Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Meningkatnya prevalensi masalah kesehatan dilingkungan masyarakat

membuat masyarakat Indonesia cenderung menggunakan obat-obatan sintetik

yang banyak beredar di pasaran untuk mengatasi permasalahan kesehatannya.

Seiring dengan itu, muncul kekhawatiran terkait dengan efek samping yang

mungkin ditimbulkan oleh obat-obatan sintetik sehingga, muncul pola pikir

dari masyarakat untuk menggunakan obat-obatan yang berasal dari bahan

alam, khususnya tanaman karena dianggap memiliki efek samping minimal

dibandingkan obat-obatan sintetik.

Tanaman adalah salah satu sumber obat-obatan alami yang memiliki efek

samping minimal dibanding obat-obatan sintetik, namun obat yang berasal

dari tanaman berupa ekstrak tanaman umumnya memiliki kelarutan yang

rendah dan berakibat pada bioavailabilitas oral yang kurang maksimal, serta

memerlukan dosis yang cukup besar dalam penggunaannya untuk mencapai

efektivitas terapi. Pengobatan secara tradisional dengan memanfaatkan

tanaman berkhasiat obat ini merupakan pengobatan yang diakui masyarakat

dunia dan menandai kesadaran kembali kealam (back to nature) untuk

mencapai kesehatan yang optimal dan mengatasi berbagai penyakit secara

alami (Wijayakusuma, 2000).

Tanaman pala (Myristica fragrans houtt) merupakan tanaman asli


indonesia yang berasal dari kepulauan maluku. Kemasyhuran pala sebagai
tanaman rempah sudah dikenal sejak abad ke 16. Dalam perdagangan
internasional, pala indonesia dikenal dengan nama “banda nutmeg”.

1
Sampai saat ini indonesia merupakan produsen pala terbesar didunia.
Sebagai acuan untuk meningkitkan produktivitas dan mutu pala tersebut,
secara tersambung akan disajikan pedoman teknis budidaya pala.
Berasal dari maluku (misalnya ambon), kini ditanam dinegara-
negara tropis, dan dikepulauan antilia. Dikenal diindia dibawa oleh bangsa
hindu yang telah menetap dijawa dan dikepulauan bagian timur. Dari india
sampai irian dan eropa, biji pala dan fulinya digunakan sebagai bumbu dan
obat. Tanaman ini biasa ditanam di kebun dan tempat lain pada ketinggian
sekitar 1000 m dari permukaan laut. Pala merupakan tumbuhan obat-
obatan yang seringkali disebut difarmakope, ramuan obat-obatan nasional
atau ditulis sebagai resep resmi, serta dipergunakan sekurang-kurangnya di
23 negara.
Pala ( Myristica fragrans) merupakan tumbuhan berupa pohon
yang berasal dari kepulauan banda,maluku. Akibat nilainya yang tinggi
sebagai rempah-rempah,buah dan biji pala telah menjadi komoditi
perdagangan yang penting sejak masa romawi. Pala disebut-sebut dalam
ensiklopedia karya plinius “si-tua”. Semenjak jaman eksplorasi eropa pala
tersebar luas didaerah tropika lain seperti mauritius dan karibia (pulau
grenada). Istilah pala juga dipakai untuk biji pala yang diperdagangkan.
Tumbuhan ini berumah dua (dioecius) sehingga dikenal pohon
jantan dan poohon betina. Daunnya berbentuk ellips langsing. Buahnya
berbentuk lonjong seperti lemon, berwarna kuning, berdaging dan
beraroma khas karena mengandung minyak atsiri pada daging buahnya.
Bila masak, kulit dan daging buah membuka dan biji akan terlihat
terbungkus fuli yang berwarna merah. Satu buah menghasilkan satu bijji
coklat. (Talamond et al, 2008; luo et al, 2012 dalam renggani, 2016).
Dilihat dari banyaknya kandungan dari biji pala tersebut maka

diharapkan dengan disusunnya makalah ini masyarakat dapat dengan

mudah memanfaatkan tanaman tersebut dalam bentuki simplisia.

