SEDIAAN STERIL
Disusun Oleh :
Kelompok 10
FAKULTAS KESEHATAN
BANJARMASIN
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Tujuan..........................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3
METODE PENELITIAN......................................................................................3
A. Sediaan Steril...............................................................................................3
B. Sterilisasi......................................................................................................4
BAB III....................................................................................................................9
METODE PENELITIAN......................................................................................9
A. Alat dan Bahan............................................................................................9
B. Formulasi.....................................................................................................9
C. Cara Kerja.................................................................................................10
BAB IV..................................................................................................................13
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................13
A. HASIL PENGAMATAN..........................................................................13
B. Perhitungan Tonisitas...............................................................................13
C. Pembahasan...............................................................................................14
BAB V....................................................................................................................17
PENUTUP.............................................................................................................17
A. Kesimpulan................................................................................................17
B. Saran..........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18
JAWABAN PERTANYAAN..............................................................................19
LAMPIRAN........................................................................................................................24
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
atau obat ( Brunner & Sudarth, 2002 . Terapi intravena adalah pemberian
sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuh jarum, ke dalam pembuluh
vena ( pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat
makanan dari tubuh.
B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah mahasiswa diharapkan mampu
melakukan uji pembuatan dan uji sterilitas sediaan infus KCL Isotonis
Gum Glukosa
2
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Sediaan Steril
3
Wadah berhubungan erat dengan produk. Tidak ada wadah yang
tersedia sekarang ini yang benar – benar tidak reaktif, terutama dengan
larutan air. Sifat fisika dan kimia mempengaruhi kestabilan produk
tersebut, tetapi sifat fisika diberikan pertimbangan utama dalam pemilihan
wadah pelindung (Lachman, 1994).
Wadah terbuat dari berbagai macam bahan, wadah plastik, wadah
gelas, dan wadah dari karet. Wadah plastik, bahan utama dari plastik yang
digunakan untuk wadah adalah polimer termoplastik, unit struktural
organik dasar untuk masing – masing type yang biasa terdapat dalam
bidang medis. Sesuai dengan namanya, polimer termoplastik meleleh pada
temperatur yang meningkat. Wadah plastik digunakan terutama karena
bobotnya ringan, tidak dapat pecah, serta bila mengandung bahan
penambah dalam jumlah kecil, mempunyai toksisitas dan reaktivitas
dengan produk yang rendah. Suatu golongan plastik baru, poliolefin, patut
disebut secara khusus, yang saat ini mendapat perhatian dalam bidang
parenteral adalah polipropilen dan kopolimer polietilen – polietilen
(Lachman, 1994).
B. Sterilisasi
4
menggunakan autoklaf. Pada sterilisasi iniumumnya dilakukan dalam
uap jenuh dalam waktu 15 menit dengan suhu 121°C.
2. Sterilisasi Kimia
Biasanya sterilisasi secara kimiawimenggunakan senyawa
desinfektan antara lain alkohol. Antiseptik kimia biasanya dipergunakan
dan dibiarkan menguap seperti halnya alkohol. Proses sterilisasi antiseptik
kimia ini biasanya dilakukan dengan cara langsung memberikan pada alat
atau media yang akan disterilisasi. Pemilihan antiseptik terutama
tergantung pada kebutuhan dari tujuan tertentu serta efek yang
dikehendaki.
3. Sterilisasi Mekanik (Filtrasi)
Sterilisasi secara mekanik (filtrasi) menggunakan suatu saringan
yang berpori sangat kecil (0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga
mikroba tertahan pada saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk
sterilisasi bahan yang peka panas, misalnya larutan serum, enzim, toksin
kuman, ekstrak sel dan lain-lain.
4. Autoklaf
Gambar 1. Autoklaf
5
endospora, yaitu sel resisten yang diproduksi oleh bakteri, sel ini tahan
terhadap pemanasan, kekeringan, dan antibiotik.
5. KCL
6
Gambar 3. KCL
6. Glukosa
Glukosa merupakan sumber tenaga yang terdapat di mana-mana
dalam biologi. Kita dapat menduga alasan mengapa glukosa, dan bukan
monosakarida lain seperti fruktosa, begitu banyak digunakan. Glukosa
dapat dibentuk dari formaldehida pada keadaan abiotik, sehingga akan
mudah tersedia bagi sistem biokimia primitif. Hal yang lebih penting bagi
organisme tingkat atas adalah kecenderungan glukosa, dibandingkan
dengan gula heksosa lainnya, yang tidak mudah bereaksi secara
nonspesifik dengan gugus amino suatu protein. Reaksi ini (glikosilasi)
mereduksi atau bahkan merusak fungsi berbagai enzim. Rendahnya laju
glikosilasi ini dikarenakan glukosa yang kebanyakan berada
dalam isomer siklik yang kurang reaktif. Meski begitu, komplikasi akut
seperti diabetes, kebutaan, gagal ginjal, dan kerusakan saraf periferal
(peripheral neuropathy), kemungkinan disebabkan oleh glikosilasi protein.
