Anda di halaman 1dari 28

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN JERUK NIPIS

(Citrus aurantifolia) SEBAGAI BIOHERBISIDA UNTUK


MENGENDALIKAN GULMA TEKI (Cyperus rotundus) PADA
TANAMAN JAGUNG

SKRIPSI

Diajukan oleh :

Alima Maolidea Suri


20130210016
Program Studi Agroteknologi

Kepada
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
ii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jagung merupakan bahan pangan penting sumber karbohidrat kedua


setelah beras. Beberapa daerah di Indonesia menjadikan jagung sebagai bahan
pangan utama, bahan pakan ternak, dan industri.
Kandungan nilai gizi jagung terdiri dari karbohidrat 19 gram; gula 3,2
gram; serat 2,7 gram; kalori 90 kkal; protein 3,2 gram; lemak 1,2 gram; vitamin A
(setara dengan 10 ug) 1%; folat (vit.B9) (setara dengan 46 ug) 12%; vitamin C
(setara dengan 7 mg) 12%; besi (setara dengan 0,5 mg) 4%; magnesium (setara
dengan 37 mg) 10%; potassium (setara dengan 270 mg) 6%; dan air 24 gram
(Retno, 2010) ( Lampiran I).
Secara nasional, produksi jagung dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan. Berdasarkan angka sementara BPS, bahwa produksi jagung nasional
tahun 2015 sebesar 19,61 juta ton, mengalami peningkatan sebesar 3,17% atau
lebih tinggi 0,61 juta ton dibanding produksi tahun 2014 sebesar 19 juta ton. Pada
tahun 2016, Kementerian Pertanian memproyeksikan produksi jagung naik
menjadi 24 juta ton atau diharapkan meningkat sebesar 8,8% (Kementerian
Pertanian, 2016)
Kebutuhan jagung di Indonesia pada tahun 2016 mencapai 13,8 juta ton.
Kebutuhan tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu sebagai industri pakan
dengan jumlah kebutuhan mencapai 8,6 juta ton dan sebagai pangan dengan
jumlah kebutuhan mencapai 5,2 juta ton (Pebrianto, 2016). Oleh karena itu,
jagung perlu dikembangkan.
Di dalam budidaya jagung salah satu masalah yang sering terjadi adalah
gulma. Hal tersebut dikarenakan gulma sangat merugikan karena dapat
menurunkan kuantitas hasil tanaman pokok. Teki (Cyperus rotundus) merupakan
salah satu jenis gulma yang tumbuh secara liar, biasanya tumbuh di tempat
terbuka atau sedikit terlindung dari sinar matahari seperti di tanah kosong, tegalan,
lapangan rumput, pinggir jalan atau lahan pertanian. Rumput teki sangat

1
2

merugikan karena dapat menurunkan produksi dari beberapa tanaman seperti padi
10,8%; sorgum 17,8%; jagung 13%; tebu 15,7%; coklat 11,9%; kedelai 13,5%
dan kacang tanah 11,8% (Gunawan, 2012).
Rumput teki memiliki sifat sukar dikendalikan, hal tersebut dikarenakan
rumput teki memiliki karakteristik, diantaranya yaitu rumput teki tahan terhadap
kekeringan, sistem perakaran yang dalam, serta memiliki umbi dan biji yang
digunakan untuk berkembangbiak. Apabila daun pada teki mati, kemungkinan teki
masih dapat tumbuh. Oleh karena itu, umbi menjadi acuan mati atau tidaknya
gulma rumput teki.
Pengendalikan gulma rumput teki umumnya dilakukan dengan
melakukan pengolahan lahan, pemakaian benih murni tanpa terkontaminasi biji-
biji gulma, air irigasi yang teratur dan tergenang secara terus - menerus, populasi
tanaman yang optimum, serta dapat dikendalikan dengan cara manual dan
mekanis. Namun pengendalian ini kurang efektif karena membutuhkan waktu
yang lama, sehingga masyarakat menggunakan herbisida. Herbisida yang biasa
dipakai adalah herbisida berbahan aktif Paraquat diklorida dan Glifosat.
Paraquat diklorida merupakan herbisida yang bekerja secara kontak. Herbisida
kontak memiliki kelemahan yaitu hanya mampu membasmi gulma yang terkena
semprotan saja terutama organ bagian atas seperti daun sementara pada umbi tidak,
sehingga kemungkinan gulma akan tumbuh kembali. Sementara Glifosat merupakan
herbisida yang bekerja secara sistemik. Kelemahan penggunaan herbisida sistemik
adalah pencemaran lingkungan oleh residu bahan kimia dan tidak ramah
lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan alternatif dalam mengendalikan gulma
rumput teki menggunakan bioherbisida.
Bioherbisida merupakan bahan alami pembasmi gulma yang bahan
aktifnya berasal dari alam seperti ekstrak tanaman tertentu yang sudah diketahui
efek positifnya dalam membasmi gulma tertentu. Ada berbagai macam
bioherbisida, salah satunya adalah bioherbisida yang menggunakan ekstrak daun
jeruk nipis. Jeruk nipis (Citrus auratifolia) merupakan salah satu tanaman yang
dapat dimanfaatkan sebagai bioherbisida. Kandungan senyawa metabolit sekunder
terbesar pada daun jeruk nipis adalah flavonoid. Flavonoid bekerja secara sistemik
3

