Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI

SEDIAAN STERIL

PEMBUATAN DAN UJI STERILITAS SEDIAAN INFUS KCL

ISOTONIS GUM GLUKOSA

Disusun Oleh :

Kelompok 10

Gina Aulia Istiqomah 11194761920090

Maria Theresa 11194761920098

Nur Ayu Amelia 11194761920111

Nurfaizah Jaiyuprilia 11194761920114

Putri Aulia Safitri 11194761920116

Raudatul Jannah 11194761920117

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS SARI MULIA

BANJARMASIN
2020

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Tujuan..........................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3
METODE PENELITIAN......................................................................................3
A. Sediaan Steril...............................................................................................3
B. Sterilisasi......................................................................................................4
BAB III....................................................................................................................9
METODE PENELITIAN......................................................................................9
A. Alat dan Bahan............................................................................................9
B. Formulasi.....................................................................................................9
C. Cara Kerja.................................................................................................10
BAB IV..................................................................................................................13
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................13
A. HASIL PENGAMATAN..........................................................................13
B. Perhitungan Tonisitas...............................................................................13
C. Pembahasan...............................................................................................14
BAB V....................................................................................................................17
PENUTUP.............................................................................................................17
A. Kesimpulan................................................................................................17
B. Saran..........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18
JAWABAN PERTANYAAN..............................................................................19
LAMPIRAN........................................................................................................................24

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Larutan sediaan parenteral larutan besar digunakan dalam terapi


pemeliharaan untuk pasien –pasien yang akan atau yang sudah di oprasi,
auto untuk penderita yang tidak sadar diri dan tidak dapat menerima
cairan, elektrolit dan nutrisi lewat mulut. Laurtan-larutan ini dapat
diberikan dalam terapi pengganti pada penderita yang mengalami
kehilangan banyak cairan dan elektrolit yang berat ( Ansel, Howartd. C.
1985 ).

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV Hal. 10 Pengertian infus


adalah sediaan parenteral volume besar merupakan sediaan cair steril yang
mengandung obat yang dikemas dalam wadah 100 ml atau lebih dan
ditujukan untuk manusia. Infus adalah larutan injeksi dosis tunggal untuk
intravena dan dikemas dalam wadah lebih dari 100 ml.

Infus cairan intravena ( intravenous fluids infusion) adalah


pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh , melalui sebuah jarum,
kedalam pembuluh vena( pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan
cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Tujuan dari sediaan infuse adalah
memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung
airmelektrolit, vitamin, protein,lemak dan kalori, yang tidak dapat
dipertahankan secara adekuat melalui oral, memperbaikin keseimbangan
asam basa, memperbaikin volume darah , memberikan jalan masuk untuk
pemberiaan obat-obatan ke dalam ubuh, memonitor tekanan vena
sentral,memberikan nutrisi pada saat system pencernaan mengalami
gangguan ( Perry & Potter.,2005)
Terapi Intravena (IV) adalah mendapatkan cairan streril melalui
jarum,langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung
elektrolit ( natrium,kalsium,kalium ), nutrient (biasanya glukosa), vitamin

1
atau obat ( Brunner & Sudarth, 2002 . Terapi intravena adalah pemberian
sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuh jarum, ke dalam pembuluh
vena ( pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat
makanan dari tubuh.

Ada pun beberapa keuntungan dari infuse Keuntungan pemberian


secara intravena Adalah .Dapat digunakan untuk pemberian obat agar
bekerja cepat, seperti pada keadaan gawat, .Dapat digunakan untuk
penderita yang tidak dapat diajak bekerja sama dengan baik, tidak sadar,
tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui oral,
pemyerapan absorbsi dapt diatur. (Ansel, Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi, hal 401 )

B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah mahasiswa diharapkan mampu
melakukan uji pembuatan dan uji sterilitas sediaan infus KCL Isotonis
Gum Glukosa

2
BAB II

METODE PENELITIAN

A. Sediaan Steril

Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi –


bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang
termasuk sediaan ini antara lain sediaan parental preparat untuk mata dan
preparat irigasi (misalnya infus). Sediaan parental merupakan jenis sediaan
yang unik di antara bentuk sediaan obat terbagi – bagi, karena sediaan ini
disuntikan melalui kulit atau membran mukosa ke bagian tubuh yang
paling efesien, yaitu membran kulit dan mukosa, maka sediaan ini harus
bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan – bahan toksis lainnya,
serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua bahan dan
proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan
dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah
kontaminasi fisik, kimia atau mikrobiologis (Priyambodo, B., 2007).

Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah


dalam bentuk larutan terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk
digunakan dengan diencerkan terlebih dahulu dengan larutan pembawa
(vial). Sediaan parental, bisa diberikan dengan berbagai rute : intra vena
(i.v), sub cutan (s.c), intradermal, intramuskular (i.m), intra articular, dan
intrathecal. Bentuk sediaan sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian.
Sediaan bentuk suspensi, misalnya tidak akan pernah diberikan secara
intravena yang langsung masuk ke dalam pembuluh darah karena adanya
bahaya hambatan kapiler dari partikel yang tidak larut, meskipun suspensi
yang dibuat telah diberikan dengan ukuran partikel dari fase dispersi yang
dikontrol dengan hati – hati. Demikian pula obat yang diberikan secara
intraspinal (jaringan syaraf di otak), hanya bisa diberikan dengan larutan
dengan kemurnian paling tinggi, oleh karena sensivitas jaringan syaraf
terhadap iritasi dan kontaminasi (Priyambodo, B., 2007).

3
Wadah berhubungan erat dengan produk. Tidak ada wadah yang
tersedia sekarang ini yang benar – benar tidak reaktif, terutama dengan
larutan air. Sifat fisika dan kimia mempengaruhi kestabilan produk
tersebut, tetapi sifat fisika diberikan pertimbangan utama dalam pemilihan
wadah pelindung (Lachman, 1994).
Wadah terbuat dari berbagai macam bahan, wadah plastik, wadah
gelas, dan wadah dari karet. Wadah plastik, bahan utama dari plastik yang
digunakan untuk wadah adalah polimer termoplastik, unit struktural
organik dasar untuk masing – masing type yang biasa terdapat dalam
bidang medis. Sesuai dengan namanya, polimer termoplastik meleleh pada
temperatur yang meningkat. Wadah plastik digunakan terutama karena
bobotnya ringan, tidak dapat pecah, serta bila mengandung bahan
penambah dalam jumlah kecil, mempunyai toksisitas dan reaktivitas
dengan produk yang rendah. Suatu golongan plastik baru, poliolefin, patut
disebut secara khusus, yang saat ini mendapat perhatian dalam bidang
parenteral adalah polipropilen dan kopolimer polietilen – polietilen
(Lachman, 1994).

B. Sterilisasi

Macam-macam sterilisasi, menurut (Fauzi, 2013):

1. Sterilisasi Secara Fisik


Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan &
pemijaran.
a. Pemijaran (dengan api langsung): membakar alat pada api secara
langsung, contoh alat : jarum inokulum, pinset, batang L dan lain-lain
b. Sterilisasi panas kering, sterilisasi dengan ovenumumnya pada
suhu160-170°C selama 1-2 jam. Sterilisasi panas kering cocok
untuksterilisasi serbuk yang tidak stabil terhadap uap air,alat yang
terbuat dari kaca misalnya erlenmeyer, tabung reaksi dan lain-lain.
Sterilisasi uap panas, konsep ini mirip dengan mengukus. Sterilisasi
dengan menggunakan uap panas dibawah tekanan dengan

4
menggunakan autoklaf. Pada sterilisasi iniumumnya dilakukan dalam
uap jenuh dalam waktu 15 menit dengan suhu 121°C.
2. Sterilisasi Kimia
Biasanya sterilisasi secara kimiawimenggunakan senyawa
desinfektan antara lain alkohol. Antiseptik kimia biasanya dipergunakan
dan dibiarkan menguap seperti halnya alkohol. Proses sterilisasi antiseptik
kimia ini biasanya dilakukan dengan cara langsung memberikan pada alat
atau media yang akan disterilisasi. Pemilihan antiseptik terutama
tergantung pada kebutuhan dari tujuan tertentu serta efek yang
dikehendaki.
3. Sterilisasi Mekanik (Filtrasi)
Sterilisasi secara mekanik (filtrasi) menggunakan suatu saringan
yang berpori sangat kecil (0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga
mikroba tertahan pada saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk
sterilisasi bahan yang peka panas, misalnya larutan serum, enzim, toksin
kuman, ekstrak sel dan lain-lain.
4. Autoklaf

Gambar 1. Autoklaf

Autoklaf adalah alat pemanas tertutup yang fungsinya untuk


mensterilkan suatu benda menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi
biasanya suhu yang digunakan 121°C dan bertekanan 15 kg/cm 2 yang
dilakukan selama kurang lebih 15 menit. Penurunan tekanan pada autoklaf
tidak dimaksudkan untuk membunuh mikroorganisme, melainkan
meningkatkan suhu dalam autoklaf. Suhu yang tinggi inilah yang akan
membunuh mikroorganisme. Autoklaf ditujukan untuk membunuh

5
endospora, yaitu sel resisten yang diproduksi oleh bakteri, sel ini tahan
terhadap pemanasan, kekeringan, dan antibiotik.

