada pelat kereta. Strip steril memiliki kandungan
Bacillus subtilis >106/strip untuk suhu 115°C selama 30 menit dan kandungan bacillus
stearothermophilus >106/strip untuk suhu 121°C selama 15 menit. Proses pembersihan
autoklaf dilakukan setiap 3 kali proses sterilisasi untuk 1 jenis produk. Tiap rak
12
terdapat penandaan dan sekat antar ruang sebelum dan sesudah sterilisasi untuk
menghindari mixed-up. CPP dalam proses sterilisasi antara lain suhu dan strip steril.
(FDA, 2016)
f. Visual Inspection
Visual Inspection merupakan proses pengamatan sediaan infuse yang telah disterilisasi
oleh personil secara visual. Pengamatan uji partikel dilakukan dibawah pencahayaan 600
Lux dengan latar belakang hitam dan putih selama masing-masing 5 detik. Selain itu
dilakukan pengamatan uji kemiringan, uji penyok, dan mata ikan pada botol. CPP
(Critical Parameter Process) Visual Inspection yaitu kecepatan botol (conveyer), lama
pengamatan untuk masing-masing background, pencahayaan untuk pengamatan. (BPOM,
2018)
g. Pengemasan
Pengemasan merupakan proses labelling kemasan primer dan kemasan sekunder dimana
terdapat 3 kontainer dengan warna pelabelan yang berbeda-beda antara lain: Setelah
proses labeling kemudian memasukkan sediaan kedalam kemasan sekunder. Setiap satu
kemasan sekunder diberi brosur. Selain itu, pada kemasan sekunder diberi informasi
mengenai nomor karton, nomor bets dan tanggal pembuatan serta tanggal kedaluwarsa
produk. Setelah semua proses tersebut selesai, kemudian produk tersebut dikirimkan ke
gudang penyimpanan. Produk disimpan masih dalam status karantina sampai dengan
produk tersebut selesai di uji oleh QC dan diubah statusnya menjadi “release” oleh QA.
CPP (Critical Parameter Process) labelling dan packaging yaitu kecepatan conveyer,
tinta printer (untuk menghindari pemalsuan produk/orisinalitas), lead time label ke satu
ke label berikutnya agar posisi selalu konsisten, kecepatan mesin (case packer) untuk
memasukkan botol ke dalam kardus, dan kebenaran etiket (penandaan). (BPOM, 2018)
13
BAB 3 KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
14
DAFTAR PUSTAKA
BPOM. (2018). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Jakarta:
Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Butterworth, J., Mackey, D., & Wasnick, J. (2013). Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology 5th ed. New York: Mc-Graw Hill.
Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Hahn, R. (2012). Clinical Fluid Therapy in the Perioperative Setting. Cambridge:
Cambridge University Press.
IDSAI. (2010). Panduan Tatalaksana Terapi Cairan Perioperatif. Jakarta: Komisi
P2KB PP IDSAI.
Potter, P., & Perry, A. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik. Edisi 4. Volume 2. Alih Bahasa : Renata Komalasari.
Jakarta: EGC.
Robert, T. (2017). Teknologi Sediaan Steril Edisi Pertama. Jakarta: CV Sagung
Seto.
Stoelting, R., Rathmell, J., Flood, P., & Shafer, S. (2015). Handbook of
Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3rd ed. Philadelphia:
Wolters Kluwer Health.