7. Hcl
Hidrogen klorida mempunyai rumus HCl. Pada suhu kamar, HCl
adalah gas tidak berwarna yang membentuk kabut putih Asam
klorida ketika melakukan kontak dengan kelembaban udara. Gas hidrogen
klorida dan asam klorida adalah senyawa yang penting dalam bidang
7
teknologi dan industri. Rumus HCl sering kali, walaupun tidak tepat,
ditulis untuk merujuk pada asam klorida.
8. Norit
Norit merupakan suatu karbon aktif yang digunakan untuk
mengatasi gangguan pencernaan terutama akibat keracunan makanan,
overdosis obat atau tertelan bahan yang beracun. Kandungan karbon aktif
pada Norit bersumber dari tumbuh-tumbuhan yang diaktifkan secara kimia
biasanya dicampur dengan asam atau dikukus dengan uap/gas pada
temperatur tinggi sehingga pengobatan menggunakan Norit walaupun
dalam jumlah banyak tidak berbahaya bahkan untuk anak-anak. Karbon
aktif memiliki daya serap kuat dalam mengadsorpsi toksin ataupun produk
bakteri yang ada di dalam saluran pencernaan. Pori-pori pada permukaan
karbon aktif akan mengikat racun melalui gaya Van der Walls ketika
berada di lambung dan usus, saat zat beracun belum terserap dan masuk ke
dalam peredaran darah. Oleh karena itu, semakin cepat diberikan maka
akan semakin banyak racun yang terserap.
8
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Formulasi
R/ KCL 0,38 %
Glukosa q.s
HCL 0,1 N ad pH 4-5
Norit 0,1 %
Aqua steril bebas pirogen ad 100 ml
9
C. Cara Kerja
1. Sterilisasi Alat
siapkan alat
10
3. Cara kerja praktikum
Langkah ke 4 ditambah norit dengan melarutkan 150mg dalam beker glass 250
ml sambil ditambah aqua steril ad 150 ml ( 60-70˚ C ) ditutup dengan kaca
arloji 10 menit
Disarig dengan kertas saring 0,8 μm, diberi tanda tara untuk mencegah
kekurangan volume viiltrate untuk proses penyaringan selanjutnya
Disaring lagi dengan whatman 0,8μm, jika kurang ditambah aqua steril
11
4. Uji Sterilitas
memanaskan pinggiran botol infus pada bagian atas dengan api spiritus
12
BAB IV
A. HASIL PENGAMATAN
HASIL GAMBAR KETERANGAN
Uji pH menggunakan
pH meter. pH yang
didapat adalah pH 4-5
Uji pH
sehingga tidak
memerlukan
penambahan HCl
Dilakukan di ruang
BSC kemudian di
inkubasi selama 1x 24
Uji Sterilisasi jam sediaan berwarna
kuning keruh
menunjukan sediaan
tidak steril
B. Perhitungan Tonisitas
R/ KCL 0,38 % 1% E=0,76
Glukosa q.s E=0,16
HCL 0,1 N ad pH 4-5
Norit 0,1 %
13
Aqua steril bebas pirogen 150 ml
Penyelesaian:
KCl (gram) = 0,38% x 150 ml = 0,57 gr
(1 gram KCl = 0,76 gram NaCl)
Larutan isotonis = 0,9% x 150 ml = 1,35 NaCl
Jadi, jumlah NaCl untuk 0,57 gr = 0,57 x 0,76 = 0,4332 gr ( larutan
Hipotonis , 1,35)
Kekurangan NaCl = 1,35 - 0,4332 = 0,9168 gr
Glukosa yang ditambahkan agar isitonis = 0,9168 : 0,16 = 5,73 gram
KCl q.s ad pH 4-5
Norit = 0,1 % x 150 ml = 0,15 gr
C. Pembahasan
14
1. Dikemas dalam wadah besar dosis tunggal
Volume sediaan yang kami buat adalah dalam volume 100 ml dan
infus KCl yang diolah isotonis sehingga tidak perlu ditambahkn NaCl,
namun pada perhitungan perlu dilebihkan sebanyak 150 ml. Hal ini
dimaksudkan karena dikhawatirkan adanya penguapan yang terjadi pada
saat proses pemanasan. Persyaratan untuk sediaan steril adalah harus
isotonis, yang dimaksud isotonis yaitu larutan parenteral yang mempunyai
tekanan osmosis sama dengan plasma darah. Jika larutan parenteral
mempunyai tekanan osmosis lebih rendah daripada tekanan osmosis
plasma darah disebut larutan hipotonis, sedangkan jika tekanan
osmosisnya lebih tinggi disebut larutan hipertonis. Laju pemberian
normal/lazim untuk larutan isotonis dengan viskositas rendah adalah 125
ml/jam = 1 liter tiap 8 jam atau 2 mL/menit (Turco, hal 203-212).