Prinsip kerja autoklaf yaitu mensterilkan bahan dengan


menggunakan tekanan uap optimum untuksterilisasi pada suhu 121°C dan
tekanan 15 kg/cm2. Pada saat sumber panas dinyalakan, air dalam autoklaf
lama kelamaan akan mendidih dan uap air yang terbentuk mendesak udara
yang mengisi autoklaf. Setelah semua udara dalam autoklaf diganti dengan
uap air, katup uap/udara ditutup sehingga tekanan udara dalam autoklaf
naik. Pada saat tercapaitekanan dan suhu yang sesuai, maka proses
sterilisasi dimulai dan timer mulai menghitung waktu mundur. Setelah
proses sterilisasi selesai, sumber panas dimatikan dan tunggu tekanan
dalam kompartemen turun hingga sama dengan tekanan udara di
lingkungan (jarum pada preisure gauge menunjuk ke angka nol). (Fitri
Rahmayanti, 2013)

Keunggulan autoklaf adalah dapat mensterilkan alat dan bahan


hingga tidak ada organisme yang hidup lagi. Autoklaf memerlukan waktu
yang singkat untuk sterilisasi. Autoklaf menggunakan suhu dan tekanan
tinggi sehingga memberikan kekuatan yang lebih besar untuk membunuh
sel dibandingkan dengan udara panas biasa. Autoklaf memiliki kelebihan
yaitu alat perebus yang bertekanan tinggi. (Permatasari dkk., 2013).

Kekurangan autoklaf adalah harus menggunakan air mendidih karena


uapnya memenuhi kompartemen autoklaf dan terdesak keluar dari klep
pengaman. Autoklaf membutuhkan sumber panas yang terus menerus.
Autoklaf membutuhkan peralatan yang butuh perawatan terus menerus
(Fardias, 1992).

5. KCL

6
Gambar 3. KCL

Kalium klorida (singkatan:  KCl, bahasa Inggris: potassium


chloride) adalah senyawa garam alkali. Tanah dengan halida yang
terbentuk dari unsur kalium dan klor. Wujud umumnya adalah garam
kristal berwarna putih atau tak berwarna. Senyawa ini sangat mudah larut
dalam air dan terasa asin di lidah, serupa garam dapur. Kegunaannya yang
paling luas adalah untuk pupuk kimia, sebagai infus dalam pengobatan,
reaktan dalam laboratorum, pengolahan makanan, dan sebagai salah satu
dari tiga senyawa untuk eksekusi mati menggunakan injeksi. Di alam,
kalium klorida terkandung dalam mineral silvit dan silvinit.

6. Glukosa
Glukosa merupakan sumber tenaga yang terdapat di mana-mana
dalam biologi. Kita dapat menduga alasan mengapa glukosa, dan bukan
monosakarida lain seperti fruktosa, begitu banyak digunakan. Glukosa
dapat dibentuk dari formaldehida pada keadaan abiotik, sehingga akan
mudah tersedia bagi sistem biokimia primitif. Hal yang lebih penting bagi
organisme tingkat atas adalah kecenderungan glukosa, dibandingkan
dengan gula heksosa lainnya, yang tidak mudah bereaksi secara
nonspesifik dengan gugus amino suatu protein. Reaksi ini (glikosilasi)
mereduksi atau bahkan merusak fungsi berbagai enzim. Rendahnya laju
glikosilasi ini dikarenakan glukosa yang kebanyakan berada
dalam isomer siklik yang kurang reaktif. Meski begitu, komplikasi akut
seperti diabetes, kebutaan, gagal ginjal, dan kerusakan saraf periferal
(peripheral neuropathy), kemungkinan disebabkan oleh glikosilasi protein.
7. Hcl
Hidrogen klorida mempunyai rumus HCl. Pada suhu kamar, HCl
adalah gas tidak berwarna yang membentuk kabut putih Asam
klorida ketika melakukan kontak dengan kelembaban udara. Gas hidrogen
klorida dan asam klorida adalah senyawa yang penting dalam bidang

7
teknologi dan industri. Rumus HCl sering kali, walaupun tidak tepat,
ditulis untuk merujuk pada asam klorida.