yang berperan terhadap proses penghambatan pertumbuhan, yakni berperan


sebagai penghambat kuat terhadap IAA-oksidase. Mekanisme penghambatannya
terdiri dari serangkaian proses kompleks yang melalui beberapa aktivitas seperti
pengaturan pertumbuhan melalui gangguan pada zat pengatur tumbuh,
pengambilan hara, fotosintesis, respirasi, pembukaan stomata, sintesis protein,
penimbunan karbon, dan sintesis pigmen (Denada dan Kristanti, 2013).
Hasil penelitian Denada dan Kristanti (2013) menunjukkan bahwa
penggunaan ekstrak daun ketapang yang mengandung flavonoid dapat
menghambat pertumbuhan gulma rumput teki yaitu pada konsentrasi 50%.
Menurut hasil penelitian Diana dan Pamela (2015) menujukkan bahwa
penggunaan ekstrak daun cengkih yang mengandung flavonoid juga dapat
menghambat pertumbuhan gulma rumput teki yaitu pada konsentrasi 50%.
Ekstrak daun jeruk nipis juga mengandung senyawa flavonoid sehingga
kemungkinan berpotensi sebagai penghambat gulma rumput teki.
Faktor keberhasilan dalam penghambatan pertumbuhan gulma rumput
teki adalah konsentrasi dan umur daun jeruk nipis. Kedua faktor tersebut yang
akan mempengaruhi tanaman budidaya, salah satunya adalah tanaman jagung.
Pada konsentrasi yang tinggi maka efektivitas yang diperoleh tinggi, namun
membutuhkan penyediaan bahan yang relatif banyak, sedangkan pada konsentrasi
yang rendah mempengaruhi pemberian bioherbisida ekstrak daun jeruk nipis
menjadi tidak efektif. Flavonoid merupakan senyawa metabolis sekunder yang
mempengaruhi hasil fotosintesis sehingga juga berpengaruh terhadap umur daun.
Pada umur daun yang masih muda kandungan flavonoidnya masih rendah,
sedangkan pada daun yang tua menyebabkan kandungan flavonoid yang tersedia
berkurang karena daun mengalami senesen. Oleh karena itu, perlu diketahui
konsentrasi dan umur daun yang tepat. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka
perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan konsentrasi dan umur daun ekstrak
daun jeruk nipis yang tepat untuk menghambat pertumbuhan rumput teki.
4

B. Perumusan Masalah
Adapun permasalahan yang ditemukan adalah sebagai berikut:
1. Berapa konsentrasi ekstrak daun jeruk nipis yang tepat untuk menghambat
pertumbuhan gulma rumput teki?
2. Berapa umur daun jeruk nipis yang tepat untuk menghambat pertumbuhan
gulma rumput teki?
3. Bagaimana pengaruh ekstrak daun jeruk nipis pada tanaman jagung?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendapatkan konsentrasi yang tepat pada ekstrak daun jeruk nipis untuk
menghambat pertumbuhan gulma rumput teki
2. Mendapatkan umur daun jeruk nipis yang tepat untuk menghambat
pertumbuhan gulma rumput teki
3. Mengetahui pengaruh ekstrak daun jeruk nipis terhadap tanaman jagung
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Jagung

Jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari


keluarga rumput-rumputan. Jagung merupakan tanaman semusim (Annual). Satu
siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus
merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap
pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Pada umumnya
tanaman jagung berketinggian antara 1 m sampai 3 m (Saleh, 2014).
Klasifikasi tanaman jagung sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Classis : Monocotyledone (berkeping satu)
Ordo : Graminae (rumput-rumputan)
Familia : Graminaceae
Genus : Zea
Species : Zea mays L.
Jagung termasuk tanaman berumah satu (monoecious) yaitu bunga jantan
(staminate) terbentuk pada malai dan bunga betina (tepistila) terletak pada
tongkol di pertengahan batang secara terpisah tetapi masih dalam satu tanaman
(Irawati, 2010).
Jagung tergolong tanaman C4 dan mampu beradaptasi dengan baik pada
faktor pembatas pertumbuhan dan produksi. Salah satu sifat tanaman jagung
sebagai tanaman C4, antara lain yaitu daun mempunyai laju fotosintesis lebih
tinggi dibandingkan tanaman C3, fotorespirasi dan transpirasi rendah, efisien
dalam penggunaan air ( Irawati, 2010). Berdasarkan morfologinya tanaman
jagung terdiri dari dari akar, batang, daun, bunga, dan buah.
Perakaran tanaman jagung terdiri dari 4 macam akar, yaitu akar utama,
akar cabang, akar lateral, dan akar rambut. Sistem perakaran tersebut berfungsi
sebagai alat untuk mengisap air serta garam-garam mineral yang terdapat dalam

5
6

tanah, mengeluarkan zat organik serta senyawa yang tidak diperlukan dan alat
pernapasan.
Akar jagung termasuk dalam akar serabut yang dapat mencapai
kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman
yang cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah
yang membantu menyangga tegaknya tanaman (Irmayani, 2011).
Batang tanaman jagung beruas-ruas dengan jumlah ruas bervariasi antara
10-40 ruas. Tanaman jagung umumnya tidak bercabang. Panjang batang jagung
umumnya berkisar antara 60-300 cm (Irmayani, 2011).
Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang, antara
pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang
daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada pula yang berambut. Setiap stoma
dikelilingi oleh sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting
dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun ( Irmayani, 2011).
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin)
dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas
bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Bunga jantan tumbuh di bagian
puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna
kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol yang tumbuh
diantara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat
menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga
(Irmayani, 2011).
Buah jagung terdiri dari tongkol, biji dan daun pembungkus. Biji jagung
mempunyai bentuk, warna, dan kandungan endosperm yang bervariasi, tergantung
pada jenisnya. Umumnya buah jagung tersusun dalam barisan yang melekat
secara lurus atau berkelok-kelok dan berjumlah antara 8-20 baris biji (Irmayani,
2011).
Di Indonesia, jagung umumnya ditanam di dataran rendah baik di
tegalan, sawah tadah hujan maupun sawah irigasi, sebagian juga terdapat di
daerah pegunungan pada ketinggian 1000-1800 meter di atas permukaan laut
(Saleh, 2014).
7

Syarat tumbuh tanaman jagung, diantaranya yaitu suhu yang dikehendaki


tanaman jagung adaah antara 21oC-30oC. Suhu yang terlalu tinggi dan
kelembaban yang rendah dapat mengganggu peroses persarian. Curah hujan
normal untuk pertumbuhan tanaman jagung adalah sekitar 250 mm/tahun sampai
2000 mm/tahun. Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung
adalah daerah-daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim subtropics atau
tropis yang basah.Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0o-50oLU
hingga 0o-40oLS. Jagung bisa ditanam di daerah dataran rendah sampai di daerah
pegunungan yang memiliki ketinggian tempat antara 1000-1800 meter dari
permukaan laut. Jenis tanah yang dapat ditanami jagung adalah tanah andosol,
tanah latosol, tanah grumosol, dan tanah berpasir ( Irmayani, 2011).