Langkah pertama yaitu mensterilkan alat dengan menggunakan autoklaf
selama 15 menit dengan suhu 121 ℃. Kemudian mengambil bahan-bahan
yang diperlukan. Panaskan air tapii tidak sampai mendidih. Kemudian
masukkan 0,57 gr KCL dan glukosa 5,732 gr kemudian tambahkan 135 ml
air bebas pirogen sambil dilakukan pengecekan pH 4-5. pH yang
dihasilkan adalah 4 maka tidak perlu penambahan HCl. pH merupakan
suatu penentu utama dalam kestabilan suatu obat yang cenderung
penguraian hidrolitik. Untuk kebanyakan obat injeksi pH kestabilan
optimum adalah pada situasi asam antara pH 4 - 5.Oleh karena itu, melalui
penggunaan zat pendapar yang tepat kestabilan senyawa yang tidak stabil
dapat ditinggikan (Ansel, 1989). pH standar infus menurut Martindale
edisi 28 hal.629 yaitu 2,5 – 5,5. Infus adalah larutan dalam jumlah besar
(terhitung mulai 50 ml) yang diberikan melalui intravena tetes demi tetes
dengan bantuan peralatan yang cocok. Harus steril dan bebas pirogen,
sebaiknya isotoni dan isohidri, tetapi larutan dengan pH 4,0-7,5 masih bisa
diterima (Repetitorium Teknologi Farmasi Sediaan Farmasi hal 23).
Menurut Formulasi steril, hal. 54 isohidris adalah kondisi suatu larutan zat
15
yang pHnya sesuai dengan pH fisiologis tubuh sekitar 7,4. Kemudian
tambahkan 150 mg norit ke dalam gelas beaker 250 ml yang berisi bahan-
bahan yang dibuat tadi lalu diamkan selama 10 menit yang ditutup dengan
kaca arloji. Kemudian di saring dengan menggunakan whatman 0,8 µm.
Kemudiam ambil 100 ml masukkan ke dalam botol. Dan terakhir di uji
sterilitasnnya dengan memasukkan larutan infus kcl ke dalam tabung yang
berisi media tioglikolat. Diinkubasi selama 1x 24 jam. Hasil uji sterilitas
yang didapatkan yaitu larutan infus KCL tidak steril karena bentuk infus
tidak steril. Hal ini terjadi karena human error, tidak memakai baju
sterillitas yang lengkap atau saat pengerjaan masih kurang steril.
16
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang kami lakukan pada percobaan
kali ini dapat di tarik kesimpulan, sterilisasi alat dengan menggunakan
autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121 ℃. Kemudian masukkan 0,57
gr KCL dan glukosa 5,732 gr lalu tambahkan 135 ml air bebas pirogen
sambil dilakukan pengecekan pH. pH yang dihasilkan adalah 4 maka
tidak perlu penambahan HCl. Hal ini sesuai dengan rentang pH yang
diharapkan yaitu pH 4-5. Larutan infus KCl yang kami buat sudah isotonis
sehingga tidak perlu penambahan NaCl. Hasil yang kami dapatkan pada
uji sterilitas yaitu larutan infus KCL tidak steril karena larutan ditabung
reaksi terlihat keruh. Hal ini terjadi karena human error, tidak memakai
baju sterillitas yang lengkap atau saat pengerjaan masih kurang steril.
B. Saran
Sebaiknya untuk uji selanjutnya dilakukan secara aseptis lagi
misalnya menggunakan APD saat masuk ruangan dan melakukan uji agar
hasil yang di dapatkan sesuai dengan keinginan dan literature.
17
DAFTAR PUSTAKA
Potter, P.A, Perry, A.G., 2005. Buku Ajar Fundamntal Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik, Edisi 4. Volume 2,Alih Bahasa : Renata Komalasari,
dkk. Jakarta : EGC
Beunner and Suddarth, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Ahli
Bahasa : Agung Waluyo, dkk, Edisi 8 . Jakarta :ECG
Lachman, L., & Lieberman, H. A., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri,
Edisi Kedua, 1091-1098, UI Press, Jakarta.
Permatasari, T., Sumarlan., dan Susilo. 2013. Uji Pembuatan Marning Jagung
Dengan Menggunakan Autoclave.
