Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH FITOKIMIA

IDENTIFIKASI ALKALOID

OLEH

NAMA : DAHRIAH YUSUF

NIM : PO713251171011

KELAS : 2.A (D.III)

JURUSAN FARMASI
POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
limpahan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul
“Alkaloid” dengan lancar.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan para pembaca mengenai karakteristik, sifat fisika kimia, metode ekstraksi,
serta jurnal/ penelitian dentifikasi/ isolasi dari senyawa alkaloid. Penyusun juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang
kami harapkan. Untuk itu, penyusun mengharapkan adanya kritik, saran, dan usulan demi
perbaikan di masa yang akan datang , mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana
yang membangun.
Melalui kata pengantar ini penyusun terlebih dahulu meminta maaf dan memohon
pemakluman bila mana terdapat kesalahan pada makalah ini. Dan dengan ini penulis menyusun
makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga dapat memberikan manfaat bagi para
pembacanya.

Makassar, 24 juni 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................
C. Tujuan Penulisan..................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Karakteristik Alkaloid..........................................................................
B. Sifat fisika kimia Alkaloid....................................................................
C. Metode ekstraksi...................................................................................
D. Jurnal/penelitian identifikasi/isolasi alkaloid.......................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keanekaragaman flora (biodiversity) berarti keanekaragaman senyawa kimia
(chemodiversity) yang kemungkinan terkandung di dalamnya baik yang berupa
metabolisme primer (metabolit primer) seperti protein, karbohidrat, dan lemak yang
digunakan oleh tumbuhan itu sendiri untuk pertumbuhannya ataupun senyawa kimia dari
hasil metabolisme sekunder (metabolit sekunder) seperti terpenoid, steroid, kumarin,
flavonoid, dan alkaloid. Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang
umumnya mempunyai kemampuan bioaktivitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan
dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri atau lingkungannya. Hal ini
memacu dilakukannya penelitian dan penelusuran senyawa kimia terutama metabolit
sekunder yang terkandung dalam tumbuh-tumbuhan. Seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, seperti teknik pemisahan, metode analisis, dan uji farmakologi.
Senyawa hasil isolasi atau senyawa semi sintetik yang diperoleh dari tumbuhan sebagai
obat atau bahan baku obat.
Sejarah alkaloid hampir setua peradaban manusia. Manusia telah menggunakan obat-
obatan yang mengandung alkaloid dalam minuman, kedokteran, teh dan racun.
Obat-obat yang pertama ditemukan secara kimia adalah opium, getah kering Apium
Papaver somniferum. Opium telah digunakan sebagai obat-obatan dan sifatnya sebagai
analgetik dan narkotik sudah diketahui. Pada tahun 1803, Derosne mengisolasi alkaloid
semi murni dari opium dan diberi nama narkotin. Seturner pada tahun 1805 mengadakan
penelitian lebih lanjut terhadap opium dapat berhasil mengisolasi morfin. Selain itu, pada
tahun 1817-1820 di Laboratorium Pelletier dan Caventon di Fakultas Farmasi di Paris,
melanjutkan penelitian dibidang kimia alkaloid yang menakjubkan. Diantara alkaloid yang
diperoleh dalam waktu singkat tersebut adalah Stikhnin, Emetin, Brusin, Piperin, kaffein,
Quinin, Sinkhonin dan Kolkhisin.
Menurut Cordell (1981), sebagian besar sumber alkaloid adalah tanaman berbunga
(angiospermae). Kebanyakan famili tanaman yang mengandung alkaloid adalah liliaceae,
solamae, solanace dan rubiacea. Karena alkaloid sebagai suatu kelompok senyawa yang
terdapat sebagian besar pada tanaman berbunga, maka para ilmuwan sangat tertarik pada
sistematika aturan tanaman. Kelompok tertentu alkaloid dihubungkan dengan famili
tanaman tertentu.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana karakter senyawa alkaloid?
2. Bagaimana prosedur umum dan prosedur khusus isolasi target, hasil dan kesimpulan
dari senyawa alkaloid?