2
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan simplisia ?
b. Bagaimana cara pembuatan simplisia Biji Pala (Mangifera indica L.)?
1.3. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan simplisia
b. Untuk mengetahui bagaimana cara pembuatan simplisia biji pala
(Mangifera indica L. )
1.4. Manfaat Penulisan
a. Masyarakat dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan simplisia dan
bagaimana cara pembuatan simplisia
b. Sebagai penambah pengetahuan dan konsep keilmuan, khususnya tentang
manfaat dan kegunaan biji pala (myristiceae semen)

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Simplisia


Simplisia adalah bahan alami yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain
berupa bahan yang dikeringkan (Depkes RI, 1979).
Simplisia dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
a. Simplisia nabati
Simplisia nabati merupakan simplisia yang dapat berupa tanaman utuh,
bagian tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan dari ketiganya. Eksudat
merupakan inti sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan
cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat
berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu
dipisahkan atau disolasi dari tanamannya (Anonim, 1989).
b. Simplisia hewani
Simplisia hewani merupakan simplisia berupa hewwan utuh atau zatzat
berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni
(Gunawan, 2004).
c. Simplisia pelikan atau mineral
Simplisia mineral merupakan simplisia berupa bahan pelikan atau mineral
yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa bahan kimia murni (Gunawan, 2004).
Serbuk simplisia adalah suatu simplisia kering yang telah diserbukkan
atau telah mengalami pengolahan seperti dihaluskan dengan derajat tertentu.
Tujuan dari pembuatan serbuk simplisia adalah untuk memudahkan dalam
pengemasan, pemakaian dan dalam pembuatan ekstrak dari bahan simplisia
tersebut (Anonim, 2008).
Derajat halus serbuk dinyatakan dengan nomor pengayak. Ika derajat
halus suatu serbuk dinyatakan dengan 1 nomor dimaksudkan bahwa semua
melalui pengayak dengan 2 nomor dimaksudkan bahwa semua serbuk dapat

4
melalui pengayakan dengan nomor terrendah dan tidak leboh dari 40%
melalui pengayak. Pengayak dibuat dari kawat logam atau bahan lain yang
cocok dengan penampang melintang ang sama diseluruh bagian. Jenis
pengayak dengan nomor yang menunjukan umlah lubang tiap cm dihitung
searah dengan panjang kawat (Anonim, 2000).
Faktor yang berpengaruh untuk menjamin keseragaman senyawa aktif
keamanan maupun kegunaannya, maka simplisia harus memenuhi
persyaratan minimal diantaranya yaitu : (Depkes, 1979).
a. Bahan baku simplisia
b. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku
simplisia
c. Cara penyimpanan simplisia
Agar simplisia memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan, maka
ketiga faktor tersebut harus memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan.
2.2 Tahapan Pembuatan Simplisia
Menurut Depkes RI (1985), Pada umunya pembuatan simplisia melalui
beberapa tahapan diantaranya yaitu pengumpulan bahan baku, sortasi basah,
pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengepakan, penyimpanan
dan pemeriksaan mutu.
a. Pengumpulan bahan baku
Tahapan ini sangat menentukan kualitas bahan baku, dimana faktor
yang paling berperan adalah masa panen dan penanganan pasca panen.
Kadar senyawa aktif dalarn suatu simplisia berbeda-beda antara lain
tergantung pada :
1. Bagian tanaman yang digunakan
2. Umur tanaman atau bagian tanaman pada saat panen.
3.Waktu panen.
4. Lingkungan tempat tumbuh.
b. Sortasi basah
Sortasi basah ini dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran
atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Selain itu, bertujuan

