Anda di halaman 1dari 13

MEDICAL GENETIC

Complete Androgen Insensitivity Syndrome

Oleh :
Wayan Swandedy
12700083
2012 A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2013/2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan
rahmatNya lah saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan sebagaimana mestinya.
Ucapan terimakasihjuga saya tujukan kepada dosen-dosen pembimbing yang telah membantu
dalam penyusunan tugas makalah yang berjudul complete androgen insensitivity syndrome
Demikin beberapa patah kata yang dapat saya sampaikan. Saya sadar bahwa makalah ini
jauh dari kata sempurna. Kritik dan saran yang membangun saya harapkan dari pembaca.
Terimaksih.

Surabaya, Desember 2013

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………… i


DAFTAR ISI ……………………………………………………………… ……… ii
BAB I
Pendahuluan
1. Abstrak (Abstract) .......…………………………………………. 1
2. Definisi (Definition) …............…………………………………. 1
BAB II
Isi
1. Etiologi…………….……………………………………….…... 2
2. Fisiologi ………………...........………………………………… 2
3. Etiopatogenesis......................……………………………….….. 3
4. Tanda Dan Gejala...........……………………………………….. 5
5. Pemeriksaan Dan Tes Diagnostik …….......…....……………… 6
6. Terapi................................…….......………………….………… 7

BAB III
Penutup
1. Kesimpulan ........................…….......…………………………… 9

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………… 13


BAB I
Pendahuluan

I.1 Abstrak (Abstract)


Androgen dorongan laki-laki diferensiasi seksual sekunder dan pematangan . Mutasi
pada reseptor androgen ( AR ) gen penyebab spektrum yang luas dari fenotipe tidak normal
pada manusia , mulai dari yang ringan secara parsial untuk menyelesaikan insensitivitas
androgen . Analisis urutan gen AR menunjukkan C2578T baru missense mutasi , sehingga
penggantian leusin residu sangat lestari dengan fenilalanin ( L859F ) dalam ligan mengikat
domain reseptor . Residu L859 , terletak di helix 10 dari reseptor androgen , memainkan
peran penting dalam arsitektur keseluruhan saku ligan mengikat. Warisan dari mutasi
dalam keluarga jelas menunjukkan bahwa C2578T adalah mutasi yang mendasari fenotip
akhirnya pada pasien. Histologi gonad pasien menunjukkan hiperplasia sel Leydig , dengan
spermatogonium sedikit atau tidak ada. Diperkirakan bahwa mutasi gen AR mengakibatkan
ketidakseimbangan hormon, yang mengakibatkan tingginya tingkat luteinizing hormone
(LH ) dan akhirnya hiperplasia sel Leydig atau pembentukan tumor.

I. 2 Definisi
Sindrom insensitivitas androgen (androgen insensitivity syndrome, AIS) adalah
sekumpulan gangguan perkembangan seksual akibat mutasi gen penyandi reseptor
androgen.1 Pada AIS, seseorang yang secara genetik laki-laki (karena mempunyai satu
kromosom X dan satu kromosom Y) mengalami resistensi terhadap hormon laki-laki
sehingga hasil akhirnya secara fisik berpenampilan wanita.
Sebagian besar AIS berpenampilan undervirilization dengan beragam derajat
dan/atau keadaan infertilitas. Seseorang dengan complete androgen insensitivity
syndrome (CAIS) berpenampilan laki-laki, kecuali kariotipe 46XY yang disertai testis
andesensus, yaitu keadaan yang disebut testicular feminization. Sejak tahun 1990,
terungkap pemahaman mekanisme molekuler AIS sekaligus pengelolaannya.
Sangatlah penting memberikan perlindungan hukum untuk golongan ini dan
interseksual lainnya, juga meningkatkan kesadaran publik dengan cara memacu
pemahaman/pengertian dan penerimaan dari keragaman alamiah identitas gender ini.
Informasi yang berharga, akurat, dan ilmiah untuk pasien sangat diperlukan, demikian
pula para dokter tidak lagi serta merta merekomendasikan terapi konvensial melalui
pembedahan. Keputusan memilih intervensi bedah kini dipandang sebagai
hak/kebebasan pasien, bukan sesuatu yang diharuskan untuk mengoreksi keadaan-
keadaan yang ambigu, seperti AIS.