C. TUJUAN
Mengetahui bagaimana karakter senyawa alkaloid dan bagaimana prosedur umum dan
prosedur khusus isolasi target, hasil dan kesimpulan dari senyawa alkaloid.
BAB II
PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK ALKALOID
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam.
Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai
jenis tumbuhan tingkat tinggi. Sebagian besar alkaloid terdapat pada tumbuhan dikotil
sedangkan untuk tumbuhan monokotil dan pteridofita mengandung alkaloid dengan kadar
yang sedikit. Pengertian lain Alkaloid adalah senyawa organik yang terdapat di alam
bersifat basa atau alkali dan sifat basa ini disebabkan karena adanya atom N (Nitrogen)
dalam molekul senyawa tersebut dalam struktur lingkar heterosiklik atau aromatis, dan
dalam dosis kecil dapat memberikan efek farmakologis pada manusia dan hewan. Sebagai
contoh, morfina sebagai pereda rasa sakit, reserfina sebagai obat penenang, atrofina
berfungsi sebagai antispamodia, kokain sebagai anestetik lokal, dan strisina sebagai
stimulan syaraf (Ikan, 1969). Selain itu ada beberapa pengecualian, dimana termasuk
golongan alkaloid tapi atom N (Nitrogen) terdapat di dalam rantai lurus atau alifatis.
Meyer’s Conversation Lexicons tahun 1896 dinyatakan bahwa alkaloid terjadi secara
karakteristik di dalam tumbuh- tumbuhan, dan sering dibedakan berdasarkan kereaktifan
fisiologi yang khas. Senyawa ini terdiri atas karbon, hidrogen, dan nitrogen, sebagian besar
diantaranya mengandung oksigen. Sesuai dengan namanya yang mirip dengan alkali
(bersifat basa) dikarenakan adanya sepasang elektron bebas yang dimiliki oleh nitrogen
sehingga dapat mendonorkan sepasang elektronnya. Kesulitan mendefinisikan alkaloid
sudah berjalan bertahun-tahun.
Definisi tunggal untuk alkaloid belum juga ditentukan. Trier menyatakan bahwa sebagai
hasil kemajuan ilmu pengetahuan, istilah yang beragam senyawa alkaloid akhirnya harus
ditinggalkan (Hesse, 1981). Garam alkaloid dan alkaloid bebas biasanya berupa senyawa
padat, berbentuk kristal tidak berwarna (berberina dan serpentina berwarna kuning).
Alkaloid sering kali optik aktif, dan biasanya hanya satu dari isomer optik yang dijumpai di
alam, meskipun dalam beberapa kasus dikenal campuran rasemat, dan pada kasus lain satu
tumbuhan mengandung satu isomer sementara tumbuhan lain mengandung enantiomernya
(Gritter, 1995).
B. SIFAT ALKALOID
1. Sifat-Sifat Fisika
Umumnya mempunyai 1 atom N meskipun ada beberapa yang memiliki lebih
dari 1 atom N seperti pada Ergotamin yang memiliki 5 atom N. Atom N ini dapat
berupa amin primer, sekunder maupun tertier yang semuanya bersifat basa (tingkat
kebasaannya tergantung dari struktur molekul dan gugus fungsionalnya) Kebanyakan
alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan kristal tidak larut dengan titik lebur yang
tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Sedikit alkaloid yang berbentuk amorf
dan beberapa seperti; nikotin dan koniin berupa cairan. Kebanyakan alkaloid tidak
berwarna, tetapi beberapa senyawa yang kompleks, species aromatik berwarna (contoh
berberin berwarna kuning dan betanin berwarna merah). Pada umumnya, basa bebas
alkaloid hanya larut dalam pelarut organik, meskipun beberapa pseudoalkalod dan
protoalkaloid larut dalam air. Garam alkaloid dan alkaloid quartener sangat larut dalam
air.
2. Sifat-Sifat Kimia
Kebanyakan alkaloid bersifat basa. Sifat tersebut tergantung pada adanya
pasangan elektron pada nitrogen.Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan
nitrogen bersifat melepaskan elektron, sebagai contoh; gugus alkil, maka ketersediaan
elektron pada nitrogen naik dan senyawa lebih bersifat basa. Hingga trietilamin lebih
basa daripada dietilamin dan senyawa dietilamin lebih basa daripada etilamin.
Sebaliknya, bila gugus fungsional yang berdekatan bersifat menarik elektron (contoh;
gugus karbonil), maka ketersediaan pasangan elektron berkurang dan pengaruh yang
ditimbulkan alkaloid dapat bersifat netral atau bahkan sedikit asam. Contoh ; senyawa
yang mengandung gugus amida.
Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa tersebut sangat mudah mengalami
dekomposisi, terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen. Hasil dari reaksi
ini sering berupa N-oksida. Dekomposisi alkaloid selama atau setelah isolasi dapat
menimbulkan berbagai persoalan jika penyimpanan berlangsung dalam waktu yang
lama. Pembentukan garam dengan senyawa organik (tartarat, sitrat) atau anorganik
(asam hidroklorida atau sulfat) sering mencegah dekomposisi. Itulah sebabnya
dalam perdagangan alkaloid lazim berada dalam bentuk garamnya.