8. Norit
Norit merupakan suatu karbon aktif yang digunakan untuk
mengatasi gangguan pencernaan terutama akibat keracunan makanan,
overdosis obat atau tertelan bahan yang beracun. Kandungan karbon aktif
pada Norit bersumber dari tumbuh-tumbuhan yang diaktifkan secara kimia
biasanya dicampur dengan asam atau dikukus dengan uap/gas pada
temperatur tinggi sehingga pengobatan menggunakan Norit walaupun
dalam jumlah banyak tidak berbahaya bahkan untuk anak-anak. Karbon
aktif memiliki daya serap kuat dalam mengadsorpsi toksin ataupun produk
bakteri yang ada di dalam saluran pencernaan. Pori-pori pada permukaan
karbon aktif akan mengikat racun melalui gaya Van der Walls ketika
berada di lambung dan usus, saat zat beracun belum terserap dan masuk ke
dalam peredaran darah. Oleh karena itu, semakin cepat diberikan maka
akan semakin banyak racun yang terserap. 

8
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Botol infus
b. Oven
c. Autoklaf
d. Wadah
e. Timbangan
f. Erlenmeyer
g. Corong
h. Gelas beker
i. Gelas ukur
j. Kertas saring
k. Spuit injeksi
2. Bahan
a. KCL
b. Glukosa
c. HCL
d. Norit
e. Aqua steril bebas pyrogen

B. Formulasi

R/ KCL 0,38 %
Glukosa q.s
HCL 0,1 N ad pH 4-5
Norit 0,1 %
Aqua steril bebas pirogen ad 100 ml

9
C. Cara Kerja

1. Sterilisasi Alat

siapkan alat

bungkus alat menggunakan alumunium foil sampai menutupi seluruh


bagian alat

masukan alat kedalam autoklaf

lalu tutup rapat autoklaf

tunggu selama 15 menit dengan suhu 121˚C

2. Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)

Timbang 25 Gram Nutrient Agar (NA)

Panaskan 500 ml aquadest dengan suhu 180˚C dan 200 rpm

Masukan NA kedalam aquadest yang sudah dipanaskan, ad homogen

10
3. Cara kerja praktikum

Ditimbang KCL 0,57 gram

Ditimbang glukosa 5,732 gram

Langkah 1 & 2 ditambah 135 ml air bebas pirogen sambil dilakukan


pemeriksaan ph 4-5 jika tidak mencapai 4 maka dapat ditambah HCL 0,1 N

Jika larutan mencapai ph 4 ditambah aqua steril ad 150 ml ( 60-70˚C ) jangan


sampai mendidih

Langkah ke 4 ditambah norit dengan melarutkan 150mg dalam beker glass 250
ml sambil ditambah aqua steril ad 150 ml ( 60-70˚ C ) ditutup dengan kaca
arloji 10 menit

Disarig dengan kertas saring 0,8 μm, diberi tanda tara untuk mencegah
kekurangan volume viiltrate untuk proses penyaringan selanjutnya

Dipanaskan ( 60-70˚ C ) selama 10 menit, jika kurang ditambah aqua steril

Disaring lagi dengan whatman 0,8μm, jika kurang ditambah aqua steril

Ditampung, disaring lagi dengan kertas saring 0,45μm

Diambil 100 ml, dimasukkan dalam botol

Sediaan dikemas, diberi brosur etiket

11
4. Uji Sterilitas

Menyemprot botol infus dengan alcohol 70%

Membuka tutup botol infus mengggunakan pinset yang telah dipanaskan


dengan api spiritus

memanaskan pinggiran botol infus pada bagian atas dengan api spiritus

membuka tutup erlenmeyer yang berisi media tioglikolat dari aluminium


foil dan kapas menggunakan pinset yang telah dipanaskan dengan api
spiritus

memanaskan bagian atas erlenmeyer yang berisi media tioglikolat dengan


spritus

memasukkan semua larutan infus KCL 0,38% ke dalam erlenmeyer berisi


media tiogliklat

menutup kembali erlenmeyer denga kapas dan aluminium foil


menggunakan pinset

inkubasi selama 7 hari dengan suhu 30-35˚C di dalam inkubator

mengamati yang terjadi pada erlenmeyer yang telah ditambahkan sediaan


infus KCL 0,38%

12
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENGAMATAN
HASIL GAMBAR KETERANGAN