B. Gulma

Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh di suatu tempat dalam waktu


tertentu tidak dikehendaki oleh manusia. Gulma tidak dikehendaki karena
bersaing dengan tanaman yang dibudidayakan dan dibutuhkan biaya pengendalian
yang cukup besar yaitu sekitar 25-30% dari biaya produksi (Agus, 2015).
Gulma adalah tumbuhan yang mampu beradaptasi (liar atau sengaja
ditanam) dan menyebabkan gangguan pada pertanaman secara langsung atau tidak
langsung terhadap tanaman dan aktivitas manusia dalam pengelolaan tanaman
(Ahmad, 2012).
Gulma memiliki karakteristik yaitu pertumbuhannya cepat, mempunyai
daya saing yang kuat dalam memperebutkan faktor-faktor kebutuhan hidupnya,
mempunyai toleransi yang besar terhadap kondisi lingkungan yang ekstrem,
mempunyai daya berkembangbiak yang besar secara vegetatif dan atau generatif,
alat perkembangbiakannya mudah tersebar melalui angin, air, maupun binatang,
bijinya mempunyai sifat dormansi yang memungkinkannya untuk bertahan hidup
dalam kondisi yang kurang menguntungkan (Ahmad, 2012).
Gulma dapat bersaing melalui berbagai hal yang terdiri dari persaingan
dalam kebutuhan unsur hara, air, cahaya dan ruang tumbuh sehingga dapat
8

menurunkan hasil, menurunkan kualitas hasil, menurunkan nilai dan produktivitas


tanah, meningkatkan biaya pengerjaan tanah, meningkatkan biaya penyiangan,
meningkatkan kebutuhan tenaga kerja, dan menjadi inang bagi hama dan penyakit
(Agus, 2015).
Gulma mampu bersaing efektif selama jangka waktu kira-kira 1/4 -1/3
dari umur tanaman semusim (annual crops) sejak awal pertumbuhannya. Pada
lahan kering gulma tumbuh lebih awal dan populasinya lebih padat dan menang
bersaing dengan tanaman yang dibudidayakan, sehingga gulma sering menjadi
masalah utama setelah faktor air dalam sistem produksi tanaman di lahan kering,
terutama tanaman semusim (pangan dan sayuran) (Agus, 2015).
Gulma dapat menimbulkan kerugian yaitu dapat menurunkan hasil
tanaman (kuantitas dan kualitas produk), kompetisi seperti air, hara, cahaya, CO2,
dan ruang tumbuh. Selain itu, gulma juga menghambat atau menekan
pertumbuhan bahkan meracunitanaman budidaya dengan mengeluarkan zat
alelopati, mempersulit pemeliharaan tanaman, pemupukan, penggemburan tanah,
dan pengendalian OPT (Ahmad, 2012).

C. Rumput Teki (Cyperus rotundus)

Rumput teki (Cyperus rotundus) adalah gulma yang paling berbahaya di


dunia pertanian. Keberadaan rumput teki ini selalu ada pada area tanaman pangan.
Keberadaan rumput teki menimbulkan dampak negatif yaitu berkurangnya hasil
panen dan produksi (Anonim,2013).
Cyperus rotundus merupakan gulma tahunan berkembang biak dengan
biji dan umbi akar, tumbuh tegak, berbentuk segitiga, tingginya 10-50 cm dan
penampangnya 1-2 mm. Cyperus rotundus gulma tahunan bereproduksi secara
vegetatif dengan stolon dan rhizome yang mampu bertahan didalam tanah dan
akan tumbuh kembali jika kondisi memungkinkan untuk tumbuh. Pengendalian
Cyperus rotundus yang efektif dan efisien dapat dikendalikan dengan cara
mekanis dan biologis (Agus Nugroho Setiawan, 2014).
9

Rumput teki biasanya tumbuh liar di kebun, ladang ataupun tempat lain
dengan ketinggian sampai 1000 m dari permukaan laut. Tumbuhan ini mudah
dikenali karena bunga-bunganya berwarna hijau kecoklatan, terletak di ujung
tangkai dengan tiga tunas, benang sari berwarna kuning jernih, membentuk
bunga-bunga berbulir, mengelompok menjadi satu berupa payung. Ciri khasnya
terletak pada buah-buahnya yang berbentuk kerucut besar pada pangkalnya,
kadang-kadang melekuk berwarna coklat, dengan panjang 1,5 - 4,5 cm dengan
diameter 5 - 10 mm. Daunnya berbentuk pita, berwarna mengkilat dan terdiri dari
4-10 helai, terdapat pada pangkal batang membentuk rozel akar, dengan pelepah
daun tertutup tanah. Pada rimpangnya yang sudah tua terdapat banyak tunas yang
menjadi umbi berwarna coklat atau hitam. Umbi-umbi ini biasanya mengumpul
berupa rumpun (Ida, 2013).
Di lahan pertanian rumput teki ternyata menjadi gulma yang sangat
merugikan karena rumput teki menghasilkan alelopati sama halnya dengan alang-
alang (Imperata cylindrica) yang dapat merugikan tanaman pokok. Persaingan
gulma pada awal pertumbuhan akan mengurangi kuantitas hasil, sedangkan
persaingan dan gangguan gulma menjelang panen berpengaruh besar terhadap
kualitas hasil. Alelopati adalah interaksi biokimia antara mikroorganisme atau
tanaman baik yang bersifat positif maupun negatif ( Feri, 2014)
Perkembangbiakan rumput teki dapat berkembangbiak dengan Simple
perennial (generatif) dan Creeping perennial (vegetatif). Rumput teki
berkembangbiak dengan umbi (stolon) yang berarti rumput teki termasuk kedalam
perkembangbiakan Creeping perennial (vegetatif), namun rumput teki memiliki
bunga dan biji yang termasuk dalam perkembangbiakan simple perennial
(generatif) (Feri, 2014).