C. METODE EKSTRAKSI

1. Soxhletasi

Soxhlet merupakan ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru,


umumnya dilakukan menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
konstan dengan adanya pendingin balik (kondensor). Disini sampel disimpan
dalam alat soxhlet dan tidak dicampur langsung dengan pelarut dalam wadah
yang di panaskan, yang dipanaskan hanyalah pelarutnya, pelarut terdinginkan
dalam kondensor dan pelarut dingin inilah yang selanjutnya mengekstraksi
sampel.

Prinsip soxhletasi: Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan


cara serbuk simplisia ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas
saring sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat
sehingga menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi
molekul-molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat
aktif di dalam simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan
sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa
kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di
sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah
mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.

Keuntungan metode ini adalah :

a. Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan
terhadap pemanasan secara langsung.
b. Digunakan pelarut yang lebih sedikit
c. Pemanasannya dapat diatur
Kerugian metode ini adalah:
a. Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di
sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan
reaksi peruraian oleh panas.
b. Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui
kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam
wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk
melarutkannya.
c. Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk
menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti
metanol atau air, karena seluruh alat yang berada di bawah kondensor
perlu berada pada temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang
efektif.

Alat soxhlet
2. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Ekstraksi refluks digunakan untuk
mengektraksi bahan-bahan yang tahan terhadap pemanasan.
Prinsip refluks: Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan
cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan
cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada
kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun
kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada
pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambung
an sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali
setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.
Keuntungan metode ini adalah :
Digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai
tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung.
Kerugian metode ini adalah :
Membutuhkan volume total pelarut yang besar dan sejumlah
manipulasi dari operator.

Alat refluks
D. JURNAL IDENTIFIKASI/ ISOLASI SENYAWA ALKALOIDISOLASI,
1. IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID TOTAL DAUN
TEMPUYUNG (Sonchus arvensis Linn) DAN UJI SITOTOKSIK
DENGAN METODE BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)
Yazid Murtadlo, Dra. Dewi Kusrini, M.Si, Dra. Enny Fachriyah, M.Si
Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro
Jalan Prof. Soedarto, Tembalang, Semarang 50275, Telepon (024) 7474754

