PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pencampuran adalah salah satu operasi farmasi yang paling umum.
Sulit untuk menemukan produk farmasi dimana pencampuran tidak dilakukan
pada tahap pengolahan. Pencampuran dapat didefinisikan sebagai proses di
mana dua atau lebih komponen dalam kondisi campuran terpisah atau kasar
diperlakukan sedemikian rupa sehingga setiap partikel dari salah satu bahan
terletak sedekat mungkin dengan partikel bahan atau komponen lain. Tujuan
pencampuran adalah memastikan bahwa ada keseragaman bentuk antara
bahan tercampur dan meningkatkan reaksi fisika atau kimia. Bentuk sediaan
semi padat digunakan ketika resep dokter memerlukan kombinasi dari dua
atau lebih salep atau krim dalam rasio tertentu atau penggabungan obat ke
dalam salep atau basis krim. Karena pencampuran langsung dari bahanbahan tidak selalu dapat dilaksanakan, penggabungan agen lain diperlukan
untuk memastikan partikel berukuran halus. Alat pencampur sediaan semi
padat diantaranya adalah spatula, mortar dan stamper, ointment slab, blender,
homogenizer, mixer, agitator mixers, shear mixers, ultrasonic mixers,
planatory mixer, double planetary mixers, sigma mixer, colloid mill, dan. tripleroller mill. Proses pencampuran adalah salah satu operasi yang paling umum
digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi. Berbagai macam bahan seperti
cairan, semi padat dan padat memerlukan pencampuran selama mereka
menjadi formulasi bentuk sediaan, karena itu, pilihan yang tepat dari
pencampuran adalah peralatan diperlukan mengingat sifat fisik dari bahanbahan seperti densitas, viskositas, pertimbangan ekonomi mengenai waktu
proses diperlukan untuk pencampuran dan daya serta biaya peralatan dan
pemeliharaan
Seiring dengan perkembangan di bidang obat, bentuk sediaan dalam
bidang farmasi juga semakin bervariasi. Sediaan obat tersebut antara lain
sediaan padat seperti serbuk, tablet, kapsul. Sediaan setengah padat seperti
salep, cream, pasta, suppositoria dan gel, serta bentuk sediaan cair yaitu
suspensi, larutan, dan emulsi. Dengan adanya bentuk sediaan tersebut
diharapkan dapat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi konsumen.
Salah satu contoh sediaan farmasi yang beredar di pasaran, Apotek, Instalasi
kesehatan, maupun toko obat adalah sediaan cair (liquid).
Dengan demikian pembuatan sediaan liquid dengan aneka fungsi
sudah banyak digeluti oleh sebagian besar produsen. Sediaan yang
ditawarkanpun sangat beragam mulai dari segi pemilihan zat aktif serta zat
tambahan, sensasi rasa yang beraneka ragam, hingga merk yang digunakan
pun memiliki peran yang sangat penting dari sebuah produk sediaan liquid.
Sediaan liquid merupakan sediaan dengan wujud cair, mengandung
satu atau lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi stabil dalam medium
yang homogen pada saat diaplikasikan. Sediaan cair atau sediaan liquid lebih
banyak diminati oleh kalangan anak-anak dan usia lansia, sehingga satu
keunggulan sediaan liquid dibandingkan dengan sediaan-sediaan lain adalah
dari segi rasa dan bentuk sediaan.
Sediaan cair juga mempunyai keunggulan terhadap bentuk sediaan
solid dalam hal kemudahan pemberian obat terkait sifat kemudahan mengalir
dari sediaan liquid ini. Selain itu, dosis yang diberikan relatif lebih akurat dan
pengaturan dosis lebih mudah divariasi dengan penggunaan sendok takar.
Dari penyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam
pembuatan sediaan liquid terdapat kelebihan dan kekurangan. Diharapkan
agar dapat mempertahankan kelebihannya, dan mengatasi kekurangan
tersebut dengan membuatnya lebih baik lagi, agar dapat diterapkan dalam
dunia kerja dan bisa didapatkan efek terapi yang diharapkan.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana teknik compounding untuk sediaan liquid ?
2. Apa masalah compounding untuk sediaan liquid ?
3. Bagaimana cara mengatasi masalah compounding untuk sediaan liquid ?
1.3. TUJUAN
1. Untuk
mengetahui
dan
memahami
cara
pembuatan
dan
teknik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
DEFINISI COMPOUNDING
Menurut USP 2004 Compounding merupakan proses melibatkan
pembuatan (preparation), pencampuran (mixing), pemasangan (asembling),
pembungkusan (packaging), dan pemberian label (labelling) dari obat atau
alat sesuai dengan resep dokter yang berlisensi atas inisiatif yang didasarkan
atas
hubungan
dokter/pasien/farmasis/compounder
dalam
praktek
profesional.
