Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA I

GRUP F

“SKRINING FITOKIMIA DAN PENGUJIAN AKTIVITAS


ANTIBAKTERI EKSTRAK HERBA PEGAGAN (CENTELLA ASIATICA
L)”

DOSEN PENGAMPU :

Sylvia Rizky Prima, M.Farm, Apt

DISUSUN OLEH:

Fransiska Yeni Alus 1643050107


Irma Nofianti 1643050066
Serly Ariyanni 1643050170
Sunarci 1543050028
Trya Lestari 1643050022

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA


FAKULTAS FARMASI
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
1. Mahasiswa dapat memahami macam-macam jenis ekstraksi.
2. Mahasiswa mampu melakukan fraksinasi pada simplisia dengan baik dan
benar.
3. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan skrining fitokimia pada
Herba Pegagan dengan baik dan benar.
4. Mahasiswa mampu mengidentifikasi senyawa yang terkandung dalam
Herba Pegagan.
5. Mahasiswa dapat menghitung nilai reedmen dari proses ekstrasi.

1.2 Tinjauan Pustaka


1.2.1 Klasifikasi Herba Pegagan

Menurut (Lasmadiwati, et al., 2003) klasifikasi dari pegagan


(Centella asiatica L. Urban) adalah sebagai berikut.

Kingdom : Plantae

Division : Spermatophyta

Sub division : Angiospermae

Class : Dicotyledonae

Ordo : Umbilaferae

Family : Apiaceae

Genus : Centella

Speies : Centella asiatica (L). Urban


Gambar 2.1 Pegagan (Centella asiatica L. Urban) (Lasmadiwati, et al., 2003).

1.2.2 Nama Daerah

Tumbuhan ini dijumpai di berbagai daerah di Indonesia dengan


nama:

Melayu : Daun kaki kuda, Daun penggaga

Minangkabau : Pugago

Jakarta : Pegagan

Sunda : Antanan, Antanan bener, Cowet gompeng

Jawa : Gagan-gagan, Gangganan, Kerok batok, Pacul


gowang, Rendeng, Calingan rambat

Madura : Kos-tekosan

Makasar : Pagaga

Bugis : Tungke-tungke

Halmahera : Kori-kori

Ternate : Koliditi manora

Irian : Dagauke, Santanan

1.2.3 Morfologi

Helai daun tunggal, berbentuk ginjal, dan bertangkai


dengan panjang berkisar 5-15 cm. Tepi daun bergerigi tersusun
dalam roset yang terdiri dari 2=10 helai daun. Bunganya berwarna
puitih atau merah muda, tunggal atau sejumlah 3-5 bunga
munculbersamaan dari ketiak daun. Buah pegagan berukuran kecil,
berbentuk lonjong atau pipih dengan panjang 2-2,5 mm, beraroma
wangi, dan berasa pahit. Bagian yang digunakan sebagai sebagai
herbal adalah seluruh bagian tanaman pegagan (Herlina, 2013).
Pegagan (Centella asiatica L. Urban) merupakan tumbuhan
berbiji tertutup dan berkeping dua. Merupakan tanaman herba yang
berpotensi dalam hal farmakologi (Dasuki, 1991). Pegagan
memiliki akar rimpang yang pendek serta mempunyai geragih
(Savitri, 2006). Akar keluar dari buku dan berupa akar tunggang
berwarna putih. Stolon tumbuh dari sistem perakaran, memiliki
ukuran yang panjang dan tumbuh menjalar. Pada setiap buku dari
stolon akan tumbuh tunas yang akan menjadi cikal bakal tumbuhan
pegagan baru (Winarto & Surbakti, 2003).

Tumbuhan pegagan merupakan tumbuhan terna menahun


tanpa batang, tetapi dengan rimpang pendek dan stolon-stolon yang
merayap dengan panjang 1-80 cm, akar keluar dari setiap bonggol,
banyak cabang yang membentuk tumbuhan baru. Helai daun
tunggal berbentuk ginjal. Tepinya bergerigi atau beringgit, dengan
penampang 1-70 cm tersusun dalam roset yang terdiri atas 2-10
helai umumnya dengan tulang daun menjari, ujung dau
membundar, permukaan daun umumnya licin kadang-kadang agak
berambut. Bunga berwarna putih atau merah muda, tersusun dalam
karangan berupa payung, tunggal atau 3-5 bersama-sama keluar
dari ketiak daun. Gagang perbungaan 5 mm sampai 50 mm, lebih
pendek dari tangkai daun. Bunga umumnya 3, yang ditengah
duduk, yang disamping bergagang pendek; daun pelindung 2,
panjang 3 mm sampai 4 mm, bentuk bundar telur; tajuk berwarna
merah lembayung, panjang 1 mm sampai 1,5 mm, lebar sampai
0,75 mm. Buah pipih, lebar lebih kurang 7 mm dan tinggi lebih
kurang 3 mm, berlekuk dua, jelas berusuk, berwarna kuning
kecokelatan dan berdinding agak tebal. Buah kecil bergantung
yang bentuknya lonjong atau pipih, baunya wangi dan rasanya
pahit (RI, 1989).

Gambar 2.1 Bagian-bagian dari Tumbuhan Pegagan (Centella


asiatica L. Urban) 1 ) Herba pegagan dengan susunan daun
dalam roset akar 2) Tangkai daun dengan pangkal menyerupai
pelepah 3) dan 4) Susunan tulang daun 5) Bunga (Herlina,
2013).