Ekstraksi: Ekstrak etanol daun tempuyung mengandung alkaloid dan


flavonoid (Wadekar, J., Sawant, R., dkk.,2012). Akar tempuyung
mengandung senyawa alkaloid total sebanyak 0,5 % (Anonim, 2011)
Isolasi Alkaloid Total: Serbuk daun tempuyung kering 650 g
dimaserasi dengan pelarut etanol 96% selama 24 jam. Kemudian dipekatkan
dengan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental dan ditambahkan
asam asetat 10% hingga suasana menjadi asam. Ekstrak larutan asam ini
selanjutnya diekstraksi dengan etil asetat sehingga diperoleh dua lapisan,
lapisan etil asetat dan lapisan asam. Ke dalam lapisan asam kemudian
ditambahkan ammonium hidroksida pekat sampai suasana basa, dilanjutkan
ekstraksi dengan etil asetat kembali. Dari perlakuan ini diperoleh lapisan basa
dan lapisan etil asetat. Lapisan etil asetat inilah yang mengandung senyawa
alkaloid total. Daun tempuyung yang sudah kering di potong dan dihaluskan
menggunakan blender untuk memperluas permukaan pada saat maserasi.
Sehingga senyawa metabolit sekunder yang terkandung pada daun dapat
teisolasi dengan baik. Sebanyak 650 gram daun tempuyung yang sudah halus
di maserasi menggunakan pelarut etanol. Isolat yang didapatkan kemudian
diuapkan pelarutnya menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh
ekstrak kental. Ekstrak yang diperoleh sebanyak 8 garam. Kemudian
dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui senyawa yang terkandung pada
ekstrak daun tempuyung. Hasil uji fitokimia memberikan uji positif terhadap
senyawa alkaloid, flavonoid, saponin dan negatif terhadap senyawa saponin,
fenolik, terpenoid dan steroid.

2. ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA ALKALOID DARI


DAUN ALPUKAT (PERSEA AMERICANA MILL)
Nilda Apriyati Tengo, Nurhayati Bialangi, Nita Suleman
Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA
Universitas Negeri Gorontalo