D. Pengendalian Gulma

Gulma dapat dikendalikan dengan metode preventif, mekanis, biologis,


kimiawi, dan terpadu (BPTP Aceh, 2016).
10

Metode preventif adalah pengendalian dengan menggunakan metode


pencegahan. Pengendalian gulma secara preventif dapat dilakukan melalui
mencegah invasi gulma, mencegah menetapnya gulma, mencegah menyebarnya
suatu species gulma ke suatu daerah yang sebelumnya tidak pernah ditumbuhi
gulma tersebut. Tindakan preventif terdiri dari menanam benih bebas dari biji
gulma, menggunakan pupuk kandang yang bebas gulma, menggunakan alat panen
yang bersih dan bebas gulma, memberantas gulma yang tumbuh dan menyebar di
sekitar daerah irigasi dan areal tanam semua (BPTP Aceh ,2016).
Pengendalian mekanis adalah pengendalian dilakukan sebelum
penemuan herbisida. Pengendalian mekanis terdiri dari hand-weeding
(pencabutan), tillage (mengolah tanah), mowing (pembabatan), mulching
(pemulsaan), penggenangan, pembakaran dan perlakuan panas (Rasta, 2012).
Hand-weeding (pencabutan) merupakan tindakan paling efektif untuk
gulma yang baru tumbuh, gulma yang masih muda, terutama gulma semusim,
tidak efektif dalam mengendalikan gulma tahunan yang telah kuat tumbuhnya
dimana organ perbanyakan vegetatifnya yang terdapat di bawah permukaan tanah
tidak akan terganggu oleh pencabutan, baik untuk mengendalikan gulma di
pekarangan atau di kebun yang tidak terlalu luas (Rasta, 2012).
Tillage (mengolah tanah) merupakan tindakan dengan menimbun gulma
dan biji-bijinya, memisahkan sistem perakaran, menyebabkan gulma di atas
permukaan tanah menjadi mengering dan dapat menstimulasi perkecambahan biji
gulma agar selanjutnya dapat dikendalikan. Pengendalian dengan cara inibiasanya
menggunakan cangkul atau bajak, sangat efektif untuk gulma semusim yang baru
tumbuh, gulma akan segera mati bila semua bagian gulma dibenamkan, dan tidak
efektif membenamkan gulma tahunan yang punya alat perbanyakan yang
terbenam di dalam tanah seperti teki dan alang-alang (Rasta, 2012).
Mowing (Pembabatan) merupakan tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi produksi biji gulma dan untuk membatasi pertumbuhan gulma
tertentu pada pekarangan, lapangan, dan sepanjang tepi jalan (Rasta, 2012).
11

Penggenangan merupakan teknik yang digunakan untuk memanipulasi


biji gulma dengan cara menstimulasi perkecambahannya, dan kemudian
melaksanakan pengendalian yg tepat sebelum tanam (pre-planting) (Rasta,2012).
Pengendalian gulma secara kimiawi adalah pengendalian gulma dengan
menggunakan bahan kimia yang dapat menekan atau bahkan mematikan gulma.
Bahan kimia itu disebut herbisida. Herba adalah gulma dan sida adalah
membunuh, jadi herbisida adalah zat kimia yang dapat mematikan gulma (BPTP
Aceh, 2016).
Pengendalian gulma secara biologis (hayati) adalah pengendalian gulma
dengan menggunakan organisme lain, seperti insekta, fungi, bakteri sebagainya
(BPTP Aceh, 2016).
Pengendalian gulma secara terpadu merupakan suatu pengendalian yang
efektif melibatkan beberapa cara dalam waktu yang berurutan dalam suatu musim
tanam. Pengendalian ini merupakan paduan antara beberapa cara pengendalian
dalam satu musim tanam diharapkan dapat mengatasi masalahnya, seperti
perpaduan antara pengendalaian secara mekanik diteruskan dengan pemberian
herbisida pasca tumbuh, penggunaan herbisida pra tumbuh diteruskan herbisida
pasca tumbuh dan lain lagi perpaduan yang sekiranya dapat menekan investasi
gulma yang sulit untuk dibasmi (BPTP Aceh, 2016).

E. Jeruk Nipis (Citrus auratifolia)


Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) termasuk salah satu jenis citrus Geruk.
Jeruk nipis termasuk jenis tumbuhan perdu. Batangnya berkayu ulet, berduri, dan
keras serta tingginya sekitar 0,5-3,5 m. Permukaan kulit luarnya berwarna hijau
tua dan kusam. Daunnya majemuk, berbentuk elips dengan pangkal membulat,
ujung tumpul, dan tepi beringgit. Panjang daunnya mencapai 2,5-9 cm dan
lebarnya 2-5 cm. Tulang daunnya menyirip dengan tangkai bersayap, hijau dan
lebar 5-25 mm. Bunga berukuran majemuk atau tunggal yang tumbuh di ketiak
daun atau di ujung batang dengan diameter 1,5-2,5 cm. Kelopak bunga berbentuk
seperti mangkok berbagi 4-5 dengan diameter 0,4-0,7 cm berwama putih
kekuningan dan tangkai putik silindris putih kekuningan. Daun mahkota
12

berjumlah 4-5, berbentuk bulat telur atau lanset dengan panjang 0,7-1,25 cm dan
dan lebar 0,25-0,5 cm serta berwarna putih. Tanaman jeruk nipis mempunyai akar
tunggang (Purnomo, 2014).
Klasifikasi ilmiah tanaman jeruk nipis sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Rutaceae
Genus : Citrus
Spesies : Citrus aurantifolia
Jeruk nipis mengandung unsur-unsur senyawa kimia yang bemanfaat,
misalnya: asam sitrat, asam amino (triptofan, lisin), minyak atsiri (sitral, limonen,
felandren, lemon kamfer, kadinen, gerani-lasetat, linali-lasetat, aktilaldehid,
nonildehid), damar, glikosida, asam sitrun, lemak, kalsium, fosfor, besi, belerang
vitamin B1 dan C. Selain itu, jeruk nipis juga mengandung senyawa saponin dan
flavonoid yaitu hesperidin (hesperetin 7-rutinosida), tangeretin, naringin,
eriocitrin, eriocitrocide (Cancer Chemoprevention Research Center, 2014)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Diana dan Pamela (2015)
telah membuktikan bahwa kandungan senyawa flavonoid yang dihasilkan dari
ekstrak daun cengkih dapat digunakan sebagai herbisida nabati terhadap gulma
rumput teki dan pada penelitian tersebut diketahui bahwa konsentrasi 50% adalah
konsentrasi yang optimum dalam mengendalikan gulma rumput teki. Pada
penelitian lainnya diketahui bahwa kandungan flavonoid dalam daun cengkih
sebanyak 4,49 ml kuersetin/kg (Johnly dkk, 2012). Kandungan flavonoid dalam
daun jeruk nipis sebanyak 93,41 ml ( Nilam, 2013).
13

