Anda di halaman 1dari 38

1

I. PENDAHULUAN
I.1.

Latar Belakang
Jahe (Zingiber officinale Rosc)

merupakan salah satu jenis

tanaman rempah-rempah yang ada di Indonesia. Tanaman rempah ini


banyak dimanfaatkan sebagai minuman atau campuran pada bahan
pangan.

Rimpang

jahe

tersebut

banyak

dicari

karena

memiliki

kelebihan dalam hal kesehatan, kesegaran dan campuran untuk


membuat makanan (Setyaningrum dan Saparinto, 2013).
Jahe berasal dari Asia pasifik yang tersebar dari India sampai
China.

Tanaman

jahe

termasuk

dalam

suku

temu-temuan

(Zingiberaceae) dan satu familii dengan tanaman kunyit, kencur, temu


lawak, dan lengkuas. Jahe gajah memiliki kandungan 1,62 2,29 %
minyak atsiri, 55,10 % pati, dan 6,89 % serat yang juga mengandung
senyawa fenolik (Setyaningrum dan Saparinto, 2013).
Sebagai salah satu komoditas perkebunan yang dibutuhkan
sebagai

bahan

rempah

dan

obat-obatan,

sesungguhnya

jahe

mempunyai prospek pemasaran yang cukup baik untuk dikembangkan.


Apalagi dewasa ini jahe telah menjadi salah satu komoditas ekspor
yang permintaannya cukup tinggi dibandingkan biaya produksinya.
Volume permintaan terhadap produk jahe terus meningkat
seiring dengan naiknya permintaan dunia dan berkembangnya industri
makanan dan minuman di dalam negeri yang menggunakan bahan
baku jahe. Hal tersebut terlihat pada tahun 2012, ekspor jahe
Indonesia mencapai 1.014 ton dengan nilai nominal US $ 1.358.000,
dan meningkat drastis pada tahun 2013, ekspor jahe sebesar 22.472
ton dengan nilai US $ 14.909.000 ( Kementerian Pertanian, 2014).
Peningkatan permintaan dunia, harus diimbangi dengan produksi
jahe nasional, yang ditotalkan dari produksi masing masing daerah.

Di Kabupaten Lima Puluh Kota, produksi tertinggi, yaitu 63,6 ton di


tahun 2013 dan 54,5 ton di tahun 2014. (BPS Sumbar, 2015). Namun
terlihat bahwa produksi jahe di Kabupaten Lima Puluh Kota dari tahun
2013 2014 mengalami penurunan sebesar 9,1 ton. Penurunan
produksi umumnya dapat disebabkan oleh iklim, serangan hama
penyakit, teknis pemeliharaan yang kurang baik, kondisi tanah yang
kritis dan

kurangnya pasokan unsur hara bagi tanaman (Pribadi,

2013).
Sebagian besar petani di Indonesia hanya mementingkan
kesuburan yang bersifat kimia saja, dengan memberikan pupuk anorganik (kimia) dan pestisida secara terus-menerus dengan dosis
berlebihan. Dari kegiatan tersebut, dipastikan dapat menyebabkan
lahan menjadi kritis, organisme penyubur tanah musnah, kesuburan
tanah merosot/ tandus, tanah mengandung residu (endapan) pupuk
kimia,

struktur

tanah

menjadi

keras,

dan

dapat

menimbulkan

pencemaran lingkungan.
Oleh karena itu perlu ada upaya untuk mengatasi dampak
negatif dari pemberian pupuk kimia terhadap kondisi tanah dan untuk
perbaikan lahan. Salah

satunya yang dapat dilakukan adalah dengan

memanfaatkan bokashi kotoran ayam dan serbuk gergaji sebagai


pupuk organik.
Bokashi kotoran ayam dan serbuk gergaji adalah pupuk organik
yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik (kotoran
ayam dan serbuk gergaji) dengan menggunakan EM-4 (Effective
microorganism) yang mengandung ragi, bakteri fotosintetik, jamur
pengurai selulosa Azotobacter sp.dan Lactobacillus sp. (Cahyo, 2013).

Menurut Buletin Sekolah Hayati, 2010, bahwa penggunaan


pupuk bokashi memilki keuntungan yaitu :

Menggemburkan tanah, sehingga mempermudah penggarapan


berikutnya, sekaligus mengembalikan struktur tanah yang sudah

rusak atau tanah yang sudah kritis


Bisa menyerap dan penyimpanan air pada waktu musim kurang air.
Bisa menghasilkan produksi yang berkualitas baik, sehingga

meningkatkan nilai jual.


Pengadaan bahan baku dilingkungan cukup mendukung, tinggal
pengolahan dan yang lainnya.
Dari hasil analisis bokashi kotoran ayam dan serbuk gergaji

mengandung C-organik sebesar 6,03 %, Nitogen sebesar 1,30 %,


Posphor sebesar 1,21% dan Kalium sebesar 1,39 % (Pangaribuan, Yaris,
dan Utami, 2012).
Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan proyek usaha
mandiri (PUM) yang berjudul Penggunaan bokashi kotoran ayam dan
serbuk gergaji untuk memperbaiki kondisi tanah dalam rangka
meningkatkan produksi tanaman jahe gajah (Zingiber officinale Rosc) .
1.2. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam melaksanakan Proyek Usaha
Mandiri ini adalah sebagai berikut :
1. Mampu merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proyek
yang dijalankan.
2. Mampu mengatasi kendala-kendala yang terjadi di lapangan selama
menjalankan proyek.
3. Mengetahui pengaruh penggunaan bokhasi kotoran ayam dan
serbuk gergaji untuk budidaya tanaman jahe gajah.
4. Menganalisa kelayakan suatu usaha budidaya tanaman jahe gajah
dengan memanfaatkan bokhasi kotoran ayam dan serbuk gergaji.
5. Menghitung analisis usaha jahe gajah dengan menggunakan
teknologi bokhasi kotoran ayam dan serbuk gergaji.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Botani dan Morfologi Tanaman Jahe


2.1.1. Klasifikasi botani
Nama botani tanaman jahe berasal dari bahasa Sanskerta :
Singaberi, dari bahasa Arab: Zanzabil, dan dari bahasa Yunani :
Zingiberi. Adapun sitematika atau klasifikasi botani tanaman jahe
menurut Paimin dan Muharnanto (2004) adalah sebagai berikut :
Divisio

: Spermatophyta

Sub divisio

: Angiospermae

Klass

: Monocotylodoneae

Ordo

: Scitamineae

Family

: Zingiberaceae

Genus

: Zingiber

Species

: Zingiber officinale Rosc.

2.2. Morfologi Tanaman Jahe


2.2.1. Rimpang dan akar
Rimpang

jahe

sebenarnya

merupakan

akar

tongkat

dari

tanaman jahe, dengan warna daging rimpang ada yang putih


kekuningan, kuning maupun jingga. Rimpang jahe banyak disukai
orang karena rasanya yang pedas dan aromanya yang khas. Aroma
jahe harum menyengat disebabkan oleh kandungan minyak asiri yang
berwarna kuning agak kental. Dan bagian yang ada pada tanaman
jahe,