1.2.4 Penyebaran
Pegagan (Centella asiatica L. Urban) berasal dari wilayah
Asia tropis. Pegagan memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap
lingkungan tumbuhnya. Tanaman terna liar ini mampu tumbuh dari
daerah rendah hingga dataran tinggi (1-2500 mdpl). Namun,
ketinggian tempat yang optimum sekitar 800-900 mdpl dengan
curah hujan 1500-2500 mm/tahun. Pegagan menyukai tanah yang
agak lembab dan cukup mendapat sinar matahari dengan intensitas
cahaya 30-40%, seperti padang rumput, pinggir selokan, dan
sawah. Pegagan memiliki perakaran yang dangkal, sehingga tidak
tahan terhadap kekeringan. Biasanya tanaman ini digunakan
sebagai tanaman penutup di perkebunan (Herlina, 2013).
Pegagan (Centella asiatica L. Urban) merupakan tanaman
liar yang banyak tumbuh di perkebunan, tepi jalan, di daerah
persawahan, di sela-sela rumput, di tanah yang agak lembab
ataupun ternaungi, dan dapat ditemukan di dataran rendah sampai
dataran tinggi (2500 mdpl). Pegagan (Centella asiatica L. Urban)
termasuk slah satu tumbuhan yang paling banyak dipakai sebagai
bahan ramuan obat tradisional. Pegagan (Centella asiatica L.
Urban) berasal dari daerah Asia tropik dan tumbuh besar di
berbagai negara seperti Filiphina, Cina, India, Sri Langka,
Madagaskar, Afrika, dan Indonesia (RI, 1977).

1.2.5 Kandungan Kimia Herba Pegagan


Kandungan kimia pegagan adalah glikosida triterpenoid,
triterpenoid, alkaloida, asam amino, dan asam lemak. Komponen
minyak atsiri pegagan adalah sitronelal, linalool, neral, mentol,
linalil asetat, dan sitronelil asetat. Pegagan memiliki kandungan
asiaticoside, thankuniside, isothanksuniside, madecassoside,
brahmoside, brahmic acid, brahminoside, madasiatic acid,
centelloside, carotenoids, hydrocotylin, vellarine, tanin serta garam
mineral seperti kalium, natrium, magnesium (Harborne, 1987).
Pengagan mengandung tiga masam triterpenoid yaitu asiatikosida,
asam asiatat, dan asam madekasat.
COOH
OH

OH
HOH3C

Asam Asiatikat

COOH
OH

OH
CH3OH
HO

Asam Madekasat

OH H
OH H H H
H OH
H OH OH H H
H OH O O OH
H
H OH CH3
O O H H
C CH3 O O H
HO
O CH2OH

HO
HOH3C

Asiatikosida

1.2.6 Kegunaan Pegagan


Sejak dahulu, daun pegagan telah digunakan secara turun-
temurun untuk mengobati penyakit kuliut, mengatsai gangguan
saraf, dan memperbaiki peredaran darah. Bahkan, daun pegagan
kerap dikonsumsi sebagai lalapan pleh masyarakat di jawa barat.
Seiring dengan perkembangan teknologi, daun pegagan kemudian
diekstrak dan diolah dalam bentuk teh, kapsul, krim, salep, obat
jerawat dan body lotion (Mardiana, 2012).

Herba pegagan dipilih sebagai bahan utama karena


termasuk salah satu tanaman unggulan menurut BPOM. Beberapa
penelitian telah dilakukan mengenai aktivitas herba pegagan
sebagai obat kusta, antiseptik, diuretik, immunidulator, penyembuh
luka, antioksidan (Winarto & Surbakti, 2003).

Kegunaan lainnya adalah untuk mengobati keracunan


arsenik, hipertensi, ambeien, mata merah, bengkak, sakit kepala,
muntah darah, batuk darah, batu ginjal, infeksi hepatitis, campak
(measles), batuk, mimisan dan penambah nafsu makan (Winarto &
Surbakti, 2003).

Pegagan kaya asiaticiside, thankuniside, medecassoside,


brahmoside, brahminoside, madastic acid, vitamin B1, B2, dan B6
yang berfungsi untuk meregenerasi sel dan meningkatkan
kesuburan. Pegagan memiliki senyawa golongan triterpenoid yang
bernama asiaticosida yang mampu meningkatkan daya ingat,
konsentrasi dan kewaspadaan. Cara kerjanya dengan melancarkan
sirkulasi pasokan oksigen dan nutrisi ke sel otak (Herlina, 2013).

1.2.7 Sediaan
Sediaan yang mengandung campuran triterpenoid dari
pegagan beredar di Indonesia dengan nama dagang Madecassol®,
buatan Laroche Navarone (Perancis). Sediaan ini berbentuk tablet
10 mg/tablet, salep 10 mg/g, serbuk tabur 20 mg/g dan kasa steril 1
g/lapis. (Anonim, 2010)
1.2.8 Triterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal


dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari
hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualen. Triterpenoid merupakan
golongan terbesar dari senyawa terpenoid. (Harborne, 1987)

Triterpenoid secara kualitatif dapat dikenali dengan pereaksi


Lieberman-Burchard yang memberikan warna merah jingga sampai
ungu. Sebagian besar triterpenoid mempunyai 4 atau 5 cincin yang
bergabung dengan pola yang sama. Sedangkan gugus fungsinya
tertentu, seperti adanya ikatan rangkap, -OH, -COOH, keton, aldehid,
gugus asetoksi, cincin oksida, atau lakton. (Harborne, 1987)