Flavonoid memiliki peranan terhadap proses penghambatan pertumbuhan


rumput teki, yakni berperan sebagai penghambat kuat terhadap IAA oksidase.
Mekanisme penghambatan ini meliputi serangkaian proses kompleks yang melalui
beberapa aktivitas metabolisme yang meliputi pengaturan pertumbuhan melalui
gangguan pada zat pengatur tumbuh, pengambilan hara, fotosintesis, respirasi,
pembukaan stomata, sintesis protein, penimbunan karbon, dan sintesis pigmen
(Denada dan Kristanti, 2013)
Pada konsentrasi tertentu senyawa metabolit sekunder yang digunakan
sebagai herbisida ekstrak daun jeruk dapat menghambat dan mengurangi hasil
pada proses-proses utama tumbuhan. Hambatan tersebut misalnya terjadi pada
pembentukan asam nukleat, protein, dan ATP. Jumlah ATP yang berkurang dapat
menekan hampir seluruh proses metabolisme sel, sehingga sintesis zat-zat lain
yang dibutuhkan oleh tumbuhan pun akan berkurang, masuknya senyawa
metabolit sekunder yang digunakan sebagai herbisida ekstrak daun jeruk bersama
air ke dalam biji akan menghambat induksi hormon pertumbuhan seperti asam
giberelin (GA) dan asam indolasetat (IAA). Dengan dihambatnya sintesis
giberelin maka tidak akan terjadi pemacuan enzim -amilase, akibatnya proses
hidrolisis pati menjadi glukosa di dalam endosperma atau kotiledon berkurang.
Pada gilirannya jumlah glukosa yang dapat dikirim ke titik-titik tumbuh lebih
sedikit. Berkurangnya komponen makro molekul mengakibatkan terhambatnya
sintesis protein yang juga akan berakibat pada terhambatnya sintesis protoplasma.
Oleh karena itu, proses pembelahan dan pemanjangan sel terhambat yang
berakibat pada terhambatnya proses perkecambahan dan pertumbuhan. Bahkan,
terjadi proses pertumbuhan yang tidak normal atau cacat (Denada dan Kristanti,
2013).
Berdasarkan hasil penelitian bahwa umur daun jeruk nipis memiliki
kandungan flavonoid yang berbeda. Daun muda memiliki ciri-ciri warna daun
berwarna hijau muda. Pada daun muda, kandungan flavonoid masih rendah.
sementara daun tua memiliki ciri yaitu daun berwarna hijau tua. Seiring makin
tuanya daun, dimana fotosintesis terjadi secara optimal, namun kandungan
flavonoid akan menurun (Devy dkk, 2010).
14

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Masriyadi (2013) telah


membuktikan bahwa pengaruh ekstrak kulit buah jengkol terhadap pertumbuhan
dan hasil tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt) dapat memberikan
pengaruh pada tanaman jagung yaitu tinggi tanaman, indek luas daun, lingkaran
tongkol, bobot tongkol pertanaman, bobot tongkol perplot, hasil per hektar,
persentase kematian gulma dominan, berat kering gulma dominan, dan persentase
penurunan hasil akibat serangan gulma. Kulit buah jengkol juga mengandung
senyawa flavonoid. Oleh karena itu, ekstrak daun jeruk nipis juga berpengaruh
pada tanaman jagung.

F. Hipotesis
1. Konsentrasi ekstrak daun jeruk nipis yang optimum untuk
mengendalikan gulma rumput teki adalah konsentrasi 30%
2. Umur daun jeruk nipis yang tepat untuk menghambat pertumbuhan
gulma rumput teki adalah saat daun jeruk nipis berwarna hijau.
3. Ekstrak daun jeruk nipis berpengaruh pada jagung
III. TATA CARA PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Proteksi dan Green House


Fakultas Pertanian UMY di Jl. Lingkar Selatan, Taman Tirto, Kecamatan
Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY. Penelitian akan dilaksanakan selama lima bulan
yaitu Desember 2016 sampai April 2017.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan meliputi benih jagung manis, daun jeruk nipis
yang memiliki ciri fisik yaitu daun berwarna hijau muda, daun berwarna hijau,
dan daun berwarna hijau tua, air, herbisida berbahan aktif Glifosat, umbi rumput
teki, etanol 70 % dan tanah regosol.
Alat yang digunakan meliputi blender, gelas ukur, timbangan analitik,
penyaring, pisau, hand sprayer, leaf area meter, gelas plastik, plastik penutup,
karet, polybag, kertas label, penggaris, pulpen.

C. Metode Penelitian

Penelitian akan dilakukan menggunakan metode eksperimen faktor


tunggal yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang
diujikan adalah daun jeruk nipis yang terdiri dari 3 aras yaitu daun jeruk nipis
yang berwarna hijau muda, daun jeruk nipis berwarna hijau, dan daun jeruk nipis
berwarna hijau tua yang masing-masing diberikan pada konsentrasi 30%, 40%,
50%, dan 60%, ditambah dua perlakuan pembanding yaitu penyemprotan
menggunakan herbisida berbahan aktif Glifosat, dan rumput teki yang tidak diberi
penyemprotan herbisida. Setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali dan setiap
perlakuan terdapat 3 unit tanaman korban sehingga diperoleh 112 perlakuan.