18
JAWABAN PERTANYAAN
B. Infus Karbohidrat
Sediaan infus berisi larutan glukosa atau dekstrosa yang
cocok untuk donor kalori. Kita menggunakannya untuk
memenuhi kebutuhan glikogen otot kerangka, hipoglikemia
dan lain-lain. Keguanaan: 5% isotonis, 20% untuk diuretika
dan 30-50% terapi oedema di otak. Contoh sediaan adalah :
larutan Manitol 15-20% digunakan untuk menguji fungsi
ginjal.
19
Merupakan infus kombinasi antara karbohidrat dan
elektrolit. Contoh infus jenis ini adalah infus KA-EN 4 B paed
(otsuka)
D. Larutan Irigasi
20
mengthilangkan senyawa-senyawa toksik yang secara normal
dikeluarkan atau diekskresikan ginjal. Contoh sediaan adalah
Larutan Dineal 1,5 % dan 2,5%, 2 Liter. Persyaratan larutan
dialysis peritoneal adalah : Hipertonis, Steril, Dapat menarik
toksin dalam ruang peritoneal
21
Hal pertama yang harus diperhatikan adalah
pemerian dari bahan-bahan yang akan digunakan secara
kasat mata, meliputi : warna, aroma dan rasa. Manfaat
pengamatan organoleptis misalnya yaitu setelah melakukan
pengamatan dengan kasat mata, maka dapat diketahui
bagaimana penyimpanan bahan-bahan yang akan
digunakan tersebut.
b) kelarutan
Kelarutan menjadi hal yang harus diperhatikan
apabila sediaan parenteral volume besar dipakai sebagai
pembawa obat lain, atau terjadinya kristal pada beberapa
zat. Pada umumnya obat-obatan yang digunakan untuk
mermbuat sediaan parenteral volume besar adalah obat-
obatan/zat yang mudah larut. Kelarutan sangat penting
untuk pengembangan larutan yang dapat disuntikkan baik
secara intravena maupun intramuscular. Sediaan dalam
bentuk infus harus jernih, maka bahan-bahan obat/zat yang
akan digunakan untuk membuat infus harus larut sempurna
dalam pembawanya.
c) pH
pH perlu diperhatikan mengingat pH yang tidak
tepat dapat menyebabkan :
1. Berpengaruh terutama pada darah tubuh
2. Berpengaruh pada kestabilan obat
3. Berpengaruh pada wadah terutama wadah gelas,
plastik, dan tutup karet.
pH sediaan parenteral volume besar tidak boleh diluar batas
pH darah normal karena akan menyebabkan masalah pada
tubuh yang dimana pH darah normal yaitu 7,35 – 7,45.
-ukuran partikel
22
Ukuran pratikel bahan obat mempunyai peranan dalam
sediaan farmasi sebab ukuran partikel mempunyai pengaruh
yang besar dalam pembuatan sediaan obat dan juga
terhadap efek fisiologisnya. Untuk sediaan infus harus
memiliki ukuran partikel yang kecil karena sediaan infus
pemberiannya langsung ke dalam pembuluh darah vena.
Jika terdapat ukuran partikel yang besar dalam infus maka
dikhawatirkan akan terjadi penyumbatan atau gangguan
dalam pembuluh darah.
d) pembawa
Pada sediaan parenteral volume besar umumnya
digunakan pembawa air tetapi dapat juga dipakai emulsi
lemak intravena yang diberikan sendiri atau dikombinasi
dengan asam amino dan atau dekstrosa asalkan partikel
tidak boleh lebih besar dari 0,5 µm.
e) viskositas
Dalam sediaan infus viskositas sangat berpengaruh
karena jika sediaan infus terlalu kental maka akan susah
menetes, distribusi obat dalam darah akan lambat, sehingga
ketercapaian efek terapi yang diinginkanpun akan lambat
pula.
f) Cahaya dan suhu
Cahaya dan suhu erat hubungannya dengan
tampat/wadah penyimpanan obat/bahan obat. Cahaya dan
suhu dapat mempengaruhi kestabilan obat sehingga dalam
hal penyimpanan obat sangat perlu sekali diperhatikan
karakteristik dari obat/bahan obat yang akan disimpan.
g) Faktor kemasan
Faktor kemasan juga berpengaruh terhadap
kestabilan obat/bahan obat. Untuk sediaan parenteral
volume besar sebaiknya kemasan yang digunakan
23
diusahakan kemasan tidak mempengaruhi kestabilan
obat/bahan obat dari sediaan parenteral volume besar.
C. Stabilisator pada sediaan parenteral volume besar
Untuk bahan penambah seperti dapar, antioksidan,
komplekson,jarang ditambahkan pada sediaan parenteral
volume besar.
24
LAMPIRAN
25
Lampiran 3. Brosur Produk Obat
26