Anda di halaman 1dari 18

1

Analisis Simplisia dengan


Kromatografi Lapis Tipis (KLT)







Dipresentasikan pada
Seminar Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alaudin Makassar
Pada Hari Senin, 18 Juli 2011

Disusun Oleh :
Mukhriani, S.Si, Apt
Nip. 19760117201002001



PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDIN MAKASAAR
2011


DAFTAR ISI

BAB I Pendahuluan .................................................................................................. 1
BAB II Rumusan Masalah ......................................................................................... 4
BAB III TinjauanPustaka ............................................................................................ 5
A. Simplisia ............................................................................................... 5
B. Arti dan jenis kromatografi ................................................................... 5
C. Analisis Simplisia dengan KLT .......................................................... 10
1. Penyediaan Larutan zat yang diperiksa ........................................ 10
2. Lempeng KLT ............................................................................... 12
3. Cairan elusi ................................................................................... 12
4. Pereaksi penampak ...................................................................... 13
I. Penutup ..................................................................................................... 14
a. Kesimpulan ......................................................................................... 14
b. Saran ................................................................................................... 14
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 15








1
BAB I
PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia
yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tingkat tinggi. Hingga saat ini, tercatat
7000 spesies tanaman telah diketahui khasiatnya namun kurang dari 300 tanaman yang
digunakan sebagai bahan baku industri farmasi secara regular. WHO pada tahun 2008
mencatat bahwa 68 % penduduk dunia masih menggantungkan sistem pengobatan
tradisional yang mayoritas melibatkan tumbuhan untuk menyembuhkan penyakit dan
dari 80 % penduduk dunia menggunakan obat herbal untuk mendukung kesehatan
mereka. Fakta fakta tersebut menunjukkan bahwa tumbuhan obat memiliki arti
penting yakni secara mendasar mendukung kehidupan maupun potensi perdagangan
(SBOA 2011).
Terkait dengan tumbuhan obat, secara umum dapat ditemukan dalilnya pada
hadist nabi yang berbicara tentang penyakit dan obat sebagai berikut :

) (

Terjemahannya :
Dari Abu Hurairah Ra. dari Nabi Saw. bersabda; Allah tidak menurunkan
penyakit kecuali Dia Juga menurunkan obatnya. (H.R. Al-Bukhari, VII, 12)
Selain itu, terdapat pula hadis yang diriwayatkan pula oleh Muslim dari Jabir ra.
bahwa Rasulullah bersabda:
2

) (


Terjemahannya :
Dari Jabir dari Rasulullah Saw. bersabda: Setiap penyakit ada obatnya, maka
apabila didapati obat yang cocok untuk menyembuhkan sesuatu penyakit itu
akan hilang dengan seizin Allah Azza wajallah. (H.R. Muslim, IV, 1729)

Islam sangat menghargai bentuk-bentuk pengobatan yang didasari oleh ilmu
pengetahuan melalui, penelitian, dan eksperimen ilmiah. Oleh karena itu, setiap
pengobatan hendaklah ditangani oleh para ahlinya (Qaradhawi 2001, 159).
Meskipun demikian bukan berarti obat obat itu yang menyembuhkan tetapi
tetap atas izin Allah. Dalam Al-quran Allah SWT menyebutkan tentang tanaman yang
ada dimuka bumi ini. Diantaranya Allah SWT berfirman dalam Q.S. Lukman/31 : 10
4-UE= g4OEOO- )OO4)
l4E Og4+u4O> W _O^4 O)
^O- =/<44O p EOg>
7) O+44 OgOg }g` ]7
lO+.-E1 _ 4L^4O^4 =}g`
g7.EOO- w7.4` E4u-4^
OgOg }g` ] uEe CjOE
^
Terjemahannya :
Meletakkan gunung gunung (dipermukaan) bumi supaya bumi itu tidak
menggoyangkan kamu ; dan memperkembangkan biakkan padanya segala macam jenis
binatang, dan kami turunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan padanya
segala macam tumbuh- tumbuhan yang baik.
3