1.2.9 Sumber Triterpenoid

Triterpenoid di alam tersebar luas pada tumbuh-tumbuhan dan


beberapa jenis hewan. Triterpenoid yang berasal dari tumbuh-
tumbuahn, umumnya mempunyai kerangka struktur pentasiklik,
sedangkan triterpenoid yang berasal dari hewan mempunyai
kerangka struktur tetrasiklik. (Harborne, 1987)

Triterpenoid saponin atau glikosida triterpenoid adalah suatu


senyawa yang apabila dihidrolisa akan menghasilkan sapogeni
berupa triterpenoid dan molekul gula. Triterpenoid saponin banyak
dijumpai pada tumbuhan tingkat tinggi, terutama pada famili
Caryophyllaceae, Sapindaceae, Polygalaceae, Sapotaceae,
Chenopodiaceae, Papaveraceae, Myrtaceae, Umbelliferrae, dan
Cucurbitae. (Harborne, 1987)

Sterol adalah triterpenoid dengan bentuk dasar cincin


siklopentan perhidrofenantren, berguna sebagai bahan dasar hormon
sex, asam empedu dan sebagainya. Sterol mulanya hanya ditemukan
pada hewan tapi pada saat ini ditemukan pada tumbuhan, yang
dikenal dengan fitosterol. Fitosterol ini terutama ditwemukan pada
tumbuhan tingkat rendah, hanya beberapa yang ditemukan pada
tumbuahn tingkat tinggi. (Harborne, 1987)

Kardenolida atau glikosida jantung adalah racun yang banyak


berkhasiat farmakologi didapat dari Scrophulariaceae, Apocynaceae,
Moraceae, Asclepiaceae. (Harborne, 1987)

1.2.10 Sifat Fisika dan Kimia Triterpenoid


Triterpenoid tidak berwarna, berbentuk kristal, dan sering
mempunyai titik lebur yang tinggi. Secara umum triterpenoid sulit
ditentukan sifatnya karena kurang reaktif. Sifat kimia triterpenoid
pada dasarnya harus dipandang sebagai reaksi-reaksi dari gugus
fungsi yang dikandungnya , misalnya 3  -Hidroksil menunjukkan
semua sifat dari alkohol sekunder. (Harborne, 1987)

1.2.11 Biosintesis Triterpenoid

Reaksi pembentukan triterpenoid dimulai dari asam asetat yang


diaktifkan oleh koenzim-A, bergabung membentuk asam asetoasetat.
Asam asetoasetat dengan asetil koenzim-A akan bergabung
membentuk rantai karbon bercabang berupa asam mefalonat. Asam
mefalonat mengalami reaksi fosforilasi, eliminasi asam fosfat dan
proses dekarboksilasi membentuk isopentil piropospat (IPPP), dan
berisomerisasi menjadi dimetil alilpiropospat (DMAPP) dengan
bantuan enzim isomerase. IPPP sebagai unit isopren aktif akan
bergabung secara kepala ke ekor dengan DMAPP, penggabungan ini
merupakan langkah pertama dari siklinasi isopren untuk membentuk
senyawa terpenoid. IPPP dan DMAPP akan menghasilkan geranil
piropospat (GPP), yang merupakan senyawa antara bagi semua
senyawa monoterpenoid. (Harborne, 1987)

Pengabungan IPPP dengan GPP akan membentuk senyawa


Farsenil piropospat (FPP), yang merupakan senyawa antara bagi
semua senyawa seskuiterpenoid. Pembentukan triterpenoid adalah
merupakan pengabungan FPP yang menghasilkan skualen. Skualen
dapat membentuk lebih dari 20 macam kerangka tritepenoid,
tergantung pada konformasi skualen yang mengalami proses
multisiklinasi. (Harborne, 1987)

1.2.12 Metoda Ekstraksi

Ekstraksi didasarkan pada perpindahan massa komponen


zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada
lapisan antar muka, kemudian berdifusi ke dalam pelarut dan
setelah pelarut diuapkan maka zat aktifnya akan diperoleh (Adrian,
2000).

Tujuan Ekstraksi yaitu penyarian komponen kimia atau zat-


zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis
hewan termasuk biota laut. Komponen kimia yang terdapat pada
tanaman, hewan dan beberapa jenis ikan pada umumnya
mengandung senyawa-senyawa yang mudah larut dalam pelarut
organik (Adrian, 2000).

Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman


adalah pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke
dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut
dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan
berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai
terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam
dan di luar sel (Adrian, 2000).

Jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah (Tobo,


2001) :

1) Secara panas seperti refluks dan destilasi uap air karena


sampel langsung dipanaskan dengan pelarut; dimana
umumnya digunakan untuk sampel yang mempunyai
bentuk dan dinding sel yang tebal.
2) Secara dingin misalnya maserasi, perkolasi, dan soxhlet.
Dimana untuk maserasi dilakukan dengan cara merendam
simplisia, sedangkan soxhlet dengan cara cairam penyari
dipanaskan dan uap cairan penyari naik ke kondensor
kemudian terjadi kondensasi dan turun menyari simplisia.

Adapun cara-cara ekstraksi adalah :

1) Maserasi

Metode maserasi merupakan cara penyarian yang


sederhana, yang dilakukan dengan cara merendam serbuk
simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada
temperatur kamar terlindung dari cahaya (Adrian, 2000).

Metode maserasi digunakan untuk menyari


simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah
larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin,
tiraks dan lilin (Adrian, 2000).