1
BAB II
Isi

II.1 ETIOLOGI
Insidens CAIS adalah 1:20.000. Insidens derajat yang lebih rendah dari resistensi
androgen tidak diketahui; menurut beberapa peneliti, bisa lebih banyak atau bahkan
lebih sedikit dari insidens CAIS. Bukti-bukti memperlihatkan bahwa banyak kasus
infertilitas pada pria yang tidak dapat diterangkan sebabnya ternyata merupakan
derajat ringan resistensi androgen. AIS pada dasarnya merupakan kerancuan antara
genotip dan fenotip gender. Secara konvensional, seseorang dikatakan bergenotip
perempuan bila memiliki kromosom 46XX dan bergenotip laki-laki bila memiilki
kromosom 46XY. Berkaitan dengan kaidah ini, individu pengidap AIS memiliki
fenotip perempuan dengan kromosom 46XY (genotip laki-laki).

II.2 FISIOLOGI
Fungsi Normal Androgen Dan Reseptor Androgen
Untuk dapat memahami sindrom insensitivitas androgen, sebaiknya dimulai
dengan menyegarkan kembali ingatan kita mengenai efek normal testosteron pada
perkembangan pria maupun wanita. Androgen mamalia adalah testosterone beserta
metabolitnya yang lebih poten, dihidrotestosteron (DHT). Reseptor androgen adalah
molekul protein besar yang terdiri dari 910 asam amino. Setiap molekul terdiri dari
bagian yang terikat androgen, yaitu bagian jari zing yang terikat pada DNA dalam area
sensitif kromatin dan area yang mengontrol transkripsi. Testosteron pada sirkulasi
berdifusi ke dalam sitoplasma sel sasaran, kemudian dimetabolisme menjadi estradiol,
sebagian di rubah menjadi DHT, dan sisanya tetap sebagai testosteron. Testosteron dan
DHT dapat mengikat reseptor androgen (an-drogen receptor, AR); DHT lebih poten
dan berefek lebih lama. Kombinasi AR-DHT mengalami dimerisasi dengan cara
berikatan dengan AR-DHT kedua, lalu keduanya mengalami fosforilasi dan seluruh
senyawa kompleks tersebut masuk ke dalam inti sel untuk berikatan dengan ele-men
androgen pada regio promoter gen target yang sensitif terhadap androgen. Transkripsi
diamplifikasi atau dihambat oleh koaktivator atau korepresor.2Walaupun testosteron
dapat diproduksi langsung ataupun tidak langsung dari ovarium dan adrenal pada
kehidupan se-lanjutnya, sumber utama testosteron pada kehidupan awal fetus adalah
testis, yang berperan besar dalam diferensiasi seksual. Sebelum kelahiran, testosteron
merang-sang karakteristik primer seks laki-laki. Saat pubertas, testosteron berpengaruh
terhadap ciri kelamin sekunder laki-laki.