Maksud ayat tersebut adalah menghendaki agar manusia senantiasa bersyukur
atas segala pemberian Allah melalui tumbuh tumbuhan yang memiliki manfaat untuk
kepentingan manusia baik pencegahan maupun penyembuhan penyakit.
Dewasa ini bahan alam khususnya tumbuhan telah banyak diteliti oleh para ahli
untuk dikembangkan menjadi suatu bahan obat, mengingat negara kita kaya akan
berbagai jenis tumbuhan yang memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, salah
satu diantaranya dalam pengobatan yang biasa dikenal dengan obat tradisional.
Mengingat obat tradisional memiliki peran penting dalam bidang kesehatan
bahkan bisa menjadi produk andalan Indonesia maka perlu dilakukan upaya penetapan
standar mutu dan keamanan ekstrak tanaman obat. Rangkaian proses melibatkan
berbagai metode analisis baik analisis kualitatif maupun kuantitatif (SBOA 2011).
Pokok pembahasan makalah ini terkait dengan analisis simplisia dengan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Simplisia yang bermutu adalah simplisia yang
memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia dan Materi Medika Indonesia. Dimana
kontrol kualitas merupakan parameter yang digunakan dalam proses standarisasi suatu
simplisia. Parameter standarisasi simplisia meliputi parameter non spesifik dan spesifik.
Parameter non spesifik lebih terkait dengan faktor lingkungan dalam pembuatan
simplisia sedangkan parameter spesifik terkait langsung dengan senyawa yang ada
dalam tanaman, atau bertanggung jawab terhadap aktivitas farmakologis(SBOA 2011).
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengindentifikasi simplisia berdasarkan
kelompok kandungan kimianya. Kelompok kandungan kimia simplisia nabati pada
umumnya sebagai berikut : Alkaloid, Flavanoid, Minyak Atsiri, Saponin, steroid ,
Glikosida, Tanin dan lain lain.
4





4
BAB II
RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang timbul permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana prinsip kromatografi lapis tipis ?
2. Metode kromatografi apa yang paling cocok digunakan dalam laboratorium
farmasi ?



5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah
dikeringkan. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan
keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya
dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa
hewan utuh, bagian hewan atau zat zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan
belum berupa zat kimia murni. Simplisia pelikan adalah simplisia yang berupa bahan
mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa
zat kimia murni (MMI, 1989).
Dalam perdagangan tidak selalu mungkin untuk memperoleh simplisia yang
sepenuhnya murni ; bahan asing yang tidak berbahaya dalam jumlah yang sangat kecil
yang terdapat dalam simplisia ataupun yang ditambahkan atau dicampurkan, pada
umumnya tidak merugikan. Simplisia harus bebas dari serangga, fragmen hewan atau
kotoran hewan ; tidak menyimpan bau dan warnanya tidak boleh mengandung lendir
dan cendawan atau menunjukkan pengotoran yang lain; tidak mengandung bahan lain
yang beracun atau berbahaya (MMI, 1989).
B. Arti dan jenis Kromatografi
Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk pemisahan tertentu. Cara
ini dikenalkan oleh TSWETT, ia telah menggunakan untuk pemisahan senyawa
7

senyawa yang berwarna, dan nama kromatografi diambillkan dari senyawa yang
berwarna. Meskipun demikian pembatasan untuk senyawa- senyawa yang berwarna tak
lama dan hampir kebanyakan pemisahan pemisahan secara kromatografi sekarang
diperuntukkan pada senyawa senyawa yang tak berwarna (Sastrohamidjojo, 1985).
Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit analit
dalam sampel terdistribusi antara dua fase yaitu fase diam dan gerak. Fase diam dapat
berupa bahan padat dalam bentuk molekul kecil atau dalam bentuk cairan yang
dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding kolom. Fase gerak dapat
berupa gas atau cairan. Jika gas digunakan sebagai fase gerak maka prosesnya dikenal
sebagai kromatografi gas. Dalam kromatografi cair dan juga kromatografi lapis tipis,
fase gerak yang digunakan selalu cair (Rohman, 2009).
Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan
yangmemisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir butir (fase diam), ditempatkan
pada penyangga berupa plat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan
dipisah berupa larutan , ditotolkan berupa berupa bercak atau pita (awal). Setelah plat
atau lapisan ditaruh didalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang
cocok ( gambar 2). Alasan untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan bahwa
kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan
kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya ditempatkan kertas saring yang terbasahi oleh
pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut.
Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan) (gambar 2). Karena
pelarut bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang berbeda dari
8

campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak
sebagai perbedaan bercak warna.



Gambar 1 . Bejana berisi KLT sebelum pengembangan









Gambar 2 : bejana berisi plat KLT sebelum pengembanga.
9

Untuk campuran yang tidak diketahui, lapisan pemisah (sifat penjerap)
dan sistem larutan pengembang harus dipilih dengan tepat karena keduanya
bekerjasama untuk mencapai pemisahan. Selain itu hal yang juga penting
adalah memilih kondisi kerja yang optimum yang meliputi sifat pengembangan,
jarak pengembangan , atmosfer bejana dan lain- lain . Jarak pengembangan
senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf atau hRf.
Rf = Jarak titik pusat bercak dari titik awal
Jarak garis depan dari titik awal
Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua
desimal. hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai
berjangka 0 100. Jika keadaan luar misalnya sifat penjerap yang agak
menyimpang, menghasilkan kromatogram yang agak menyimpang,
menghasilkan kromatogram yang secara umum menunjukkan angka Rf lebih
rendah atau lebih tinggi, maka sistem pelarut harus diganti dengan yang lebih
sesuai. Jika angka hRf lebih tinggi dari hRf yang dinyatakan, kepolaran pelarut
harus dikurangi, jika hRf lebih rendah maka komponen polar pelarut harus
dinaikkan (Stahl 1985).
Sifat sifat umum dari penyerap- penyerap untuk kromatografi
lapis tipis adalah mirip dengan sifat sifat penyerap untuk kromatografi kolom.
Dua sifat penting dar penyerap adalah besar partikel dan homogenitasnya,
karena adhesi terhadap penyokong sangat tergantung pada mereka. Besar
partikel yang biasa digunakan adalah 1 25 mikron . Partikel yang butirannya
sangat kasar tidak akan memberikan hasil yang memuaskan dan salah satu
alasan untuk menaikkan hasil pemisahan adalah menggunakan penyerap yang
10

butirannya halus. Kebanyakan penyerap yang digunakan adalah silika gel. Silika
gel yang digunakan kebanyakan diberi pengikat yang dimaksudkan untuk
memberi kekuatan pada lapisan dan menambah adhesi pada gelas penyokong.
Pengikat yang digunakan kebanyakan kalsium sulfat. Tetapi biasanya dalam
perdagangan silika gel telah diberi pengikat. Jadi tidak perlu mencampur sendiri
dan diberi nama dengan kode silika gel G (Sastrohamijojo 1985).
Pembagian kromatogafi dapat dibedakan atas berbagai macam,
tergantung pada pengelompokannya. Berdasarkan mekanisme pemisahannya
kromatografi dibedakan menjadi :
a. Kromatografi adsorpsi
Berdasarkan pada teradsorpsinya zat padat pada adsorben. Digunakan
untuk zat padat dalam pelarut organik dan tidak terionisasi misalnya KLT,
KK.
b. Kromatografi Partisi
Tergantung pada partisi zat padat (solut) diantara dua pelarut yang tidak
dapat bercampur (fase diam dan fase gerak).
c. Kromatografi penukar ion
Proses yang mana solut solut ion dalam fase gerak dapat bertukaran
dengan ion yang bermuatan sama yang terikat secara kimiawi pada fase
diam.
d. Kromatografi ekslusi
Tidak ada interaksi yang spesifik antara solut dengan fase diam.
Pemisahan didasarkan pada ukuran molekul fase diam. Kromatografi ini
11

sangat dipengaruhi oleh perbedaan bentuk struktur dan ukuran molekul.
e. Kromatografi afinitas
Fase diam digunakan pengembang makromolekul dengan gugus fungsi
yang mempunyai afinitas yang jelas atau mempunyai kemampuan bereaksi
terhadap molekul yang hendak ditentukan.
Berdasarkan alat yang digunakan , kromatografi dapat dibagi atas :
a. Kromatografi kertas
b. Kromatografi Lapis tipis
c. Kromatografi cair kinerja tinggi
d. Kromatografi gas (Rohman 2009).
C. ANALISIS SIMPLISIA DENGAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)
Analisis dengan KLT dapat digunakan untuk mengidentifikasi simplisia yang
kelompok kandungan kimianya telah diketahui.
Kelompok kandungan kimia tersebut antara lain :
1. Alkaloid
2. Antraglikosida
3. Arbutin
4. Glikosida Jantung
5. Zat pahit
6. Flavonoid
7. Saponin
8. Minyak atsiri
9. Kumarin dan asam fenol karboksilat
12

10. Valepotriat
I. Penyediaan larutan zat yang diperiksa
1. Alkaloid
Ditimbang 1 g serbuk simplisia, kemudian dibasahi dengan 1 ml
amonia encer P. Bahan disari dengan 5 ml metanol P dilakukan dengan
cara dikocok pada suhu 60C selama 15 menit. Filtrat sebanyak 20 l
atau 100 l digunakan untuk pemeriksaan KLT.
2. Antraglikosida, Arbutin, zat pahit dan flavonoid
Ditimbang 1 g serbuk simplisia, kemudian disari dengan 5 ml
metanol P. penyarian dilakukan dengan cara dipanaskan di atas tangas air
selama 15 menit. Filtrat sebanyak 20 l atau 100 l digunakan untuk
pemeriksaan KLT.
3. Saponin
Ditimbang 1 g serbuk simplisia, kemudian disari dengan 5 ml
metanol P. penyarian dilakukan dengan cara dipanaskan di atas tangas air
selama 15 menit. Sari diuapkan sampai diperoleh 1 ml, kemudian
ditambah dengan 0,5 ml air dan 3 ml butanol P, sambil dikocok. Filtrat
sebanyak 20 l atau 100 l digunakan untuk pemeriksaan KLT.
4. Glikosida Jantung
Ditimbang 1 g serbuk simplisia, kemudian disari dengan 5 ml
metanol P 50 % dan 10 ml larutan timbal (II) asetat LP. Campuran
dipanaskan di atas tangas air selama 10 menit. Filtrat setelah dingin disari
2 kali, masing-masing dengan 10 ml diklormetana P. Sari dikumpulkan,
13

kemudian diuapkan. Sisa dilarutkan dalam campuran diklormetana P dan
metanol P. (1:1). Filtrat sebanyak 100 l digunakan untuk pemeriksaan
KLT.
5. Minyak atsiri, Kumarin, asam fenol karboksilat dan valepotriat
Ditimbang 1 g serbuk simplisia, kemudian disari dengan 10 ml
diklormetana P. Penyarian dilakukan dengan cara direfluks 15 menit.
Filtrat yang diperoleh kemudian diuapkan sampai kering. Sisa dilarutkan
dalam 1 ml toluena P. Filtrat sebanyak 20 l atau 100 l digunakan untuk
pemeriksaan KLT.
B. Lempeng KLT
Lempeng yang digunakan lempeng silikagel 254P dengan ukuran 10 cm
x 10 cm. Lempeng dapat berupa lempeng kaca atau lempeng lain yang cocok.
Untuk menentukan kelompok kandungan kimia suatu simplisia sekurang-
kurangnya diperlukan 10 lempeng.
C. Cairan elusi
1. Dietil eter- toluene (1:1)
Cairan elusi dijenuhkan dengan larutan asam setat P 10% digunakan
untuk mengelusi pemeriksaan KLT yang mengandung Kumarin.
2. Kloroform- etanol-asam asetat glasial (94:5:1)
Digunakan untuk mengelusi pemeriksaan KLT yang diduga mengandung
minyak atsiri.
3. Kloroform-metanol-air
14

Digunakan untuk mengelusi pemeriksaan KLT yang mengandung
saponin.
4. Toluene-etil asetat-dietilamin (70:20:10)
Digunakan untuk mengelusi pemeriksaan KLT yang mengandung
alkaloid.
D. Pereaksi penampak
Pereaksi penampak adalah larutan pereaksi yang digunakan untuk
menyemprot lempeng KLT agar bercak yang terjadi dapat jelas terlihat.
1. Anisaldehid-asam sulfat P
Untuk mengamati minyak atsiri, saponin, zat pedas dan lain-lain.
2. Dragendroof
Untuk mengamati alkaloid.
3. Antimon (III) klorida
Untuk mengamati glikosida jantung, saponin (Ditjen POM 1987).










14
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Diantara berbagai jenis teknik keromatografi, kromatografi lapis tipis (KLT)
adalah paling cocok untuk analisis obat dilaboratorium farmasi. Metode ini hanya
memerlukan investasi yang kecil untuk perlengkapan, menggunakan waktu yang
singkat untuk menyelesaikan analisis dan memerlukan jumlah cuplikan yang kecil,
kebutuhan ruangan yang minimun dan penanganannya sederhana.
Metode KLT didasarkan pada terdistribusinya sampel antara dua fase yaitu fase
diam dan fase gerak. Fase diam berupa bahan padat yang dilapiskan pada pendukung
padat (silika gel), fase gerak berupa cairan larutan pengembang, dimana pemisahan
terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan).
B. Saran
Perlunyan penelitian penelitian lebih lanjut untuk tanaman obat (simplisia)
yang belum diketahui kandungan kimianya dengan menggunakan kromatografi lapis
tipis.





16

DAFTAR PUSTAKA

Sastrohamidjojo Hardjono, (1985 ), Kromatografi, Edisi kedua, Liberty ,
Yogyakarta
Dirjen POM, (1995), Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta
Dirjen POM, (1989), Materi Medika Indonesia Jilid V, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta
Dirjen POM, (1987), Analisis Obat Tradisional Jilid I, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta
Saifuddin Azis et all.,(2011), Standarisasi Bahan Obat Alam Edisi Pertama, Graha
Ilmu, Yogyakarta
Rohman, (2009), Kromatografi untuk Analisis Obat, Graha Ilmu, Yogyakarta
Stahl Egon, (1985), Analisis Obat secara Kromatografi dan Mikroskopi, ITB,
Bandung
Al-Bukhari, Al-Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin
Bardazbah al-Jafi, Shahih al-Bukhari, Jilid VII, Semarang : Maktabah Toha
Putra
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Jakarta : Proyek Pengadaan
Kitab Suci Al-Quran Departemen Agama RI, 1986/1987

Anda mungkin juga menyukai