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah


cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana
dan mudah diusahakan (Adrian, 2000).
Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama
dan penyariannya kurang sempurna (Adrian, 2000).
Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya (Adrian,
2000):

Pada proses ini digunakan pelarut etanol 70 % karena bersifat


polar yang dapat menarik senyawa organik, tidak toksik, serta titik
didih cukup rendah 79°C sehingga mudah untuk dihilangkan ketika
larut dengan senyawa organic. (Rusdji, 1988)

Ekstrak selanjutnya diuapkan sampai seluruh pelarutnya


menguap. Apabila senyawa yang dikandung ekstrak berupa senyawa
tunggal maka hasil yang diperoleh akan berbentuk kristal. Apabila
ekstrak bercampur dengan komponen lain, maka diperlukan proses
lebih lanjut untuk memisahkan masing-masing komponen. (Rusdji,
1988)

1.2.13 Bagan Skrining (INI SALAH BAGANNYA, COBA CEK LAGI)

Simplisia Kering & Halus

Diekstraksi dengan heksan

Heksan Ampas
(diuapkan) (dikeringkan)

Sari Kloroform Ampas dikeringkan


(disari dengan etil alkohol)

Sari Metanol Hidrolisa

+ HCl 2N
+ Etil alkohol

Sari APT (bersifat asam) Etil Asetat


1.2.14 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu


penelitian fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran
tentang golongan senyawa yang terkandung dalam tanaman yang
sedang diteliti. Metode skrining fitokimia dilakukan dengan melihat
reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu pereaksi warna.
Hal penting yang berperan penting dalam skrining fitokimia adalah
pemilihan pelarut dan metode ekstraksi(Kristianti dkk., 2008).

Skrining fitokimia atau penapisan kimia adalah tahapan awal


untuk mengidentifikasi kandungan kimia yang terkandung dalam
tumbuhan, karna pada tahap ini kita bisa mengetahui golongan
senyawa kimia yang dikandung tumbuhan yang sedang kita uji/teliti
(Kristianti dkk., 2008).
Metode yang digunakan dalam skrining fitokimia harus
memiliki persyaratan : (Kristianti dkk., 2008)
 metodenya sederhana dan cepat
 peralatan yang digunakan sesedikit mungkin
 selektif dalam mengidentifikasi senyawa-senyawa tertentu
 dapat memberikan informasi tambahan mengenai keberadaan
senyawa tertentu dalam kelompok senyawa yang diteliti.

1.2.15 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu tehnik yang


sederhana dan banyak digunakan.Metode ini menggunakan lempeng
kaca atau lembaran plastik yang ditutupi penyerap untuk lapisan
tipis dan kering bentuk silika gel, alomina, selulosa dan
polianida.Untuk menotolkan larutan cuplikan pada lempeng kaca,
pada dasarnya dgunakan mikro pipet/ pipa kapiler.Setelah itu,
bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengulsi di dalam
wadah yang tertutup (Rudi, 2010).

Pemisahan campuran dengan cara kromatografi didasarkan


pada perbedaan kecepatan merambat antara partikel-partikel zat
yang bercampur pada medium tertentu. Dalam kehidupan sehari-
hari pemisahan secara kromatografi dapat kita temui pada rembesan
air pada dinding yang menghasilkan garis-garis dengan jarak
tertentu ( Sukarmin , 2004).
Tinta hitam merupakan campuran beberapa warna. Kita dapat
memisahkan campuran warna tersebut dengan cara kromatografi.
Pemisahan warna tinta dapat dilakukan dengan cara : ( Sukarmin ,
2004)
· Tinta diteteskan pada ujung kertas saring (1,5 cm dari ujung)
· Tinta dibiarkan hingga mongering
· Ujung kertas saring dimasukkan dalam air sedalam 1 cm dan kertas
saring dipasang tegak
· Air akan merambat naik
· Tinta akan ikut merambat naik dan memisah menjadi beberapa
Warna
Penentuan jumlah komponen senyawa dapat dideteksi dengan
kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menggunakan plat KLT yang
sudah siap pakai. Terjadinya pemisahan komponen-komponen pada
KLT dengan Rf tertentu dapat dijadikan sebagai panduan untuk
memisahkan komponen kimia tersebut dengan menggunakan kolom
kromatografi dan sebagai fasa diam dapat digunakan silika gel dan
eluen yang digunakan berdasarkan basil yang diperoleh dari KLT
dan akan lebih baik kalau kepolaraan eluen pada kolom
kromatografi sedikit dibawah kepolaran eluen pada KLT (Lenny,
2006).
Pada hakekatnya KLT merupakan metoda kromatografi cair
yang melibatkan dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak.Fasa
geraknya berupa campuran pelarut pengembang dan fasa diamnya
dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan
penyerap (kromatografi cair-padat) atau berfungsi sebagai
penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair).Fasa diam
pada KLT sering disebut penyerap walaupun berfungsi sebagai
penyangga untuk zat cair di dalam sistem kromatografi cair-
cair.Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap
pada KLT, contohnya silika gel (asam silikat), alumina (aluminium
oksida), kiselgur (tanah diatomae) dan selulosa.Silika gel
merupakan penyerap paling banyak dipakai dalam KLT (Iskandar,
2007).
BAB II

METODE PENELITIAN

2.1 Alat dan Bahan

2.1.1 Alat

No. Nama Alat Jumlah


1. Maserator 1
2. Erlenmeyer 3
3. Gelas ukur 100ml 1
4. Gelas ukur 10 ml 1
5. Beaker glass 500ml 2
6. Corong 1
7. Corong pisah 1
8. Cawan uap 3
9. Penangas uap 1
10. Tabung reaksi 10
11. Rak tabung 1
12. Penjepit kayu 1
13. Plat tetes 1
14. Alumunium foil 1
15. Kertas saring (5x5cm) 4

