Anda di halaman 1dari 25

A.

PENGERTIAN HEMOROID

Hemoroid atau ”wasir (ambeien)” merupakan vena varikosa pada kanalis

ani. Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan

aliran balik dari vena hemoroidalis. Hemoroid sering dijumpai dan terjadi pada

sekitar 35% penduduk berusia lebih dari 25 tahun. Walaupun keadaan ini tidak

mengancam jiwa, namun dapat menimbulkan perasaan yang sangat tidak

nyaman (Price dan Wilson, 2006).

Penyakit hemoroid sering menyerang usia diatas 50 tahun. Hemoroid

seringkali dihubungkan dengan konstipasi kronis dan kehamilan. Terkadang

dihubungkan dengan diare, sering mengejan, pembesaran prostat, fibroid uteri,

dan tumor rectum. Komplikasi dapat menyebabkan nyeri hebat, gatal dan

perdarahan rectal (Chandrasoma, 2006; Price dan Wilson, 2006).

Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di

daerah anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis. Hemoroid eksterna

adalah pelebaran vena yang berada di bawah kulit (subkutan) di bawah atau

luar linea dentate. Hemoroid interna adalah pelebaran vena yang berada di

bawah mukosa (submukosa) di atas atau di dalam linea dentate (Nurarif &

Kusuma, 2015).

Wasir adalah pembengkakan urat di anus dan rektum bawah, mirip dengan

varises. Peningkatan tekanan di pembuluh darah di daerah anorektal

menyebabkan wasir (Kardiyudiani & Susanti, 2019).

1
B. ETIOLOGI HEMOROID

Menurut Nurarif & Kusuma (2015), hemoroid timbul karena dilatasi,

pembengkakan atau inflamasi vena hemoroidalis yang disebabkan oleh faktor –

faktor resiko/pencetus, seperti :

a. Mengedan pada buang air besar yang sulit

b. Pola buang air besar yang salah (lebih banyak menggunakan jamban

duduk, terlalu lama duduk sambil membaca, merokok)

c. Peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor (tumor udud, tumor

abdomen)

d. Usia tua

e. Konstipasi kronik

f. Diare akut yang berlebihan dan diare kronik

g. Hubungan seks peranal

h. Kurang minum air dan kurang makan makanan berserat (sayur dan buah)

i. Kurang olahraga/imobilisasi

C. MANIFESTASI KLINIK

a. Tanda

1. Perdarahan

Umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna trauma oleh

feces yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak

bercampur dengan feces. Walaupun berasal dari vena, darah yang

2
keluar berwarna merah segar karena kaya akan zat asam, jumlahnya

bervariasi.

2. Nyeri

Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid

interna dan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami

trombosis dan radang.

b. Gejala

1. Anemia dapat terjadi karena perdarahan hemoroid yang berulang.

2. Jika hemoroid bertambah besar dapat terjadi prolap awalnya dapat

tereduksi spontan. Pada tahap lanjut pasien harus memasukkan sendiri

setelah defekasi dan akhirnya sampai pada suatu keadaan dimana tidak

dapat dimasukkan.

3. Keluarnya mucus dan terdapatnya feces pada pakaian dalam merupakan

ciri hemoroid yang mengalami prolap menetap.

4. Rasa gatal karena iritasi perianal dikenal sehingga pruritis anus

rangsangan mucus.

D. PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan normal sirkulasi darah yang melalui vena hemoroidalis

mengalir dengan lancar sedangkan pada keadaan hemoroid terjadi gangguan

aliran darah balik yang melalui vena hemoroidalis. Gangguan aliran darah ini

antara lain dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan intra abdominal. Vena

porta dan vena sistematik, bila aliran darah vena balik terus terganggu maka

3
dapat menimbulkan pembesaran vena (varices) yang dimulai pada bagian

struktur normal di regio anal, dengan pembesaran yang melebihi katup vena

dimana sfingter anal membantu pembatasan pembesaran tersebut. Hal ini yang

menyebabkan pasien merasa nyeri dan feces berdarah pada hemoroid interna

karena varices terjepit oleh sfingter anal.

Peningkatan tekanan intra abdominal menyebabkan peningkatan vena

portal dan vena sistemik dimana tekanan ini disalurkan ke vena anorektal.