Ekstraksi: Pada tahap ekstraksi sampel berupa serbuk halus daun


alpukat diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol.
Tahap Maserasi dilakukan selama 4 x 24 jam, setiap 24 jam dilakukan
penyaringan dan dimaserasi kembali dengan memakai metanol yang baru.
Maserat yang diperoleh disatukan dan dievaporasi pada suhu 30-400C dengan
menggunakan alat penguap vakum dan diperoleh ekstrak kental metanol.
Tahap selanjutnya, ekstrak kental metanol disuspensi dengan metanol-air dan
dipartisi dengan pelarut n-heksan, diperoleh fraksi n-heksan dan fraksi air. Fraksi n-
heksan dievaporasi menghasilkan ekstrak n-heksan. Fraksi air dipartisi dengan
pelarut etil asetat diperoleh fraksi air dan fraksi etil asetat. Hasil Partisi dari fraksi-
fraksi dievaporasi pada suhu 30-40°C sampai diperoleh ekstrak air dan ekstrak etil
asetat. Masing-masing ekstrak diuji fitokimia.
Uji Fitokimia: Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa
kimia yang terdapat didalam sampel tumbuhan tersebut dengan menggunakan
modifikasi metode Farnsworth (Sermakkani dan V. Thangapandian 2010). Daun
alpukat diuji fitokimia untuk melihat kandungan metabolit sekunder. Uji Fitokimia
meliputi uji flavonoid, uji alkaloid, uji steroid, terpenoid dan saponin.
Uji Flavonoid: Ekstrak kental metanol 0,1 gr diencerkan dengan
menggunakan metanol 10 mL dan dibagi menjadi 4 tabung reaksi yang berbeda.
Tabung pertama sebagai kontrol, tabung kedua ditambahkan lempengan Mg dan
larutan HCl pekat, tabung ketiga ditambahkan H2SO4 pekat, tabung keempat
ditambahkan NaOH pekat. Hasil uji positif flavonoid jika terjadi perubahan warna
larutan (Harbone, 1987). Pada jurnal didapatkan hasil positif dari ekstrak etil asetat
dan n-heksan hasil dari fraksinasi menunjukkan positif Flavonoida.
Uji Alkaloid: Ekstrak kental metanol sebanyak 0,1 gr dilarutkan dengan 10
mL kloroform amoniak lalu hasilnya dibagi menjadi dua bagian yang sama. Untuk
bagian pertama ditambahkan asam sulfat (H2SO4) 2 N perbandingan volumenya
sama. Lapisan asam diambil dan dibagi menjadi tiga bagian dan dilakukan pengujian
menggunakan pereaksi fitokimia yaitu pereaksi Mayer, pereaksi Dragendroff, dan
pereaksi Wagner. Untuk bagian kedua diuji menggunakan pereaksi Hager. Hasil uji
positif mangandung alkaloid jika terbentuk endapan. Ekstrak etil-asetat dan ekstrak
n-hexan menunjukkan hasil positif karena ada endapan hijau diperkirakan ini ialah
kompleks kalium-alkaloid.
Uji Steroid, terpenoid, Saponin: Ekstrak kental metanol 0,1 g, dilarutkan
dalam 10 mL dietil eter. Bagian ekstrak yang larut dalam dietil eter diberi perlakuan
uji dengan menggunakan pereaksi Lieberman Bauchard (asam asetat anhidrida :
asam sulfat pekat). Terbentuknya warna hijau kebiruan menunjukkan adanya steroid,
sedangkan warna merah kecoklatan menunjukan uji ini positif mengandung
terpenoid. Bagian yang tidak larut dalam dietil eter, diuji dengan cara menambahkan
aquadest panas sebanyak 2 mL. Hasil menunjukkan adanya saponin, jika setelah
penambahan aquadest panas terbentuk buih/busa yang stabil (15 menit setelah
penambahan aquadest panas). Filtrat yang berada dibagian bawah buih/busa di ambil
lalu ditambahkan HCl pekat, dilakukan proses penguapan hingga kering dan
terbentuk kerak. Dilanjutkan dengan uji menggunakan pereaksi Liebarman Bauchard.
Jika terdapat warna hijau kebiruan menunjukkan adanya kandungan senyawa steroid.
Untuk pembentukan warna merah kecoklatan menunjukan adanya senyawa
terpenoid. Dalam jurnal tidak mendapatkan hasil positif pada uji ini.
3. ISOLASI SENYAWA ALKALOID DARI EKSTRAK METANOL DAUN
TUMBUHAN JAMBU KELING
Philippus H Siregar
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155
Sebelum diekstraksi dilakukan destruksi terlebih dahulu, destruksi
sendiri adalah perlakuan untuk melarutkan atau mengubah sampel menjadi
bentuk marteri yang dapat diukur sehingga kandungan berupa unsur-unsur di
dalamnya dapat dianalisis.
Dekstruksi: Daun Jambu keeling didestruksi basah dengan HCL
dalam methanol lalu kemudian dinetralisasi dengan penambahan basa
NH4OH dan terjadi padatan berupa endapan.
Ekstraksi: Endapan dikeringkan dan diektraksi dan direndam dalam
khloroform dan dipekatkan dengan alat rota-evaporator.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan
di alam. Alkaloid biasanya diperoleh dengan cara mengekstrasi bahan tumbuhan
memakai asam yang melarutkan alkaloid sebagai garam, atau bahan tumbuhan
dapat dibasakan dengan natrium karbonat dan sebagainya lalu basa bebas
diekstraksi dengan pelarut organik seperti kloroform, eter, dan sebagainya.
Alkaloid dapat diperoleh dengan cara ekstraksi dan fraksinasi. Karaketerisasi dari
alkaloid juga dapat dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer Infra Red
dan Spektrofotometer Uv-Vis.
DAFTAR PUSTAKA

Cordell, Geoffrey A. 1981. Introduction to Alkaloids. John Wiley & Sons : New York

Manfred Hesse. 1986. Alkaloid Chemistry, A Wiley-Intersciance Publicatin. John


Wiley & Sons : New York.

Gritter, R. J. 1991. Pengantar Kromatografi Terbitan ke-2. ITB : Bandung.

Widi, Restu Kartiko. 2007. Penjaringan dan Identifikasi Senyawa Alkaloid dalam
Batang Kayu Kuning (Arcangelisia Flava Merr) (Screening and
Identification of Alkaloid Compounds in Kayu Kuning Stem (Arcangelisia
Flava Merr)). Jurnal ILMU DASAR, Vol. 8 No. 1.

Anda mungkin juga menyukai