2.1.2 Bahan

No. Nama Bahan Jumlah


1. Simplisia Herba Pegagan 100 g
halus dan kering
2. Etanol 70% 1,5 L
3. Heksan 200 ml
4. Etil asetat 500 ml
5. Metanol 500 ml
6. KOH 0,5% 100 ml
7. CHCl3 100 ml
8. H2SO4(P) 100 ml
9. Asam asetat anhidrat 100 ml
10. NH4OH 100 ml
11. HCl 2N 100 ml
12. Meyer 100 ml
13. Dragendorf 100 ml
14. Bouchardad 100 ml
15. Amil alkohol 100 ml
16. Logam Mg 3 keping

2.2 Prosedur Kerja dan Hasil Pengamatan

No. Prosedur Kerja Hasil Pengamatan

Timbang simplisia kering &


1. Simplisia di timbang sebanyak 100 g
halus 100g

Etanol 70% diukur sebanyak 500ml


dan dimasukan dalam maserator
Ukur pelarut (Etanol 70%) 500ml
2. dan campur dalam simplisia. Dan bersamaan dengan simplisia
diamkan selama 24 jam. pegagan 100. Kemudian didiamkan
selama 29 jam.

Setelah didiamkan selama 29 jam,


Pelarut diganti sebanyak yang
3. ekstrak disaring, ekstrak pelarut
diambil dan didiamkan kembali
selama 24 jam.
diambil (465ml) dan diganti pelarut
baru (etanol 70%) sebanyak 465ml.
(Ekstrak pertama)

Setelah didiamkan selama 24 jam,


Pelarut diganti sebanyak yang ekstrak disaring, ekstrak pelarut
4. diambil dan didiamkan kembali
diambil (480ml) dan diganti pelarut
selama 24 jam
baru (etanol 70%) sebanyak 480ml.
(Ekstrak ke-2)

Setelah didiamkan 22 jam, ekstrak


5. Ekstrak disaring dan diuapkan disaring dan didapatkan campuran
pelarutnya. ekstrak dan pelarut sebanyak 475ml.
(ekstrak ke-3). Ekstrak pelarut 1,2,3
diuapkan sampai kering.

Ekstrak pelarut pertama, Ekstrak pelarut pertama diambil


6.
dilakukan fraksinasi dengan 100ml, ditambah 100ml aqua dest,
heksan dengan perbandingan ditambah 100ml heksan dalam
1:1
corong pisah. Kemudian kocok
sampai terbentuk dua lapisan.

Didapatkan sari heksan sebanyak


7. Sari heksan difraksinasi kembali
222ml, kemudian ditambahkan etil
dengan etil asetat sebanyak 1:1
asetat 222ml dan dikocok kembali
dengan corong pisah hingga
terbentuk dua lapisan.

Sari etil asetat difraksinasi Didapatkan sari etil asetat sebanyak


8.
kembali dengan metanol 155ml, kemudian ditambahkan
sebanyak 1:1 metanol 155ml dan dikocok kembali
dengan corong pisah hingga
terbentuk dua lapisan.

Didapatkan sari metanol sebanyak

9. 310ml karena tidak terbentuk dua


Uapkan masing-masing sari
lapisan namun ekstrak larut dalam
heksan, sari etil asetat dan sari
metanol sampai 10 ml untuk metanol. Kemudian tiap sari heksan,
dilanjutkan dalam skrining sari etil asetat dan sari metanol
fitokimia. diuapkan sampai 10ml untuk
skrining fitokimia.

2.2.1 Skrining Fitokimia Sari Heksan

No. Cara Identifikasi Teori Hasil Pengamatan Ket.

1. Identifikasi Minyak Jika sari heksan Tercium bau (+)


Atsiri ditambahkan Alkohol aromatis lemah
- Sari heksan yang akan menghasilkan
sudah di uapkan bau aromatis, positif
ditambahkan 2mL mengandung minyak
Alkohol atsiri
2. Identifikasi Lemak dan Jika terdapat tetesan Terdapat butiran- (+)
Asam Lemak minyak, positif butiran minyak
- Sari heksan yang mengandung minyak
sudah di uapkan lemak
ditambahkan 2mL
Alkohol
- Lakukan pengabunan
dengan
menambahkan KOH
0,5%
3. Identifikasi Sterol dan Jika terbentuk cincin - Terbentuk (+)
Triterpenoid : cincin merah Terpenoid
- Sari heksan yang - Hijau/Merah = kecoklatan
sudah di uapkan Terpenoid - Terbentuk
ditambahkan CHCl₃ - Hijau/Biru = cincin warna ( + ) Steroid
dan H₂SO₄ (P) Steroid biru
4. Pemeriksaan Alkaloid - Dengan Meyer - Terbentuk (+)
- Simplisia halus terbentuk endapan sedikit endapan
ditambahkan CHCl₃ putih putih
dan NH₄OH - Dengan - Terbentuk
kemudian disaring Dragendorf butir-butir (-)
- Filtrate ditambahkan terbentuk endapan minyak
HCl 2N / H₂SO₄ 2N coklat atau jingga - Berwarna
kemudian dikocok, - Dengan coklat (+)
dan dibagi dalam 3 Bouchardad
tabung reaksi terbentuk endapan
- Masing-masing cokelat
tabung direaksikan
dengan Meyer,
Dragendorf dan
Bouchardad

2.2.2 Skrining Fitokimia Sari Etil Asetat

No. Cara Identifikasi Teori Hasil Pengamatan Ket.