Arteriola regio anorektal menyalurkan darah dan peningkatan tekanan langsung

ke pembesaran (varices) vena anorektal. Dengan berulangnya peningkatan

tekanan dari peningkatan tekanan intra abdominal dan aliran darah dari

arteriola, pembesaran vena (varices) akhirnya terpisah dari otot halus yang

mengelilinginya ini menghasilkan prolap pembuluh darah hemoroidalis.

Hemoroid interna terjadi pada bagian dalam sfingter anal, dapat berupa

terjepitnya pembuluh darah dan nyeri, ini biasanya sering menyebabkan

pendarahan dalam feces, jumlah darah yang hilang sedikit tetapi bila dalam

waktu yang lama bisa menyebabkan anemia defisiensi besi.

Hemoroid eksterna terjadi di bagian luar sfingter anal tampak merah

kebiruan, jarang menyebabkan perdarahan dan nyeri kecuali bila vena ruptur.

Jika ada darah beku (trombus) dalam hemoroid eksternal bisa menimbulkan

peradangan dan nyeri hebat.

4
E. PATHWAY

5
F. PENATALAKSANAAN

6
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), Sudoyo (2006) dan Mansjoer (2008),

penatalaksanaan medis hemoroid terdiri dari penatalaksanaan non

farmakologis, farmakologis, dan tindakan minimal invasive. Penatalaksanaan

medis hemoroid ditujukan untuk hemoroid interna derajat I sampai dengan III

atau semua derajat hemoroid yang ada kontraindikasi operasi atau pasien

menolak operasi. Sedangkan penatalaksanaan bedah ditujukan untuk hemoroid

interna derajat IV dan eksterna, atau semua derajat hemoroid yang tidak respon

terhadap pengobatan medis.

1. Penatalaksanaan Medis Non Farmakologis

Penatalaksanaan ini berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan

dan minum, perbaiki pola/ cara defekasi. Memperbaiki defekasi merupakan

pengobatan yang selalu harus ada dalam setiap bentuk dan derajat hemoroid.

Perbaikan defekasi disebut bowel management program (BMP) yang terdiri

dari diet, cairan, serat tambahan, pelicin feses, dan perubahan perilaku

buang air. Pada posisi jongkok ternyata sudut anorektal pada orang menjadi

lurus ke bawah sehingga hanya diperlukan usaha yang lebih ringan untuk

mendorong tinja ke bawah atau keluar rektum. Posisi jongkok ini tidak

diperlukan mengedan lebih banyak karena mengedan dan konstipasi akan

meningkatkan tekanan vena hemoroid (Sudoyo, 2006).

Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan

hygiene personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama

defekasi. Diet tinggi serat yang mengandung buah dan sekam mungkin satu-

satunya tindakan yang diperlukan (Smeltzer dan Bare, 2002).

7
2. Penatalaksanaan medis farmakologis

Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat, yaitu pertama:

memperbaiki defekasi, kedua : meredakan keluhan subyektif, ketiga :

menghentikan perdarahan, dan keempat : menekan atau mencegah

timbulnya keluhan dan gejala.

a. Obat memperbaiki defekasi : ada dua obat yang diikutkan dalam BMP

yaitu suplemen serat (fiber suplement) dan pelicin tinja (stool softener).

Suplemen serat komersial yang banyak dipakai antara lain psyllium

atau isphagula Husk (misal Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk).

Obat kedua yaitu obat laksan atau pencahar antara lain Natrium dioktil

sulfosuksinat (Laxadine), Dulcolax, Microlac dll. Natrium dioctyl

sulfosuccinat bekerja sebagai anionic surfactant, merangsang sekresi

mukosa usus halus dan meningkatkan penetrasi cairan kedalam tinja.

Dosis 300 mg/hari (Sudoyo, 2006).

b. Obat simtomatik : bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi

keluhan rasa gatal, nyeri, atau karena kerusakan kulit di daerah anus.

