ANTIHEMOROID
SUPPOSITORIA
Oleh :
WAYAN SWANDEDY
NPM : 12700083
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Wasir pada dasarnya tidak membutuhkan pengobatan, kecuali menunjukkan
gejala dan menganggu penderita. Meski tidak mematikan seperti penyakit jantung,
kanker atau stroke, penyakit ini berpotensi menurunkan kualitas hidup penderita.
Rasa tidak nyaman akibat bengkak pada anus, bisa menguragi produktivitas.
Karena itu, pemberian terapi pada hemoroid akan sangat membantu meningkatkan
kualitas hidup serta menghindari komplikasi. Untuk derajat tertentu,jika telah
terjadi perdarahan dan prolaps tindakan invasif menjadi pilihan terakhir.
1. Definisi
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.
Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia 50an, 50% individu mengalami
berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang terkena. Kehamilan
diketahui mengawali atau memperberat adanya hemoroid. (Smeltzer, 2001).
Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidales yang
tidak merupakan keadaan patologik ( Sjamsuhidayat & Jong, 2004 ).
Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen atau lebih vena-vena
hemoroidales (Bacon). Patologi keadaan ini dapat bermacam-macam, yaitu
trombosis, ruptur, radang, ulserasi, dan nekrosis (Mansjoer, 2000).
Untuk itu dapat disimpulkan hemoroid adalah pelebaran vena varicosa
satu segmen atau lebih vena-vena hemoroidales yang berdilatasi dalam anus
dan rectum.
2. Klasifikasi
Hemoroid dapat diklasifikasikan atas hemoroid eksterna dan interna.
a. Hemoroid Interna
Hemoroid interna adalah pleksus vena hemoroidalis superior diatas garis
mukokutan dan ditutupi oleh mukosa (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).
Sedangkan menurut Sudoyo (2006), hemoroid interna dibagi berdasarkan
gambaran klinis yaitu derajat 1-4 :
1) Derajat 1: Bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps ke
luar kanal anus. Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
2) Derajat 2: Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau
masuk sendiri ke dalam anus secara spontan.
3) Derajat 3: Pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke
dalam anus dengan bantuan dorongan jari.
4) Derajat 4: Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung
untuk mengalami trombosis dan infark.
Lebih jelas gambar 1 mengenai hemoroid interna derajat 1-4.
b. Hemoroid Eksterna
Hemoroid eksterna biasanya perluasan hemoroid interna. Hemoroid
eksterna dapat diklasifikasikan menjadi 2 :
1) Akut
Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruaan pada pinggir anus
dan sebenarnya adalah hematom. Tanda dan gejala yang sering timbul
adalah :
a) Sering rasa sakit dan nyeri
b) Rasa gatal pada daerah hemoroid
Kedua tanda dan gejala tersebut disebabkan karena ujung-ujung saraf
pada kulit merupakan reseptor sakit
2) Kronik
Hemoroid eksterna kronik terdiri atas satu lipatan atau lebih dari kulit
anus yang berupa jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah
(Mansjoer, 2000).
3. Penatalaksanaan Medis
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), Sudoyo (2006) dan Mansjoer (2008),
penatalaksanaan medis hemoroid terdiri dari penatalaksanaan non
farmakologis, farmakologis, dan tindakan minimal invasive. Penatalaksanaan
medis hemoroid ditujukan untuk hemoroid interna derajat I sampai dengan III
atau semua derajat hemoroid yang ada kontraindikasi operasi atau pasien
menolak operasi. Sedangkan penatalaksanaan bedah ditujukan untuk hemoroid
interna derajat IV dan eksterna, atau semua derajat hemoroid yang tidak respon
terhadap pengobatan medis.
a. Penatalaksanaan Medis Non Farmakologis
Penatalaksanaan ini berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola
makan dan minum, perbaiki pola/ cara defekasi. Memperbaiki defekasi
merupakan pengobatan yang selalu harus ada dalam setiap bentuk dan
derajat hemoroid. Perbaikan defekasi disebut bowel management program
(BMP) yang terdiri dari diet, cairan, serat tambahan, pelicin feses, dan
perubahan perilaku buang air. Pada posisi jongkok ternyata sudut anorektal
pada orang menjadi lurus ke bawah sehingga hanya diperlukan usaha yang
lebih ringan untuk mendorong tinja ke bawah atau keluar rektum. Posisi
jongkok ini tidak diperlukan mengedan lebih banyak karena mengedan dan
konstipasi akan meningkatkan tekanan vena hemoroid (Sudoyo, 2006).
Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan
hygiene personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama
defekasi. Diet tinggi serat yang mengandung buah dan sekam mungkin
satu-satunya tindakan yang diperlukan (Smeltzer dan Bare, 2002).
b. Penatalaksanaan Medis Farmakologis
Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat, yaitu pertama :
memperbaiki defekasi, kedua : meredakan keluhan subyektif, ketiga :
menghentikan perdarahan, dan keempat : menekan atau mencegah
timbulnya keluhan dan gejala.
1) Obat memperbaiki defekasi : ada dua obat yang diikutkan dalam BMP
yaitu suplemen serat (fiber suplement) dan pelicin tinja (stool
softener). Suplemen serat komersial yang banyak dipakai antara lain
psyllium atau isphagula Husk (misal Vegeta, Mulax, Metamucil,
Mucofalk). Obat kedua yaitu obat laksan atau pencahar antara lain
Natrium dioktil sulfosuksinat (Laxadine), Dulcolax, Microlac dll.
Natrium dioctyl sulfosuccinat bekerja sebagai anionic surfactant,
merangsang sekresi mukosa usus halus dan meningkatkan penetrasi
cairan kedalam tinja. Dosis 300 mg/hari (Sudoyo, 2006).
2) Obat simtomatik : bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi
keluhan rasa gatal, nyeri, atau karena kerusakan kulit di daerah anus.
Obat pengurang keluhan seringkali dicampur pelumas (lubricant),
vasokonstriktor, dan antiseptic lemah. Sediaan penenang keluhan yang
ada di pasar dalam bentuk ointment atau suppositoria antara lain
Anusol, Boraginol N/S, dan Faktu. Bila perlu dapat digunakan
kortikosteroid untuk mengurangi radang daerah hemoroid atau anus
antara lain Ultraproct, Anusol HC, Scheriproct. Sediaan bentuk
suppositoria digunakan untuk hemoroid interna, sedangkan sediaan
ointment/krem digunakan untuk hemoroid eksterna (Sudoyo, 2006).
3) Obat menghentikan perdarahan : perdarahan menandakan adanya luka
pada dinding anus/ pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis.
Yang digunakan untuk pengobatan hemoroid yaitu campuran diosmin
(90%) dan hesperidin (10%) dalam bentuk Micronized, dengan nama
dagang “Ardium” atau “Datlon”. Psyllium, Citrus bioflavanoida yang
berasal dari jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki
permeabilitas dinding pembuluh darah (Sudoyo, 2006).
4) Obat penyembuh dan pencegah serangan hemoroid : pengobatan
dengan Ardium 500 mg menghasilkan penyembuhan keluhan dan
gejala yang lebih cepat pada hemoroid akut bila dibandingkan
plasebo. Pemberian Micronized flavonoid (Diosmin dan Hesperidin)
(Ardium) 2 tablet per hari selama 8 minggu pada pasien hemoroid
kronik. Penelitian ini didapatkan hasil penurunan derajat hemoroid
pada akhir pengobatan dibanding sebelum pengobatan secara
bermakna. Perdarahan juga makin berkurang pada akhir pengobatan
dibanding awal pengobatan (Sudoyo, 2006).
c. Penatalaksanaan Minimal Invasive
Penatalaksanaan hemoroid ini dilakukan bila pengobatan non
farmakologis, farmakologis tidak berhasil. Penatalaksanaan ini antara
lain tindakan skleroterapi hemoroid, ligasi hemoroid, pengobatan
hemoroid dengan terapi laser (Sudoyo, 2006).
Tindakan bedah konservatif hemoroid internal adalah prosedur
ligasi pita-karet. Tindakan ini cepat dan kurang menimbulkan nyeri.
Hemoragi dan abses jarang menjadi komplikasipada periode pasca
operatif (Smeltzer dan Bare, 2002).
d. Penatalaksanaan Bedah
Hemoroidektomi atau eksisi bedah dapat dilakukan untuk mengangkat
semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Teknik operasi
Whitehead dilakukan dengan mengupas seluruh hemoroidales interna,
membebaskan mukosa dari submukosa, dan melakukan reseksi. Lalu
usahakan kontinuitas mukosa kembali. Sedang pada teknik operasi
Langenbeck, vena-vena hemoroidales interna dijepit radier dengan klem.