15
16

D. Cara Penelitian

1. Penyiapan Media Tanam


Media tanam yang digunakan adalah tanah regosol yang sudah
dikeringanginkan, kemudian diayak dan dimasukkan ke dalam polybag
sebanyak 10 kg (lampiran 3) dan bahan organik sebanyak 200 gram (lampiran
4), kemudian seluruh polibag diberi kapasitas lapang.
2. Persiapan
Persiapan yang dilakukan terdiri dari persiapan gulma rumput teki dan
persiapan benih jagung. Persiapan gulma dilakukan dengan mengambil umbi
rumput teki dari lapangan. Benih jagung yang digunakan adalah benih jagung
manis varietas gendis yang didapatkan di toko saprodi pertanian.
3. Penanaman
Penanaman terdiri dari penanaman rumput teki dan penanaman benih
jagung. Penanaman dilakukan secara bersamaaan dengan setiap polybag
terdiri dari empat umbi rumput teki dan satu benih jagung.
4. Pemberian Pupuk Dasar
Pupuk dasar yang digunakan adalah urea, SP-36, dan KCl. Pemberian
pupuk dasar dilakukan setelah penanaman. Dosis yang diberikan adalah urea
1,6 gram, SP-36 6 gram, dan KCl 4 gram (lampiran 4).
5. Pemeliharaan
Pemeliharaan terdiri dari pemeliharaan tanaman jagung. Pemeliharaan
yang dilakukan adalah penyiraman dan pemupukan.
a. Penyiraman
Penyiraman dilakukan secara intensif yaitu setiap dua hari sekali dan
apabila tanah dalam keadaan lembab, maka penyiraman tidak dilakukan.
b. Penyulaman
Penyulaman dilakukan apabila tanaman tidak tumbuh, baik gulma
rumput teki ataupun tanaman jagung. Penyulaman dilakukan pada minggu
pertama setelah tanam.
17

c. Pemupukan Susulan
Pemupukan dilakukan 2 kali yaitu pada minggu kedua setelah tanam
yaitu Urea 1,2 gram (lampiran 4).
d. Pengajiran
Pengajiran dilakukaan pada minggu keempat setelah tanam. Pengajiran
bertujuan agar tanaman tidak tumbang. Pengajiran dilakukan dengan cara
menopang tanaman menggunakan bambu kemudian diikat dengan
menggunakan tali rafia.
6. Pembuatan Herbisida Ekstrak Daun Jeruk Nipis
Pembuatan herbisida ekstrak daun jeruk nipis dilakukan dengan cara
menyiapkan daun jeruk nipis berwarna hijau muda, hijau hijau tua, sebanyak
1500 gram kemudian dicuci menggunakan air, setelah itu dikeringanginkan
dengan suhu ruang sampai air yang ada dipermukaan daun kering.
Daun yang sudah kering dipotong kecil-kecil dan dihancurkan hingga
halus dengan menggunakan blender, selanjutnya serbuk ditimbang sebanyak
500 gram untuk masing-masing umur daun, kemudian diekstrak
menggunakan metode maserasi dengan pelarut polar, yaitu etanol 70%
sebanyak 500 ml (lampiran 6) untuk masing-masing umur daun jeruk pada
botol plastik hingga serbuk benar- benar terendam seluruhnya. Perendaman
dilakukan pada suhu kamar selama 24 jam, setelah 24 jam hasil maserasi
disaring menggunakan saringan. Selanjutnya hasil ekstraksi diuapkan pada
evaporator sampai dihasilkan ekstrak murni daun jeruk nipis.
Hasil maserasi yang sudah disaring, kemudian diencerkan sesuai
konsentrasi yaitu 30% (30 ml ekstrak daun jeruk nipis ditambah 70 ml air
sebagai pelarut), 40% (40 ml ekstrak daun jeruk nipis ditambah 60 ml air
sebagai pelarut), 50% (50 ml ekstrak daun jeruk nipis ditambah 50 ml air
sebagai pelarut) dan 60% (60 ml ekstrak daun jeruk nipis ditambah 40 ml air
sebagai pelarut) (lampiran7)
18

7. Perlakuan
Pada perlakuan herbisida ekstrak daun jeruk nipis, penyemprotan
dilakukan sesuai dengan konsentrasi perlakuan. Pada perlakuan herbisida
berbahan aktif Glifosat berkonsentrasi 486 g/l. Penyemprotan dilakukan pada
minggu kelima setelah penanaman sebanyak 90 ml (lampiran 5) dengan cara
disemprotkan dengan interval seminggu sekali sampai minggu kedelapan
dengan menggunakan hand sprayer.
8. Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali setelah penanaman selama
delapan minggu.

E. Parameter Yang Diamati

1. Pengamatan Sampel
Pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali dimulai pada minggu
pertama setelah penanaman sampai minggu kedelapan dengan frekuensi
pengamatan seminggu sekali. Pengamatan sampel terdiri dari pengamatan
gulma rumput teki dan pengamatan tanaman jagung. Variabel pengamatan
gulma rumput teki terdiri dari tinggi gulma rumput teki, dan tingkat keracunan
rumput teki, sedangkan variabel pengamatan tanaman jagung yaitu tinggi dan
jumlah daun pada tanaman jagung.
a.Pengamatan Gulma Rumput Teki
a.1. Tinggi Rumput Teki (cm)
Tinggi rumput teki diukur dari pangkal batang sampai ujung daun
yang tertinggi. Alat yang digunakan untuk mengukur adalah penggaris
dengan satuan centimeter (cm). Pengamatan dilakukan pada minggu
pertama setelah tanam, dengan interval seminggu sekali selama delapan
minggu.
a.2. Jumlah Daun Teki (helai)
Jumlah daun dihitung dari daun terbawah sampai daun teratas yang
sudah membuka sempurna. Pengamatan dilakukan pada minggu pertama
setelah tanam, dengan interval seminggu sekali selama delapan minggu
dan dinyatakan dalam satuan helai.
19

a.3 Tingkat Keracunan


Tingkat keracunan dinilai secara visual terhadap rumput teki dalam
polibag perlakuan yang dinyatakan dalam skoring. Skoring dilakukan
dengan cara membandingkan kondisi rumput teki pada polibag yang
diperlakukan menggunakan herbisida dengan tanaman sehat. Pengamatan
dilakukan setiap satu minggu sekali setelah aplikasi (MSA) dengan
skoring sebagai berikut:
0 = tidak terjadi keracunan, (dengan tingkat keracunan 0 5%
bentuk dan warna daun tidak normal)
1 = keracunan ringan, (dengan tingkat keracunan 6 - 10% bentuk
dan warna daun tidak normal)
2 = keracunan sedang (dengan tingkat keracunan 11% - 20%
bentuk dan warna daun tidak normal)
3 = keracunan berat, (dengan tingkat keracunan 21% - 50% bentuk
pdan warna daun tidak normal)
4 = keracunan sangat berat, (dengan tingkat keracunan >50%
bentuk dan warna daun tidak normal, seningga daun mengering
dan rontok sampai mati) (Diana dan Pamela, 2015).
b.Pengamatan Tanaman Jagung
b.1. Tinggi Tanaman Jagung(cm)
Tinggi tanaman jagung diukur dari pangkal batang sampai ujung daun
yang tertinggi. Alat yang digunakan untuk mengukur adalah penggaris
dengan satuan centimeter (cm). Pengamatan dilakukan pada minggu
pertama setelah tanam, dengan interval seminggu sekali selama delapan
minggu.
b.2. Jumlah Daun (helai)
Jumlah daun dihitung dari daun terbawah sampai daun teratas yang
sudah membuka sempurna. Pengamatan dilakukan pada minggu pertama
setelah tanam, dengan interval seminggu sekali selama delapan minggu
dan dinyatakan dalam satuan helai.
20

2. Pengamatan Korban
Pengamatan korban terdiri dari pengamatan gulma korban rumput teki
dan pengamatan korban tanaman jagung. Pengamatan dilakukan pada minggu
keenam dan minggu kedelapan setelah perlakuan. Variabel pengamatan gulma
korban rumput teki terdiri dari luas daun rumput teki, dan bobot teki,
sedangkan variabel pengamatan korban tanaman jagung yaitu bobot segar
jagung, bobot kering jagung, dan luas daun jagung.
a. Pengamatan Gulma Korban
a.1 Luas Daun Rumput Teki (cm2)
Pengukuran luas daun dilakukan dengan mengukur luas daun pada
rumput teki yang dihitung dengan Leaf Area Meter dan dinyatakan dalam
satuan cm2.
a.2.Bobot Segar Teki(gram)
Pengamatan bobot segar teki dilakukan menggunakan timbangan
analitik yang dinyatakan dalam satuan gram.
b.2. Bobot Kering Teki (gram)
Pengamatan bobot kering teki dilakukan menggunakan timbangan
analitik yang dinyatakan dalam satuan gram.
b. Pengamatan Korban Pada Tanaman Jagung
b.1.Bobot Segar Tanaman Jagung (gram)
Pengamatan bobot segar tanaman jagung dilakukan menggunakan
timbangan analitik yang dinyatakan dalam satuan gram.
b.2. Bobot Kering Tanaman Jagung (gram)
Pengamatan bobot kering tanaman jagung dilakukan menggunakan
timbangan analitik yang dinyatakan dalam satuan gram.
b.3. Luas Daun Jagung (cm2)
Pengukuran luas daun dilakukan dengan mengukur luas daun pada
jagung yang dihitung dengan Leaf Area Meter dan dinyatakan dalam
satuan cm2.
21

3. Analisis Pertumbuhan
Laju pertumbuhan teki dihitung menggunakan NAR, CGR, dan LAI yang
dihitung pada minggu keenam dan kedelapan dengan memakai gulma korban
dan tanaman jagung korban.
a. NAR (Net Assimilation Rate)
NAR (Net Assimilation Rate) adalah adalah kemampuan tanaman
menghasilkan bahan kering hasil asimilasi tiap satuan luas daun tiap
satuan waktu yang dinyatakan dalam satuan g/dm2/minggu. NAR dihitung
menggunakan rumus :
NAR = (W2 W1)/(T2 T1 ) x (InLa2 InLa1)/(La2 La1)
Keterangan :
NAR = Net Assimilation Rate
W = Bobot Kering
T = Waktu
La = Luas Daun
b. CGR ( Crop Growth Rate )
CGR (Crop Growth Rate) adalah kemampuan tanaman menghasilkan
bahan kering hasil asimilasi tiap satuan luas polibag tiap satuan waktu
yang dinyatakan dalam satuan g/m2/minggu. CGR dihitung menggunakan
rumus :
CGR = (1/GA) . (W2-W1) / (T2-T1)
Keterangan :
GA = Luas polibag
W = Bobot Kering Teki
T = Waktu
c. LAI (Leaf Area Index)
LAI (Leaf Area Index) adalah luas daun di atas suatu luas polibag.
LAI dihitung menggunakan rumus
LAI = 1/Ga x La2-La1 /2 atau La/Ga
Keterangan :
LAI =Leaf Area Index
22

Ga = Luas polibag
La = Luas Daun

F. Analisis Data
Dari hasil pengamatan, selanjutnya dianalisis menggunakan sidik ragam
pada jenjang = 5%. Apabila dalam sidik ragam ada beda nyata antar perlakuan
yang diujikan, untuk mengetahui perlakuan yang berbeda dilakukan uji jarak
berganda Duncans Multiple Range Test (DMRT) pada jenjang = 5% dan
ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar.
23

G. Jadual Penelitian
Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV Bulan V Bulan VI
No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pembuatan Proposal
Penyiapan media
2 Tanam
Persiapan Bahan
3
Tanam
4 Penanaman
5 Pemupukan Dasar
6 Penyiraman
7 Pemupukan Susulan
8 Pembuatan Ekstrak
9 Perlakuan
10 Pengamatan Sampel
11 Pengamatan Korban
12 Analisis Data
13 Laporan
14 Seminar Hasil
DAFTAR PUSTAKA

Agroindonesia. 2016. Impor Jagung. http: // agroindonesia. co. id / index. php/


2016/ 01/ 26/ bulog- diminta- tampung- produksi- jagung- petani/.
Diakses 6 Mei 2016.