Obat pengurang keluhan seringkali dicampur pelumas (lubricant),

vasokonstriktor, dan antiseptic lemah. Sediaan penenang keluhan yang

ada di pasar dalam bentuk ointment atau suppositoria antara lain

Anusol, Boraginol N/S, dan Faktu. Bila perlu dapat digunakan

kortikosteroid untuk mengurangi radang daerah hemoroid atau anus

antara lain Ultraproct, Anusol HC, Scheriproct. Sediaan bentuk

8
suppositoria digunakan untuk hemoroid interna, sedangkan sediaan

ointment/krem digunakan untuk hemoroid eksterna (Sudoyo, 2006).

c. Obat menghentikan perdarahan : perdarahan menandakan adanya luka

pada dinding anus/ pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis.

Yang digunakan untuk pengobatan hemoroid yaitu campuran diosmin

(90%) dan hesperidin (10%) dalam bentuk Micronized, dengan nama

dagang “Ardium” atau “Datlon”. Psyllium, Citrus bioflavanoida yang

berasal dari jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki

permeabilitas dinding pembuluh darah (Sudoyo, 2006).

d. Obat penyembuh dan pencegah serangan hemoroid : pengobatan

dengan Ardium 500 mg menghasilkan penyembuhan keluhan dan gejala

yang lebih cepat pada hemoroid akut bila dibandingkan plasebo.

Pemberian Micronized flavonoid (Diosmin dan Hesperidin) (Ardium) 2

tablet per hari selama 8 minggu pada pasien hemoroid kronik.

Penelitian ini didapatkan hasil penurunan derajat hemoroid pada akhir

pengobatan dibanding sebelum pengobatan secara bermakna.

Perdarahan juga makin berkurang pada akhir pengobatan dibanding

awal pengobatan (Sudoyo, 2006).

3. Penatalaksanaan Minimal Invasive

Penatalaksanaan hemoroid ini dilakukan bila pengobatan non

farmakologis, farmakologis tidak berhasil. Penatalaksanaan ini antara lain

tindakan skleroterapi hemoroid, ligasi hemoroid, pengobatan hemoroid

dengan terapi laser (Sudoyo, 2006).

9
Tindakan bedah konservatif hemoroid internal adalah prosedur ligasi

pita-karet. Hemoroid dilihat melalui anosop, dan bagian proksimal diatas

garis mukokutan dipegang dengan alat. Pita karet kecil kemudian diselipkan

diatas hemoroid. Bagian distal jaringan pada pita karet menjadi nekrotik

setelah beberapa hari dan lepas. Terjadi fibrosis yang mengakibatkan

mukosa anal bawah turun dan melekat pada otot dasar. Meskipun tindakan

ini memuaskan bagi beberapa pasien, namun pasien lain merasakan tindakan

ini menyebabkan nyeri dan mengakibatkan hemoroid sekunder dan infeksi

perianal. Hemoroidektomi kriosirurgi adalah metode untuk mengangkat

hemoroid dengan cara membekukan jaringan hemoroid selama waktu

tertentu selama timbul nekrosis. Meskipun hal ini relative kurang

menimbulkan nyeri, prosedur ini tidak digunakan dengan luas karena

menyebabkan keluarnya rabas yang berbau sangat menyengat dan luka yang

ditimbulkan lama sembuhnya. Laser Nd:YAG telah digunakan saat ini

dalam mengeksisi hemoroid, terutama hemoroid eksternal. Tindakan ini

cepat dan kurang menimbulkan nyeri. Hemoragi dan abses jarang menjadi

komplikasi pada periode pasca operatif (Smeltzer dan Bare, 2002).

4. Penatalaksanaan bedah

Hemoroidektomi atau eksisi bedah dapat dilakukan untuk mengangkat

semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Selama pembedahan,

sfingter rektal biasanya didilatasi secara digital dan hemoroid diangkat

dengan klem dan kauter atau dengan ligasi dan kemudian dieksisi. Setelah

prosedur operatif selesai, selang kecil dimasukkan melalui sfingter untuk

10
memungkinkan keluarnya flatus dan darah. Penempatan Gelfoan atau kassa

oxygel dapat diberikan diatas luka anal (Smeltzer dan Bare, 2002).

