Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH DASAR BUDIDAYA TANAMAN

SYARAT TUMBUH TANAMAN JAHE


Dosen Pengampu: Ir. Widi Wurjani, MP

Talitha Maritza Putri Tara


21025010056/ B025

SEMESTER II
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA
TIMUR
2022
A. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman jahe sudah terkenal sebagai bahan obat dan penghangat. Jahe
merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe
termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae), se-famili dengan temu-
temuan lainnya seperti temu lawak (Cucuma xanthorrizha), temu hitam
(Curcuma aeruginosa), kunyit (Curcuma domestica), kencur (Kaempferia
galanga), lengkuas (Languas galanga). Tanaman Jahe merupakan salah
satu tanaman rempah-rempah yang diperdagangkan di dunia. Jahe diekspor
dalam bentuk jahe segar, jahe kering, jahe segar olahan dam minyak atsiri.
Dengan semakin berkembangnya perusahaan jamu dalam negeri bahkan
telah melakukan ekspor kemancanegara maka peluang pengembangan jahe
sebagai salah satu bahan baku pembuatan jamu menjadi sangat terbuka.

1.2 Respon Masyarakat Akan Keberadaaan Tanaman


Jahe adalah salah satu jenis tanaman rempah yang sedang banyak
dikembangkan oleh petani. Jahe dapat diolah menjadi pemberi aroma,
bumbu masakan dan rasa pada makanan juga minuman, berbagai minuman
dan banyak bentuk olahan lainnya. Selain sebagai bahan minuman dan
makanan, jahe mempunyai banyak khasiat diantaranya adalah untuk
menurunkan asam urat, menurunkan kolestrol dan banyak khasiat yang bisa
diperoleh dari tanaman tersebut (Hapsari & Rahayuningsih, 2014; Lallo,
2018). Karena itu dapat disimpulkan jahe mempunyai nilai ekonomis yang
tinggi. Budidaya jahe di pekarangan memiliki peluang usaha yang cukup
baik. Akan tetapi, banyak petani yang belum mengenal dan mengetahui
teknik budidaya jahe di pekarangan yang tepat. Oleh karena itu pengetahuan
mengenai teknik budidaya jahe di pekarangan perlu disebarluaskan kepada
penduduk.