2
Efek prenatal testosteron pada fetus 46XY
Pada fetus normal dengan kariotipe 46XY, keberadaan gen SRY merangsang
testis untuk membentuk genital ridges pada abdomen fetus beberapa minggu setelah
konsepsi. Pada 6 minggu masa gestasi, anatomi fetus XY atau XX tidak dapat
dibedakan, hanya berupa jaringan yang be-lum berkembang yang akan menjadi phal-lus,
dan terdapat saluran urogenital yang terbuka dengan lipatan kulit bakal labia atau
skrotum. Pada kehamilan 7 minggu, testis mulai memproduksi testosteron. Secara
langsung, seperti juga DHT, testosteron beraksi pada kulit dan jaringan area genital.
Ketika memasuki usia kehamilan 12 minggu, terbentuklah penis dengan lubang uretra di
ujungnya, sedangkan perineum menyatu dan menipis membentuk skrotum yang siap
untuk menerima testis. Bukti-bukti menunjukkan bahwa remodeling ini terjadi selama
kehidupan fetus, dan jika tidak lengkap pada usia 13 minggu karena tidak ada
sejumlah testosteron, tidak akan terjadi penutupan vagina dan perpindahan lubang uretra.
Selanjutnya, testosteron dan DHT mempengaruhi perkembangan penis dan derivat saluran
Wolffii interna (prostat, epididimis, vesikula seminalis, dan vas deferens).
Efek testosteron postnatal pada fetus 46 XY
Saat kelahiran, kadar testosteron rendah, tetapi kemudian meningkat dalam
beberapa minggu. Setelah 2 bulan, tercapai kadar normal pada keadaan pubertas
sebelum pada akhirnya turun ke kadar yang rendah, dan hampir tidak terdeteksi pada
masa kanak-kanak. Fungsi biologis kenaikan ini tidak diketahui. Penelitian pada
binatang menunjukkan bahwa hal tersebut berkontribusi terhadap diferensiasi otak.
Efek testosteron pubertal pada anak 46 XY
Saat pubertas, banyak perubahan fisik dini pada kedua jenis seks yang
bersifat androgenik (bau badan dewasa, kulit dan rambut lebih berminyak, jerawat,
rambut aksila, kumis, dan jambang). Pada masa ini, perkembangan ciri kelamin
sekunder pada laki-laki seluruhnya karena pe ngaruh androgen (pertumbuhan penis,
maturasi jaringan spermatogenik dan fertilitas, jang-gut, suara berat, rahang dan otot
maskulin, rambut pada tubuh, tulang yang padat). Pada laki-laki, perubahan utama
semasa pubertas yang dikaitkan dengan estradiol adalah akselerasi penutupan epifisis
(berakhirnya pertumbuhan tinggi badan), dan (bisa terjadi) ginekomastia.

II.3 ETIOPATOGENESIS
Insensitivitas androgen terjadi akibat mutasi pada gen untuk reseptor androgen
(AR) yang berlokasi pada kromosom Xq 11-12. Hal ini merupakan X-linked recessive
trait yang penyakitnya tidak bergejala, atau minimal.
Kromosom X yang diwariskan secara resesif
Wanita dengan mutasi tunggal gen AR dapat merupakan karier AIS. Anak dengan
kromosom 46 XY (secara genetik laki-laki) akan mempunyai 50% kemungkinan AIS.

3
Pada kondisi X-linked recessive lainnya, ibu karier dapat memperlihatkan ciri minor
kelainan ini. Karier AIS sering kali mempunyai sedikit rambut aksila dan pubis serta hanya
berjerawat sedikit semasa remaja.Kebanyakan individu yang terlahir dengan AIS
mewarisi kromosom X tunggal dengan defek gen yang diturunkan dari ibunya dan bisa
mempunyai saudara kandung dengan kelainan yang sama (tes karier sekarang tersedia
untuk mencari risiko relatif dalam anggota keluarga ketika diagnosis AIS
ditegakkan). Lebih dari 100 mutasi AR di-laporkan menimbulkan beragam fenotip.
Fenotip AIS yang tergolong minimal atau ringan (sindrom infertilitas pada pria dan
undervirilized fertile male syndrome) terjadi akibat salah mutasi dengan kodon
tunggal atau asam amino yang berbeda, sedangkan bentuk komplet dan hampir komplet
dihasilkan dari mutasi yang mempunyai efek besar pada bentuk dan struktur protein.
Sekitar 1/3 kasus AIS adalah mutasi baru. Dalam sebuah kasus CAIS, dilaporkan terdapat
abnormalitas koaktivator AF-1 (activating factor-1).
Defek Reseptor androgen
Penyebab terbanyak AIS adalah mutasi gen penyandi reseptor androgen, yang meng-
hasilkan protein reseptor yang tidak mampu berikatan dengan hormon atau dengan
DNA.4 AIS terjadi akibat berbagai defek ge-netik pada kromosom X yang membuat tubuh
tidak mampu merespons untuk menampilkan fenotip pria. AIS terbagi atas 2 kategori:
A. AIS komplet
Bentuk komplet ini terjadi pada satu dari setiap 20.000 kelahiran hidup.
Ciri-ciri kelainan ini:
- perkembangan penis dan bagian tubuh pria lainnya terganggu,
- anak lahir sebagai perempuan,
- saat pubertas, tanda-tanda seks sekunder (seperti payudara) berkembang, tetapi
menstruasi tidak terjadi dan infertil.
- berpenampilan wanita, tetapi tidak memi-liki uterus, mempunyai sedikit bulu ketiak dan
rambut pubis.
B. AIS inkomplet
Pengidap AIS inkomplit dapat berpe-nampilan sebagai laki-laki atau perempuan.
Banyak terjadi penutupan sebagian bibir vagina luar, pembesaran klitoris, dan vagina
dangkal. Kelainan sangat bervariasi, dapat berupa sindrom Reifensten (disebut juga
sindrom Gilbert-Dreyfus atau sindrom Lubs), yaitu terjadinya perkembangan payudara
pada pria, kegagalan turunnya testis ke dalam skrotum setelah kelahiran, dan
hipospadia). AIS inkomplit ini juga mencakup sekumpulan gejala infertilitas pada pria.

4
II.3 TANDA DAN GEJALA
Pasien yang datang dengan tanda dan gejala berikut harus dicurigai mengidap AIS:
•anak gadis dengan keterlambatan menarke atau amenorea primer,
•perempuan yang mencari penjelasan tentang kesulitan hubungan suami istri,
•perempuan yang berobat karena infertilitas,
•tidak ditemukan testis, uterus, atau ovarium pada seorang pasien,
•hernia inguinalis (kurang lebih 1% pasien yang menjalani operasi hernia inguinalis
ternyata mengidap AIS),
•ditemukan massa di inguinal atau di labia,
•testis berada di dalam abdomen atau tempat lain,
•ditemukan kromosom XY pada perempuan yang diperiksa kariotipe-nya untuk tujuan
lain.
Beragam kelainan akibat insensitivitas androgen
Walaupun banyak mutasi ditemukan, spek-trum manifestasi klinis dibagi menjadi 6
fenotip, yang dihubungkan dengan meningkatnya respons jaringan karena pengaruh
androgen.
•Sindrom insensitivitas androgen komplet (complete androgen insensitivity syn-drome,
CAIS): penampilan wanita komplet, kecuali tidak ada uterus, tuba falopii, atau ovarium,
testis pada abdomen, rambut jarang hingga androgenik.
•Laki-laki dengan mikropenis, hipogonadisme, dan ginekomastia.
•Sindrom Reifeinstein: genitalia ambigu, testis kecil yang terletak di rongga abdomen
atau skrotum, rambut jarang sampai androgenik, ginekomastia semasa pubertas.
•Sindrom infertilitas pada pria: genitalia interna dan eksterna normal, tubuh pria normal
atau female androgyny, virilisasi dan rambut androgenik, berkurangnya
produksi sperma dengan fertilitas normal atau infertil.
•Undervirilized fertile male syndrome: genitalia interna dan eksterna normal dengan
mikropenis, testis di dalam skrotum, rambut androgenik normal, jumlah sperma dan
fertilitas normal atau berkurang.
• X-linked spinal and bulbar muscular atrophy: tubuh dan fertilitas normal atau
hampir normal, ginekomastia semasa remaja yang memberat, degenerasi otot yang terjadi
ketika dewasa.
osteoporosis
Wanita CAIS mempunyai risiko osteoporosis lebih tinggi dibandingkan wanita normal
tetapi tampaknya tidak mempunyai kecenderungan terjadinya fraktur tulang. Densitas
tulang yang rendah tidak selalu dihubungkan dengan penggunaan regimen HRT yang
tidak adekuat atau kapan dilakukan gonadektomi. Diduga kurangnya aktifitas androgen
memberikan kontribusi terhadap wanita AIS partial (PAIS) untuk bertahan, tetapi hal
ini perlu diteliti lebih lanjut.