Teknik operasi Whitehead dilakukan dengan mengupas seluruh

hemoroidales interna, membebaskan mukosa dari submukosa, dan

melakukan reseksi. Lalu usahakan kontinuitas mukosa kembali. Sedang

pada teknik operasi Langenbeck, vena-vena hemoroidales interna dijepit

radier dengan klem. Lakukan jahitan jelujur dibawah klem dengan chromic

gut no. 2/0, eksisi jaringan diatas klem. Sesudah itu klem dilepas dan jepitan

jelujur dibawah klem diikat (Mansjoer, 2008).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Nurarif & Kusuma (2015), pemeriksaan penunjang pada hemoroid

yaitu sebagai berikut :

1. Pemeriksaan colok anus

Diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rectum. Pada

hemoroid interna tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya

tidak cukup tinggi dan biasanya tidak nyeri.

2. Anoskopi

Diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak menonjol keluar.

3. Proktosigmoidoskopi

Untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses

radang atau proses keganasan di tingkat yang lebih tinggi.

11
H. PENGKAJIAN FOKUS

1. Demografi

Hemoroid sangat sering dijumpai dan terjadi pada sekitar 35% penduduk

yang berusia lebih dari 25 tahun. Laki-laki maupun perempuan bisa

mengalami hemoroid. Karena faktor pekerjaan seperti angkat berat,

mengejan pada saat defekasi, pola makan yang salah bisa mengakibatkan

feses menjadi keras dan terjadinya hemoroid, kehamilan.

2. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit diare kronik, konstipasi kronik, kehamilan, hipertensi

portal, pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rektum.

3. Pengkajian pasien hemoroid dalam pola fungsional Gordon, meliputi :

a) Pola persepsi kesehatan dan management kesehatan

Konsumsi makanan rendah serat, pola BAB yang salah (sering

mengedan saat BAB), riwayat diet, penggunaan laksatif, kurang

olahraga atau imobilisasi, kebiasaan bekerja contoh : angkat berat,

duduk atau berdiri terlalu lama.

b) Pola nutrisi dan metabolik

Mual, muntah, anoreksia, penurunan berat badan, membran mukosa

kering, kadar hemoglobin turun.

c) Pola eliminasi

Pola eliminasi feses : konstipasi, diare kronik dan mengejan saat BAB.

d) Pola aktivitas dan latihan

12
Kurang olahraga atau imobilisasi, Kelemahan umum, keterbatasan

beraktivitas karena nyeri pada anus sebelum dan sesudah operasi.

e) Pola istirahat dan tidur

Gangguan tidur (insomnia/ karena nyeri pada anus sebelum dan

sesudah operasi).

f) Pola persepsi sensori dan kognitif

Pengkajian kognitif pada pasien hemoroid pre dan post

hemoroidektomi yaitu rasa gatal, rasa terbakar dan nyeri, sering

menyebabkan perdarahan berwarna merah terang pada saat defekasi

dan adanya pus.

g) Pola hubungan dengan orang lain

Kesulitan menentukan kondisi, misal tak mampu bekerja,

mempertahankan fungsi peran biasanya dalam bekerja.

h) Pola reproduksi dan seksual Penurunan libido.

i) Pola persepsi dan konsep diri

Pasien biasanya merasa malu dengan keadaannya, rendah diri,

ansietas, peningkatan ketegangan, takut, cemas, trauma jaringan,

masalah tentang pekerjaan.

4.Pemeriksaan fisik

a) Keluhan umum : malaise, lemah, tampak pucat.

b) Tingkat kesadaran : komposmentis sampai koma.

13
c) Pengukuran antropometri : berat badan menurun.

d) Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, takhikardi,

hipotensi.

e) Abdomen : nyeri pada abdomen berhubungan dengan saat defekasi.

f) Kulit : Turgor kulit menurun, pucat

g) Anus : Pembesaran pembuluh darah balik (vena) pada anus,

terdapat benjolan pada anus, nyeri pada anus, perdarahan.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Nyeri akut berhubungan dengan intasi kulit/jaringan didaerah anus

ditandai dengan kemerahan pada daerah anus, pasien tampak meringis.

b. Risiko infeksi berhubungan dengan prolaps dan strangulasi didaerah anus

c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya oedema dan

pruritus pada daerah anus ditandai dengan pasien mengeluh gatal dan perih

pada daerah anus.

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya massa atau prolaps pada

anus ditandai oleh pasien sulit untuk berjalan maupun duduk.

e. Gangguan pola eliminasi : BAB b/d Konstipasi

J. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Cemas berhubungan dengan krisis situasi sekunder akibat rencana

pembedahan.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan cemas berkurang. Kriteria

hasil : Menunjukkan perasaan dan mengidentifikasi cara yang sehat dalam

14
berhadapan dengan mereka. Tampil santai, dapat beristirahat/ tidur cukup

melaporkan penurunan rasa takut dan cemas yang berkurang ke tingkat yang

dapat diatasi.

Rencana tindakan :

a) Identifikasi tingkat rasa takut yang mengharuskan dilakukannya penundaan

prosedur pembedahan

Rasional : rasa takut yang berlebihan atau terus-menerus akan

mengakibatkan reaksi stress yang berlebihan.

b) Validasi sumber rasa takut. Sediakan informasi yang akurat dan faktual.

Rasional : mengidentifikasi rasa takut yang spesifik akan membantu pasien

untuk menghadapinya secara realistis.

c) Catat ekspresi yang berbahaya/ perasaan tidak tertolong, pre okupasi

dengan antisipasi perubahan/ kehilangan, perasaan tercekik.

Rasional : pasien mungkin telah berduka terhadap kehilangan yang

ditunjukkan dengan antisipasi prosedur pembedahan/ diagnosa/ prognosa

penyakit.

d) Cegah pemajanan tubuh yang tidak diperlukan selama pemindahan ataupun

pada ruang operasi.

Rasional : pasien akan memperhatikan masalah kehilangan harga diri dan

ketidakmampuan untuk melatih kontrol.

e) Berikan petunjuk/ penjelasan yang sederhana pada pasien yang tenang.

Tinjau lingkungan sesuai kebutuhan.

15
Rasional : ketidakseimbangan dari proses pemikiran akan membuat pasien

menemui kesulitan untuk memahami petunjuk-petunjuk yang panjang dan

berbelit-belit.

f) Instruksikan pasien untuk menggunakan tekhnik relaksasi.

Rasional : mengurangi perasaan tegang dan rasa cemas.

g) Berikan obat sesuai indikasi

Rasional : dapat digunakan untuk menurunkan ansietas.

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanis pada kulit/

jaringan anal.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan integritas kulit membaik.

Kriteria hasil :

a. Mencapai penyembuhan luka.

b. Mendemonstrasikan tingkah laku/ teknik untuk meningkatkan

kesembuhan dan mencegah komplikasi.

Rencana tindakan :

a) Beri penguatan pada balutan sesuai indikasi dengan teknik aseptik

yang ketat.

Rasional : lindungi luka dari kontaminasi, mencegah akumulasi cairan

yang dapat menyebabkan eksoriasi.

b) Periksa luka secara teratur, catat karakteristik dan integritas kulit.

Rasional : pengenalan akan adanya kegagalan proses penyembuhan

luka/ berkembangnya komplikasi secara dini dapat mencegah

terjadinya kondisi yang lebih serius.

16
c) Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka.

Rasional : menurunnya cairan, menandakan adanya evolusi dan proses

penyembuhan.

d) Ingatkan pasien untuk tidak menyentuh daerah luka.

Rasional : mencegah kontaminasi luka.

e) Irigasi luka dengan debridement sesuai kebutuhan.

Rasional : membuang luka eksudat untuk

meningkatkan penyembuhan.

3.Resiko perdarahan berhubungan dengan trauma jaringan sekunder pada

luka di anus yang masih baru.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak mengalami

perdarahan.

Kriteria hasil : Nilai Ht dan Hb berada dalam batas normal, pasien tidak

mengalami perdarahan, tanda-tanda vital berada dalam batas normal :

tekanan darah 120 mmHg, nadi : 80-100x/ menit, pernapasan

: 14 – 25 x/ mnt, suhu: 36 - 370C ± 0,50C

Rencana tindakan :

a) Kaji pasien untuk menemukan bukti-bukti perdarahan

atau hemoragi.

Rasional : Untuk mengetahui tingkat keparahan perdarahan pada

pasien sehingga dapat menentukan intervensi selanjutnya.

b) Monitor tanda vital

17
Rasional : Untuk mengetahui keadaan vital pasien saat terjadi

perdarahan.

c) Pantau hasil lab berhubungan dengan perdarahan.