Lakukan jahitan jelujur dibawah klem dengan chromic gut no. 2/0, eksisi
jaringan diatas klem. Sesudah itu, klem dilepas dan jepitan jelujur
dibawah klem diikat (Mansjoer, 2008).
BAB II
FARMASI - FARMAKOLOGI
A. Formula
Suppositoria Antihemoroid
Nama Produk : Hemoroxcin® Suppositoria
Jumlah Produk : 12 tablet
Nomor Registrasi : DKL 1345600353A1
Nomor Batch : M 13051503
Komposisi : Tiap Suppositoria mengandung :
Lidokain 50 mg
Seng oksida 120 mg
Oleum Cacao Add 24 gram
C. Farmakologi Umum
Suppositoria merupakan suatu bentuk sediaan obat padat yang umumnya
dimaksudkan untuk dimasukkan kedalam rektum, vagina, dan jarang digunakan
untuk uretra. ( Lachman Ed 3 2008 : 1147 ).
Terapi rektal mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan
bentuk pemakaian lainnya, misalnya penggunaan peroral dari obat. Dalam hal ini
dapat disebutkan antara lain : tidak merusak lambung, tanpa rasa yang tidak enak
(kemualan), mudah dipakai bahkan pada saat pasien tidak sadarkan diri, sulit
menelan dan sebagainya. Jika injeksi memberikan rasa nyeri pada pasien, minimal
rasa yang tidak menyenangkan, maka pemakaian suppositoria pada umumnya tidak
menimbulkan rasa sakit (R. Voigt. 1995 : 282).
1. Seng oksida
Sediaan pelembut mengandung astringen ringan seperti bismuth
subgallat dan seng oksida dapat meringankan gejala pada homoroid (Dirjen
POM. 2000 : 35).
2. Lidokain
Merupakan obat pilihan utama untuk anestesi permukaan dan infiltrasi.
Zat ini digunakan pada selaput lendir dan kulit untuk nyeri, perasaan terbakar,
dan gatal-gatal. Dibanding prokain, khasiatnya lebih kuat dan lebih cepat
kerjanya, uga bertahan lama. Berhubung tidak mengakibatkan hipersensitivitas,
lidokain banyak digunakan dalam banyak sedian topikal. Dosis dalam
suppositoria 50-100 mg (OOP. 2007 : 412).
Anestetik lokal digunakan untuk meringankan nyeri pada hemoroid dan
gatal-gatal di sekitar anus. Salep lignokain digunakan sebelum pengosongan
usus untuk meringankan nyeri pada fisura anus (Dirjen POM. 2000 : 35).
Lidokain dapat pula digunakan untuk anestesia permukaan. Pruritus di
daerah anogenital atau rasa sakit yang menyertai wasir dihilangkan dengan
suppositoria atau bentuk salep dan krim 5% (Dept. Farmakologi dan
Terapeutik. 2011: 259)
3. Basis
Basis berlemak merupakan basis yang paling banyak dipakai, karena
pada dasarnya oleum cacao termasuk kelompok ini, utama dan kelompok
ketiga merupakan golongan-golongan basis lainnya. Oleum cacao, USP,
didefinisikan sebagai lemak yang diperoleh dari biji Theobroma cacao yang
dipanggang. Merupakan basis suppositoria yang ideal karena dapat melumer
pada suhu tubuh tapi tetap dapat bertahan sebagai bentuk padat pada suhu
kamar (Ansel. 1898 : 582). Minyak coklat merupakan basis suppositoria yang
paling banyak digunakan. Sebagian besar sifat minyak coklat memenuhi syarat
basis ideal, karena minyak ini tidak berbahaya, lunak, dan tidak reaktif, serta
meleleh pada temperatur tubuh (Lachman. 2012 : 1168). Oleum cacao sebagai
bahan dasar adalah yang paling sering secara rektal suppositoria. Diperoleh
dari biji tanaman yang keras dan sejenis lilin/malam pada temperatur biasa
tetapi titik digunakan leburnya 86-95 K atau 30-35 C (scovilles. 1957 : 371).
D. Farmakodinamik
Farmakodinamik Lidokain adalah anestetik lokal kuat yang digunakan secara luas
dengan pemberian topikal dan suntikan. Anestesia terjadi lebih cepat, lebih kuat,
lebih lama, dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan prokain pada kosentrasi
sebanding. Anestetik ii lebih efektif bila digunakan tanpa vasokonstriktor, tetapi
kecepatan absorpsi dan toksisitasnya bertambah. Lidokai dapat menyebabkan
kantuk.
1. Indikasi
Lidokain sering digunakan sebagai suntikan untuk anetesi infiltrasi, blokade
saraf, anestesi spinal, anestesi epidural ataupun secara setempat untuk
anestesi selaput lendir
2. Kontra Indikasi
Pasien dengan penyakit hati yang aktif dan pada kehamilan dan menyusui.
Efek samping, biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap Susunan Saraf
Pusat (SSP) misanya mengantuk, pusing, parestesia, kedutan otot, gangguan
mental, koma, dan bangkitan. Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan
kematian akibat fibrilasi ventrikel atau oleh henti jantung.
3. Interaksi Obat
Lidokain hidroklorida telah dilaporkan tidak kompatibel dalam larutan
dengan amfoterisin B, sulfadiazin natrium, methohexital natrium, cefazolin
natrium, atau fenitoin odium.
B. Farmakokinetik
Lidokain adalah anestetik lokal yang juga bermanfaaat untuk terapi
intravena akut pada aritmia ventrikel. Obat ini sekarang digunakan secara luas
untuk mengobati aritmia ventrikel yang terjadi setelah infark miokardium akut atau
kerusakan atau iritasi miokardium lainnya. Obat ini bermanfaat untuk melawan
aritmia yang ditimbulkan oleh toksisitas jantung. Toksisitas lidokain bermanifestasi
sebagai gejala-gejala kardiovaskular berupa hipotensi, bradiaritmia, atau asistol dan
oleh berbagai gejala susunan saraf pusat, termasuk parestesia, kebingungan,
disartia, agitasi, kejang, dan koma.
Konsentrasi teraputik lidokain adalah 1,5 sampai 5µg/mL, dengan
kemungkinan toksisitas diatas rentang tersebut. Di dalam serum, kemungkinan 70%
atau lebih lidokain terikat ke albumin dan glikoproteinalfa-1-asam (AAG). Pasien
yang tidak memperlihatkan respon klinis yang diharapkan terhadap konsentrasi
teraputik lidokain yang normal dan tidak mengalami toksisitas mungkin memiliki
kadar AAG darah yang meningkat yang mengikat dan menginaktifkan lidikain.
Para pasien ini mungkin memerlukan kadar teraputik yang lebih tinggi daripada
biasa untuk memperlihatkan respons. Waktu paruh plasma adalah 1 sampai 2 jam,
dengan metabolisme dan pembersihan oleh hati. Pasien dengan gagal hati mungkin
memperlihatkan pemanjangan waktu paruh lidokain.
Lidokain di absorbsi dengan baik, tetapi megalami metabolisme hepatik
lintas pertama yang ekstensif walaupun bervariasi; oleh karena itu, penggunaan oral
obat ini tidak tepat dan rute intravena yang lebih dipilih. Metabolit lidokain, yaitu
glisin xilidid (GX) dan monoetil GX, merupakan bloker saluran Na+, yang kurang
kuat dibandingkan obat induk. GX dan lidokain tampak saling berkompetisi untuk
memasuki saluran Na+, yang menunjukkan bahwa efikasi lidokain dapat berkurang
akibat akumulasi GX. Pada pemberian infus yang berlangsung lebih dari 24 jam,
bersihan lidokain menurun-suatu efek yang disebabkan oleh kompetisi antara obat
induk dan metabolit untuk mencapai enzim yang memetabolisme obat di hati.
Penurunan awal konsentrasi lidokain dalam plasma setelah pemberian intravena
terjadi dengan cepat (t1/2 ~ 8 menit), dan menggambarkan distribusi dari
kompartemen sentral ke jaringan perifer. Waktu paruh eliminasi akhir, biasanya
100-120 menit, menunjukkan eliminasi obat melalui metabolisme di hati. Efikasi
lidokain tergantung pada pemeliharaan konsentrasi plasma teraputik di dalam
kompartemen sentral. Oleh sebab itu, pemberian dosis bolus tunggal lidokain dapat
menyebabkan supresi aritmia secara temporer yang menghilang dengan cepat jika
obat didistribusikan an konsentrasi pada kompartemen sentral menurun. Untuk
mencegah hilangnya efikasi yang yang berkaitan dengan distribusi ini, digunakan
regimen dosis muatan 3-4mg/kg selama 20-30 meit—misalnya, dosis awal 100mg
kemudian diikuti dengan 50mg setiap 8 menit untuk tiga dosis. Setelah itu,
konsentrasi stabil dapat dipertahankan dalam plasma denga infus 1-4mg/menit,
yang menggantikan obat yang hilang karena metabolisme di hati. Pengukuran rutin
terhadap konsentrasi lidokain dalam plasma pada waktu yang diharapkan
tercapainya keadaan tunak berguna untuk penyesuaian laju infus pemeliharaan
untuk mempertahankan efikasi dan mencegah toksisitas.
Pada gagal jantung, bersihan lidokain berkurang dan dosis muatan total serta
laju infus pemeliharaan juga harus dikurangi. Bersihan lidokain juga berkurang
pada penyakit hati, selama pengobatan dengan simetidin atau β-bloker, dan selama
pemberian infus yang diperpanjang. Pengukuran konsentrasi lidokain dalam plasma
yang sering dilakukan dan penyesuaian dosis diperlukan untuk memastikan bahwa
konsentrasi berada dalam rentang teraputik (1,5-5 µg/mL) untuk meminimalkan
toksisitas. Lidokain terikat pada reaktan fase akut α1-asam glikoprotein. Penyakit
seperti infark miokardial akut berhubungan dengan peningkatan α1-asam
glikoprotein sehingga jumlah obat bebas berkurang. Penemuan ini dapat
menjelaskan mengapa beberapa pasien memerlukan konsentrasi lidokain plasma
total yang lebih tinggi daripada konsentrasi umumnya untuk mempertahankan
efikasi aritmia.
Lidokain menghasilkan anestesia yang lebih cepat, bertahan lebih lama, dan
lebih kuat daripada prokain pada konsentrasi yang sama. Lidokain merupakan
pilihan alternatif pada individu yang sensitif terhadap anestesik lokal jenis ester.
Lidokain diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian parenteral dan dari
saluran GI dan saluran napas. Selain sediaan injeksi ,suatu sistem penghantaran
obat bebas jarum secara iontoforesis untuk larutan lidokain dan epinefrin
(iontocaine) tersedia untuk pemberian dermal dan menghasilkan anestesia pada
kedalaman hingga 10 mm.
A. Toksisitas
Lidokain memblok baik saluran Na+ jantung yang terbuka maupun yang
tidak aktif. Pemulihan dari blok terjadi sangat cepat sehingga lidokain memberikan
efek yang lebih besar pada jaringan yang terdepolarisasi (seperti iskemia) dan/atau
jaringan yang terserang dengan cepat. Lidokain tidak berguna pada aritmia atrium,
mungkin karena potensial aksi atrium sangat singkat sehingga saluran Na+ hanya
sebentar dalam keadaan tidak aktif dibandingkan dengan waktu (pemulihan)
diastolik yang lama. Lidokain dapat menghiperpolariasi serabut Purkinje yang
terdepolarisasi oleh [K]0 yang rendah atau regang; akibatnya, peningkatan
kecepatan konduksi apat menghambat reentry. Lidokain meurunkan otomatisitas
dengan mereduksi kemiringan fase 4 dan mengubah nilai ambang eksitabilitas.
Durasi potensial aksi biasanya tidak terpengaruh atau menurun; peurunan tersebut
mungkin akibat blok beberapa saluran Na+ yang terlambat terinaktifasi selama
potensial aksi jantung. Lidokain biasanya memberikan efek yang tidak signifikan
pada durasi PR atau QRS; QT tidak berubah atau sedikit memendek. Obat ini
memberikan sedikit efek pada fungsi hemodinamik, meskipun pernah dilaporkan
adanya kasus memburuknya gagal jantung akibat lidokain, terutama pada pasien
yang fungsi ventrikel kirinya menurun.
Jika dosis besar lidokain intravena diberikan dengan cepat, dan terjadi
seizure. Jika konsentrasi plasma obat meningkat secara perlahan di atas rentang
teraputik, seperti yang umum terjadi selama terapi pemeliharaan, biasanya terjadi
tremor, disartria, dan perubahan tingkat kesadaran. Nistagmus merupakan tanda
awal toksisitas lidokain.
Dr. Swandedy
SIP/STR : 12700083
Dukuh Kupang Timur XX no 18
2. Basis suppositoria larut air dan basis yang bercampur dengan air
Basis yang penting dari kelompok ini adalah basis gelatin tergliserinasi
dan basis polietilen glikol. Basis gelatin tergliserinasi terlalu lunak untuk
dimasukkan dalam rektal sehingga hanya digunakan melalui vagina (umum)
dan uretra. Basis ini melarut dan bercampur dengan cairan tubuh lebih lambat
dibandingkan dengan oleum cacao sehingga cocok untuk sediaan lepas lambat.
Basis ini menyerap air karena gliserin yang higroskopis. Oleh karena itu, saat
akan dipakai, suppo harus dibasahi terlebih dahulu dengan air.
Dalam farmakope belanda terdapat formula suppositoria dengan bahan
dasar gelatin, yaitu:panasi 2 bagian gelatin dengan 4 bagian air dari 5 bagian
gliserin sampai diperoleh masa yang homogen. Tambahkan air panas sampai
diperoleh 11 bagian. Biarkan masa cukup dingindan tuangkan dalam cetakan,
hingga diperolehsupositoria dengan berat 4 g
Obat yang ditambahkan dilarutkan atau digerus dengan sedikit air atau
gliserin yang disisakan dan dicampurkan pada masa yang sudah dingin. Bila
obatnya sedikt dikurangkan pada berat air dan bila obatnya banyakdikurangkan
berat masa bahan dasar.
Polietilen glikol (PEG) merupakan polimer dari etilen oksida dan air,
dibuat menjadi bermacam-macam panjang rantai, berat molekul dan sifat fisik.
Polietilen glikol tersedia dalam berbagai macam berat molekul mulai dari 200
sampai 8000. PEG yang umum digunakan adalah PEG 200, 400, 600, 1000,
1500, 1540, 3350, 4000, 6000 dan 8000. Pemberian nomor menunjukkan berat
molekul rata-rata dari masing-masing polimernya. Polietilen glikol yang
memiliki berat molekul rata-rata 200, 400, 600 berupa cairan bening tidak
berwarna dan yang mempunyai berat molekul rata-rata lebih dari 1000 berupa
lilin putih, padat dan kekerasannya bertambah dengan bertambahnya berat
molekul.
Basis polietilenglikol dapat dicampur dalam berbagai perbandingan
dengan cara melebur, dengan memakai dua jenis PEG atau lebih untuk
memperoleh basis suppo dengan konsistensi dan karakteristik yang diinginkan.
PEG menyebabkan pelepasan lebih lambat dan memiliki titik leleh lebih tinggi
daripada suhu tubuh. Penyimpanan PEG tidak perlu di kulkas dan dapat dalam
penggunaan dapat dimasukkan secara perlahan tanpa kuatir suppo akan
meleleh di tangan (hal yang umum terjadi pada basis lemak). (Ansel, hal 377).
Contoh formula basis (Lachman, 578)
1. PEG 1000 96%, PEG 4000 4%
2. PEG 1000 75%, PEG 4000 25%
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang
diberikan melalui rectal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut
pada suhu tubuh. Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat,
sebagai pembawa zat terapetik yang bersifat local atau sistematik. Bahan dasar
suppositoria yang umum digunakan adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak
nabati terhidrogenasi, campuran polietilen glikol berbagai bobot molekul dan ester asam
lemak polietilen glikol (Anonim, 1995).
Keuntungan penggunaan suppositoria dibanding penggunaan obat per oral
atau melalui saloran pencernaan adalah :
3. Dapat menghindari terjadinya iritasi obat pada lambung.
4. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan
5. Obat dapat masuk langsung dalam saluradarah dan berakibat obat dapat memberi
efek lebih cepat daripada penggunaan obat per oral
6. Baik, bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar (Anief, 2004)
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta : UI-
Press.
Dirjen POM. 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta : Depkes RI.
Edition Volume 1. USA: PhamaceuTech Inc.
Edition. Great Britain: RPS Publishing.
Edition. Great Britain: RPS Publishing.
FK-UI.
Lachmann, Leon dkk. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta : UI-Press.
Media Komputindo.Medika.
Soetopo, dkk. 2002. Ilmu Resep dan Teori. Jakarta : Departemen Kesehatan
Sukandar, Elin Yulinah dkk. 2009. Iso Farmakoterapi. Jakarta : PT. ISFI Penerbitan.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja.2010. Obat-obat Penting. Jakarta: Elex