5
II.5 PEMERIKSAAN DAN TES DIAGNOSTIK
Kebanyakan kasus CAIS didiagnosis melalui:
1.Pada amniosentesis, ditemukan kariotipe laki-laki, tetapi tidak cocok dengan
gambaran USG yang memperlihatkan genitalia wanita,
2. Benjolan pada kanalis inguinalis ditemukan sebagai testis,
3. Pada pembedahan abdomen untuk memperbaiki hernia inguinalis, apendisitis, atau
alasan lain, ditemukan testis pada rongga abdomen, tetapi tidak ada uterus dan ovarium,
4. Pada pemeriksaan kariotipe untuk tujuan lain, ditemukan kariotipe XY,
5. Perempuan, atau keluarganya, yang memeriksakan diri karena menarke ter-lambat
atau amenorea primer,
6. Perempuan yang mencari penjelasan mengenai kesulitan hubungan suami istri,
7. Perempuan yang mencari penjelasan tentang infertilitas,
8. Diagnosis AIS dapat dikonfirmasi dengan mengidentifikasi fungsi gen penyandi
reseptor androgen.
CAIS jarang ditemukan selama kanak-kanak, kecuali ditemukannya massa pada
abdomen atau selangkangan yang ternyata pada eksplorasi pembedahan merupakan
testis. Kebanyakan manusia dengan kondisi ini tidak didiagnosis hingga terjadinya
kegagalan menstruasi atau kesulitan menjadi hamil. AIS inkomplet lebih sering
ditemukan pada masa kanak-kanak karena individu tersebut mungkin mempunyai ciri-
ciri fisik laki-laki sekaligus perempuan. Tes untuk mendiagnosis kondisi ini antara
lain adalah pengukuran kadar testosteron, LH, dan FSH di dalam darah, karyotyping,
serta USG pelvis. Tes darah lainnya dilakukan untuk membedakan antara AIS dan
defisiensi androgen.

DIAGNOSTIK
Evaluasi ambiguitas neonatal dipaparkan secara lengkap pada artikel-artikel
intersex, kebanyakan melalui pemeriksaan USG untuk menentukan ada atau tidaknya
uterus/gonad, kariotipe, dan pengukuran kadar testosteron, DHT, AMH, dan satu
atau lebih steroid adrenal. Pemeriksaan reseptor androgen sekarang sudah tersedia.
AIS merupakan salah satu jenis male un-dervirilization yang tersering. Walaupun
tidak ada uterus dan kariotipe 46XY telah dibuktikan, sejumlah kondisi lainnya
yang secara anatomi mirip, seperti hipoplasia sel Leydig, beberapa defek sintesis
testosteron (meski tidak sering), dan defisiensi 5-reduktase, harus disingkirkan.
Salah satu parameter terpenting untuk mengevaluasi individu yang diduga AIS
adalah respons jaringan yang potensial terhadap testosteron sejak pertumbuhan penis
dan ciri kelamin sekunder laki-laki lainnya yang dipengaruhi oleh hormon itu.
Injeksi testosteron pada bayi, pengukuran pertumbuhan penis, dan pengamatan
kejadian ereksi setelah 2 minggu menunjukkan kapasitas pertumbuhan dan virilisasi
selanjutnya saat pubertas.
6
II.6 TERAPI
Aspek Pengelolaan
Tujuan utama pengelolaan adalah menentukan jenis kelamin, apakah seorang
bayi akan menjadi perempuan atau laki-laki. Penilaian tergantung sebagian dari dugaan
perkembangan pubertas, respons poten-sial dari phallus terhadap testosteron, dan hasil
pembedahan rekonstruksi. Sindrom Reifeinstein (salah satu bentuk AIS) merupakan
salah satu tantangan terbesar karena sering kali menimbulkan dilema saat akan
mengambil keputusan, baik orang tua maupun dokter. Beberapa pilihan yang ada
memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri.
•Penetapan menjadi laki-laki selalu diikuti oleh satu atau lebih operasi pada bayi oleh
urolog anak untuk memperbaiki hipospadia, tertutupnya kantong skrotum di garis
tengah, dan ( jika mungkin) meletakkan testis pada skrotum. Status gonad dan respons
testosteron akan dinilai kembali pada usia 12 tahun. Jaringan payudara dapat
diangkat saat remaja jika memang berlebihan. Gonad sebaiknya diangkat jika
menempatkan testis ke dalam skrotum tidak memungkinkan. Pemberian testosteron
dengan dosis tinggi kadang-kadang mengakibatkan virilisasi lebih lanjut. Hal ini
sering menjadi pilihan orang tua. Penelitian pada orang dewasa yang menjalani
pengelolaan ini melaporkan bahwa mereka merasa nyaman dengan penilaian gender saat
kelahiran dan fungsi seksual genitalianya tersebut, tetapi mereka tidak puas dengan
ukurannya.
•Penetapan menjadi perempuan biasanya diikuti oleh gonadektomi pada masa kanak-
kanak untuk mencegah maskulinisasi lanjut, terutama pada masa pubertas. Sering
kali dilakukan perluasan vagina dan pengurangan ukuran klitoris. Estrogen diberikan saat
pubertas; hal ini mempunyai keuntungan, yaitu jaringan akan lebih sensitif pada masa
yang akan datang terhadap testosteron yang tidak relevan untuk remaja perempuan.
Prose-dur pembedahan yang dilakukan lebih sedikit dibandingkan prosedur penen-tuan
pada laki-laki dan secara kosmetik hasilnya lebih baik, tetapi perempuan yang
mengalami pembedahan dini ini banyak yang mengalami gangguan sensasi dan fungsi
seksual.
•Pilihan ketiga yang dianjurkan pada 10 tahun terakhir ini adalah penentuan laki-laki
atau perempuan dengan menunda semua jenis pembedahan sampai anak tersebut dapat
diajak untuk berkomunikasi tentang identitas seksnya. Pendekatan ini bertujuan
membuat anak lebih mudah untuk menolak atau menerima penentuan gender;
sebelumnya, penentuan gender ditentukan semasa bayi oleh orang tua dan dokter. Selain
itu, anak juga dapat memilih atau menolak pembedahan rekonstruksi yang ditawarkan.
Begitu anak dapat berkomunikasi dengan jelas tentang identitas seksnya, kita harus
menghormati hak anak tersebut. Semua langkah sebaiknya memperhatikan perasaan dan
keinginan anak.

7
Terapi Sulih Estrogen
Begitu testis diangkat, estrogen diperlukan untuk mendukung perkembangan puber-tas,
pertumbuhan tulang, dan menyempur-nakan pertumbuhan tubuh.
Aspek Etik Terapi Medis Ais
Aspek etik untuk menyingkap keadaan sebenarnya meliputi 1) adanya informasi dari
pasien tentang variasi perkembangan organ reproduksi berdasarkan asumsi bahwa dokter
dianggap lebih mampu untuk menentukan apa yang terbaik untuk pasien, 2) prinsip
menyetujui informed consent untuk menyingkap beberapa hal, antara lain diagnosis
pasien, dan partisipasi untuk membuat keputusan yang dipandu oleh konsep
persetujuan yang sepadan dengan kapasitas perkembangan, serta 3) meluasnya tanggung
jawag dokter, karena selain membantu kerahasiaan penderita juga harus memberi
informasi kepada anggota keluarganya bahwa kondisi ini berisiko pada keturunannya.

8
BAB III
Penutup

KESIMPULAN
Penderita AIS dan CAIS perlu mendapat perhatian dari orang tua dan dokter seawal
mungkin demi kelangsungan kehidupan seksual dan psikososialnya. Diagnosis sedini mungkin
dapat diupayakan dengan menggali riwayat keluarga dan penapisan (screening) medis.
Penyuluhan kepada masyarakat, termasuk tokoh masyrakat, harus diintensifkan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Complete Androgen Insensitivity Syndrome: A Rare Case of Disorder of Sex Development

http://dx.doi.org/10.1155/2013/232696

Normalization of the vagina by dilator treatment alone in Complete Androgen Insensitivity


Syndrome and Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser Syndrome

http://humrep.oxfordjournals.org

Androgen insensitivity syndrome: clinical features and molecular defects

10

Anda mungkin juga menyukai