1.3 Kegunaan dan Khasiat Jahe


Sejak dulu Jahe dipergunakan sebagai obat, atau bumbu dapur dan
aneka keperluan lainnya. Jahe dapat merangsang kelenjar pencernaan, baik
untuk membangkitkan nafsu makan dan pencernaan. Jahe yang digunakan
sebagai bumbu masak terutama berkhasiat untuk menambah nafsu makan,
memperkuat lambung, dan memperbaiki pencernaan. Hal ini dimungkinkan
karena terangsangnya selaput lendir perut besar dan usus oleh minyak asiri
yang dikeluarkan rimpang jahe. Minyak jahe berisi gingerol yang berbau
harum khas jahe, berkhasiat mencegah dan mengobati mual dan muntah,
misalnya karena mabuk kendaraan atau pada wanita yang hamil muda. Juga
rasanya yang tajam merangsang nafsu makan, memperkuat otot usus,
membantu mengeluarkan gas usus serta membantu fungsi jantung. Dalam
pengobatan tradisional Asia, jahe dipakai untuk mengobati selesma, batuk,
diare dan penyakit radang sendi tulang seperti artritis. Jahe juga dipakai
untuk meningkatkan pembersihan tubuh melalui keringat.
Penelitian modern telah membuktikan secara ilmiah berbagai manfaat jahe,
antara lain:
• Menurunkan tekanan darah. Hal ini karena jahe merangsang pelepasan
hormon adrenalin dan memperlebar pembuluh darah, akibatnya darah
mengalir lebih cepat dan lancar dan memperingan kerja jantung
memompa darah.
• Membantu pencernaan, karena jahe mengandung enzim pencernaan
yaitu protease dan lipase, yang masing-masing mencerna protein dan
lemak.
• Gingerol pada jahe bersifat antikoagulan, yaitu mencegah
penggumpalan darah. Jadi mencegah tersumbatnya pembuluh darah,
penyebab utama stroke, dan serangan jantung. Gingerol juga diduga
membantu menurunkan kadar kolesterol.
• Mencegah mual, karena jahe mampu memblok serotonin, yaitu senyawa
kimia yang dapat menyebabkan perut berkontraksi, sehingga timbul rasa
mual. Termasuk mual akibat mabok perjalanan.
• Membuat lambung menjadi nyaman, meringankan kram perut dan
membantu mengeluarkan angin.
• Jahe juga mengandung antioksidan yang membantu menetralkan efek
merusak yang disebabkan oleh radikal bebas di dalam tubuh.
1.4 Prospek Agribisnis Kedepannya
Gambaran umum mengenai peluang agribisnis jahe di Indonesia adalah
dengan adanya permintaan jahe sejak sebelum tahun 2000 oleh negara
importir terus mengalami peningkatan. Namun, permintaan tersebut belum
semuanya dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri mengingat produksi
jahe masih terserap oleh kebutuhan dalam negeri. Harga jahe dari tahun
1991 hingga pada beberapa tahun setelahnya mengalami fluktuasi yang
cukup stabil pada harga, baik itu berupa jahe basah maupun jahe kering.
Bila dilihat dari segi permintaan, stabilitas harga serta produksi jahe dalam
negeri, maka prospek agribisnis jahe ke depannya adalah sangat cerah.
Menanam jahe dapat dilakukan dalam kawasan hamparan, jahe bisa juga
ditanam secara tumpang sari dengan komoditi hortikultura atau komoditi
perkebunan. Disamping itu, menanam dalam bagor atau karung bisa
menjadi solusi untuk lahan yang sempit di pekarangan rumah. Peluanng
usaha ini didukung dengan adanya daya dukung pemerintah, naiknya harga
jahe, komoditi jahe adalah komoditi unggulan, membantu menambah
pendapatan masyarakat, dan daerah yang surplus menjadi penyuplai jahe.
(Wahyuni, 2022)

1.5 Kendala Dalam Berbudidaya Tanaman


Menurut BPS (2009) produktivitas jahe secara nasional dalam kurun
waktu 2010- 2012 menunjukkan bahwa pada tahun 2010 produktivitas jahe
sebesar 1,68 ton/ha, pada tahun 2011 produktivitas jahe mengalami
penurunan sebesar 1,62 ton/ha, dan pada 2012 produktivitas jahe meningkat
menjadi 1,92 ton/ha. Produktivitas jahe yang tidak stabil tersebut selain
disebabkan oleh cara budidaya yang belum optimal, juga disebabkan oleh
penggunaan bahan tanaman yang kurang bermutu. (Rokhmah, 2020)
Penanaman dilakukan secara langsung di lahan dan polibag dan dilakukan
penyiraman secara berkala tanpa mempertimbangkan teknik pembibitan,
penyediaan nutrisi, perawatan maupun teknik pemanenan. Hal ini
menyebabkan jahe yang ditanam oleh warga memiliki hasil produksi yang
rendah. Kendala utama masyarakat dalam pelaksanaan budidaya jahe ialah
terkait dengan teknik budidaya. masyarakat tidak mempelajari teknik
budidaya jahe terlebih dahulu dan langsung menanam dilahan atau
polibag.hal inilah yang menyebabkan hasil dari budidaya jahe masyarakat
menjadi rendah. Oleh karena itu, masyarakat perlu diperkenalkan teknik
budidaya yang mudah untuk dilakukan, salah satunya ialah dengan teknik
single-bud portray. (Wicaksono dan Kusumawardhana, 2018)
B. SISTIMATIKA BOTANI TANAMAN JAHE
2.1 Klasifikasi Tanaman
Jahe (Zingiber officinale Rosc.) adalah salah satu temu-temuan suku
zingiberaceae. Klasifikasi tanaman jahe sebaga berikut:
Kingdom: Plantae
Pylum: Tracheophyta
Class: Liliopsida
Ordo: Zingiberales
Family: Zingiberaceae
Genus: Zingiber mill
Species: Zingiber officinalle Rosc.
Sumber: Http://www.gbif.org.2019
2.2 Syarat Tumbuh
a) Iklim
Tanaman jahe membutuhkan curah hujan relatif tinggi, yaitu antara
2.500-4.000 mm/tahun.Pada umur 2,5 sampai 7 bulan atau lebih
tanaman jahe memerlukan sinar matahari. Dengan kata lain penanaman
jahe dilakukan di tempat yang terbuka sehingga mendapat sinar
matahari sepanjang hari. Suhu udara optimum utk budidaya tanaman
jahe antara 20-35°C.
b) Media Tanam
Tanaman jahe paling cocok ditanam pada tanah yang subur, gembur dan
banyak mengandung humus. Tekstur tanah yang baik adalah lempung
berpasir, liat berpasir dan tanah laterik.Tanaman jahe dapat tumbuh pada
keasaman tanah (pH) sekitar 4,3-7,4. Tetapi keasaman tanah (pH)
optimum utk jahe gajah adalah 6,8-7,0.
c) Ketinggian Tempat
Jahe tumbuh baik di daerah tropis dan subtropis dengan ketinggian 0-
2.000 m dpl. Di Indonesia pada umumnya ditanam pada ketinggian 200-
600 m dpl.
2.3 Morfologi Tanaman
Varietas jahe (Zingiber officinale) merupakan produk pertanian
dengan peluang dan prospek yang baik di Indonesia. Tanaman jahe
bertangka semu dengan tinggi 30 cm – 1 m. Memiliki rimpang kulit batang
yang agak tebal, membungkus daging umbi, berwarna coklat dan memiliki
aroma yang khas. Jahe memiliki daun bulat dan lanset dengan panjang 15 –
23 mm, memiliki bunga berbentuk tongkat atau bulat sempit dan mahkota
bunga berbentuk tabung dan berwarna kuning kehijauan (Hapsoh, Yaya, H.,
dan Elisa, 2010).
C. BUDIDAYA TANAMAN JAHE
3. 1 Pembibitan
Persyaratan Bibit Jahe: Bibit berkualitas adalah bibit yang memenuhi
syarat mutu genetik, mutu fisiologik (persentase tumbuh yang tinggi), dan
mutu fisik. yang dimaksud dengan mutu fisik adalah bibit yang bebas hama
dan penyakit. Oleh karena itu kriteria yang harus dipenuhi antara lain:
Bahan bibit diambil langsung dari kebun (bukan dari pasar). Dipilih bahan
bibit dari tanaman yang sudah tua (berumur 9-10 bulan) dari tanaman yang
sehat dan kulit rimpang tidak terluka atau lecet.
Teknik Penyemaian Bibit: untuk pertumbuhan tanaman yang serentak
atau seragam, bibit jangan langsung ditanam sebaiknya terlebih dahulu
dikecambahkan. Penyemaian bibit dapat dilakukan dengan peti kayu atau
dengan bedengan.
Penyemaian pada peti kayu: Rimpang jahe yang baru dipanen dijemur
sementara (tidak sampai kering), kemudian disimpan sekitar 1-1,5 bulan.
Patahkan rimpang tersebut dengan tangan dimana setiap potongan memiliki
3-5 mata tunas dan dijemur ulang 1/2-1 hari. Selanjutnya potongan bakal
bibit tersebut dikemas ke dalam karung beranyaman jarang, lalu dicelupkan
dalam larutan fungisida dan zat pengatur tumbuh sekitar 1 menit kemudian
keringkan. Setelah itu dimasukkan kedalam peti kayu. Lakukan cara
penyemaian dengan peti kayu sebagai berikut: pada bagian dasar peti kayu
diletakkan bakal bibit selapis, kemudian di atasnya diberi abu gosok atau
sekam padi, demikian seterusnya sehingga yang paling atas adalah abu
gosok atau sekam padi tersebut. Setelah 2-4 minggu lagi, bibit jahe tersebut
sudah disemai.
Penyemaian pada bedengan: Buat rumah penyemaian sederhana ukuran
10 x 8 m utk menanam bibit 1 ton (kebutuhan jahe gajah seluas 1 ha). Di
dalam rumah penyemaian tersebut dibuat bedengan dari tumpukan jerami
setebal 10 cm. Rimpang bakal bibit disusun pada bedengan jerami lalu
ditutup jerami, dan di atasnya diberi rimpang lalu diberi jerami pula,
demikian seterusnya, sehingga didapatkan 4 susunan lapis rimpang dengan
bagian atas berupa jerami. Perawatan bibit pada bedengan dapat dilakukan
dengan penyiraman setiap hari dan sesekali disemprot dengan fungisida.
Setelah 2 minggu, biasanya rimpang sudah bertunas. Bila bibit bertunas
dipilih agar tidak terbawa bibit berkualitas rendah. Bibit hasil seleksi itu
dipatah-patahkan dengan tangan dan setiap potongan memiliki 3-5 mata
tunas dan beratnya 40-60 gram.
Penyiapan Bibit Jahe: Sebelum ditanam, bibit harus dibebaskan dari
ancaman penyakit dengan cara bibit tersebut dimasukkan ke dalam karung
dan dicelupkan ke dalam larutan fungisida sekitar 8 jam. Kemudian bibit
dijemur 2-4 jam, barulah ditanam.
3.2 Persiapan Lahan
Persiapan Lahan: utk mendapatkan hasil panen yang optimal harus
diperhatikan syarat-syarat tumbuh yang dibutuhkan tanaman jahe. Bila
keasaman tanah yang ada tidak sesuai dengan keasaman tanah yang
dibutuhkan tanaman jahe, maka harus ditambah atau dikurangi keasaman
dengan kapur.
Pembukaan Lahan: Pengolahan tanah diawali dengan dibajak sedalam
kurang lebih dari 30 cm dengan tujuan utk mendapatkan kondisi tanah yang
gembur atau remah dan membersihkan tanaman pengganggu. Setelah itu
tanah dibiarkan 2- 4 minggu agar gas-gas beracun menguap serta bibit
penyakit dan hama akan mati terkena sinar matahari. Apabila pada
pengolahan tanah pertama dirasakan belum juga gembur, maka dapat
dilakukan pengolahan tanah yang kedua sekitar 2-3 minggu sebelum tanam
dan sekaligus diberikan pupuk kandang dengan dosis 1.500-2.500 kg.
Pembentukan Bedengan: Pada daerah yang kondisi air tanahnya jelek dan
sekaligus utk mencegah terjadinya genangan air, sebaiknya tanah diolah
menjadi bedengan-bedengan engan ukuran tinggi 20-30 cm, lebar 80-100
cm, sedangkan panjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan.
Pengapuran: Pada tanah dengan pH rendah, sebagian besar unsur-unsur
hara didalamnya, Terutama fosfor (p) dan calcium (Ca) dalam keadaan tidak
tersedia atau sulit diserap. Kondisi tanah yang masam ini dapat menjadi
media perkembangan beberapa cendawan penyebab penyakit fusarium sp
dan pythium sp. Pengapuran juga berfungsi menambah unsur kalium yang
sangat diperlukan tanaman utk mengeraskan bagian tanaman yang berkayu,
merangsang pembentukan bulu-bulu akar, mempertebal dinding sel buah
dan merangsang pembentukan biji.
3.3 Penanaman
Penentuan Pola Tanaman: Pembudidayaan jahe secara monokultur pada
suatu daerah tertentu memang dinilai cukup rasional, karena mampu
memberikan produksi dan produksi tinggi. Namun di daerah,
pembudidayaan tanaman jahe secara monokultur kurang dapat diterima
karena selalu menimbulkan kerugian. Penanaman jahe secara tumpangsari
dengan tanaman lain mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
Mengurangi kerugian yang disebabkan naik turunnya harga, menekan biaya
kerja, seperti: tenaga kerja pemeliharaan tanaman, meningkatkan
produktivitas lahan, memperbaiki sifat fisik dan mengawetkan tanah akibat
rendahnya pertumbuhan gulma (tanaman pengganggu). Praktek di
lapangan, ada jahe yang ditumpangsarikan dengan sayursayuran, seperti
ketimun, bawang merah, cabe rawit, buncis dan lain-lain. Ada juga yang
ditumpangsarikan dengan palawija, seperti jagung, kacang tanah dan
beberapa kacang-kacangan lainnya.
Cara Penanaman: Cara penanaman dilakukan dengan cara melekatkan
bibit rimpang secara rebah ke dalam lubang tanam atau alur yang sudah
disiapkan.
Perioda Tanam: Penanaman jahe sebaiknya dilakukan pada awal musim
hujan sekitar bulan September dan Oktober. Hal ini dimungkinkan karena
tanaman muda akan membutuhkan air cukup banyak utk pertumbuhannya.
3. 4 Jarak Tanam
Pembutan Lubang Tanam: utk menghindari pertumbuhan jahe yang jelek,
karena kondisi air tanah yang buruk, maka sebaiknya tanah diolah menjadi
bedengan bedengan. Selanjutnya buat lubang-lubang kecil atau alur sedalam
3-7,5 cm untuk menanam bibit. Untuk jahe muda jarak tanam pada
umumnya 40 cm x 30 cm dan untuk jahe tua 60 cm x 40 cm
DAFTAR PUSTAKA