Sediaan infus steril


dikemas dalam wadah
Produk
kedap cahaya denan
volume larutan 100 ml

Uji pH menggunakan
pH meter. pH yang
didapat adalah pH 4-5
Uji pH
sehingga tidak
memerlukan
penambahan HCl

Dilakukan di ruang
BSC kemudian di
inkubasi selama 1x 24
Uji Sterilisasi jam sediaan berwarna
kuning keruh
menunjukan sediaan
tidak steril

B. Perhitungan Tonisitas
R/ KCL 0,38 %  1% E=0,76
Glukosa q.s  E=0,16
HCL 0,1 N ad pH 4-5
Norit 0,1 %

13
Aqua steril bebas pirogen 150 ml
Penyelesaian:
 KCl (gram) = 0,38% x 150 ml = 0,57 gr
 (1 gram KCl = 0,76 gram NaCl)
 Larutan isotonis = 0,9% x 150 ml = 1,35 NaCl
 Jadi, jumlah NaCl untuk 0,57 gr = 0,57 x 0,76 = 0,4332 gr ( larutan
Hipotonis , 1,35)
 Kekurangan NaCl = 1,35 - 0,4332 = 0,9168 gr
 Glukosa yang ditambahkan agar isitonis = 0,9168 : 0,16 = 5,73 gram
 KCl q.s ad pH 4-5
 Norit = 0,1 % x 150 ml = 0,15 gr

C. Pembahasan

Pada praktikum ini, sediaan yang dibuat adalah Infus. Infus adalah


larutan injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam wadah
lebih dari 100 ml. Sediaan parenteral volume besar adalah larutan produk
obat yang disterilisasi akhir dan dikemas dalam wadah dosis tunggal
dengan kapasitas 100 ml atau lebih dan ditujukan untuk manusia. SPVB
ini umumnya diberikan secara intra vena dan non intravena, seperti untuk
larutan dialisis yang diberikan secara intraperitoneal.Infus termasuk ke
dalam sediaan parenteral volume besar. Karena volume pemberian besar,
ke dalam LVP tidak boleh ditambahkan zat bakteriostatik (pengawet)
karena dapat menyebabkan terjadinya toksisitas akibat pemberian
larutan/zat bakteriostatik dalam jumlah besar.

Dalam pembuatannya, sediaan harus memenuhi syarat-syarat yang


ditetapkan untuk sediaan parenteral volume besar, seperti syarat isohidri,
steril, bebas pirogen dan isotonis. Hal ini dikarenakan, pemberian infus
yang diinjeksikan langsung ke dalam pembuluh darah. Untuk larutan infus
tidak diperbolehkan penambahan bahan bekteriostatik atau zat tambahan
lainnya karena volume larutan banyak dan pemberiannya berupa
tetesan. Infus tidak boleh mengandung zat bakteriostatik