Agus. 2015. Gulma. http: // balittro. litbang. pertanian. go. id/ ind/ images/
publikasi / monograph/ nilam/ GULMA% 20 DAN % 20
PENGENDALIANNYA%20 PADA% 20BUDIDAYA. pdf . Diakses
Tanggal 1 Maret 2016.

Agus Nugroho Setiawan. 2014. Identifikasi Dan Distribusi Gulma Di Lahan Pasir
Pantai Samas, Kabupaten Bantul, DIY. Diakses Tanggal 15 Maret 2016.

Ahmad. 2012. Gulma. http: // agrotekuin. com/ images/ materi/ download. php?
fil= gulma_minggu_1 dan 2_2012. pdf . Diakses tanggal 1 Maret 2016.

Anonim. 2013. Ciri Rumput Teki. http: // digilib. its. ac. id/ public/ ITS-
Undergraduate- 31860- 1509100019 -Chapter1. pdf. Diakses Tanggal 15
Februari 2016.

BPTP Aceh. 2016. Pengendalian Gulma. http: // nad. litbang. pertanian. go.id/ ind/
index. php/ info- teknologi/ 797- teknik- pengendaian- gulma- fisik-
biologi-dan- kimiawi- pada- tanaman- kedelai. Diakses tanggal 1 Maret
2016.

Cancer Chemoprevention Research Center. 2014. http:// ccrc. farmasi. ugm.ac.id/?


page_id= 183. Diakses Tanggal 14 April 2016.

Denada dan kristanti.2013. Studi Potensi Herbisida Ekstrak Daun Ketapang


(Terminalia catappa) terhadap Gulma Rumput Teki (Cyperus rotundus).
Jurnal Sains dan Seni Pomits Vol.2 No.2.

Devi dkk. 2010. Kandungan Flavonoid dan Limonoid pada Berbagai Fase
Pertumbuhan Tanaman Jeruk Kalamondin (Citrus mitis Blanco) dan
Purut (Citrus hystrix Dc.). Hal : 360-367.

Diana dan Pamela.2015.Pemanfaatan Ekstrak Daun Cengkeh Sebagai Herbisida


Alami Terhadap Pertumbuhan Gulma Rumput Teki.Biopendix 1 (II), Hal
149-159.

Feri. 2014. Gulma Rumput Teki. http:// inpirasisahabat. blogspot. co.id/ 2014/ 03/
teki- cyperus- rotundus. html. Diakses Tanggal 14 April 2016.

24
25

Gunawan. 2012. Kerugian Gulma. http:// gunawool. blogspot. co. id/ 2012/ 01/
dampak- adanya- gulma- pada- tanaman. html. Diakses tanggal 1 Maret
2016.

Ida. 2013. Morfologi Rumput Teki. 2013. http:// ida chanchan. blogspot. co. id/
2013/ 10/ rumput- teki- cyperus- rotundus-l. html. Diakses Tanggal 14
April 2016.

Inggrit.2013. Fisiologi Tumbuhan. http:// inggritmemo. blogspot. co.id/ 2013/02


/fisiologi-tumbuhan-soal-dan-jawaban.html. Diakses Tanggal 15 April
2017.

Irawati. 2010. Deskripsi Tanaman Jagung. http:// repository. usu. ac. id/ bitstream/
123456789/ 18404/4/ Chapter% 20II.pdf .Diakses Tanggal 6 Mei 2016.

Irmayani. 2011. Morfologi Tanaman Jagung. http:// repository. usu. ac. id/
bitstream/ 123456789/23043/5/Chapter%20II.pdf.Diakses Tanggal 6
Mei 2016.

Johnly, Alfreds., Sudiarso, Budi., Jeany Polii dan Edi. 2012. Analisis fitokimia
limbah pertanian daun cengkih sebagai biosensitizer untuk fotoreduksi
besi. Prosoding seminar nasional Unesa.

Kementerian Pertanian 2016. Produksi Jagung. http:// www. pertanian. go. id/ ap
_posts /detil/ 552/2016/ 03/24/ 10/54/ 56/Produktivitas% 20Jagung%
20Terus%20 Meningkat. Diakses Tanggal 6 Mei 2016.

Masriyadi. 2013. Pengaruh Herbisida Ekstrak Kulit Buah Jengkol Terhadap


Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea mays
saccharata Sturt). Laporan Penelitian Fakultas Pertanian Universitas
Tamansiswa Padang.

Nilam. 2013. Uji Efektivitas Antioksidan Daun Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia)
Dengan Metode DPPH (1,1 diphenyl-2-picrylhydranzyl). Laporan
Penelitian Sarjana Kedokteran UIN.

Pebrianto. 2016. Konsumsi Jagung. http:// bisnis. liputan6. com/ read/ 2386889/
kebutuhan- jagung- nasional- capai- 138-juta- ton- di- 2016. Diakses
Tanggal 6 Mei 2016.
26

Purnomo. 2014. Jeruk Nipis. http:// purnomo- fst12.web.unair.ac.id/artikel_detail-


93309- Umum- Jeruk%20 nipis%20%28 Citrus%20 aurantifolia%29.
html. Diakses Tanggal 14 April 2016.

Rasta. 2012 Pengendalian Gulma Rumput Teki http:// cophierastafaras. blogspot.


co.id/ 2012/ 05/ pengendalian- gulma- pada- tanaman- kedelai. html.
Diakses Tanggal 14 April 2016.

Retno. 2010. Kandungan Kimia Jagung. http:// staff. uny. ac. id/ sites/ default/
files/ tmp/ artikel- ppm- jagung2 .doc. Diakses Tanggal 6 Mei 2016.

Saleh. 2014. Tanaman Jagung. http:// eprints. ung. ac. id/ 4100/ 6/ 2013- 1-
54411-611307140- bab2- 31072013114539. pdf Diakses Tanggal 6 Mei
2016.

Anda mungkin juga menyukai