Hapsoh, Y. H., dan Elisa, J. (2010). Budidaya dan TeknologiPascapanen Jahe.


USU. Medan.
HOBIR, H., SYAHID, S. F., & MARISKA, I. (1998). Pengaruh pupuk dan jarak
tanam terhadap pertumbuhan dan produksi jahe asal kultur jaringan. Jurnal
Penelitian Tanaman Industri, 4(4), 129-134.
Koswara, S. (2006). Jahe, rimpang dengan sejuta khasiat. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Rokhmah, F. (2020). Pengaruh Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Air Kelapa Muda
Terhadap Pertumbuhan Beberapa Varietas Jahe (Zingiber officinale
rosc.). Biofarm: Jurnal Ilmiah Pertanian, 15(2).
Sebayang, H. T., Yurlisa, K., Widaryanto, E., Aini, N., & Azizah, N. (2020).
Penerapan teknologi budidaya tanaman jahe di pekarangan berbasis pertanian
sehat di desa Bokor, kabupaten Malang. Jurnal Pengabdian Pada
Masyarakat, 5(1), 45-50.
Triyono, K. (2018). Budidaya Tanaman Jahe Di Desa Plesungan Kecamatan
Gondangrejo Kab. Karanganyar Provinsi Jawa Tengah. Adi Widya: Jurnal
Pengabdian Masyarakat, 2(2), 1-10.
Wahyuni, E. D. (2022). Prospek Komoditi Jahe di Sumatera Barat. Jurnal
Ekobistek, 1-7.
Wicaksono, A. G. C., & Kusumawardhana, B. (2018). Pemberdayaan keterampilan
agrikultur masyarakat melalui budidaya jahe merah berbasis protray. Abdimas
unwahas, 2(2).

Anda mungkin juga menyukai