14
1. Dikemas dalam wadah besar dosis tunggal

2. Dapat juga ditambahkan antibiotik atau obat lainnya ke dalam infus.

Volume sediaan yang kami buat adalah dalam volume 100 ml dan
infus KCl yang diolah isotonis sehingga tidak perlu ditambahkn NaCl,
namun pada perhitungan perlu dilebihkan sebanyak 150 ml. Hal ini
dimaksudkan karena dikhawatirkan adanya penguapan yang terjadi pada
saat proses pemanasan. Persyaratan untuk sediaan steril adalah harus
isotonis, yang dimaksud isotonis yaitu larutan parenteral yang mempunyai
tekanan osmosis sama dengan plasma darah. Jika larutan parenteral
mempunyai tekanan osmosis lebih rendah daripada tekanan osmosis
plasma darah disebut larutan hipotonis, sedangkan jika tekanan
osmosisnya lebih tinggi disebut larutan hipertonis. Laju pemberian
normal/lazim untuk larutan isotonis dengan viskositas rendah adalah 125
ml/jam = 1 liter tiap 8 jam atau 2 mL/menit (Turco, hal 203-212).
Langkah pertama yaitu mensterilkan alat dengan menggunakan autoklaf
selama 15 menit dengan suhu 121 ℃. Kemudian mengambil bahan-bahan
yang diperlukan. Panaskan air tapii tidak sampai mendidih. Kemudian
masukkan 0,57 gr KCL dan glukosa 5,732 gr kemudian tambahkan 135 ml
air bebas pirogen sambil dilakukan pengecekan pH 4-5. pH yang
dihasilkan adalah 4 maka tidak perlu penambahan HCl. pH merupakan
suatu penentu utama dalam kestabilan suatu obat yang cenderung
penguraian hidrolitik. Untuk kebanyakan obat injeksi pH kestabilan
optimum adalah pada situasi asam antara pH 4 - 5.Oleh karena itu, melalui
penggunaan zat pendapar yang tepat kestabilan senyawa yang tidak stabil
dapat ditinggikan (Ansel, 1989). pH standar infus menurut Martindale
edisi 28 hal.629 yaitu 2,5 – 5,5. Infus adalah larutan dalam jumlah besar
(terhitung mulai 50 ml) yang diberikan melalui intravena tetes demi tetes
dengan bantuan peralatan yang cocok. Harus steril dan bebas pirogen,
sebaiknya isotoni dan isohidri, tetapi larutan dengan pH 4,0-7,5 masih bisa
diterima (Repetitorium Teknologi Farmasi Sediaan Farmasi hal 23).
Menurut Formulasi steril, hal. 54 isohidris adalah kondisi suatu larutan zat

15
yang pHnya sesuai dengan pH fisiologis tubuh sekitar 7,4. Kemudian
tambahkan 150 mg norit ke dalam gelas beaker 250 ml yang berisi bahan-
bahan yang dibuat tadi lalu diamkan selama 10 menit yang ditutup dengan
kaca arloji. Kemudian di saring dengan menggunakan whatman 0,8 µm.
Kemudiam ambil 100 ml masukkan ke dalam botol. Dan terakhir di uji
sterilitasnnya dengan memasukkan larutan infus kcl ke dalam tabung yang
berisi media tioglikolat. Diinkubasi selama 1x 24 jam. Hasil uji sterilitas
yang didapatkan yaitu larutan infus KCL tidak steril karena bentuk infus
tidak steril. Hal ini terjadi karena human error, tidak memakai baju
sterillitas yang lengkap atau saat pengerjaan masih kurang steril.

16
BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang kami lakukan pada percobaan
kali ini dapat di tarik kesimpulan, sterilisasi alat dengan menggunakan
autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121 ℃. Kemudian masukkan 0,57
gr KCL dan glukosa 5,732 gr lalu tambahkan 135 ml air bebas pirogen
sambil dilakukan pengecekan pH. pH yang dihasilkan adalah 4 maka
tidak perlu penambahan HCl. Hal ini sesuai dengan rentang pH yang
diharapkan yaitu pH 4-5. Larutan infus KCl yang kami buat sudah isotonis
sehingga tidak perlu penambahan NaCl. Hasil yang kami dapatkan pada
uji sterilitas yaitu larutan infus KCL tidak steril karena larutan ditabung
reaksi terlihat keruh. Hal ini terjadi karena human error, tidak memakai
baju sterillitas yang lengkap atau saat pengerjaan masih kurang steril.

B. Saran
Sebaiknya untuk uji selanjutnya dilakukan secara aseptis lagi
misalnya menggunakan APD saat masuk ruangan dan melakukan uji agar
hasil yang di dapatkan sesuai dengan keinginan dan literature.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, Howard C. 1985. Indroduction to Pharmacetical Dosage Form, 4 Edition,


Lea and Febiger, Philadelphia

Potter, P.A, Perry, A.G., 2005. Buku Ajar Fundamntal Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik, Edisi 4. Volume 2,Alih Bahasa : Renata Komalasari,
dkk. Jakarta : EGC

Beunner and Suddarth, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Ahli
Bahasa : Agung Waluyo, dkk, Edisi 8 . Jakarta :ECG

Lachman, L., & Lieberman, H. A., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri,
Edisi Kedua, 1091-1098, UI Press, Jakarta.

Permatasari, T., Sumarlan., dan Susilo. 2013. Uji Pembuatan Marning Jagung
Dengan Menggunakan Autoclave.