1. Pemeriksaan alkaloid a. Dengan a. Sedikit a. (+)
simplisia halus (+) Meyer ↓putih b. (-)
CHCL3 (+) NH4OH → →↓putih b. Terbentuk c. (+)
saring ad ekstrak. b. Dengan butir-butir
Ekstrak → (+) Dragendrof minyak
HCl/H2SO4 2N, kocok →↓coklat/ji c. Larutan
→ bagi jadi 3 tabung. ngga coklat
Masing-masing tabung c. Dengan
direaksikan dengan Bouchardat
meyer, dragendorf & →↓coklat
bouchardad
2. Pemeriksaan Flavonoid Membentuk warna Tidak terbentuk (-)
Ekstrak (+) HCL(P) (+) merah, bila (+) amil warna merah
logam Mg → dinginkan alcohol →
(+) amil alcohol warna merah naik
→ (+)
Warna merah di
bawah → (+)
Flavonoid & Tanin
3. Pemeriksaan sterol dan Jika terbentuk Terbentuk cincin (+) terpen
Terpenoid cincin: merah
a. Sari etil asetat Hijau/merah →
yang sudah terpenoid
diuapkan (+) Hijau/biru → sterol
CHCl3 (+)
H2SO4 (P) Jika berwarna:
b. Ektrak dalam Ungu/merah Terbentuk warna (+) sterol
plat tetes (+) coklat→ Terpen hijau kebiruan
H2SO4 (+) Ungu/biru→ terpen
Asam Asetat
Anhidrat

2.2.3 Skrining Fitokimia Sari Metanol

No. Identifikasi Hasil Pengamatan Teori Ket.

1. Pemeriksaan Alkaloid - Dengan Meyer Sedikit (+)


Simplisia halus + CHCL3 endapan putih endapan putih
+ NH4OH -> Saring Ad
Ekstrak

Ekstrak -> + - Dengan Dragendroft Sedikit lemak


endapan coklat/jingga (-)
HCL/NH4OH 2N Kocok
-> Bagi jadi 3 tabung - Dengan Bouchardad
masing masing tabung endapan coklat Bulir lemak
direaksikan dengan (+)
Meyer,Dragendroft dan
Bouchardad

2. Pemeriksaan Flavonoid Membentuk warna Tidak (-)


Ekstrak + HCL (p) + merah bila ditambah berbentuk
logam Mg -> Dinginkan + Amil alkohol -> warna merah
Amil alkohol warna merah naik ->
(+) Flavonoid

Warna merah
dibawah -> (+)
Flavonoid dan Tanin
3. Pemeriksaan Sterol dan Jika terbentuk cincin Terbentuk (+)
Terpenoid Cincin merah Terbentuk
Hijau / merah -> Terpenoid
a.Sari metanol yang sudah Terpenoid
-> + CHCL3 + H2SO4
(p) Hijau / biru -> Sterol

b.Sari metanol + H2SO4 Jika berwarna :


(p) + Asam asetat Ungu/merah/coklat -> Berwarna
anhidrat Terpen coklat (+) Sterol

Hijau/biru -> Sterol

2.2.4 Prosedur Kerja dan Hasil Pengamatan KLT

No. Prosedur Kerja Hasil Pengamatan


1.
B

2.3 Perhitungan Rendemen

Rendemen menggunakan satuan persen (%). Semakin tinggi nilai


rendemen yang dihasilkan menandakan nilai ekstrak yang dihasilkan
semakin banyak.
Kualitas ekstrak yang dihasilkan biasanya berbanding terbalik
dengan jumlah rendamen yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai rendamen
yang dihasilkan maka semakin rendah mutu yang di dapatkan. Adapun
rumus untuk menghitung rendamen sebagai berikut:
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
Nilai rendemen herba pegagan = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑆𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑋 100%

5,4 𝑔
= 𝑋 100%
100 𝑔

= 5,4%
BAB III

PEMBAHASAN

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui nilai rendemen ekstrak etanol herba
pegagan yang diperoleh dan mengetahui golongan metabolit sekunder yang
terdapat pada herba pegagan. DITULISNYA TUJUAN UTAMA DULU DARI
PRAKTIKUM TERSEBUT BARU TUJUAN YG LAINNYA Percobaan
dilakukan dengan melakukan skrining fitokimia ekstrak etanol herba pegagan dan
perhitungan rendemen hasil ekstraksi. PERTAMA KALI YANG DILAKUKAN
PASTI EKSTRAKSI DULU, BARU DIJELASIN TENTANG SKRINING.
SELANJUTNYA KLT DAN UJI ANTIBAKTERI. Skrining fitokimia yang
dianalisa berupa alkaloid,asam lemak dan lemak, flavanoid, steroid, tannin,
saponin. Namun dikarenakan tidak adanya reagen maka skrining fitokimia tannin
dan saponin tidak dilakukan.

Pegagan (Centella asiatica (L.). Urb) berasal dari suku Apiaceae. Pegagan
banyak tumbuh di Indonesia dan daerah beriklim tropis lainnya. Pegagan banyak
digunakan dalam terapi berbagai penyakit di Indonesia seperti terapi suportif
untuk penyakit jantung dan pembukuh darah, terapi penyakit kulit seperti panu,
kadas dan kurap, antiepilepsi, obat luka, digunakan pada saluran cerna.

Metabolit sekunder tumbuhan memiliki peranan bagi tumbuhan yaitu


memberikan mekanisme pertahanan terhadap bakteri, virus, dan jamur serta dapat
digunakan sebagai prekursor sintesis obat. Metabolit sekunder dibagi menjadi tiga
grup yaitu terpenoid, fenol dan nitrogen containing compound.