5
untuk memisahkan bahan yang tua dengan yang muda atau bahan yang
ukurannya lebih besar atau lebih kecil. Bahan nabati yang baik memiliki
kandungan campuran bahan organic asing tidak lebih dari 2%. Dalam
proses penyortiran pertama ini bertujuan untuk mengurangi jumlah
pengotor yang ikut terbawa dalam bahan.
Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat,
bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang
telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah mengandung
bermacam-macam mikroba dalam jurnlah yang tinggi, oleh karena itu
pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah
mikroba awal.
c. Pencucian
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan
mengurangi mikroba-mikroba yang melekat pada bahan. Pencucian harus
segera dilakukan setelah panen karena dapat mempengaruhi mutu bahan.
Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air
sumur atau air PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat yang mudah
larut di dalam air yang mengalir, pencucian agar dilakukan dalam waktu
yang sesingkat mungkin.
Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah
rnikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang digunakan untuk
pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia
dapat bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut
dapat menipercepat pertumbuhan mikroba. Bakteri yang umuln terdapat
dalam air adalah Pseudomonas, Proteus, ,bacillus , Streptococcus,
Enterobacter dan Escericia.
d. Perajangan
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses
pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Selain itu, bertujuan untuk
meningkatkan luas permukaan bahan baku sehingga proses pengeri ngan
akan berlangsung lebih cepat. Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan,

6
semakin cepat penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan.
Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya
atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap. sehingga
mempengaruhi komposisi bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena itu
bahan simplisia seperti temulawak, temu giring, jahe, kencur dan bahan
sejenis lainnya dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk mencegah
berkurangnya kadar minyak atsiri. Selama perajangan seharusnya jumlah
mikroba tidak bertambah.
e. Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara pengawetan atau pengolahan pada
bahan dengan cara mengurangi kadar air, sehingga proses pembusukan
dapat dihambat. Dengan demikian dihasilkan simplisia terstandar, tidak
mudah rusak dan tahan disimpan dalam waktu lama. Dengan mengurangi
kadar air dan menghentikanreaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu
atauperusakan simplisia.
Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara
pengeringannya. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 30" sampai
90°C, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak melebihi 60°C. Bahan
simplisia yang mengandung senyawa aktif yang tidak tahan panas atau
mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin,
misalnya 30" sampai 45°C, atau dengan cara pengeringan vakum yaitu
dengan mengurangi tekanan udara di dalam ruang atau lemari
pengeringan, sehingga tekanan kira-kira 5 mm Hg. Kelembaban juga
tergantung pada bahan simplisia, cara pengeringan, dan tahap tahap selama
pengeringan. Kelembaban akan menurun selama berlangsungnya proses
pengeringan.
Proses pengeringan simplisia bertujuan untuk :
a. Mengurangi kadar air, sehingga simplisia tidak mudah terkontaminasi
oleh fungi atau jamur dan bakteri
b. Menghentikan aktivitas atau kerja enzim
c. Mengurangi atau mencegah perubahan kimia terhadap senyawa aktif.

7
f. Sortasi kering
Sortasi kering merupakan pemilihan bahan setelah proses
pengeringan, dimana bahan-bahan yang rusak dan kotoran hewan yang
mungkin terdapat didalamnya harus disortir atau dibuang. Penyortiran
kering ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing yang
terdapat pada simplisia. Tahap ini merupakan tahap akhir dari pembuatan
simplisia kering sebelum dilakukan pengemasan, penyimpanan atau
pengolahan lebih lanjut. Setelah penyortiran simplisia ditimbang untuk
mengetahui rendemen hasil dari proses pasca panen yang dilakukan.
g. Pengepakan dan Penyimpanan
Pengemasan dapat dilakukan terhadap simplisia yang sudah
dikeringkan. Jenis kemasan yang dapat digunakan diantaranya yaitu
plastik, kertas, maupun karung goni. Persyaratan jenis kemasan yaitu dapat
menjamin mutu produk yang dikemas, mudah dipakai, tidak mempersulit
penanganan, dapat melindungi isi pada waktu pengangkutan, tidak beracun
dan tidak bereaksi dengan isi dan mempunyai bentuk dan rupa yang
menarik. Pada kemasan perlu diberi label yang jelas meliputi nama bahan,
bagian dari tanaman bahan yang digunakan tanggal pengemasan,
nomorkode produksi, nama, berat bersih serta penyimpanan.
Sirnplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena
berbagai faktor luar dan dalam diantaranya yaitu cahaya, oksigen, reaksi
kimia, dehidrasi, penyerapan air, pengotoran, serangga, kapang, dan lain
sebagainya. Oleh karena itu pada penyimpanan siniplisia perlu
diperhatikan beberapa hal yang dapat rnengakibatkan kerusakan simplisia,
yaitu cara pengepakan, pembungkusan dan pewadahan, persyaratan
gudang simplisia, cara sortasi dan pemeriksaan mutu, serta cara
pengawetannya. Penyebab kerusakan pada simplisia yang utama adalah air
dan kelembaban. Untuk dapat disimpan dalam waktu lama simplisia harus
dikeringkan dulu sampai kering, sehingga kandungan airnya tidak lagi
dapat menyebabkan kerusakan yang merugikan.