Saputra A dan Ningrum DK, 2010. Pengeringan Kunyit Menggunakan


Microwave

dan Oven, Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas


Diponegoro Semarang

18
JAWABAN PERTANYAAN

1. Jelaskan penggolongan pada sediaan infus


Jawab :
A. Infus Elektrolit

Infus yang digunakan untuk membantu memulihkan


kestabilan elektolit / cairan tubuh. Infus jenis ini mengandung
ino -  ion seperti K+, Mg++, sulfat, fosfat, protein serta senyawa
organic asam fosfat ATP, heksosa monofosfat, dan lain-
lain. Fungsi larutan elektrolit secara klinis digunakan untuk
mengatasi perbedaan ion atau penyimpangan jumlah normal
elektrolit dalam darah. Ada 2 jenis kondisi plasma yang
menyimpang, yaitu : Asidosis (kondisi plasma darah yang
terlampau asam akibat adanya ion klorida dalam jumlah
berlebih) dan Alkalosis (Kondisi plasma yang terlampau basa
akibat ion Na, K, Ca dalam jumlah berlebih). Kehilangan
natrium disebut hipovolemia, sedangkan kekurangan H2O
disebut dehidrasi, kekurangan HCO3 disebut asidosis,
metabolic dan kekurangan K+ disebut hipokalemia.

B. Infus Karbohidrat
Sediaan infus berisi larutan glukosa atau dekstrosa yang
cocok untuk donor kalori. Kita menggunakannya untuk
memenuhi kebutuhan glikogen otot kerangka, hipoglikemia
dan lain-lain. Keguanaan: 5% isotonis, 20% untuk diuretika
dan 30-50% terapi oedema di otak. Contoh sediaan adalah :
larutan Manitol 15-20% digunakan untuk menguji fungsi
ginjal.

C. Infus Elektrolit dan karbohidrat

19
Merupakan infus kombinasi antara karbohidrat dan
elektrolit. Contoh infus jenis ini adalah infus KA-EN 4 B paed
(otsuka)

D. Larutan Irigasi

Sediaan larutan steril dalam jumlah besar (3 liter).


Larutan tidak disuntikkan ke dalam vena, tetapi digunakan
diluar system peredaran dan umumnya menggunakam jenis
tutup yang diputar atau plastic yang dipatahkan sehingga
memungkinkan pengisian larutan dengan cepat. Kita
menggunakan larutan untuk merendam atau mencuci luka-luka
sayatan bedah atau jaringan tubuh dan dapat pula mengurangi
perdarahan. Kita biasa mengguanakannya dalam kegiatan
Laparotamy, Arthroscopy, Hysterectomy, dan turs (urulogi).
Contoh sediaan : Larutan Glycine 1,5% dalam 3 liter, dan
Larutan asam asetat 0,25% dalam 1-3 liter.

Persyaratan larutan irigasi sebagai berikut :


1.      Isotonic dan steril

2.      Tidak diabsorbsidan cepat diekskresi

3.      Bukan larutan elektrolit

4.      Tidak mengalami metabolisme

5.      Mempunyai tekanan osmotic diuretic.

E. Larutan dialisis Peritoneal


Larutan steril dalam jumlah besar (2 liter) dan tidak
disuntikkan ke dalam vena, tetapi dibaairkan mengalir kedalam
ruangan peritoneal dan umumnya menggunakan tutup plastic
yang dipatahkan sehingga memungkinkan larutan dengan cepat
turun kebawah. Penggunaan cairan demikian bertujuan untuk

20
mengthilangkan senyawa-senyawa toksik yang secara normal
dikeluarkan atau diekskresikan ginjal. Contoh sediaan adalah
Larutan Dineal 1,5 % dan 2,5%, 2 Liter. Persyaratan larutan
dialysis peritoneal adalah : Hipertonis, Steril, Dapat menarik
toksin dalam ruang peritoneal

F. Infus Plasma Expender

Sediaan larutan steril yang digunakan untuk


menggantikan plasma darah yang hilang akibat perdarahan,
luka bakar, operasi dll.