rimpang

inilah

yang

memiliki

nilai

ekonomis,

rimpang

dimanfaatkan untuk bebagai keperluan sehari-hari, seperti bumbu


masak, obat-obatan, dan makanan. Rasa jahe yang pedas disebabkan
oleh senyawa gingerol, kandungan gingerol ini dipengaruhi oleh umur
tanaman dan agroklimat tempat tumbuhnya tanaman (Setyaningrum
dan Saparinto, 2013).
Jahe gajah mempunyai rimpang lebih besar dari jenis jahe
lainnya. Bila rimpang ini diiris secara melintang maka akan terlihat
warna putih kekuningan. Panjang akar 12,9321,52 cm. Sedangkan
panjang rimpang 15,8332,75 cm, yang seratnya sedikit lembut,
aromanya kurang tajam, dan rasa kurang pedas. Berat rimpang jahe
bisa mencapai 0,18 1,04 kg, dan tinggi (tebal) rimpang 6,2012,24
(Paimin dan Muharnanto, 2004).
2.2.2. Batang
Tanaman jahe berbatang semu yang tumbuh membentuk
rumpun dengan batang yang lempai. Batang ini terdiri dari seludangseludang daun tanaman dan pelepah pelepah daun yang menutupi
batang. Bagian batang di bagian luar agak licin dan sedikit mengkilap
dengan warna hijau tua.
Jahe gajah mempunyai batang agak keras, berbentuk bulat dan
berwarna hijau tua dengan tinggi tanaman 1263 cm. Biasanya batang
basah dan banyak mengandung air, sehingga tergolong tanaman
herba (Paimin dan Muharnanto, 2004).
2.2.3. Daun
Helaian daun bertangkai pendek atau berupa daun duduk,
berbentuk lonjong dan lancip. Jahe gajah mempunyai daun berselang

seling secara teratur, permukaan daun atas berwarna hijau muda jika
dibandingkan dengan bagian bawah yang berbulu halus. Panjang daun
jahe gajah sekitar 525 cm dengan lebar 0,82,5 cm yang tangkainya
berbulu, bila daun mati maka pangkal tangkai tetap hidup di dalam
tanah, lalu bertunas dan menjadi akar rimpang yang baru (Paimin dan
Muharnanto, 2004).
2.2.4. Bunga
Bunga tanaman jahe tersusun dalam rangkaian malai atau bulir
(spica) yang berbentuk silinder seperti jagung. Bunga tersebut tumbuh
dari rimpangnya dan terpisah dari daun atau batang semunya. Bunga
berupa malai yang tersembul dipermukan tanah berbentuk seperti
tongkat, tetapi kadang-kadang bulat telur. Panjang bulir sekitar 47 cm
dengan lebar 1,52,5 cm. Setiap bunga dilindungi oleh daun pelindung
(bractea) berwarna hijau cerah berbentuk bulat telur (ovatus) atau
lonjong (elliptic).
Dalam daun pelindung terdapat 18 bunga, bunga memiliki
mahkota berbentuk tabung dengan benang sari semu (staminodium)
yang menyerupai mahkota bunga. Mahkota bunga berbentuk tabung
dengan helaian agak sempit berwarna kuning kehijauan, bibirnya
berwarna

ungu

gelap

dan

berbintik

bintik

putih

kekuningan

(Setyaningrum dan Saparinto, 2013).


2.3.

Syarat Tumbuh
Untuk mendapatkan produksi yang optimal dari tanaman Jahe,

perlu diketahui persyaratan tumbuh dari tanaman ini diantaranya


faktor iklim dan tanah.

2.3.1. Iklim
Faktor iklim sangat berpengaruh terhadap proses fisiologi
terutama

pada

proses

asimilasi,

pertumbuhan

vegetatif

dan

pembentukan rimpang. Faktor iklim terdiri atas :

A. Curah hujan
Tanaman jahe membutuhkan curah hujan yang relatif tinggi,
yakni antara 2.500 4.000 mm/tahun.

Dan, untuk pertumbuhan

optimalnya menghendaki 7 - 9 bulan basah (Muchlas dan Slameto,


2008).
B. Cahaya matahari
Tanaman Jahe termasuk golongan tanaman yang menyukai
cahaya matahari karena selama pertumbuhanya membentuk rumpun
sehingga menghendaki banyak sinar matahari. Dengan demikian, jahe
gajah tidak cocok untuk ditanam ditempat terlindung karena walaupun
daunya akan membesar tetapi rimpangnya akan mengecil (Syukur,
2006).
C. Ketinggian tempat
Pada dasarnya tanaman jahe gajah dapat tumbuh dengan baik
pada ketinggian sekitar 200600 meter di atas permukaan laut. Akan
tetapi, tanaman jahe gajah juga masih dapat tumbuh dengan baik
sampai ketinggian 900 meter di atas permukaan laut (Muchlas dan
Slameto, 2008).
D. Suhu

Jahe menghendaki suhu 25C-30C, suhu diatas 35C dapat


menghanguskan daun dan kering, namun demikan bila suhu lebih
rendah dari 20C maka umur tanaman akan menjadi lebih panjang dan
tumbuhnya anakan juga lebih lama (Syukur, 2006).
2.3.2. Tanah
Tanaman jahe paling sesuai ditanam pada tanah-tanah yang
gembur, subur, dan banyak mengandung bahan organik. Sehubungan
dengan keadaan tersebut dan sekaligus untuk meningkatkan nilai
tambah dari agroforestery, maka penanaman tanaman jahe di daerah
hutan perawan dinilai tepat. Namun sesuai dengan perkembangan
zaman dan semakin sedikitnya hutan perawan, maka dewasa ini
penanaman tanaman jahe banyak dilakukan didaerah-daerah yang
mempunyai kondisi tanah yang diperkirakan dapat dijadikan areal
pertanaman jahe asal memenuhi persyaratan minimum dari kondisi
tanah yang diinginkan.
Pengembangan tanaman jahe banyak dilakukan pada tanahtanah yang mempunyai sifat fisik yang baik seperti gembur untuk
member kesempatan berkembangnya rimpang, mempunyai drainase
yang baik sehingga tidak terjadi genangan pada saat terjadi hujan.
Sehingga tidak diharuskan tanaman jahe ditanam dilahan yang
tergenang atau rawa maupun tanah berat dengan kandungan liat yang
tinggi atau pada tanah-tanah yang didominasi oleh pasir kasar (Eviza
dan wahyudi, 2005).
2.4.

Perbanyakan Tanaman Jahe

Perbanyakan tanaman jahe dapat dilakukan dengan beberapa


cara yaitu : perbanyakan dengan rumpun, kultur jaringan, dan dengan
menggunakan rimpang. Namun yang biasa dilakukan adalah dengan
perbanyakan secara vegetatif atau dengan perbanyakan rimpang, di
karenakan lebih mudah aplikasinya (Rukmana, 2006).
2.5. Budidaya Tanaman Jahe
2.5.1.
Persiapan bahan tanam ( bibit )
Bibit yang digunakan adalah bibit yang berasal dari tanaman
jahe yang sehat, cukup tua, unggul serta bebas dari hama dan
penyakit. Cara yang sering dilakukan oleh petani untuk perbanyakan
jahe adalah pertunasan dari hasil pemecahan rimpan. Untuk bahan
benih, sebaiknya menggunakan rimpang yang berasal dari suatu
tanaman yang sudah cukup tua, yaitu yang umurnya sekitar 9-12 bulan
(Syukur dan Hernani, 2003).
Salah satu usaha untuk mendapatkan tanaman yang sehat dan
berkualitas maka bibit yang akan ditanaman di lapangan harus benar
benar mememenuhi persyaratan (bernas, sehat, cukup umur dan jelas
varietasnya). Bahan bibit yang telah memenuhi persyaratan tersebut
dipotong kecil dengan ukuran sekitar 37 cm dan mengandung 2 3
mata tunas. Dalam 1 kg rimpang akan diperoleh sekitar 15-30
potongan

rimpang yang bertunas atau bibit siap tanam. Untuk jahe

gajah yang dipanen muda (3-4) bulan, memiliki jarak tanam yang lebih
rapat (30 cm x 40 cm) sehingga memiliki populasi 83.333 tananam
jahe per hektar (Syukur, 2006).
Sebelum ditanam dilapangan bibit jahe sebaiknya ditunaskan
terlebih dahulu supaya pertumbuhannya seragam. Cara penunasan
dapat dilakukan dengan cara penyimpanan bibit di tempat yang teduh

10

dengan kelembaban yang cukup selama 2-4 minggu. Penunasan dapat


juga dilakukan dengan menghamparkannya pada jerami padi atau
alang-alang kering yang disusun berlapis-lapis. Tempat penunasan di
teras atau bedengan yang mempunyai sirkulasi udara yang baik.
Sebelum rimpang jahe ditunaskan maka terlebih dahulu rimpang
tersebut direndam dalam Dithane M-45 dengan konsentrasi 2 gr/liter
air selama 6-10 menit yang bertujuan untuk menghindari serangan
jamur (Harmono dan Andoko, 2005).