Rasional : Banyak komponen darah yang menurun pada hasil lab

dapat membantu menentukan intervensi selanjutnya.

d) Siapkan pasien secara fisik dan psikologis untuk menjalani bentuk

terapi lain jika diperlukan.

Rasional : Keadaan fisik dan psikologis yang baik akan mendukung

terapi yang diberikan pada pasien sehingga mampu memberikan

hasil yang maksimal.

e) Awasi jika terjadi anemia

Rasional : Untuk menentukan intervensi selanjutnya.

f) Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan

perdarahan : pemberian transfusi, medikasi.

Rasional : mencegah terjadinya komplikasi dari perdarahan yang

terjadi dan untuk menghentikan perdarahan.

4. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi, tekanan dan sensitivitas pada area

rektal/ anal sekunder akibat penyakit anorektal, trauma jaringan dan refleks

spasme otot sfingter ani sekunder akibat operasi.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang.

Kriteria hasil :

a) Menyatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol/ dihilangkan.

b) Feses lembek, tidak nyeri saat BAB

18
c) Tampak rileks, dapat istirahat tidur.

d) Ikut serta dalam aktivitas sesuai kebutuhan.

Rencana tindakan :

a) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10)

Rasional : Mengetahui perkembangan hasil prosedur.

b) Bantu pasien untuk tidur dengan posisi yang nyaman : tidur miring.

Rasional : posisi tidur miring tidak menekan bagian anal yang

mengalami peregangan otot untuk meningkatkan rasa nyaman.

c) Gunakan ganjalan pengapung dibawah bokong saat duduk.

Rasional : untuk meningkatkan mobilisasi tanpa menambah rasa nyeri.

d) Gunakan pemanasan basah setelah 12 jam pertama : kompres rectal

hangat atau sit bath dilakukan 3-4x/ hari.

Rasional : meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan odema dan

meningkatkan penyembuhan (pendekatan perineal).

e) Dorong penggunaan teknik relaksasi : latihan nafas dalam, visualisasi,

pedoman, imajinasi.

Rasional : menurunkan ketegangan otot, memfokuskan kembali

perhatian dan meningkatkan kemampuan koping.

f) Beri obat-obatan analgetik seperti diresepkan 24 jam pertama.

Rasional : memberi kenyamanan, mengurangi rasa sakit.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan pembedahan, adanya saluran invasive.

19
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak mengalami

infeksi.

Kriteria hasil :

a) Memperlihatkan pengetahuan tentang faktor resiko yang berkaitan

dengan infeksi dan melakukan tindakan pencegahan yang tepat untuk

mencegah infeksi.

b) Bebas dari proses infeksi nosokomial selama perawatan di rumah sakit.

Rencana tindakan :

a) Kaji status nutrisi, kondisi penyakit yang mendasari.

Rasional : mengidentifikasi individu terhadap infeksi nosokomial

b) Cuci tangan dengan cermat

Rasional : kurangi organisme yang masuk ke dalam individu

c) Rawat luka dengan teknik aseptik/ antiseptik

Rasional : kurangi organisme yang masuk ke dalam individu

d) Batasi pengunjung

Rasional : melindungi individu yang mengalami defisit imun dan infeksi.

e) Batasi alat-alat invasive untuk benar-benar perlu saja

Rasional : melindungi individu yang mengalami defisit imun dan infeksi.

f) Dorong dan pertahankan masukan TKTP

Rasional : kurangi kerentanan individu terhadap infeksi

g) Beri therapy antibiotik rasional sesuai program dokter

Rasional : mencegah segera terhadap infeksi

20
h) Observasi terhadap manifestasi klinis infeksi (demam, drainase,

purulen)

Rasional : deteksi dini proses infeksi.

6. Resiko konstipasi berhubungan dengan nyeri saat defekasi. Tujuan : setelah

dilakukan tindakan keperawatan pasien bisa BAB 1x sehari dengan

konsistensi lembek.

Kriteria hasil, individu akan :

a) Menggambarkan program defekasi terapeutik

b) Melaporkan atau menunjukkan eliminasi yang membaik (lunak,

namun tidak berdarah defekasi lebih 3x dalam seminggu)

c)Menjelaskan rasional intervensi

Rencana tindakan :

a) Ajarkan pasien/ keluarga tentang pentingnya segera berespon terhadap

perasaan defekasi.

Rasional : dengan distensi kronik feses akan lebih keras dalam rectum.

b) Rekomendasikan perubahan diit untuk meningkatkan bulk (tinggi serat

1x sehari) dan cairan ± 8-10 gelas/ hari.

Rasional : meningkatkan penyerapan cairan dalam usus sehingga feses

lembek.

c) Anjurkan mencoba supositoria daripada oral dalam 1 jam setelah

sarapan.

Rasional : meningkatkan reflek gastro kolik bila lambung kosong

d) Tingkatkan tingkat aktivitas secara adekuat

21
Rasional : latihan yang tidak adekuat merupakan faktor utama dalam

perubahan konsistensi feses.

e) Hindari sarapan yang mengandung asam lemak

Rasional : memperlambat rangsangan reflek dan memperlambat

pencernaan.

f) Tingkatkan penggunaan obat konstipasi 2x sehari bila diperlukan.

Rasional : Melancarkan Buang Air Besar.

K. IMPLEMENTASI

DX. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi, tekanan dan sensitivitas pada

area rektal/ anal sekunder akibat penyakit anorektal, trauma jaringan dan

refleks spasme otot sfingter ani sekunder akibat operasi.

1. Mengkaji nyeri yang di rasakan klien yaitu lokasi frekuensi, durasi dan

intensitas nyeri dan presepsi klien mengenai nyeri dengan menggunakan

skala ( 0 -10 ).

2. Mengobservasi TTV :

3. Mempertahankan tirah baring selama fase akut dengan mengatur posisi

trendelenburg.

4. Mengerjakan klien teknik relaksasi dan distruksi dengan mengajar klien

berkomunikasi

5. Menciptakan Lingkungan yang therapeutik yang menciptakan suasana

tentang dan nyaman

6. Berkolaborasi dengan tim medis dalam pembelian analgetik.

7. IVED RL Gtt 20x/menit

22
DX. Gangguan pola eliminasi : BAB b/d Konstipasi

1. Mengkaji pola eliminasi BAB

2. Memmantau masukan dan pengeluaran nutrisi

3. Monitor TTV

4. Memberikan cairan RL

5. Kolaborasi dengan tim medis

6. Berikan diit lunak, tinggi serat, sedikit tapi sering

7. Beri minum banyak

DX. Cemas berhubungan dengan krisis situasi sekunder akibat rencana

pembedahan.

1. Mengkaji tingkat kecemasan dengan menanyakan kepada klien

mengenai pengetahuan klien tentang prosedur operasi yang akan

dilakukan.

2. Memberikan penjelasan pada klien tentang tindakan operasi klien

tentang tindakan operasi bahwa dengan operasi dapat mempercepat

penyembuhan penyakit klien.

3. Memberikan dorongan kepada klien untuk mengungkapkan

perasaannya

4. Menciptakan lingkungan therapeutik, mis : mengurangi Jumlah

pengunjung datang.

5. Memotivasi klien dengan menjelaskan bahwa tindakan operasi dapat

mempercepat penyembuhan.

23
L. EVALUASI

DX. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi, tekanan dan sensitivitas pada area

rektal/ anal sekunder akibat penyakit anorektal, trauma jaringan dan refleks

spasme otot sfingter ani sekunder akibat operasi.

S : Klien mengatakan nyeri pada daerah operasi berkurang

O : Klien tampak tenang skala nyeri 4-5

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi Dilanjutkan

DX. Gangguan pola eliminasi : BAB b/d Konstipasi

S : Klien mengatakan pada eliminasi ad gangguan

O : -Keadaan klien lemah

- BAB klien kurang lebih 2*/sehari

A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan post-ops

DX. Cemas berhubungan dengan krisis situasi sekunder akibat rencana

pembedahan.

S : Klien mengetahui tentang tindakan operasi.

O : - Klien tentang

- Klien tenang

- Klien tidak bertanya lagi tentang ops yang akan dilakukan

A : - Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan

24
25

Anda mungkin juga menyukai