2. Sebutkan dan jelaskan parameter dalam formulasi infus !


Jawab :
A. Parameter fisiologi
Bila penderita dirawat dengan diberi cairan parenteral
volume besar (infus) hanya untuk beberapa hari, maka umumnya
cukup dengan larutan sederhana yang mengandung air dan
dekstrosa secukupnya dan sejumlah kecil natrium dan kalium.
Teteapi bila penderita tidak dapat menerima nutrisi atau cairan
lewat mulut untuk masa yang lebih lama, maka dapat digunakan
larutan yang mengandung kalori tinggi. Yang termasuk dalam
larutan ini adalah protein, hidrolisat, karbohidrat, vitamin, mineral,
elektrolit dan air yang cukup dapat menunjang fisiologi tubuh.
Faktor fisiologi perlu diperhatikan karena dapat
berpengaruh pada formulasi. Tekanan osmosa atau osmolaritas
merupakan faktor fisiologi yang dimana tekanan osmosa adalah
perpindahan pelarut dan zat terlarut melalui membran permeabel
yang memisahkan 2 komponen, dinyatakan dalam osmole per
kilogram = osmolarita
B. Faktor fisikokimia
a) organoleptis

21
Hal pertama yang harus diperhatikan adalah
pemerian dari bahan-bahan yang akan digunakan secara
kasat mata, meliputi : warna, aroma dan rasa. Manfaat
pengamatan organoleptis misalnya yaitu setelah melakukan
pengamatan dengan kasat mata, maka dapat diketahui
bagaimana penyimpanan bahan-bahan yang akan
digunakan tersebut.

b) kelarutan
Kelarutan menjadi hal yang harus diperhatikan
apabila sediaan parenteral volume besar dipakai sebagai
pembawa obat lain, atau terjadinya kristal pada beberapa
zat. Pada umumnya obat-obatan yang digunakan untuk
mermbuat sediaan parenteral volume besar adalah obat-
obatan/zat yang mudah larut. Kelarutan sangat penting
untuk pengembangan larutan yang dapat disuntikkan baik
secara intravena maupun intramuscular. Sediaan dalam
bentuk infus harus jernih, maka bahan-bahan obat/zat yang
akan digunakan untuk membuat infus harus larut sempurna
dalam pembawanya.
c) pH
pH perlu diperhatikan mengingat pH yang tidak
tepat dapat menyebabkan :
1. Berpengaruh terutama pada darah tubuh
2. Berpengaruh pada kestabilan obat
3. Berpengaruh pada wadah terutama wadah gelas,
plastik, dan tutup karet.
pH sediaan parenteral volume besar tidak boleh diluar batas
pH darah normal karena akan menyebabkan masalah pada
tubuh yang dimana pH darah normal yaitu 7,35 – 7,45.
-ukuran partikel

22
Ukuran pratikel bahan obat mempunyai peranan dalam
sediaan farmasi sebab ukuran partikel mempunyai pengaruh
yang besar dalam pembuatan sediaan obat dan juga
terhadap efek fisiologisnya. Untuk sediaan infus harus
memiliki ukuran partikel yang kecil karena sediaan infus
pemberiannya langsung ke dalam pembuluh darah vena.
Jika terdapat ukuran partikel yang besar dalam infus maka
dikhawatirkan akan terjadi penyumbatan atau gangguan
dalam pembuluh darah.
d) pembawa
Pada sediaan parenteral volume besar umumnya
digunakan pembawa air tetapi dapat juga dipakai emulsi
lemak intravena yang diberikan sendiri atau dikombinasi
dengan asam amino dan atau dekstrosa asalkan partikel
tidak boleh lebih besar dari 0,5 µm.
e) viskositas
Dalam sediaan infus viskositas sangat berpengaruh
karena jika sediaan infus terlalu kental maka akan susah
menetes, distribusi obat dalam darah akan lambat, sehingga
ketercapaian efek terapi yang diinginkanpun akan lambat
pula.
f) Cahaya dan suhu
Cahaya dan suhu erat hubungannya dengan
tampat/wadah penyimpanan obat/bahan obat. Cahaya dan
suhu dapat mempengaruhi kestabilan obat sehingga dalam
hal penyimpanan obat sangat perlu sekali diperhatikan
karakteristik dari obat/bahan obat yang akan disimpan.
g) Faktor kemasan
Faktor kemasan juga berpengaruh terhadap
kestabilan obat/bahan obat. Untuk sediaan parenteral
volume besar sebaiknya kemasan yang digunakan

23
diusahakan kemasan tidak mempengaruhi kestabilan
obat/bahan obat dari sediaan parenteral volume besar.
C. Stabilisator pada sediaan parenteral volume besar
Untuk bahan penambah seperti dapar, antioksidan,
komplekson,jarang ditambahkan pada sediaan parenteral
volume besar.

24
LAMPIRAN

Lampiran 1. Etiket Produk Obat

Lampiran 2. Kemasan Produk Obat

25
Lampiran 3. Brosur Produk Obat

26

Anda mungkin juga menyukai