8
Penyimpanan simplisia kering biasanya dilakukan pada suhu
kamar(15 sampai 30°C), tetapi dapat pula dilakukan ditempat sejuk (5
sampai 15°C), atau tempat dingin (0°C sampai 5°C). tergantung dari sifat-
sifat dan ketahanan simplisia tersebut. Kelembaban udara di ruang
penyimpanan simplisia kering sebaiknya diusahakan serendah mungkin
untuk mencegah terjadinya penyerapan uap air.

2.3 Klasifikasi dan Morfologi Biji Pala


a. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari tanaman mangga spesies manalagi ini
adalah sebagai berikut (Ide, 2010) :
Kingdom : Plantae ( Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta ( Tumbuhan berpembuluh)
Subdivisi : Spermatophyta ( menghasilkan biji )
Divisi : Magnoliophyta ( Tumbuhan berbunga )
SubKelas : Magnoliopsida ( Berkeping dua/ dikotil )
Ordo : Magnoliales
Famili : Myristicaceae
Genus : Myristica
Spesies : Myristica fragrans Houtt.
b. Morfologi
Pala ( Myristica fragrans) merupakan tumbuhan berupa pohon
yang berasal dari kepulauan banda,maluku. Akibat nilainya yang tinggi
sebagai rempah-rempah,buah dan biji pala telah menjadi komoditi
perdagangan yang penting sejak masa romawi. Pala disebut-sebut dalam
ensiklopedia karya plinius “si-tua”. Semenjak jaman eksplorasi eropa pala
tersebar luas didaerah tropika lain seperti mauritius dan karibia (pulau
grenada). Istilah pala juga dipakai untuk biji pala yang diperdagangkan.
Tumbuhan ini berumah dua (dioecius) sehingga dikenal pohon
jantan dan poohon betina. Daunnya berbentuk ellips langsing. Buahnya
berbentuk lonjong seperti lemon, berwarna kuning, berdaging dan

9
beraroma khas karena mengandung minyak atsiri pada daging buahnya.
Bila masak, kulit dan daging buah membuka dan biji akan terlihat
terbungkus fuli yang berwarna merah. Satu buah menghasilkan satu bijji
coklat.

2.4 Kandungan Kimia


Biji pala mengandung minyak menguap (miristin, pinen, kamfen,
dipenten, safrol, eugenol, iso eugenol, dan alcohol), gilserida (asam
miristinat, asam oleat, borneol, dan giraniol), protein, lemak, pati dan gula,
vitamin A, B1 Dan C. Minyak tetap mengandung trimyristin.
Biji pala dikenal sebagai myristicae semen yang mengandung biji
myristica fragrans dengan lapisan kapur, setelah fulinya disingkirkan.
Bijinya mengandung minyak terbang, dan memiliki wangi dan rasa
aromatis yang agak pahit. Sebanyak 8-17% minyak terbang yang
ditawarkan merupakan bahan yang terpenting pada fuli.

2.5 khasiat dan kegunaan


SIFAT KHAS : Menetralkan
KHASIAT : Stomakik, karminatif, dan stimulan.
BIJI : Karminatif, spasmolitik, dan antiemetik.
BAGIAN YANG DIGUNAKAN : Selubung biji buah, dan kulit buah.
KEGUNAAN : Pala digunakan untuk mengobati lambung,
mengatasi susah tidur, mempelancar pengeluaran
gas dari saluran pencernaan, mengobati sariawan
mulut dan sebagai stimulant.

10
BAB III
METODE KERJA
3.1 Alat dan Bahan
a. Alat
1. Ayakan
2. Blender
3. Ember
4. Koran
5. Loyang
6. Nampan
7. Oven
8. Pisau
9. Serbet
10. Timbangan
b. Bahan
1. Daun Mangga
3.2 Cara Kerja
1. Dilakukan pengumpulan bahan berupa biji pala sebanyak 1,4 kg.
2. Dilakukan sortasi basah sehingga diperoleh bobot daun mangga
sebesar 1,2 kg
3. Setelah itu, dilakukan pencucian dengan air mengalir.
4. Biji pala yang telah dicuci dianginkan dan ditiriskan menggunakan
koran.
5. Setelah ditiriskan, dimasukkan kedalam oven dengan suhu maksimal
60˚C.
6. Ditunggu hingga biji pala benar-benar kering.
7. Kemudian, dilakukan sortasi kering.
8. Setelah itu, dilakukan penyerbukan simplisia.
9. Dilakukan pengepakan dan penyimpanan dengan penambahan silica
gel

11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan
a. Proses pembuatan
Tahapan Hasil
Pengumpulan Bahan baku 1 Kg
Sortasi Basah 915 gram
Pengeringan gram
Sortasi Kering 862 gram
Serbuk 431 gram
Rajangan 431 gram

b. Hasil pembuatan
Pengamatan Hasil
Sebelum pengeringan Organoleptis
Bentuk : Helaian daun
Bau : Tidak berbau
Rasa : -
Warna : Hijau

Sesudah Pengeringan a. Organoleptis Serbuk


Bentuk : Serbuk halus
Bau : Aromatik kuat
Rasa : Pahit
Warna : Coklat kekuningan
b. Organoleptis Rajangan
Bentuk : Simplisia kering
Bau : Aromatik kuat
Rasa : -
Warna : Coklat kekuningan

12
4.2 Analisis Data
Keterangan Data Perhitungan
Susut Pengeringan 86,20%
Rendemen Rajangan 47,10%
Rendemen Serbuk 47,10%

Diketahui :
- Sortasi basah = 915 gram
- Sortasi Kering = 862 gram
Ditanya :
- Susut Pengeringan
- Rendemen Rajangan
- Rendemen Serbuk
Penyelesaian :
- Susut Pengeringan :
Berat awal (w) – Berat akhir (w0)
= x 100 %
Berat awal

= 915 gram−862
915 gram
gram
x 100 %

= 86,20%

- Rendemen Rajangan :
Bobot kering bahan
= x 100 %
Bobot basah bahan
431 gram
= 915 gram x 100 %

= 47,10 %
- Rendemen Serbuk :
Bobot akhir Serbuk
= x 100 %
Bobot basah bahan
431 gram
= 915 gram x 100 %

= 47,10 %

13
4.3 Pembahasan
Pada percobaan kali ini bertujuan untuk dapat mengetahui apa itu
simplisia serta mengetahui bagaimana cara mengolah simplisia biji pala
agar menjadi simplisia yang sesuai standar.
Simplisia menurut Farmakope Indonesia edisi ketiga diartikan
sebagai bahan alam yang digunakan sebagai obat alam yang belum
mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain berupa bahan
yang telah dikeringkan. Secara umum, simplisia sebagai bahan baku harus
memenuhi 3 parameter mutu (non spesifik) suatu bahan yaitu diantaranya
kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian, aturan penstabilan (wadah,
penyimpanan, distribusi). Simplisia sebagai bahan dan produk siap pakai
harus memenuhi trilogi Quality, Safety, dan Efficacy. Sehingga, dalam
percobaan kali ini, bahan baku yang akan dijadikan simplisia yaitu daun
mangga jenis manalagi karena daun mangga jenis ini tergolong mudah
diperoleh dan memenuhi parameter mutu diatas.
Pada proses pembuatan simplisia ini dimulai dari tahapan
pengumpulan bahan baku dimana pengambilan bahan baku berhubungan
bahan baku yang kita gunakan adalah biji pala maka dari itu membeli biji
pala dipasaran. Setelah itu, dilakukan sortasi basah dengan tujuan untuk
memisahkan kotoran-kotoran atau bahan organik asing dari bahan baku
yang akan dibuat simplisia selain itu juga sortasi ini bertujuan untuk
mengurangi jumlah pengotor yang ikut terbawa dalam bahan yang
tentunya dapat mengurangi berat awal dari tanaman yang akan digunakan.
Dimana setelah sortasi basah ini, berat daun mangga menjadi 1,2 kg dari
1,4 kg.
Proses selanjutnya yaitu pencucian yang bertujuan untuk
menghilangkan kotoran dan mengurangi mikroba yang masih melekat
pada bahan. Pencucian sebaiknya dilakukan dengan segera setelah
pengumpulan bahan baku karena dapat mempengaruhi mutu dari bahan
baku yang akan digunakan. selain itu, pencuian juga harus dilakukan

14
dalam waktu yang sesingkat mungkin untuk menghindari larut dan
terbuangnya zat yang terkandung dalam bahan serta meminimalkan
kandungan air pada bahan yang dapat mempercepat pertumbuhan mikroba.
Dalam hal ini, pencucian juga dilakukan dengan air mengalir kemudian
dilakukan penirisan untuk mempermudah proses pengeringan. Setelah itu,
baru dilakukan proses pengeringan dimana proses pengeringan ini
bertujuan untuk mengurangi kadar air dlam bahan sehingga proses
pembusukan maupun pertumbuhan mikroba dapat terhambat dehingga
simplisia yang dihasilkan dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama
serta tidak mudah rusak. Dalam proses pengeringan ini, kadar air dan
reaksi-reaksi zat aktif dalam bahan akan berkurang sehingga suhu dan
waktu pengeringanpun perlu diperhatikan. Proses pengeringan ini
dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu ± 60˚C dimana suhu
pengeringan berkisar antara 40˚C -60˚C yang bertujuan untuk menjaga
agar bahan berkhasiat yang terkandung dalam tanaman tidak hilang
ataupun rusak saat proses pemanasan menggunakan oven. Selain oven,
proses pengeringan juga dapat dilakukan dengan sinar matahari dengan
ditutup kain hitam saat dijemur agar tidak kontak secara langsung. Kain
hitam ini digunakan untuk menyerap sinar matahari sehingga bahan
berkhasiat tidak berkurang atau rusak. Berat yang diperoleh setelah proses
pengeringan yaitu sebesar 862 gram.
Setelah itu, dilakukan sortasi kering dimana proses ini bertujuan
untuk memisahkan benda asing seperti bagian yang tidak diinginkan atau
pengotor lain yang masih tertinggal pada simplisia kering untuk
memastikan bahwa hanya bagian daunnya saja yang diambil. Pada proses
ini diperoleh bobot simplisia kering hasil penyortiran yaitu sebesar 862
gram dimana susut pengeringannya sebesar 86,20%. Dari total simplisia
kering yang diperoleh dibagi 2 menadi simplisia dalam bentuk rajangan
sebanyak 431 gram dan simplisia dalam bentuk serbuk sebesar 431 gram
dimana keduanya mempunyai rendemen yang sama yaitu sebesar 47,10%.
Dalam hal ini, proses penyerbukan dilakukan menggunakan blender untuk

15
mempermudah proses penyerbukan dimana serbuk yang diperoleh tidak
boleh terlalu halus dan tidak boleh terlalu kasar karena serbuk yang kasar
biasanya disebabkan juga proses pengeringan yang lama. Untuk
memastikan serbuk benar-benar kering, setelah dihaluskan sebaiknya
dipanaskan kembali dioven selama 5 menit dengan suhu 40 derajat celcius
setelah itu diayak agar diperoleh serbuk yang halus sesuai derajat
kehalusannya.
Dan tahapan yang terakhir dalam proses pembuatan simplisia yaitu
pengepakan dan penyimpanan dimana simplisia yang diperoleh dikemas
dalam wadah yang memenuhi syarat salah satunya yaitu tidak beracun.
Selain itu wadah yang digunakan juga harus sesuai agar simplisia dapat
terlindungi dari kerusakan dan penyimpananpun harus disimpan ditempat
yang bersih dan bebas dari serangga maupun kapang. Pengepakan ini
bertujuan agar tetap menjaga simplisia dari kerusakan dimana pada saat
pengepakanpun dan ditambah silica gel agar simplisia tetap dalam keadaan
kering dan awet.Dari ketujuh langkah tersebut dilakukan untuk memeroleh
rajangan daun mangga yang sesuai dengan standar yang seharusnya.

16
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari percobaan yang dilakukan adalah :
1. Simplisia merupakan bahan alam yang digunakan sebagai obat alam yang
belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain berupa
bahan yang telah dikeringkan.
2. Cara pembuatan simplisia biji pala dimulai dari pengumpulan bahan baku,
sortasi basah, pencucian, pengeringan, sortasi kering, penyerbukan hingga
pengepakan dan penyimpanan.
3. Susut pengeringan yang diperoleh yaitu sebesar 86,20 % dengan rendemen
dari simplisia serbuk maupun simplisia rajangan yaitu sebesar 47,10%.

5.2 Saran
1. Pastikan dalam pemilihan bahan baku yang akan digunakan untuk simplisia
merupakan bahan yang mudah ditemukan, memiliki persebaran yang luas,
sehingga tidak terjadi kesulitan pada saat akan menggunakannya.
2. Setiap tahapan pembuatan simplisia harus dilakukan dengan tepat dan sesuai
urutan sehingga dapat diperoleh simplisia yang sesuai dengan standar.
3. Memperhitungkan rentang waktu antara pencucian ke pengeringan agar
tidak terlalu lama untuk mencegah terjadinya kerusakan pada simplisia seperti
berjamur atau teroksidasi.
4. Dalam pelaksanaan lebih baik dilakukan se-higienies mungkin agar
diperoleh simplisia yang baik dan bebas dari cemaran.

17
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1989, Materia Medika Indonesia, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2008, Farmakognosi Jilid I, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Depkes RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisi Ketiga, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Depkes RI, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia Edisi Keempat, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Gunawan, Didik., 2004, Ilmu Obat Alam (Farmakognosi I), Penebar Swadaya,
Jakarta.
Ide, Pangkalam., 2010, Health Secret of Mango, PT Elex Media Komputindo,
Jakarta.
Nuryanto, A., 2014, Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Mangga
Bacang (Mangifer foetida L.) terhadap Escherechia coli secara in
Vitro, Skripsi, Prorgam Sarjana Universitas Tanjungpura,
Pontianak.
Pracaya, 2008, Bertanam Mangga, Penebar Swadaya, Jakarta.
Renggani, D.H., 2016, Penetapan Kadar Mangiferin Pada Ekstrak Daun Mangga
Spesies Manalagi (Mangifera odorata Griff), Pakel (Mangifera
foetida Lour) dan Kopyor (Mangifera indica L.) DENGAN
Metode KCKT, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Jember,
Jember.
Syah, M.I., Suwendar dan Mulqie, L., 2015, Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak
Etanol Daun Mangga Arumanis ( Mangifera indica L.) Pada
Mencit Swiss Webster Jantan dengan Metode Tes Toleransi
Glukos Oral (Ttgo), Prosiding Penelitian SPeSIA Unisba, Vol. 13:
297-103.
Wijayakusuma, H., 2000, Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia, Erlangga,
Jakarta.

18
LAMPIRAN

19
20

Anda mungkin juga menyukai