2.5.2.

Persiapan lahan
Lahan untuk budidaya jahe ini tidak terlalu sulit namun hampir

seluruh lahan pertanian cocok untuk tanaman jahe, tanah yang subur,
gembur,

banyak

mengandung

bahan

organik

humus,

pupuk

kandang ) dengan sistem aerasi dan drainase yang baik cukup untuk
mengoptimalkan

rimpangnya.

Lahan

yang

datar

juga

dapat

memudahkan dalam pemeliharaan (Paimin dan Muharnanto, 2004).


Persiapan lahan yang dimaksud disini adalah segala tindakan
yang dilakukan sebelum pelaksanaan penanaman yang meliputi :
a. Pekerjaan pembersihan lahan meliputi, membersihkan lahan dari
gulma maupun dari benda-benda lain seperti batuan yang tidak
diinginkan di areal penanaman. Pekerjaan ini dilakukan dengan
menggunakan sabit atau parang (Paimin dan Muharnanto, 2004).
b. Pengukuran lahan bertujuan untuk menentukan batas-batas lahan
yang

akan

ditanami

yang

sangat

erat

kaitannya

dengan

11

penyediaan alat dan bahan yang diperlukan dalam pelaksanaan


budidaya tanaman jahe (Paimin dan Muharnanto, 2004).
2.5.3.

Pengolahan tanah
Pengolahan

tanah

yang

terlalu

dalam,

sebenarnya

tidak

menguntungkan karena akar jahe adalah akar serabut, sehingga tidak


mungkin

menerobos

pengolahan

tanah

kedalam

yang

tanah

terlalu

melebihi

dalam

ini

50

cm.

Bahkan

dikhawatirkan

akan

mengakibatkan terangkatnya tanah-tanah mentah yang tanpa sengaja


justru menempati posisi dimana akar serabut berada, sehingga
pertumbuhan tanaman jahe tidak baik.
Pekerjaan

mengelola

tanah

diawali

dengan

pencangkulan

sedalam 30 cm yang bertujuan untuk mendapatkan kondisi tanah


yang gembur atau remah, juga sekaligus untuk membersihkan
tumbuhan pengganggu (gulma). Pada daerah-daerah yang kondisi
daerahnya buruk dan sekaligus untuk mencegah terjadinya luapan
atau genangan air, sebaiknya tanah diolah menjadi bedenganbedengan. Ukuran bedengan : tinggi 20-30 cm, lebar 80-100 cm dan
panjangnya disesuaikan dengan kondisi dilapangan (Santoso, 2003).
2.5.4.

Pembuatan lubang tanam


Lubang tanam dibuat dengan jarak dalam barisan 30 x 40 cm

dengan lebar lubang tanam adalah 15 cm dan dengan kedalaman 10


cm. Tanah disekitar lubang tanam juga sebaiknya digemburkan (Paimin
dan Muharnanto, 2004).
2.5.5.

Pemberian bokhasi kotoran ayam dan serbuk gergaji

12

Bokashi kotoran ayam dan serbuk gergaji dapat dijadikan


sebagai salah satu sumber bahan organik yang dapat membantu
meningkatkan produksi tanaman. Menurut Gustia (2009), bahwa
dengan pemberian dosis bokhasi sebesar 250 gr/lubang tanam
menunjukkan tingkat pertumbuhan paling optimal yang terlihat pada
pertambahan tinggi tanaman.
2.5.6.

Penanaman
Dalam penanaman, ketersediaan air sangat penting karena

tanaman jahe membutuhkan 7-9 bulan basah.

Bila jahe ditanam di

areal tegalan sebaiknya dilakukan pada awal hujan dan pada daerah
dengan curah hujan cukup, penanaman bisa sepanjang musim asal
dormansi bibit dapat di tanggulangi (Paimin dan Muharnanto, 2004).
Teknik penanaman dilakukan dengan cara meletakkan rimpang
bibit secara rebah kedalam lubang tanam yang sudah disiapkan. Jarak
tanam tumbuhan jahe gajah dilakukan berdasarkan tujuan panen yaitu
bila hendak panen muda maka jarak tanamnya lebih rapat dan apabila
hendak panen tua jarak tanam sebaiknya lebih longgar (Santoso,
1994).
2.5.7.

Penyulaman
Penyulaman dilakukan bila ada tunas yang tidak tumbuh atau

pertumbuhannya lambat. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2-3 minggu


setelah tanam (Syukur dan Hernani, 2003).
2.5.8.

Penyiangan

13

Penyiangan dapat dilakukan dengan 2 cara yakni, cara manual


dan menggunakan herbisida (Santoso, 1994). Penyiangan dilakukan
secara bergilir sebelum gulma tumbuh banyak. Penyiangan dilakukan
1-3 bulan setelah penanaman jahe dan dilanjutkan secara terbatas.
Jika tanaman telah mencapai umur 6-7 bulan tidak perlu dilakukan
penyiangan karena akan mengganggu tanaman jahe (Syukur dan
Hernani, 2003).

2.5.9.

Pembumbunan
Tujuan pembubunan adalah supaya peredaran udara dan air

akan berjalan dengan baik dan untuk menibun rimpang jahe gajah
yang kadang-kadang muncul keatas permukaan tanah. Pembubunan
ini dilakukan dengan cara menimbun pangkal batang dengan tanah

setebal

5 cm pada waktu telah membentuk rimpang dengan 4-5

anakan (Santoso, 1994).

2.5.10. Pemberian pupuk an-organik


Sebagian besar petani jahe menggunakan pupuk susulan berupa
pupuk an-organik selama periode produksi. Pupuk an-organik adalah
pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan meramu bahan-bahan kimia
(anorganik) berkadar hara tinggi. Pupuk anorganik terdiri atas berbagai
macam jenis. Jenis-jenis pupuk anorganik yang biasa digunakan antara
lain Urea, SP36 dan KCL (Setyaningrum dan Saparinto, 2013).
Dosis pupuk yang digunakan adalah Urea 200 kg/ha, SP36 100
kg/ha, KCl 100 kg/ha. Pupuk ini diberikan saat tanaman berumur 6

14

minggu setelah tanam, pemberian pupuk dengan cara membuat alur


atau larikan antar tanaman, dimana pupuk Urea ditabur terlebih dahulu
selanjutnya ditutup dengan tanah, kemudian pupuk KCL dan SP36
ditabur juga pada alur yang sama, kemudian ditutup dengan tanah
(Paimin dan Muharnanto, 2004).
2.5.11. Pengendalian hama dan penyakit
Penyakit dan hama yang sering menyerang tanaman jahe antara
lain :

A. Penyakit layu bakteri


Penyebab penyakit layu bakteri adalah Ralstonia solanacearum.
Merupakan bakteri yang menyerang tanaman jahe dan mampu
bertahan bertahun-tahun di dalam tanah. Gejala yang terlihat adanya
helaian-helaian

daun

bagian

bawah

melipat

atau

menggulung

kemudian menjalar kepucuk, warna daun yang mulanya hijau menjadi


kuning kecoklatan lalu mengering. Tunas-tunas menjadi busuk ditandai
dengan adanya jaringan basah. Pada perkembangan lebih lanjut
tanaman mati dan batangnya rebah, bila dicabut dan dipotong-potong
akan keluar lendir berwarna putih susu sampai kecokelatan. Serangan
terjadi pada tanaman muda berumur 3 - 4 bulan, tanaman yang
terkena penyakit akan meluas ke seluruh areal hanya beberapa
minggu

saja.

Cara

pengendaliannya

yaitu

dengan

melakukan

monitoring terhadap tanaman yang diserang patogen secara teratur


dan harus dilakukan rotasi dengan

tanaman lain yang bukan inang

patogen ini (Setyaningrum dan Saparinto, 2013).

15

Untuk

mencegah

terjadinya

penyakit

layu

bakteri,

maka

penanaman benih yang sehat sangat diperlukan. Sortasi benih harus


dilakukan sejak awal pada waktu benih masih di lapangan dan sebelum
ditanam. Sumber benih harus dari tanaman yang sehat. Rimpang yang
digunakan untuk benih harus yang sudah cukup tua dan berwarna
mengkilat. Perlakuan benih dengan antibiotik atau pestisida dapat
dilakukan untuk membunuh patogen yang mungkin terbawa pada
permukaan benih rimpang jahe. Caranya dengan merendam rimpang
dalam larutan agrimicin 2,5 gr/liter selama 2-3 jam yang selanjutnya
dikering anginkan sebelum ditanam (Hartati, 2014).

B. Penyakit busuk rimpang


Penyakit busuk rimpang disebabkan oleh jamur atau cendawan
patogen Fusarium oxysporium dan Rhizoctonia solani. Fusarium
oxysporium menginfeksi bibit rimpang karena adanya luka dan tumbuh
dengan baik pada suhu 20-25C. Infeksi oleh patogen melalui akar
maupun pelepah daun. Gejala awal yang muncul dari penyakit ini
warna kuning pada daun bagian bawah, lalu daun menjadi layu dan
tanaman

mati.

Tanaman

jahe

yang

terserang

busuk

rimpang

menunjukkan warna kuning pada daun-daun tua di bagian pinggirnya.


Jika kondisi tersebut sudah terjadi, tanaman jahe menjadi layu
dan mengering, namun demikian bagian batangnya masih kuat
sehingga sulit terpisah dari bagian rimpangnya. Tunas yang terinfeksi
akan mudah dicopot, penyakit busuk rimpang dapat mengurangi hasil
hingga 50 %. Cara pengendaliannya yaitu dengan memilih bibit sehat,
cukup umur dan tidak terdapat luka-luka. Sebelum ditanam sebaiknya

16

bibit direndam dengan larutan fungisida. Perendaman bibit dilakukan


dengan larutan fungisida Dithane M 45 2 gr/liter air.
Penanganan dapat juga dilakukan dengan agen hayati antagonis
patogen tumbuhan yang telah dikembangkan dari golongan cendawan
Gliocladiumm spp. Dan Trichoderma spp. Kedua cendawan tersebut
mengeluarkan gliovirin atau gliotoksin, viridin, dan toksin trixhodermin
yang merupakan antibiotik bersifat fungistatik atau bakteristatik
sehingga mampu menghambat pertumbuhan cendawan Fusarium
oxysporium dan Rhixoctonia spp (Setyaningrum dan Saparinto, 2013).

C. Hama kepik
Hama yang banyak menyerang tanaman jahe yaitu kumbang
Epilachna sp. Gejalanya yaitu daun berlubang-lubang dan bila sudah
terserang berat tinggal kerangkanya saja. Penanggulangannya dapat
dilakukan dengan menyemprotkan insektisida Dimecron 50 SCW
dengan konsentrasi 2 ml per liter air (Tim PS, 2008).
2.5.12. Panen
Panen muda dilakukan pada saat tanaman sudah berumur 3,5 4 bulan. Ciri-ciri tanaman jahe panen muda yaitu belum keluar tunas
baru atau batang semu, tampilan rumpun masih hijau segar, rimpang
muda dipotong dan dibelah belum berserat. Panen diusahakan tepat
pada waktunya agar rimpang tidak mengeras. Jika rimpang telah
mengeras maka serat akan bertambah sehingga kurang disukai
konsumen. Alat panen yang digunakan adalah kored dan harus hati
hati pada waktu pemanenan agar rimpang tidak rusak (Muchlas dan
Slameto, 2008).

17

Paimin dan Murhananto (2004) menyatakan bahwa tinggi batang


tanaman muda siap panen (umur 3-4 bulan) berkisar 35,75 46,54 cm
atau rata rata 41,14 cm dengan berat rimpang sekitar 0,18 0,375
kg atau rata rata 0,28 kg.
2.6.
2.6.1.

Aspek Teknologi
Pengertian Bokhasi
Bokashi adalah pupuk kompos yang dibuat dengan proses

peragian bahan organik dengan

EM4 (Effective Microorganisms 4)

sehingga memiliki keunggulan yaitu dapat menghasilkan pupuk


organik

dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan cara

konvensional (Cahyo, 2013).


2.6.2.

Teknologi EM4 (Effective Microorganisms 4)


Untuk mempercepat pengomposan dlakukan dengan bantuan

EM4 (Effective Microorganisms 4). Larutan EM-4 memiliki jumlah


mikroorganisme fermentasi yang sangat banyak yaitu sekitar 80
genus. Mikroorganisme tersebut dipilih yang dapat bekerja secara
efektif dalam memfermentasikan bahan organik. Ada lima golongan
utama yang terkandung di dalam EM-4, yaitu bakteri fotosintetik,
Lactobacillus sp., Streptomyces sp., ragi, dan Actinomycetes (Indriani,
2013).
Menurut Indriani (2013), bahawa selain berfungsi dalam proses
fermentasi dan dekomposisi bahan organik, EM4 juga mempunyai
manfaat sebagai berikut :
Memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman.
Menyehatkan tanaman, meningkatkan produksi tanaman, menjaga
kestabilan produksi.
2.6.3.

Bahan pembuatan bokhasi kotoran ayam dan serbuk


gergaji

18

Tabel 1. Jumlah bahan pembuatan bokhasi


Nama
Bokhasi
kotoran
ayam dan serbuk
gergaji

a.
b.
c.
d.
e.
f.
Sumber : Indriani (2013)
2.6.4.

Bahan
Kotoran ayam
Dedak
Serbuk gergaji
Gula pasir
EM4
Air

Jumlah
300 kg
10 kg
200 kg
10 sdm
200 ml
Secukupnya

Manfaat bokhasi
Buletin Sekolah Hayati (2010) menyatakan bahwa penggunaan

pupuk bokashi memiliki manfaat yaitu :

Menggemburkan tanah, sehingga mempermudah penggarapan


berikutnya, sekaligus mengembalikan struktur tanah yang sudah

rusak atau tanah yang sudah kritis


Bisa menyerap dan penyimpanan air pada waktu musim kurang air.
Bisa menghasilkan produksi yang berkualitas baik, sehingga

meningkatkan nilai jual.


Pengadaan bahan baku dilingkungan cukup mendukung, tinggal
pengolahan dan yang lainnya.

2.6.5.

Penggunaan bokhasi
Bokhasi dapat digunakan seperti pupuk kandang atau pupuk

kompos. Menurut Gustia (2009), bahwa dengan pemberian dosis


bokhasi

sebesar

250

gr/lubang

tanam

menunjukkan

tingkat

pertumbuhan paling optimal yang terlihat pada pertambahan tinggi


tanaman.
III. METODE PELAKSANAAN

3.1.

Ruang Lingkup, Waktu dan Tempat


Ruang lingkup dalam Proyek Usaha Mandiri (PUM) ini kegiatan

yang dilaksanakan adalah: pembuatan bokhasi, peninjauan dan

19

pengukuran lahan, persiapan bahan tanam, persemaian dan seleksi


bibit, pengolahan tanah dan pembuatan bedengan, pembuatan lubang
tanam dan pemberian bokhasi, penanaman, penyiraman, penyulaman,
penyiangan, pembumbunan, pemupukan, pengendalian hama dan
penyakit, pengamatan pertumbuhan tanaman dan panen.
Kegiatan Proyek Usaha Mandiri (PUM) akan dilaksanakan selama
4,5 (empat setengah) bulan yakni dimulai dari minggu ke-3 bulan
Agustus 2016 sampai dengan minggu ke-4 bulan Desember 2016 di
lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh
Kota, Sumatera Barat. Luas lahan 5,6 m x 19 m (106,4 m2). Serta
populasi yang diusahakan sebanyak 540 rumpun tanaman jahe.
3.2.