Terpenoid terdiri dari monoterpen dan seskuiterpen, diterpen, triterpen dan


tetraterpen. Fenol banyak terdapat di makanan, obat dan sediaan aromatik. Daun
pegagan mengandung komponen fitokimia seperti alkaloid, flavanoid, tanin,
terpenoid, saponin, steroid, dan protein.

Pada pemeriksaan triterpenoid dari pegagan (Centella asiatica (L) Urban)


yang digunakan adalah bagian daunnya yang telah disortir terlebih dahulu. Daun
pegagan (Centella asiatica (L) Urban) yang digunakan merupakan daun yang
telah kering. Tujuan digunakan daun yang telah kering agar simplisia bertahan
lama dan tidak berjamur.

Ekstraksi herba pegagan dilakukan dengan cara maserasi dengan


menggunakan pelarut etanol 70% yang dilakukan di Laboratorium Farmasi
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta. Simplisia herba pegagan sebanyak 100 gram
dimaserasi dalam 500ml etanol selama 1X24 hari HAMPIR SEBULAN? dan
sesekali diaduk. Setelah 1X24 jam, pelarut diganti baru sebanyak yang di ambil.
Ekstrak hasil maserasi kemudian diuapkan untuk menghasilkan ekstrak kental.

Ekstraksi herba pegagan dilakukan dengan metode maserasi menggunakan


pelarut etanol 70%. Pemilihan metode ini karena metode ini mudah, menghasilkan
rendemen yang tinggi, serta meminimalisir kerusakan senyawa kimia karena
maserasi tidak disertai panas, walaupun menghasilkan rendemen yang lebih kecil
dibandingkan metode lain.

Pelarut yang digunakan adalah etanol dengan konsentrasi 70%, dimana


ekstraksi degan etanol 70% dapat menyari zat aktif berupa asiakosida paling
banyak dibandingkan pelarut etanol 30% dan 50%. Penelitian ini tidak
menggunakan etanol 96% karena etanol 96% akan banyak melarutkan klorofil
sehingga ekstrak akan sangat lengket dan sulit untuk dikeringkan.

Proses maserasi kemudian dilanjutkan dengan pembuatan ekstrak kental


dimana hasil maserasi dikumpulkan kemudian diuapkan menggunakan waterbath.
Setelah diperoleh ekstrak kental selanjutnya dilakukan perhitungan rendemen
ekstrak dan pengujian kandungan fitokimia ekstrak. Perhitungan rendemen
ekstrak dilakukan dengan melakukan penimbangan ekstrak kental herba pegagan.

Ekstrak etanol herba pegagan yang dihasilkan berwarna coklat kehitaman.


Rendemen ekstrak etanol herba pegagan diperoleh berdasarkan perbandingan
ekstrak etanol herba pegagan kental dengan berat awal dikalikan 100%. Hasil
rendemen ekstrak etanol herba pegagan sebesar 5,4%. Rendemen ini
menunjukkan banyaknya senyawa bioaktif yang larut dalam pelarut etanol.
Selanjutnya dilakukan skrining fitokimia untuk mengetahui jenis senyawa bioaktif
yang larut dalam etanol. DIBAHAS BAIK ATAU BURUK KALAU NILAI
RENDEMEN YANG DI DAPAT SEGITU

Pada skrining fitokimia sari heksan menunjukan adanya kandungan


minyak atsiri berupa hasil pengujian dengan alcohol yang dipanaskan
menimbulkan bau aromatis. Mengandung lemak dan asam lemak dengan
penyabunan KOH 0,5% Nampak butiran- butiran minyak pada dinding tabung
reaksi. Mengandung terpenoid dengan membentuk cincin berwarna merah
kecoklatan dengan kloroform dan asam sulfat pekat. Serta steroid dengan asam
sulfat pekat dan asam asetat anhidrat membentuk warna biru kehijauan.
Mengandung alkaloid dengan pengujian reagen mayer membentuk sedikit
endapan putih dan reagen bouchardad membentuk larutan coklat, namun tidak
bereaksi dengan reagen degrendorf. Sehingga dapat disimpulkan pelarut heksan
dapat menarik senyawa minyak atsiri, asam lemak dan lemak, steroid dan
terpenoid serta alkaloid dalam simplisia pegagan.

Pada skrining fitokimia sari etil asetat menunjukan adanya kandungan


alkaloid dengan pengujian reagen mayer membentuk sedikit endapan putih dan
reagen bouchardad membentuk larutan coklat, namun tidak bereaksi dengan
reagen degrendorf. Mengandung lemak dan asam lemak dengan penyabunan
KOH 0,5% Nampak butiran- butiran minyak pada dinding tabung reaksi.
Mengandung terpenoid dengan membentuk cincin berwarna merah kecoklatan
dengan kloroform dan asam sulfat pekat. Serta steroid dengan asam sulfat pekat
dan asam asetat anhidrat membentuk warna biru kehijauan. Sehingga dapat
disimpulkan pelarut etil asetat dapat menarik senyawa steroid dan terpenoid serta
alkaloid dalam simplisia pegagan.