2.2.
TEKNIK COMPOUNDING
Pencampuran merupakan salah satu pekerjaan yang sangat
umum
dilakukan
dalam
kehidupan
sehari-hari
(Lachman,1989).
Bhatt
dan
Agrawal
(2007),
beberapa
contoh
2.
3.
bedak
4.
pembuatan serbuk yang larut dalam larutan untuk pengisian dalam kapsul
lunak dan sirup
5.
pencampuran dua cairan yang tidak saling larut, seperti sediaan emulsi
Mekanisme pencampuran cairan secara esensial masuk dalam
empat kategori, yaitu : transpor bulk, aliran turbulen, aliran laminer, dan difusi
molekuler. Biasanya lebih dari satu dari proses proses ini yang dilakukan
pada proses pencampuran (Lachman, 1989).
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pencampuran yaitu :
1. sifat fisik dari bahan yang akan dicampur, seperti kerapatan, viskositas,
kemudahan
mencampur,
perawatan,
dan
pembersihannya
(Lachman, 1989).
Berdasarkan pengaturan penambahan suatu cairan atau larutan
serbuk berupa bahan pengikat dan reaksi mekanik maka proses
pencampuran terdiri dari low shear dan high shear. Shear adalah jumlah
tekanan mekanik pada rotor (Tousey, 2002).
Pada proses pencampuran solid-liquid, digunakan metode shear
mixing. Alat yang digunakan adalah shear nmixer. Mesin ini dirancang untuk
mengurangi ukuran partikel dan mencampur. Metode pencampuran ini
memiliki efisiensi yang lebih baik daripada metode pencampuran lain.
Kecepatan putaran mesin ini 3000-15000 rpm.
High shear adalah suatu metode pengadukan, dimana cairan
dengan kekentalan rendah (biasanya air) ditambahkan ke dalam campuran
serbuk yang telah mengandung pengikat yang kemudian dicampur dengan
sisa bahan dalam formulasi (Tousey, 2002). Namun, penggunaan high shear
mixing pada kondisi tertentu dapat digunakan untuk membantu serbuk yang
mempunyai karakteristik khusus/sulit tercampur terdispersi ke dalam cairan.
takar untuk sediaan oral, maka tingkat kepraktisan bentuk sediaan ini relative
lebih rendah jika dibanding bentuk sediaan solid.
Untuk pemakaian topical, keunggulan bentuk sediaan liquid, jika
dibanding bentuk sediaan solid maupun semisolid, terletak pada daya sebar
dan bioadhesivitasnya, selama viskositasnya optimum. Namun terkait daya
lekat dan ketahanan pada permukaan kulit, bentuk sediaan liquid relative
lebih rendah jika dibanding bentuk sediaan semisolid. Hal ini terutama
berhubungan dengan tingkat viskositas dari kedua bentuk sediaan tersebut.
Ragam bentuk sediaan liquid yang akan didiskusikan dalam makalah ini
adalah larutan, emulsi dan suspensi.
1. LARUTAN
Larutan merupakan sediaan liquid yang mengandung satu atau
lebih zat aktif (solute) yang terlarut dalam medium/pelarut/solvent yang
sesuai. Medium/pelarut/solvent yang universal adalah air. Namun
demikian, ada berbagai jenis solvent lain yang digunakan, antara lain
minyak dan etanol. Kriteria yang berlaku untuk suatu sediaan larutan
adalah bahwa sediaan tersebut harus:
a. Aman dalam penggunaannya (tidak toksik, tidak iritatif, tidak
alergenik)
b. Homogen
c. Zat aktif harus terlarut sempurna dan stabil dalam medium
Dengan persyaratan yang mendasar dari larutan bahwa semua
komponen solute harus terlarut, maka kelarutan (solubility) suatu
bahan dalam medium memegang peranan penting. Yang dimaksud
dengan kelarutan (solubility) adalah ratio sejumlah solute yang larut
dalam pelarut yang sesuai.
d. Tidak boleh ada partikel yang mengapung, melayang, atau
mengendap pada sistem larutan
e. Viskositas dan daya sebar memungkinkan untuk penuangan maupun
aplikasi dengan mudah.
Dalam larutan oral, dikenal istilah sirup dan elixir. Istilah sirup
terkait dengan penggunaan gula dengan kadar 60-80%, sedangkan elixir
terkait dengan keberadaan etanol (dengan proporsi bervariasi) yang
berfungsi sebagai cosolvent.
Cosolvent merupakan bahan yang dapat membentu kelarutan
suatu solute dalam medium utamanya. Contoh cosolvent selain etanol
yang sering digunakan adalah propylene glycol, isopropyl alcohol.
1. Larutan oral
Adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat dengan/
tanpa aroma, pemanis, pewarna yang larut dalam air atau campuran
kosolven air yang pemakaiannya melalui oral. Contohnya : sirup, sirup
simpleks, eliksir.
a. Potiones (Obat Minum)
Sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral, mengandung satu
atau lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis,
atau pewarna yang larut dalam air atau berbentuk emulsi atau
suspensi.
b. Elixir
-
tambahan
c. Sirup
-
Sirup obat, mengandung satu atau lebih jenis obat dengan atau
tanpa zat tambahan, digunakan untuk pengobatan.
bertujuan
basa sampai
larutan bersifat
Potio Effervescent
Saturatio yang CO2 nya lewat jenuh.
- Pembuatan :
i. Langkah 1 dan 2 sama dengan pada saturatio
ii. Langkah 3 : seluruh bagian asam
dimasukkan ke dalam
untuk pengobatan,
kira-kira 9/10
larut,
Penambahan Bahan-bahan
Zat-zat yang dilarutkan dalam bagian asam
sebagian
dilarutkan
dalam
basa,
berdasarkan
Garam dari asam yang sukar larut. Mis Natrii benzoas, Natrii
salisilas.
g. Guttae (drop)
-
dengan tetesan
yang
Indonesia.
-
2. Larutan topical
Adalah larutan yang biasanya mengandung air tetapi seringkali
mengandung pelarut lain seperti etanol dan poliol yang pemakaiannya
untuk bagian luar tubuh. Contohnya : Collyrium Guttae, Ophthalmicae,
Gargarisma, Guttae Oris, Guttae Nasalis, Inhalation,
Injectiones ,
Catatan :
Collyrium
digunakan
mengandung pengawet
botol
dapat digunakan
paling
lama 7 hari
b. Guttae ophthalmicae
10
berupa
Inhalationes
Sediaan yang dimaksudkan untuk disedot hidung atau mulut atau
disemprotkan dalam bentuk kabut ke dalam saluran pernafasan.
Tetesan butiran kabut harus seragam dan sangat halus sehingga
dapat mencapai bronkhioli.
Inhalasi merupakan larutan dalam air atau gas.
Penandaan : Pada etiket ditulis Kocok dahulu
g. Epithema/Obat Kompres
11
zat
<1
1- 10
10-30
30-100
100-1000
1000-10000
>10000
2. EMULSI
Menurut FI III : 9 Emulsi adalah sediaan yang mengandung
bahan obat cair atau cairan obat terdispersi dalam cairan pembawa
distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Menurut
RPS 18
th
paling sedikit 2 fase cairan yang tidak saling bercampur. Sebagian besar
dari emulsi konvensional dalam farmasi memiliki ukuran partikel
terdispersi dalam diameter dari 0,1 sampai 100 mm. Menurut Lachman :
1029 Emulsi adalah suatu campuran yang tidak stabil secara
termodinamika yang terdiri dari 2 cairan yang tidak saling bercampur.
12
balance)
(medium).
Tipe minyak/air (M/A).
Tipe M/A berarti minyak (fase terdispersi) terdispersi dalam air
(medium).
13
Secara
khusus
dikenal
pula
tipe
air/minyak/air
dan
tipe
minyak/air/minyak.
Untuk membedakan tipe emulsi tersebut dapat dilakukan dengan
cara:
1. Pemberian pewarna yang larut pada salah satu fase, kemudian
dilakukan pengamatan secara mikroskopis terhadap kondisi
emulsi yang telah terwarnai salah satu fasenya.
Contoh: semisal digunakan methylen blue yang larut air, apabila
diamati melalui mikroskop, yang terwarnai adalah dropletnya,
maka emulsi tersebut bertipe A/M, begitu juga sebaliknya. Jika
digunakan Sudan III yang larut minyak, apabila diamati melalui
mikroskop, yang terwarnai adalah dropletnya, maka emulsi
tersebut bertipe M/A, begitu juga sebaliknya
Catatan: untuk pemastian hasil, emulsi perlu ditest dengan 2
jenis pewarna tersebut.
2. Pengenceran dengan menggunakan cairan salah satu fase. Jika
cairan untuk mengencerkan tersebut bercampur dengan emulsi,
maka dapat dipastikan bahwa cairan tersebut berperan sebagai
medium pendispersi.
Catatan: untuk pemastian hasil, emulsi perlu ditest dengan 2
jenis cairan tersebut.
Sistem emulsi merupakan sistem dispersi yang diupayakan untuk
memanipulasi dalam waktu tertentu, dua cairan yang secara alami
tidak saling menyatu, sehingga suatu saat fase-fase dalam sistem
tersebut dapat memisah sesuai dengan kealamiannya (by nature).
(M.Anief, 2000)
3. SUSPENSI
Suspensi merupakan sediaan yang merupakan sistem dispersi
dari partikel zat aktif solid yang memiliki kelarutan yang rendah pada
medium. Yang diharapkan dari suatu sediaan suspensi adalah bahwa
sistem terdistribusi homogen saat digunakan.
Untuk itu yang menjadi criteria dalam sediaan suspensi adalah:
a. Aman
b. Efektif dan efisien
c. Partikel solid stabil secara kimia dalam medium
14
mengendap
dapat
diredispersikan
kembali
dengan
penggojogan ringan
e. Tidak membentuk cake (endapan massif yang kompak pada dasar
f.
untuk
kembali.
Sistem deflokulasi.
Dalam sistem ini, partikel-partikel solid tidak membentuk flok, dan
sebagai
akibat
gravitasi,
mengendap
perlahan
pada
dasar.
bukan
merupakan
suatu
pilihan.
Formulator
perlu
15
menyertakan
wetting
agent
disini
adalah
agar
tegangan
baik,
dapat
berada
dalam
medium,
untuk
tidak
membentuk
terjadi
struktur
partikel.
Semakin
kental
sistem,
maka
laju
Namun,
perlu
diperhatikan
penambahan
agen
(controlled flocculation)
Additives
Sebagai additives disini dapat digunakan: gula (yang juga dapat
berfungsi sebagai viscocity enhancer) atau pemanis, pewarna,
antioksidant, pengawet (yang kesemuanya harus larut pada
medium).
Suspensi juga dapat digunakan secara oral, topical, maupun
dan
penggunaan
kondisi
topical
pyrogen-free.
yang
ditujukan
Demikian
pada
juga
mata
dengan
(ophthalmic
16
Pengawet
Antioksidan
Pemanis
Pewarna
Pewangi
Pembasah (jika perlu)
Solubilizer (jika perlu)
Komposisi umum sediaan larutan terdiri dari : bahan obat (solut) dan bahan
pelarut (solvent) serta bahan pembantu.
1. Bahan Obat
Prinsip cara melarutkan zat:
-
aktif
lambat larutnya
Untuk zat yang meleleh dalam air panas dan merupakan tetes besar
dalam erlenmeyer atau botol maka perlu dalam melarutkan digoyang-
17
18
d.
e.
Pengaturan pH
asam larut dalam suasana basa
basa larut dalam suasana asam
Penambahan solubilizing agent
Penambahan zat tertentu yang dapat menaikkan kelarutan, misal:
Tween
Cara mempercepat kelarutan:
a. Ukuran partikel
Semakin kecil ukuran partikel semakin cepat larut
Mengapa??
ukuran partikel kecil luas permukaan besar kontak dengan
pelarut semakin besar yang teramati: semakin cepat larut.
b. Pengadukan
Pengadukan
Solut semakin
mempercepat
dengan pelarut
cepat larut
penggantian pelarut di
belum jenuh
permukaan solut
c.
Suhu
- Eksotermik : suhu
- Endotermik : suhu
kelarutan
kelarutan
H()
H(+)
2. Bahan Pelarut
Menurut FI ed III: kecuali dinyatakan lain, yang disebut pelarut ialah air
suling. Pelarut yang biasa digunakan adalah:
3. Bahan pembantu
19
a. Anti caplocking
Untuk mencegah kristalisasi gula di cap botol maka umumnya
digunakan
alkohol
polyhydric
seperti
sorbitol,
gliserol,
atau
propilenglikol.
b. Pewangi
Flavour digunakan untuk menutupi rasa tidak enak dan membuat
agar obat dapat diterima oleh pasien terutama anak-anak. Dalam
pemilihan pewangi perlu dipertimbangkan, untuk siapa obat diberikan
dan berapa usia pengkonsumsinya. Anak-anak lebih menyukai rasa
manis atau buah-buahan sedangkan orang dewasa lebih menyukai
rasa asam. Flavour seperti asam sitrat garam dan momosodium
glutamat kadang-kadang juga digunakan. Flavouring agent dapat
tidak stabil secara kimiawi karena oksidasi, reduksi, hidrolisis, dan
adanya pengaruh pH
c.Zat pewarna
Zat pewarna ditambahkan untuk menutupi penampilan yang tidak
menarik atau meningkatkan penerimaan pasien. Zat warna yang
ditambahkan harus sesuai dengan flavour sediaan tersebut. Zat
warna harus nontoksik, noniritan dan dapat tersatukan dengan zat
aktif serta zat tambahan lainnya.
Dalam pemilihan zat warna harus dipertimbangkan juga masalah:
1. Kelarutan
2. Stabilitas
3. Ketercampuran
4. Konsentrasi zat warna dalam sediaan
d. Pengawet
Pengawet yang digunakan harus nontoksik, tidak berbau, stabil dan
dapat bercampur dengan komponen formula lain yang digunakan
selama pengawet ini bekerja dalam melawan mikroba potensial
spectrum luas. Alasan penggunaan bahan pengawet kombinasi untuk
meningkatkan kemampuan spectrum anti mikroba, efek yang sinergis
memungkinkan penggunaan pengawet dalam jumlah kecil sehingga
kadar toksisitasnya menurun pula dan mengurangi kemungkinana
terjadinya resistensi.
20
Antioksidan
Antioksidan yang ideal bersifat: nontoksik, noniritan, efektif pada
konsentrasi rendah, larut dalam fase pembawa dan stabil.
Contoh antioksidan adalah: asam askorbat, asam sitrat, Na
metabisulfit, Na sulfite
g. Dapar
Zat yang range pH stabilitasnya kecil, maka harus di dapar
dengan dapar yang sesuai dengan memperhatikan :
1. ketercampuran dengan kandungan larutan
2. inert
3. tidak toksik
4. kapasitas dapar yang bersangkutan.
Larutan yang mengandung asam kuat atau basa kuat adalah larutan
yang mempunyai kapasitas dapar. Kebanyakan dapar terdiri dari
campuran asam lemah dan garamnya atau basa lemah dan
garamnya. Buffer/ dapar adalah suatu material yang ketika dilarutkan
dalam suatu pelarut, senyawa ini mampu mempertahankan pH ketika
suatu asam atau basa ditambahakn. Buffer yang sering digunakan
adalah: karbonat, sitrat, glukonat, laktat, posfat atau tartrat.
Kriteria untuk buffer adalah:
a.
21
c.
digoyang-goyangkan
atau
di
gojok
untuk
22
endapan.
Apabila meracik sediaan larutan, emulsi dan suspensi, peracik
menyiapkan 2% sampai 3% jumlah berlebih dari jumlah total.
Dalam meracik sediaan ini diperhatikan:
1) Untuk wadah unit-tunggal, berat dari tiap wadah yang terisi,
periksa berat, tidak kurang dari 100% dan tidak lebih dari
110% dari volume pada label.
2) Suspensi air disiapkan dengan menghaluskan campuran
serbuk menjadi pasta halus dengan bahan pembasah yang
tepat. Pasta ini diubah menjadi cairan free-flowing dengan
menambahkan pembawa secukupnya. Bagian pembawa
dipakai untuk mencuci mortir, atau bejana lain, untuk
mentransfer suspensi secara kuantitatif ke dalam botol yang
sudah dikalibrasi. Sediaan dapat dihomogenkan untuk
menjamin kehomogenan sediaan akhir.
3) Kurangi ukuran partikel menjadi ukuran terkecil yang layak
4) Larutan tidak mengandung bahan-bahan tidak larut yang
tampak.
5) Emulsi dan suspensi diberi label Kocok sebelum dipakai
3. Compounding process
Compounder
mengingat
langkah-langkah
berikut
untuk
j.
bau,
23
sedaan,
b)
nomor
identifikasi
internal,
c)
initial
dan
rute
dari
mana
kontaminasi
mungkin
berasal.
kemasan
biasanya
digunakan
uji
sterilitas.
(bloomefield,2007)
B. Pengatasan problem oksidasi
Selain kontaminasi mikroba problem yang sering terjadi pada
compounding sediaan adalah terjadinya oksidasi atau interaksi
sediaan dengan oksigen bebas di udara. Untuk mencegah terjadinya
oksidasi antara produk dengan oksigen bebas tersebut maka
24
adalah:
Ukuran Partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang
partikel tersebut serta daya tekan keatas dari cairan
suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan
perbandingan
terbalik
dengan
luas
penampangnya.
Kekentalan / Viskositas
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan
aliran dari cairan tersebut, makin kental suatu cairan
kecepatan alirannya makin turun (kecil).
tersebut.
Benturan
itu
akan
menyebabkan
25
disebut
sebagai
suspending
agent
(bahan
(menyatu).
Sifatnya
irreversibel
(tidak
bisa
pemanasan,
penyaringan,
koalesensi
dapat
emulsi
dengan
cara
menempati
antar-
26
BAB III
PEMBAHASAN
125 mg
50 mg
Polysorbatum-80
25 mg
Propylenglycolum
1g
Sirup simplex
Aqua destilata
1,5 g
ad
5 mL
Resep rancangan
Dr. Rosina
SIP
: 11/04/091/10
SID
: 012/04/094/10
27
No.24
Malang, 10-12-
2012
R/ Susp. Klomramfenikol 120 mL
Pewarna
qs
Pengaroma qs
S t dd 1 C
S
Pro
: Shendy
Usia
Monografi
a. Chloramphenicolum Palmitas / Chloramphenicolum Palmitat (FI IV hal. 195)
Pemerian : Serbuk hablur, halus seperti lemak, putih, bau lemah, hampir tidak
berwarna dan berasa
Kelarutan : Tidak larut dalam air, mudah larut dalam asetat & dalam
kloroform, larut dalam eter, agak sukar larut dalam etanol, sangat sukar larut
dalam heksana
Khasiat : Antibiotik
Dosis lazim : 1x pakai = 250-500 mg, 1xH = 1 g- 2 g
b. Carboxy Methyl Cellulosum Natrium (FI IV hal.175)
Pemerian : Serbuk atau granul, putih sampai krem, higroskopik
Kelarutan : mudah terdispersi dalam air membentuk larutan kolodial, tidak
larut dalam etanol, dalam eter dan dalam pelarut organik lain
Khasiat : Suspending Agent, penstabil suspensi (konsentrasi 0,1-1,0 %)
c. Polysorbatum-80 (FI III hal.509)
Pemerian : Cairan jernih seperti minyak, jernih, berwarna kuning muda
hingga coklat muda, bau khas lemah, rasa pahit dan hangat
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, larutan tidak berbau dan praktis
tidak berwarna, larut dalam etanol, dalam etil asetat tidak larut dalam minyak
mineral.
Khasiat : Zat tambahan (pembasah)
28
Perhitungan Bahan
1. Chloramphenicolum = 125 mg/5mL x 120 mL = 3 g
1,74 g chloramphenicolum palmitat ~ 1 g chloramphenicolum
1,74 g / 1g = x / 3 g
x
= 5,22 g
2. CMC-Na
= 50 mg / 5 ml x 120 mL = 1200 mg = 1,2 g
Air yang dibutuhkan untuk pumbuatan CMC-Na =
1,2 g / x = 1 g / 20 mL
x = 24 mL
3. Polysorbatum-80
4. Propylenglykolum
( Bj = 1,035)
5. Syrup symplex
= 25 mg / 5 ml x 120 mL = 600 mg
= 1 g / 5 ml x 120 mL = 24.000 mg = 24 g = 24,84 mL
= 1,5 g / 5 ml x 120 mL = 36.000 mg = 36 g = 36 mL
Cara Pembuatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
29
10. Dimasukan kloramfenikol sedikit demi sedikit ke dalam mortir no. 6, digerus
kuat ad homogen
11. Ditaburkan polysorbatum sedikit demi sedikit ke dalam mortir no.6, sambil
digerus kuat ad homogen
12. Ditambahkan syrup symplex 36 mL ke dalam mortir no.6 sambil gerus ad
halus homogen
13. Ditambahkan sisa aquadest edikit demi sedikit ad tanda kalibrasi, ditetesi
pewarna orange secukupnya dan ditambah pengaroma secukupnya sesuai
kenginan, digerus ad homogen
14. Dimasukan ke dalam botol, di tutup, diberi etiket putih (oral)
Pembahasan
Hasil sediaan suspensi baik
3.2. EMULSI
Resep standart (Fornas hal 13)
R/
Oleum Ricini
30
PGA
10
Sach. Alb
15
Aqua ad
250
Resep rancangan
R/
Oleum Ricini
30
PGA
10
Sach. Alb
15
Pengaroma jeruk
10 gtt
Pewarna kuning
qs
Aqua ad
250
S.1.dd.1.c.o.n
Monografi :
a. Oleum Ricini / Minyak Jarak (FI IV. Halaman 631)
Pemerian : cairan kental, transparan, kuning pucat atau hampir tidak
berwarna, bau lemah, bebas dari bau asing dan tengik; rasa khas.
Kelarutan : larut dalam etanol; dapat bercampur dengan etanol mutlak,
dengan asam asetat glasial, dengan kloroform dan dengan air.
30
Cara pembuatan
1. Disiapkan alat dan bahan, dikalibrasi botol 30 mL.
2. Gerus 1,2 g PGA dalam mortir dengan air 1,8 mL air sampai terbentuk
mucilago, tambahkan 2,4 g ol.ricini, digerus homogen sampai terbentuk
korpus emulsi dan tidak ada tetes minyak di mortir.
3. Ditambahkan sisa ol.ricini sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai dimortir
tidak terlihat tetes minyak.
4. Ditimbang sach alb 1,8 g diletakkan di cawan, ditambahkan aquades 1 mL air
diaduk ad homogen, dimasukkan ke mortir no.3.
5. Ditambahkan air sedikit demi sedikit ad encer, diaduk ad homogen.
6. Ditambahkan pewarna secukupnya, diaduk ad homogen.
7. Dimasukkan ke dalam botol, ditambahkan sisa aquades ad 30 mL +
pengaroma jeruk 2 tetes, dikocok ad homogen.
8. Botol diberi cup, diberi etiket putih dan tanda kocok dahulu.
Pembahasan :
31
Pada saat pembuatan emulsi ol.ricini dilakukan langkah langkah sesuai dengan
langkah - langkah yang ada di cara pembuatan di atas. Hasilnya sediaan yang
dibuat tercampur secara homogen dan sesuai dengan yang diinginkan. Warna
dan aroma sediaan yang dibuat juga sudah sesuai. Maka cara pembuatan yang
dirancang seperti di atas bisa digunakan untuk membuat emulsi ol.ricini yang
baik.
3.3. INFUS
Formula standar
R/ Glukosa
25 g
NaCl
2,25 g
A.P.I. ad
500 mL
Rancangan formula
Dr. Fiant
SIP. 005/IDI/2010
01
Kendari,
22/09/2012
R/ Glukosa
25 g
NaCl
2,25 g
A.P.I. ad
500 mL
Fac 100 mL
Pro
: Arka
Umur
: 20 Tahun
Recipe
Ambillah
Pro
Pronum
Untuk
Fac
Fac
Dibuat
A.P.I.
32
Nama resmi
GLUCOSUM
Sinonim
Glukosa
Rumus Molekul
Pemerian
C6H12O6H2O
Mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih,
agak sukar larut dalam etanol (95 %) P mendidih, sukar larut dalam etanol (95 %)
P.
Penyimpanan :
K/P
menghasilkan energi.
NaCl (FI Edisi III Hal. 403)
Nama Resmi :
NATRII CHLORIDUM
Sinonim
Natrium Klorida
Rumus Molekul:
NaCl
Pemerian
Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air mendidih dan
lebih kurang 10 bagian gliserol P, sukar larut dalam etanol (95 %).
Penyimpanan :
K/P
Sinonim
Pemerian
kalsium klorida, nitrat, sulfat, zat teroksidasi memenuhi syarat yang tertera pada
aqua destilata.
Penyimpanan :
Perhitungan Bahan
33
1. Glukosa
2. NaCl
Dalam Farmakope Indonesia Edisi III halaman 19, volume tambahan yang
dianjurkan adalah 2% dari volume yang akan dibuat, maka :
Glukosa
= 2 / 100 x 5
= 0,1 gram
Total
= 5 + 0,1
= 5,1 gram
NaCl
= 2 / 100 x 0,45
Total
3. A.P.I
= 0,009 gram
34
dibebas sulfurkan terlebih dahulu dengan merendam penutup wadah infus yang
terbuat dari karet dalam larutan belerang (sulfur praecipitatum) dan natrium
carbonat (Na2CO3).
Air yang digunakan untuk infus biasanya Aqua Pro Injeksi ini dibuat
dengan menyuling kembali air suling segar dengan alat gelas netral atau wadah
logam yang cocok untuk labu. Hasil sulingan pertama di buang dengan sulingan
selanjutnya ditampung dan segera digunakan. Bila segera digunakan untuk
disterilan dengan cara sterilisasi A (sterilisasi basah atau disebut dengan
sterilisasi panas lembab karena sterilisasi ini dilakukan di dalam autoklaf dengan
menggunakan uap air bertekanan) atau C (penyaringan bakteri kecil) setelah
ditampung.
Pertama-tama dilakukan yakni mensterilkan semua alat-alat yang
dilakukan di dalam autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit, selanjutnya
dilakukan penimbangan bahan. Pertama ditimbang glukosa sebanyak 5,1 gram
di dalam gelas kimia 100 mL dan dilarutkan dengan Aqua Pro Injeksi
secukupnnya hingga larut lalu aduk hingga dengan batang pengaduk. Setelah
larut tambahkan larutan NaCl 0,9 % sebanyak 0,495 mL dengan menggunakan
spoit 3 cc, aduk hingga homogen setelah itu masukkan ke dalam labu ukur 100
mL. Kemudian cukupkan volumenya dengan Aqua Pro Injeksi hingga 100 mL,
goyangkan labu ukur agar bahan tercampur homogen.
Setelah larutan tersebut di buat, siapkan wadahnya. Botol infus dikalibrasi
dengan menggunakan Aqua Destillata hingga 100 mL, keluarkan isinya lalu
masukkan larutan yang telah dibuat tadi. Tutup botol dengan penutup karet dan
dilapisi dengann aluminium foil dan ikat dengan talli godam sekuat mungkin.
Tujuannya agar pada saat disterilkan dalam autolaf volume infus tidak berkurang,
kemudian diadakan uji kelayakan dan kejernihan larutan infus yang telah dibuat
dengan cara melihat jernih atau keruhnya larutan infus yang telah dibuat. Setelah
itu uji adanya bahan-bahan asing yang berwarna putih dengan menggunakan
sebuah alat yang berlatar hitam sehingga dengan alat tersebut kita dapat melihat
jika ada bahan-bahan asing yang berwarna putih yang melayang-layang dalam
larutan tersebut.
Selanjutnya uji bahan-bahan asing berwarna hitam dengan menggunakan
alat-alat berlatar putih, dengan alat ini jika masih ada bahan-bahan asing
berwarna hitam akan dapat terlihat dengan jelas. Kemudian dilakukan uji
35
kebocoran jika larutan infus yang dibuat bocor maka volume infus tersebut
berkurang ataupun bertambah, hal ini dapat dilihat dengan adanya tanda
kalibrasi 100 mL yang telah dibuat dengan menggunakan etiket. Larutan infus
dapat berkurang akibat adanya kebocoran sehingga air akan keluar dari wadah
infus dan bertambahnya larutan infus tersebut bisa disebabkan masuknya uap air
pada saat dilakukan sterilisasi, setelah itu beri etiket, brosur dan kemasan.
3.4.
INJEKSI
Injeksi Cyanocobalamin
Petunjuk pembuatan
1. Gunakan item 5 yang telah mendidih, pakai item 6 dengan dialirkan, dan
lakukan hal ini sepanjang proses pembuatan.
2. Ambil 0,9 L item 5 dan campurkan item 1 hingga 4 didalamnya, lakukan
hingga terbentuk disolusi.
3. Check ph 4.0-5.5.
4. Filter sampai 0.45 m prefiltter dan 0.22 m, untuk melakukan sterilisasi.
5. Isi 10.0 mL pada vial yang telah di sterilisasi (2000C selama 4 jam). Jangan di
sterilisasi autoklaf.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
36
Adapun yang menjadi kesimpulan yang dapat kami tarik dari makalah ini
yaitu :
1. Teknik compounding secara umum dapat dilakukan dengan cara : sederhana,
reaksi kimia, dan ekstraksi simplisia nabati.
2. Yang menjadi problem dalam compounding sediaan liquid diantaranya :
pengatasan kontaminasi mikroba, pengatasan oksidasi sediaan, serta
pengatasan problem pembuatan emulsi dan suspensi.
4.2
Saran
Untuk
meminimalkan
kesalahan
sebaiknya
dalam
compounding,
DAFTAR PUSTAKA
37
38