Alat dan Bahan

3.2.1. Bahan yang digunakan


Alat yang akan digunakan dalam pelaksanaan Proyek Usaha
Mandiri ini adalah : cangkul, parang, ember, gembor, knapsack
sprayer, pisau, garu, kored, karung, plastik terpal dan meteran.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah : rimpang tanaman jahe
gajah, pupuk kandang ayam, pupuk Urea, TSP, KCl, Dithane M-45, ajir,
Dedak, tali rafia, serbuk gergaji, gula pasir, EM4 dan air.

3.3.
3.3.1.

Pelaksanaan Proyek
Pembuatan bokashi kotoran ayam dan serbuk gergaji
Bokashi adalah pupuk kompos yang dibuat dengan proses

peragian

bahan

organik

dengan

teknologi

EM4

(Effective

20

Microorganisms
menghasilkan

4)
pupuk

sehingga

memiliki

organik

dalam

keunggulan

yaitu

dapat

waktu

lebih

cepat

yang

dibandingkan dengan cara konvensional.


Bahan - bahan yang diperlukan dalam pembuatan bokashi
tersebut yaitu : kotoran ayam, serbuk gergaji, dedak, gula pasir, EM4,
dan air.
Kegiatan pembuatan bokhasi dilaksanakan sebelum kegiatan
pengolahan tanah dilakukan. Kegiatan fermentasi dilakukan selama 2
minggu, sampai bokhasi siap digunakan, yaitu dicirikan dengan wana
hitam, gembur, tidak panas, dan tidak berbau.
Adapun langkah-langkah pembuatan bokashi dengan bahan
bahan organik kotoran ayam dan serbuk gergaji adalah sebagai berikut
:
1. Siapkan larutkan EM-4 sebanyak 200 ml dengan gula pasir sebanyak
0,1 kg dengan menggunakan air sebanyak 121,5 liter sampai
merata didalam wadah ember.
2. Lalu siapkan bahan organik diatas plastik terpal

yaitu campuran

pupuk kandang sebanyak 239 kg dengan serbuk gergaji 158 kg


yang ditambahkan dedak sebanyak 8 kg yang diaduk secara merata
menggunakan cangkul.
3. Kemudian bahan organik yang telah diaduk disiram larutan EM4 dan
gula yang telah disiapkan. Pencampuran dilakukan secara perlahan
dan merata hingga kandungan air sekitar 30-40 % ditandai dengan
menggenggam bahan. Kandungan air sebesar 30-40% ditandai
dengan tidak menetesnya air bila bahan digenggam dan akan mekar
bila genggaman dilepaskan.
4. Buat tumpukan bahan organik setinggi 15-20 cm, tetapi dapat juga
hingga 1,5 m. Setelah itu, tumpukan bahan ditutup dengan karung
goni.

21

5. Lalu lakukan pengontrolan suhu, minimal 1 hari sekali, diusahakan


dipertahankan 40-50o C. Apabila suhunya tinggi, sebaiknya bahan
tersebut dibalik, dan didiamkan sebentar.
6. Proses fermentasi dilakukan sekitar 4 7 hari.
7. Setelah bahan menjadi bokashi, karung goni dapat dibuka. Bokashi
dicirikan dengan warna hitam, gembur, tidak panas, dan tidak
berbau (Indryani,2013).
3.3.2.

Peninjauan dan pengukuran lahan


Peninjauan dilakukan untuk mengetahui keadaan lahan yang

akan dijadikan sebagai tempat budidaya tanaman jahe gajah yakni


tanah yang subur, gembur, dan banyak mengandung humus, tekstur
tanah

yang

baik

adalah

lempung

berpasir

dan

tanah

laterik.

Pembentukan rimpang akan terhambat pada tanah dengan kadar liat


tinggi dan drainase (pengairan) kurang baik. Pembentukan jahe yang
baik menghendaki kemasaman tanah Ph 6-7.
Sedangkan pengukuran lahan bertujuan untuk menentukan
berapa jumlah bedengan dan jumlah populasi yang akan ditanam pada
lahan tersebut sehingga penggunaan lahan lebih efesien. Kemudian
dilakukan pengukuran lahan dengan cara membentangkan meteran ke
arah Utara Selatan yang berpatokan pada ajir pokok sepanjang 19 m
dan selebar 5,6 m, sehingga luasannya yaitu 106,4 m 2 . Pada luasan
tersebut dibuat sebanyak 3 bedengan dengan masing-masing ukuran
18 m x 1,2 m dengan tinggi bedengan 25-30 cm dan lebar saluran
drainase 50 cm dengan kedalaman 30 cm. Jarak tanam yang
digunakan yaitu 30 x 40 cm sehingga setiap bedengan mempunyai
populasi sebanyak 180 tanaman. Denah lokasi dapat dilihat pada
gambar dibawah ini :

22
5,6 m
0,5
m

19
m

1,2 m

0,5
m

Keterangan :
Luas lahan
Luas lahan terpakai
Panjang bedengan
Lebar bedengan
Jarak antar bedengan
Luas satu bedengan
Jarak tanam
Populasi total

: 106,4 m2
: 64,8 m2
: 18 m
: 1,2 m
: 0,5 m
: 22,8 m2
: 30 x 40 cm
: 540 Rumpun

Gambar 1. Bedengan tanaman jahe

3.3.3.

Persiapan bahan tanam, persemaian dan seleksi bibit

23

Bibit yang akan digunakan adalah varietas jahe gajah yang


direncanakan diperoleh dari kebun masyarakat di sekitar Kabupaten
Lima Puluh Kota. Rimpang yang digunakan harus sehat serta tidak
terserang hama dan penyakit dan telah berumur 9 bulan.
Sebelum penanaman di lapangan benih Jahe terlebih dahulu
disemaikan. Sebelum persemaian rimpang terlebih dahulu dipotong
menggunakan pisau sepanjang 36 cm atau minimal mempunyai 3
mata tunas, kemudian direndam dalam larutan Dithane M 45 dengan
konsentrasi 2 gr/liter air selama 10 menit ke dalam ember. Tujuan
perendaman dalam larutan Dithane M 45 ini adalah untuk menghindari
pengaruh serangan jamur.
Lalu dilakukan penirisan air dengan memasukkan rimpang jahe
kedalam

karung

goni.

Selanjutnya

dilakukan

pendederan

benih

ditempat persemaian yang sudah dipersiapkan yaitu pada bedengan


yang dengan kondisi lingkungan yang teduh dan sirkulasi udara yang
baik. Setelah selesai, kemudian persemaian disiram dan dipelihara
selama dua minggu hingga rimpang memunculkan mata tunas.
Seleksi

bibit

adalah

bertujuan

untuk

mengurangi

tingkat

kerugian yang dihasilkan dengan menentukan bibit yang baik untuk


ditanam di lapangan. Seleksi dilakukan dengan cara memisahkan bibit
yang terserang hama dan penyakit seperti busuk rimpang, busuk
batang atau tunas, kerdil, dan daun menggulung. Bibit yang baik untuk
dipindah ke lapangan adalah bibit yang telah mempunyai panjang
tunas 1,5 cm dan terlihat secara fisik bibit segar serta mampu untuk
tumbuh dengan baik.

24

3.3.4.

Pengolahan tanah dan pembuatan bedengan


Pengolahan tanah bertujuan menghilangkan atau mengurangi

hama dan penyakit yang ada dalam tanah tersebut dan agar
strukturnya lebih gembur serta aerase tanah baik dan teratur.
Pengolahan

tanah

dilakukan

setelah

dilakukan

peninjauan

dan

pengukuran lahan. Lahan dibersihkan dari segala macam jenis gulma


dan kotoran menggunakan cangkul dan sabit. Setelah lahan bersih,
tanah dicangkul sedalam 30 35 cm dan tanah digemburkan.
Pada pengolahan tanah selanjutnya, dilakukan pencangkulan
kembali agar strukturnya lebih gembur dan aerasi lebih baik, serta gas
beracun dapat menguap. Selanjutnya dilakukan penggaruan dengan
menggunakan garu agar tanah yang masih berbentuk bongkahan
dapat hancur dan juga dapat meratakan lahan.

Selanjutnya

dibuatkan bedengan setinggi 30 cm dengan panjang 18 meter dan


lebar 1,2 meter sebanyak 3 bedengan dengan ketinggian 25-30 cm.
Kemudian dilakukan pembuatan saluran drainase dengan lebar 50 cm
dan kedalaman 30 cm. Setelah itu tanah dibiarkan selama satu minggu
agar gas gas beracun menguap dan menghilangkan atau mengurangi
hama dan penyakit di dalam tanah.
3.3.5.

Pembuatan lubang tanam, dan pemberian bokashi


Pembuatan

lubang

tanam

bertujuan

untuk

mempermudah

melakukan penanaman dan peletakan pupuk organik. Pembuatan


lubang tanam dilakukan sebelum kegiatan penanaman dilakukan.

25

dengan jarak dalam barisan 30 dan antar baris tanaman 40 cm dengan


lebar lubang tanam adalah 15 cm dan dengan kedalaman 10 cm.
Alat yang digunakan adalah cangkul, meteran dan tali rapia. Tali
rapia terlebih dahulu diulur sepanjang bedengan. Setelah itu tali
tersebut diberi tanda dengan jarak setiap 30 cm menggunakan tanda
ikatan

tali

rapia

yang

berwarna lain.

Hal

ini

bertujuan

untuk

mempercepat pembuatan lubang tanam tanpa merusak bedengan.


Setelah pembuatan lubang tanam, kegiatan selanjutnya yaitu
pemberian

bokhasi.

Pemberian

bokashi

dilakukan

dengan

menggunakan alat yaitu mangkok dan ember. Adapun caranya yaitu


dengan memasukkan bokashi kedalam lubang tanam dengan dosis 250
gr/lubang tanam atau 135 kg/seluruh populasi.
Pemberiannya dilakukan 1 minggu sebelum tanam dengan
tujuan untuk pematangan dan juga membuang gas-gas beracun yang
ada didalam tanah, sehingga ketika saat penanaman, pupuk kandang
telah terlapisi tanah.
3.3.6.

Penanaman
Penanaman dilakukan setelah kegiatan persemaian rimpang jahe

dan pembuatan lubang tanam dilapangan telah selesai, yakni pada


persemaian telah didapatkan bibit yang sesuai syarat tanam, seperti
bibit sehat, dan memiliki ukuran tunas minimal 1,5 cm. Penanaman
dilakukan dengan meletakkan rimpang jahe pada lubang tanam,
dengan posisi rimpang jahe rebah dan mata tunas menghadap keatas
kemudian
cangkul.

ditutup

tanah

dengan

menggunakan

tangan

ataupun

26

3.3.7.
Pemeliharaan
A. Penyiraman
Penyiraman bertujuan

untuk

menjaga

kelembaban

tanah,

sehingga tunas mudah untuk tumbuh dan berkembang. Penyiraman


dilakukan apabila cuaca panas dan tidak turun hujan. Penyiraman
dilakukan dengan menggunakan gembor dan dilakukan apabila cuaca
panas dan tidak turun hujan. Penyiraman dilaksanakan pada pagi atau
sore hari selama 4 minggu berturut-turut setelah penanaman.
B. Penyulaman
Penyulaman bertujuan untuk memaksimalkan lahan yang telah
dipersiapkan, melengkapi jumlah bibit yang ditanam, memenuhi target
produksi, membuat pertumbuhan tanaman lebih seragam. Penyulaman
dilakukan 3 minggu setelah tanam dengan menggunakan tanaman
yang sama umurnya. Penyulaman dilakukan dengan mengambil bibit
sulaman yang telah disiapkan, dan menggantikan tanaman jahe yang
abnormal, yang terserang hama dan penyakit serta tanaman yang
mati.
C. Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan pencabutan gulma yang tumbuh
dibarisan dan pada saluran drainase dengan menggunakan cangkul.
Penyiangan 1 dilakukan 3-4 minggu setelah tanaman ditanam dan
penyiangan 2 jika pertumbuhan gulma banyak.
D. Pembumbunan
Pembumbunan bertujuan agar

rimpang yang mulai terbentuk

dapat tumbuh dengan baik dan tidak muncul di permukaan tanah dan
untuk mencegah

sinar matahari langsung pada rimpang jahe.

27

Pembumbunan dilakukan dengan menaikkan tanah diantara bedengan


ke atas bedengan sekitar 10 cm, serta tanah yang tertumpuk di
saluran drainase. Pembumbunan dilakukan bersamaan penyiangan
yang dilakukan dengan menggunakan cangkul ataupun kored untuk
mengambil tanah di alur tanaman sehingga terbentuk guludan pada
batang tanaman jahe.
E. Pemupukan
Pemberian

pupuk

bertujuan

untuk

menambah

ataupun

menggantikan unsur hara dalam tanah, sehingga kandungan hara


dalam tanah tetap tersedia untuk tanaman. Dosis pupuk yang
digunakan adalah 200 kg Urea/ha atau setara dengan 2,4 gram
/tanaman, pupuk SP36 100 kg/ha atau setara 1,2 gram/tanaman,
Pupuk KCL 100 kg/ha atau setara 1,2 gram/tanaman.
Pupuk ini diberikan saat tanaman berumur 6 minggu setelah
tanam,

pemberian

pupuk

dengan

cara

membuat

larikan

antar

tanaman, dimana pupuk Urea ditabur terlebih dahulu selanjutnya


ditutup dengan tanah, kemudian pupuk KCL dan SP36 ditabur juga
pada alur yang sama, kemudian ditutup dengan tanah.
3.3.8.

Pengendalian hama dan penyakit


Apabila terserang cendawan Phyllsticia zingiberi maka dapat

dikendalian dengan pemberian fungisida (Dithane M 45) dengan cara


disemprot menggunakan knapsack sprayer.
3.3.9.

Pengamatan tanaman
Pengamatan dilakukan 4 minggu setelah tanam dengan cara

menentukan sampel sebanyak 10 % dai jumlah tanaman, yaitu

28

sebanyak 54 tanaman.

Kegiatan pengamatan dilakukan dengan

interval waktu 2x seminggu.


Bagian-bagian yang diamati antara lain : Tinggi tanaman,
Persentase tumbuh, Jumlah anakan, Bobot segar rimpang.

A. Tinggi tanaman
Tinggi tanaman diukur dari leher akar sampai ujung daun
terpanjang. Sebelum dilakukan pengukuran, sampel tanaman diberikan
tonggak dari kayu sepanjang 5 cm, yang bertujuan sebagai awal
permulaan pengukuran. Dalam pengukuran, rumpun dipegang dengan
lurus, kemudian dikur tinggi nya sampai ujung daun terpanjang.
Selanjutnya dihitung kerataan tinggi tanaman yang diperoleh
dengan

merata-ratakan

tinggi

masing-masing

individu

tanaman

dibandingkan dengan jumlah tanamannya

t n
i

T=
Dimana :
T = Tinggi rata-rata tanaman dalam plot percobaan
ti = Tinggi setiap individu tanaman dalam plot percobaan ke i
ni = Jumlah tanaman pada plot percobaan ke i
B. Persentase tumbuh
Persentasi
tumbuh

tanaman

dihitung

dengan

cara

membandingkan jumlah tanaman yang ada pada suatu plot percobaan


dengan jumlah tanaman yang seharusnya ada di dalam plot percobaan
yang bersangkutan.

h n 100%
i

T=

h1 h2 ........ hn n1 n2 ....... nn 100%


=

29

Dimana :
T = Persen (%) tumbuh tanaman sehat
hi = Jumlah tanaman sehat yang terdapat pada plot percobaan ke i
ni = Jumlah tanaman yang seharusnya ada pada plot percobaan i

C. Jumlah anakan
Jumlah anakan tanaman jahe dihitung mulai dari umur 5 minggu
setelah tanam. Anakan dihitung dengan cara menghitung jumlah
anakan tanaman jahe yang tumbuh dari rimpang jahe dan dilakukan
selang waktu 2 minggu sekali sampai umur 4 bulan setelah tanam.
D. Bobot segar rimpang per rumpun
Bobot segar rimpang diukur dengan menimbang rimpang yang
terbentuk pada seluruh bedegan. Rimpang dipanen dan dibersihkan
dari tanah yang melekat. Berat rimpang diukur pada saat panen
dengan cara menimbang seluruh rimpang yag dipanen dan dirataratakan.
3.3.10. Panen
Panen dilakukan pada umur 3-4 bulan setelah tanam untuk
panen muda, dilakukan dengan cara mendongkel tanah dengan
cangkul atau kored. Selanjutnya tanah dan kotoran lainnya yang
menempel pada rimpang dibersihkan dan bila perlu dicuci agar benarbenar bersih. Jahe yang dipanen dipasarkan di sekitar Payakumbuh
dan Tanjung Pati, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.
3.3.11. Jadwal Pelaksanaan

30

Tabel 2. Rencana kegiatan pembuatan bokashi


No
Jenis Kegiatan
Hari
1
2
3
4
1
Pembuatan
bokashi
2
Pengadukan dan
pengukuran suhu
3
Pengemasan
bokashi

Tabel 3. Rencana kegiatan budidaya jahe gajah selama 4,5 bulan


dengan luas lahan 106,4 m2
Agus
Sept
Okt
Nov
Des
t
NO
Jenis Kegiatan
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1
Pembuatan
bokashi
2
Peninjauan dan
pengukuran
lahan
3
Persiapan bahan
tanam,
persemaian,
dan seleksi bibit
4
Pengolahan
tanah dan
pembuatan
bedengan
5
Pembuatan
lubang tanam
dan pemberian
bokashi
6
Penanaman
7
Penyiraman*
8
Penyulaman
9
Penyiangan
10 Pembumbunan
11 Pemupukan
12 PHP**
13 Pengamatan
14 Panen dan
pemasaran
Keterangan : *
**

Jika hari hujan maka penyiraman tidak dilakukan.


Dilakukan

pengendalian

jika

mencapai ambang ekonomis.

tingkat

serangan

31

IV. RENCANA PEMBIAYAAN

4.1.

Biaya Alat
Biaya

Penggunaan

alat

yang

bokashi

dibutuhkan
kotoran

pada

ayam

Proyek

dan

serbuk

Usaha
gergaji

Mandiri
untuk

memperbaiki kondisi tanah dalam rangka meningkatkan produksi


tanaman jahe gajah (Zingiber officinale Rosc) , dapat dihitung dengan
menggunakan rumus yaitu : Biaya = Jumlah terpakai * Harga per unit ,
sedangkan

Jumlah

terpakai

luas lahan yang di kelola


lama usaha

x jumlah alat
1000
usia ekonomis

hasil perhitungan

dapat dilihat pada Tabel 4.


Tabel 4. Rencana biaya alat untuk budidaya tanaman Jahe Gajah
dengan luas lahan 106,4 m2 selama 4,5 bulan.

NO
1
2
3
4
5

Nama alat
Cangkul*
Parang*
Ember@
Gembor*
Kored*

Satuan
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit

Jumlah
alat
1
1
1
1
1

Jumlah
terpak
ai
0,04
0,04
0,11
0,04
0,04

Harga
per unit
(Rp)
50.000
30.000
10.000
45.000
20.000

Biaya
(RP)
2.000
1.200
1.100
1.800
800

32

6
7
8
9
10
11
12

Gerobak
sorong***
Meteran 50 m*
Knapsack
sprayer***
Garu*
Pisau*
karung@
Plastik terpal@

Unit
Unit

1
1

0,01
0,04

300.000
30.000

6.000
1.200

Unit
Unit
Unit
Unit
Meter

1
1
1
5
5

0,01
0,04
0,04
0,55
0,55

360.000
35.000
10.000
1.000
8.000

3.600
1.400
400
550
4.400
24.45
0

JUMLAH
Keterangan : @
*)
**)
***)
4.2.

Habis sekali pakai


Usia ekonomis 1 tahun
Usia ekonomis 2 tahun
Usia ekonomis 3 tahun

Biaya Bahan
Biaya bahan yang dibutuhkan pada Proyek Usaha Mandiri

Penggunaan

bokashi

kotoran

ayam

dan

serbuk

gergaji

untuk

memperbaiki kondisi tanah dalam rangka meningkatkan produksi


tanaman jahe gajah (Zingiber officinale Rosc) , dapat dihitung dengan
rumus, yaitu : Biaya bahan = Jumlah kebutuhan x Haga bahan. Hasil
perhitungandapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rencana biaya bahan untuk budidaya Jahe Gajah dengan luas
lahan 106,4 m2 selama 4,5 bulan.
N
O

Nama

3
4
5
6
7
8
9
10

Rimpang bibit
jahe
Pupuk kandang
ayam
Dedak
Serbuk gergaji
Gula pasir
EM4
Pupuk Urea
Pupuk SP36
Pupuk KCL
Tali raffia

11

Dithane M 45

Satua
n

Jumlah

Biaya (Rp)

30,00

Harga
Satuan
(Rp)
16.000

Kg
Kg

239,00

160

38.240

Kg
Kg
Kg
Liter
Kg
Kg
Kg
Gulun
g
Kg

8,00
158,00
0,1
0,2
1,3
0,65
0,65
1,00

3.000
200
12.000
20.000
3.500
4.500
8.000
5.000

24.000
31.600
1.200
4.000
4.550
2.925
5.200
5.000

0,06

25.000

1.500

480.000

33

Jumlah

4.3.

598.215

Biaya Tenaga Kerja


Biaya tenaga kerja yang dibutuhkan pada Proyek Usaha Mandiri

Penggunaan

bokashi

kotoran

ayam

dan

serbuk

gergaji

untuk

memperbaiki kondisi tanah dalam rangka meningkatkan produksi


tanaman

jahe

gajah

(Zingiber

officinale

Rosc)

pada

jumlah

kebutuhan yang tertera dalam tabel, disusun berdasarkan Laporan


Gino benova (2015), dan Nandang (2015), Adapun perhitungannya

menggunakan rumus, yaitu : kebutuhan HKO =

lama kegiatan (menit)


HKO( 420 menit)

dan biaya HKO = Jumlah kebutuhan Upah. Hasil pehitungan dapat


dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kebutuhan biaya tenaga kerja dalam budidaya Jahe Gajah
dengan luas lahan 106,4 m2 selama 4,5 bulan.
N
o

Jenis kegiatan

1
2

Pembuatan bokashi
Peninjauan dan
pengukuran lahan
Persiapan bahan

Satua
n

Upah (Rp)

HKO
HKO

Jumlah
kebutuha
n
0,14
0,28

Biaya
(Rp)

60.000
60.000

8.400
16.800

HKO

0,21

60.000

12.600

34

5
6
7
8
9
1
0
1
1
1
3

tanam, persemaian,
dan seleksi bibit
Pengolahan tanah
dan pembuatan
bedengan
Pembuatan lubang
tanam dan pemberian
bokashi
Penanaman
Penyiraman*
Penyulaman
Penyiangan
Pembumbunan
Pemupukan

HKO

1,00

60.000

60.000

HKO

0,35

60.000

21.000

HKO
HKO
HKO
HKO
HKO
HKO

0,71
0,14
0,14
0,21
0,14
0,21

60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000

42.600
8.400
8.400
12.600
8.400
12.600

PHP**

HKO

0,35

60.000

21.000

Panen dan pemasaran

HKO

0,85

60.000

51.000
283.80
0

Jumlah
Keterangan : * Bila tidak hujan
4.4.

Biaya Lain-Lain
Biaya lain-lain yang dibutuhkan pada Proyek Usaha Mandiri

Penggunaan

bokashi

kotoran

ayam

dan

serbuk

gergaji

untuk

memperbaiki kondisi tanah dalam rangka meningkatkan produksi


tanaman jahe gajah (Zingiber officinale Rosc) , terdiri dari biaya sewa
tanah, PBB, Transportasi, biaya tak terduga dan bunga modal. Adapun
dapat dicari dengan menggunkan rumus, pada tabel dibawah ini :
Tabel 6. Rumus mencari biaya lain-lain
No
Nama
Rumus
1
Sewa tanah
= lama usaha / 12 x Rp. 1.000.000 x luas lahan
/ 10.000
2
PBB
= 0,5 % x 20 % x (( luas lahan x harga tanah)
Rp. 8.000.000)
Apabila didapat nol maka PBB tidak terhitung biaya

3
4

Transportasi
Biaya
tak
terduga

Bunga modal

= Biaya yang diperkirakan


= 10 % x (biaya alat + biaya bahan + biaya
tenaga kerja + sewa tanah + PBB +
Transportasi )
= 18 % x (biaya alat + biaya bahan + biaya
tenaga kerja + sewa tanah + PBB + transport

35

+ biaya tak terduga) x lama usaha


Adapun hasil perhitungan untuk pencarian biaya lain-lain dalam
budidaya Jahe Gajah, dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Kebutuhan biaya Lain-lain dalam budidaya Jahe Gajah dengan
luas lahan 106,4 m2 selama 4,5 bulan.
No
1

Jenis kegiatan
Sewa tanah

Perhitungan
4,5/12 x Rp.1.000.000 x
106,4/10.000

Biaya (Rp)
3.990
4.980

0.5% x 20% x (( 106,4 m2 x


200.000) 8.000.000) x
4,5/12

PBB*

3
4

Transportasi
Biaya tak
terduga

Bunga modal

50.000
10 % x (24.450 + 598.215
+ 283.800 + 3.990 + 4980
+ 50.000)

96.544

18 % x (24.450 + 598.215
+ 283.800 + 3.990 + 4980
+ 50.000+ 96.544)

191.156

Jumlah
Keterangan : * : Nilai negatif tidak dikenai pajak
4.5. Analisis Rekapitulasi Biaya
Total biaya yang dibutuhkan
Penggunaan

bokashi

kotoran

ayam

pada
dan

346.670

Proyek Usaha Mandiri


serbuk

gergaji

untuk

memperbaiki kondisi tanah dalam rangka meningkatkan produksi


tanaman jahe gajah (Zingiber officinale Rosc) , dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 8. Total biaya dalam budidaya Jahe Gajah dengan luas lahan
106,4 m2 selama 4,5 bulan.
No
1
2
3
4
4.6.

Keterangan
Biaya alat
Biaya bahan
Biaya tenaga kerja
Biaya lain-lain
Jumlah
Pendapatan Pengelola

Total (Rp)
24.450
598.215
283.800
346.670
1.253.135

36

Pendapatan
Penggunaan

yang

bokashi

diperoleh

kotoran

pada

ayam

Proyek

dan

serbuk

Usaha
gergaji

Mandiri
untuk

memperbaiki kondisi tanah dalam rangka meningkatkan produksi


tanaman jahe gajah (Zingiber officinale Rosc) , dengan luas lahan
106,4 m2 selama 4,5 bulan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 8. Pendapatan pengelola dalam budidaya Jahe Gajah dengan luas


lahan 106,4 m2 selama 4,5 bulan.
Jenis
produksi

Jumlah
rumpun

Hasil
per
rimpan
g (kg)

Produksi
(Kg)

Harga(Rp/k
g)

Jumlah (Rp)
Pendapatan

Rimpang
jahe

540

0,3

162

9.000

1.458.000

4.7.

Keuntungan
Pendapatan = Rp. 1. 458.000
Biaya
= Rp. 1. 253.135 _
271.135

4.8.

Menghitung B/C Ratio

B/C ratio

Jumlah pendapatan
Total biaya

= Rp.
1. 458.000
Rp.1. 253.135
= 1,16 (> 1 berarti proyek layak dilaksanakan)
4.9.

Menghitung BEP produksi dan BEP harga

BEP produksi

Rp)
Harga produk
Jumlah biaya(Rp)

= Rp. 1.253.135

37

Rp.

9.000/kg

= 139.23 Kg

BEP harga

Jumlah biaya(Rp)
Produksi ( Kg)

= Rp. 1.253.135
162
= Rp 7.735 /Kg

DAFTAR PUSTAKA

Harmono dan Andoko. 2005. Budidaya dan peluang bisnis jahe. PT


Agromedia Pustaka. Solo. 74 hal.
Hartati, S. Y, S. R. Djiwanti, D. Wahyuno dan D. Manohara. 2014.
Penyakit penting pada tanaman jahe. Balai penelitian tanaman
obat dan aromatik, Bogor. (10 Juni 2014).
Muchlas dan Slameto. 2008. Teknologi budidaya jahe. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Lampung, Bandar Lampung. 25 Hal.
Paimin, F.B. dan Murhananto. 2004. Budidaya, Pengelolaan
Perdagangan Jahe. Penebar Swadaya. Jakarta. 116 Hal.
Rukmana, R. 2006. Usaha jahe. Kanisius. Yokyakarta.
Santoso, H. Budi. 1994. Jahe Gajah. Kanisius. Yogyakarta. 87 hal.
Santoso, H. Budi. 2003. Jahe Gajah. Kanisius. Yogyakarta. 87 hal.
Setyaningrum, H.D. dan C. Saparinto. 2013. Usaha Jahe. Penebar
Swadaya. Jakarta. 164 Hal.
Syukur, C. 2006 Agar jahe berproduksi tinggi : cegah layu bakteri dan
pelihara secara intensif. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tim PS. 2008. Agribisnis Tanaman Perkebunan. Penebar Swadaya.
Jakarta. 76 Hal.
Indriani. Y.H. 2013. Membuat kompos secara kilat. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Eviza. A dan Mamang. W. 2005. Budidaya dan Pengolahan Tanaman
Minyak Atsiri. Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh.

38

Cahyo. 2013. Bokashi Jerami dan Bokashi pupuk kandang.


http://artikel.co/2417/bokashi-jerami-dan-bokashi-pupukkandang.html. diakses 25/5/2016.
Gustia.H. 2009. Pengaruh pemberian bokashi terhadap pertumbuhan
dan produksi tanaman cabe var inko.99. Akta agrosia vol 12 no. 2.
http://repository.unib.ac.id/177/. diakses 24/5/2016.
Buletin Sekolah Hayati. 2010. Budidaya Pupuk Organik Bokashi.
le3n1.blog.uns.ac.id/.../buletin-sekolah-hayati-edisi-ii-upayakemandirian-petani.pdf. diakses 24/5/2016.
Pangaribuan. D.H, M. Yasir, dan Novisha. K.Utami. 2012. Dampak
Bokashi Kotoran Ternak dalam Pengurangan Pemakaian Pupuk
Anorganik pada Budidaya Tanaman Tomat. J. Agron. Indonesia 40
(3)
journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalagronomi/article/view/6827/5242.
Diakese 25/5/2016.
Pribadi. E. Rini. 2013. Status dan Prospek Peningkatan dan Ekspor Jahe
Indonesia.
Perspektif
vol.
12
no.
2.
perkebunan.litbang.pertanian.go.id/.../perkebunan_perspektif_vol1
222013_3_Ekwasi. Diakses 25/5/2016.
Kementarian
Pertanian.
2014.
Outlook
Komoditi
Jahe.
http://pusdatin.setjen.pertanian.go.id/publikasi-448-outlookkomoditas-jahe-2014.html. Diakses 15/5/2016.
BPS Sumbar. 2015. Produksi Tanaman Biofarma (Obat) Provinsi
Sumatera Menurut Kabupaten/Kota , 2011-2014.
http://sumbar.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/341. diakses
15/5/2016

Anda mungkin juga menyukai