Pada skrining fitokimia sari metanol menunjukan adanya kandungan


alkaloid dengan pengujian reagen mayer membentuk sedikit endapan putih,
namun tidak bereaksi dengan reagen degrendorf dan reagen bouchardad.
Mengandung lemak dan asam lemak dengan penyabunan KOH 0,5% Nampak
butiran- butiran minyak pada dinding tabung reaksi. Mengandung terpenoid
dengan membentuk cincin berwarna merah kecoklatan dengan kloroform dan
asam sulfat pekat. Serta steroid dengan asam sulfat pekat dan asam asetat anhidrat
membentuk warna biru kehijauan. Sehingga dapat disimpulkan pelarut metanol
dapat menarik senyawa steroid dan terpenoid serta alkaloid dalam simplisia
pegagan.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan kesimpulan sebagai


berikut :

1. Daun pegagan (Centella asiatica (L) Urban) mengandung senyawa


triterpenoid, diantaranya adalah asam asitik, asam madekasat, dan
asam asiatikosida yang merupakan senyawa mayor.
2. Selain triterpenoid, tumbuhan ini juga mengandung senyawa minor
yang bukan triterpenoid seperti : alkaloid, asam amino, asam lemak,
thankuniside, isothankuniside, mesoinositol, centellose, caretenoids,
garam-garam mineral seperti garam kalium, natrium magnesium,
kalsium, besi, zat semak dan tennin. Komponen minyak atsiri pegagan
seperti citronelol, linalool, neral, mentol, vellarine (campuran antara
damar dan minyak terbang).
3. Rendemen yang didapatkan adalah 5,4 % BAIK ATAU BURUK?

4.2 Saran

Demi kelancaran dan kesuksesan dari percobaan yang dilakukan,


maka praktikan menyarankan kepada praktikan selanjutnya agar lebih
teliti, hati-hati dan serius dalam melaksanakan percobaan. Serta
kelengkapan peralatan dan bahan baik pelarut maupun reagen lebih
dilengkapi sehingga setiap uji dapat dilakukan tanpa gagal karena
ketidakadaan bahan.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

Adrian, peyne, 2000. Analisa Ekstraktif Tumbuhan Sebagai Sumber Bahan


Obat”. Pusat Penelitian. Universitas Negeri Andalas.

Anonim. 2010. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 9, 2009/2010.


Jakarta: Penerbit Asli (MIMS Pharmacy Guide).

Besari, Ismail, dkk. 1995. Kimia Organik Universitas. Bandung: PT Armico.

Dasuki, U. A., 1991. Sistematika Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB.

Djamal, Rusdji. 1988. Prinsip-prinsip Dasar Bekerja dalam Bidang KBA. Padang:
Unand.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan


Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB. Hal 71, 76, 84-85, 96-97, 99, 102
dan 147.

Herlina, E., 2013. Diabetes Kandas Berkat Herbal. Pertama penyunt. Jakarta: FM
Media.

Iskandar, Yusuf. 2007. Karakteristik Zat Metabolit Sekunder Dalam Ekstrak


Bunga Krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) Sebagai Bahan
Pembuatan Biopestisida.FMIPA. Semarang.

Kristianti, A. N, N. S. Aminah, M. Tanjung, danB. Kurniadi. 2008. Buku Ajar


Fitokimia.Surabaya: Jurusan Kimia LaboratoriumKimia Organik FMIPA
UniversitasAirlangga. P.47-48.

Lasmadiwati, E., Hermiwati, M. M. & Indriani, Y. H., 2003. Pegagan


Meningkatkan Daya Ingat, Membuat Awet Muda, Menurunkan Gejala Stress,
Meningkatkan Stamina. Jakarta: Penebar Swadaya.
Lenny, S. 2006. Senyawa Flavanoida, Fenilpropanida dan Alkaloida, Karya
Ilmiah Departemen Kimia Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

Mardiana, L., 2012. Daun Ajaib Tumpas Penyakit. Pertama penyunt. Jakarta:
Penebar Swadaya.

Mojab F, Kamalinejad M, Ghaderi N, Vahidipour HR. Phytovhemical Screening


of Some Species of Iranian Plants. Iranian Journal of Pharmaceutical
Researh. 2003; 77-82

Pramono S, Ajiastuti D, Standarisasi Ekstrak Herba Pegagan (Centella asiatica


(L.)Urban.) Berdasarkan Kadar Asiatikosida Secara KLT-Densitometri.
Majalah Farmasi Indonesia. 2004; 15(3): 118-12

RI, D. K., 1977. Materia Medika Indonesia. Jakarta: Dirjen Pengawasan Obat dan
Makanan.

RI, D. K., 1989. Vademikum Bahan Obat Alam. Jakarta: Dirjen Pengawasan Obat
dan Makanan.

Rudi,L. 2010. Penuntun Dasar-Dasar Pemisahan Analitik. Universitas Haluoleo.


Kendari.

Savitri, E. S., 2006. Studi Morfologi Tumbuhan Gulma Yang Berpotensi Sebagai
Obat Di Lingkungan UIN Malang. Jurnal Saintika, Volume 3, p. 02.

Singh D, Singh P, Gupta A, Solanki S, Sharma E, Nema R. Qualitative Estimation


of the Presence of Bioactive Compound in Centella Asiatica : An
Important Medicine Plant. International Journal of Life Science and
Medical Science. 2012; Vol 2, Iss. 1: 5- 7

Sukarmin. 2004. Materi dan Perubahannya. Direktorat Pendidikan Menegah


Kejuruan. Direktorat Jendral Dasar dan Menegah.Departemen Pendidikan
Nasional.

Sundari I, Identifikasi Senyawa dalam Ekstrak Etanol Biji Buah Merah (Pandanus
conoideus Lamk). Universitas Sebelas Maret; 2010
Ubulom P, Akpabio E, Udobi CE, Mbon R. Antifungal Activity of Aqueous and
Ethanolic Extracts of Picralima nitida Seeds on Aspergillus flavus,
Candida albicans and Microsporum canis. Pharmaceutical Biotechnology.
2011; 3(5): 57-60

Winarto, W. P. I. & Surbakti, I. M., 2003. Khasiat dan Manfaat Pegagan. Jakarta:
Agro Media Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai