JURUSAN AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
HALAMAN PENGESYAHAN LAPORAN
PRAKTIK KERJA LAPANG (PKL)
Aulia Zakia, SP, MSi Sukrin TC, STP Noven Islam Rahmansyah
NIDN. 0714078907 NIM. 201410200311118
Mengetahui
Ketua Jurusan Agronomi, Koordinator PKL,
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha karena berkat Rahmat dan
Karunia-Nya, laporan akhir Praktik Kerja Lapang (PKL) dengan judul “Prosedur
Penanganan Hama Penggerek Pada Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Di
Wilayah Kerja Pabrik Gula “Djombang Baru” dapat diselesaikan dengan lancar
barokah. Pelaksanaan PKL ini sebagai syarat untuk memenuhi mata kuliah S-1
jurusan Agronomi. Ucapkan terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam proses pelaksanaan dan penyusunan laporan ini, antara lain:
1. Kedua orang tua yang mendukung dalam melaksanakan mata kuliah ini,
2. Dr. Ir. Ali Ikhwan, MP selaku Kepala Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian-
Peternakan Universitas Muhammadiyah,
3. Ir. Sufianto, MM selaku coordinator PKL
4. Aulia Zakia, SP.,MSi. selaku dosen pembimbing PKL.
5. Pihak-pihak lain yang ikut andil dalam pelaksanaan Praktek Kerja Lapang ini.
Proses pelaksanaan maupun penyusunan laporan ini masih jauh dari kata
sempurna. Penulis berharap laporan ini dapat menjadi sumber informasi bagi
pembaca terkait penagananan hama penggerek pada perkebunan tebu.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
6.4.1 Pengendalian Mekanis .......................................................................... 16
6.4.2 Pengendalian Kultur Teknis atau Budidaya .......................................... 16
6.4.3 Aplikasi Insektisida Kimia .................................................................... 16
6.4.4 Pengendalian Biologis .......................................................................... 17
6.5 Penanganan Hama Penggerek Pucuk (Scirpophaga excerptalis) dengan Pias
Trichogramma spp. ........................................................................................ 17
BAB VII. Kesimpulan dan Saran .......................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 21
LAMPIRAN .......................................................................................................... 22
iv
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
1 Scirpophaga excerptalis ……………………………………………. 5
2 Chilo auricilius ………………………………………………………. 5
3 Chilo saccharariphagus ……………………………………………. 6
4 Phragmataecia castanea …………………………………………… 6
5 Logo utama perusahaan ……………………………………………. 10
6 Kondisi Kebun………………………………………………………... 13
7 Ilustrasi Lokasi Sampling secara Diagonal……………………... 14
8 Gejala Tanaman Dewasa………… 15
9 ………………………………… 15
10 Scirpophaga excerptalis di Lapang ……………………………… 17
11 Pias Trichogramma spp. …………………………………… 17
Tahapan Aplikasi …………………………………………………….
v
RINGKASAN
vi
BAB I. PENDAHULUAN
1
Berbagai metode pengendalian hama telah dilakukan secara terpadu seperti
pengendalian mekanis, pengendalian kultur teknis atau budidaya, pengendalian
kimiawi, dan pengendalian hayati atau biologis dengan cara pelepasan musuh
alami/predator. Metode pelepasan musuh alami/predator merupakan cara efektif
yang tidak merusak lingkungan ekosistem alami. Pada kasus pengendalian larva
hama penggerek pucuk tebu, musuh alami/predator alami larva hama atau yang
disebut dengan parasitoid larva. Berbagai kegiatan uji coba dilakukan untuk
mengetahui penanganan efektif terkait metode ini. Hal ini dilakukan untuk
menemukan strategi pelepasan predatornya atau strategi tindakan pengendalian
hama penggerek pucuk tebu.
Menurut Nurindah et al. (2018), pengendalian penggerek pucuk dan batang
tebu pada umumnya secara hayati dengan teknik pelepasan massal parasitoid telur,
terutama Trichogramma spp. Pelepasan Trichogramma spp. pada 100 titik
pelepasan dapat menekan infestasi Chilo sacchariphagus sehingga produksi tebu
meningkat 23%. Pelepasan Trichogramma spp. sebanyak 12.000 parasitoid/acre
per bulan selama 5 bulan (Apil–September) dapat menekan intensitas serangan
kompleks penggerek sebesar 35% dan 45%, serta meningkatkan produksi 19% dan
14%, masing-masing pada tanaman baru dan ratoon di Pakistan.
Oleh karena itu, penulis memilih PG Djombang Baru sebagai lokasi Praktek
Kerja Lapang (PKL). Hal ini karena perusahaan terkait memiliki prosedur
penanganan hama pada pada tanaman tebu. Ilmu mengenai prosedur penanganan
hama, khususnya hama penggerek pada tanaman tebu yang dilakukan oleh PG
Djombang Baru. Sehingga dengan pemilihan perusahaan tersebut, diharapkan
penulis mampu mengetahui penanganan hama tebu penggerek yang tepat mengikuti
proses dan prosedur yang telah ditentukan.
2
BAB II. TUJUAN DAN MANFAAT
2.1 Tujuan
Pelaksanaan kegiatan praktik kerja lapang ini bertujuan untuk mengetahui
serta memahami mengenai tanaman tebu dan hama penggerek tebu, menambah
wawasan dan pengetahuan tentang prosedur teknik pelaksanaan penanganan hama
penggerek pada tanaman Tebu (Saccharum officinarum Linn.).
2.2 Manfaat
Kegiatan praktik kerja lapang ini memiliki manfaat yaitu memahami dan
melaksanakan mengenai teknis penanganan hama penggerek pada tanaman Tebu
(Saccharum officinarum Linn.) di wilayah kerja PG Djombang Baru.
3
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA
4
membuat lorong gerekan menuju ke bagian tengah pucuk sampai ruas muda,
merusak titik tumbuh dan selanjutnya tanaman mati (Subiyakto, 2016).
5
3.2.3 Chilo saccharariphagus (Penggerek Batang)
Serangga merusak daun, yang ditandai dengan munculnya bercak-bercak
transparan memanjang tidak beraturan di daun. Ulat merusak daun dengan cara
masuk lewat pelepah dan batang. Lubang gerekan di dalam batang dan lubang
keluar bentuknya tidak beraturan. Jenis hama ini merusak tanaman tebu di berbagai
negara, termasuk di Mauritus . Setiap 1% kerusakan ruas tanaman tebu dapat
menurunkan bobot tebu 0,5%. Di Lampung, rata-rata dalam 10 tahun hama ini
menyebabkan kerusakan 4,75-11,66% (Goebel, 2014).
6
dan metidation. Sedikitnya ada 4 spesies parasitoid telur yang digunakan dalam
program pengendalian kompleks penggerek tebu, yaitu T. chilonis, T. japonicum
Ashmead, T. australicum, dan T. nanum. Pelepasan massal T. chilonis dilaporkan
dapat menyebabkan parasitisasi telur penggerek batang mencapai 98% (Subiyakto,
2016).
Pelepasan dilakukan dengan melepas 50 pias (@ 2000 ekor) per hektar
dilepas setiap minggu pada waktu umur 1–4 bulan atau 16 kali pelepasan.
Pengendalian penggerek pucuk pada pertanaman GMP Lampung dilakukan dengan
pelepasan dan konservasi musuh alami, aplikasi insektisida tanah, serta
pengendalian secara mekanis menggunakan perangkap. Walaupun demikian,
infestasi penggerek pucuk pada 10 tahun terakhir mencapai 18,8% pada varietas
yang rentan, seperti TC4 (Subiyakto, 2016)
3.4 Manajemen Pengendalian Hama Terpadu
Pengendalian hama terpadu sekarang telah banyak diterapkan untuk
mengendalikan hama yang menyerang tanaman tebu. Perkebunan-perkebunan tebu
besarpun baik swasta dan negeri telah menerapkan pengendalian hama terpadu
(PHT). Penerapan PHT efektif untuk mengendalikan hama agar produksi gula dapat
maksimal dan memenuhi target. Pengendalian hama terpadu yang dilakukan lebih
menekankan kepada pengendalian hayati yang ramah lingkungan agar tidak
mencemari lingkungan dengan bahan-bahan kimia dari pestisida.\
Pengendalian hayati dengan menggunakan parasitoid merupakan tindakan
pengendalian yang telah lama dilakukan untuk mengatasi masalah infestasi
kompleks penggerek tebu tersebut. Pelepasan parasitoid Trichogramma spp. telah
dilakukan untuk pengendalian kompleks penggerek pucuk Tebu (Nurindah dan
Yulianti, 2018)
3.5 Parasitoid Hama Tebu
Penggunaan Trichogramma spp. sebagai parasitoid telur diantaranya dapat
dilakukan secara inundatif. Pada teknik inundatif adalah pelepasan musuh alami
pada saat kritis, seperti halnya dengan penggunaan pestisida. Sehingga diperlukan
teknik pembiakan alternatif yang tepat waktu, murah, dan mudah. Tepat waktu,
perbanyakan dapat dibuat secara terjadwal sehingga tersedia sepanjang waktu.
Mudah, dalam arti bahwa perbanyakan Trichogramma spp. dapat dilakukan dengan
7
metode sederhana antara lain dengan menggunakan inang alternatif (Setiati et al..,
2016)
Berdasarkan hasil penelitian dari Setiati et al.. (2016) diketahui bahwa
jumlah telur Trichogramma spp. berpengaruh terhadap tingkat parasitasi dan
jumlah larva penggerek batang tebu bergaris (Chilo saccaripagus). Parasitasi
penggerek batang tebu bergaris (Chilo saccaripagus) perlakuan 5 pias telur
Trichogamma spp. 750 butir telur memiliki jumlah larva terendah rata-rata 4,33
larva dengan persentasi telur yang terparasit 92,23%.
8
BAB IV. METODE PELAKSANAAN
9
BAB V. GAMBARAN UMUM LOKASI PKL
10
PT Perkebunan Nusantara X, sebagai berikut: "Integritas, Profesionalisme,
Visioner, dan Sinergi." agar produktivitas karyawan dalam bekerja tetap tinggi,
maka budaya kerja yang harus dihayati dan dilaksanakan adalah:
"Profesional, Produktif, dan Pembelajar"
5.5 Sejarah Berdirinya Perusahaan
Pabrik gula Djombang Baru, didirikan pada tahun 1895 yang dimiliki oleh
Belanda atas nama Direksi AMEMAET & Co. Pada tahun1957 diambil alih oleh
pemerintah Indonesia dan diurus oleh PPN (Perusahaan Perkebunan Negara) yang
pusatnya di Jawa Timur dan unit gula di tiap Karisdenan. Kemudian pada tahun
1963 terjadi Reorganisasi I berdasarkan Peraturan Pemerintah no. I dan II tahun
1963 yang berbunyi, yaitu :
1. Dipusat dibentuk BPU – PPN Gula
2. Di Jawa Timur diubah menjadi penasehat BPU – PPN Jawa Timur
3. Unit Gula di Karisedenan diubah menjadi kantor Direksi Inspeksi, dimana
Pabrik Gula Djombang Baru termasuk dalam Inspeksi X Surabaya.
11
4. Pabrik Gula : “KREMBOONG”
5. Pabrik Gula : “TOELANGAN”
6. Pabrik Gula : "GEMPOLKREP"
7. Pabrik Gula : "WATOETOELIS"
8. Rumah Sakit “GATOEL” Mojokerto.
Pada tahun terjadi Reorganisasi III berdasarkan Peraturan Pemerintah no.29
tahun 1973 yang berisi :
1. Menggabungkan PNP XXI dengan PNP XXII (ex Karisedenan Kediri) yang
terdiri dari 5 pabrik gula dan 1 rumah sakit, yaitu :
1) Pabrik Gula : “LESTARI”
2) Pabrik Gula : “MERITJAN”
3) Pabrik Gula : “PESANTREN BARU”
4) Pabrik Gula : “NGADIREDJO”
5) Pabrik Gula : “MODJO PANGGOONG”
6) Rumah Sakit “TOELOENG REDJO”.
2. Menjadi PT. Perkebunan XXI – XXII (Persero) terdiri dari 12 Pabrik dan
dua buah Rumah Sakit.
Pada tanggal 11 Maret 1996 terjadi Restrukturisasi BUMN dilingkungan
DEPTAN menjadi PT. Perkebunan Nusantara X ( Persero ) yang terdiri dari ex
PTP XXI (Persero). Pabrik Gula "KRIAN" sekarang tidak beroperasi lagi,tetapi
ada penggantinya yaitu Pabrik Gula "BONE" dan "CAMMING". jadi total
keseluruhan PG yang dimiliki PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) sekarang
berjumlah 13 Pabrik Gula, yaitu 1) Pabrik Gula : "PESANTREN BARU"; 2)
Pabrik Gula : "NGADIREDJO"; 3) Pabrik Gula : " MODJOPANGGOONG";
4) Pabrik Gula : " TJOEKIR"; 5) Pabrik Gula : "DJOMBANG BARU"; 6)
Pabrik Gula : "KREMBOONG"; 7) Pabrik Gula : " TOELANGAN"; 8) Pabrik
gula : "LESTARI"; 9) Pabrik Gula : "MERITJAN"; 10) Pabrik Gula :
"GEMPOLKREP"; 11) Pabrik Gula : "WATOETOELIS"; 12) Pabrik Gula :
"BONE", dan 13) Pabrik Gula : "CAMMING".
12
BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
a b
c
Gambar 6. Kondisi Kebun, (a) Papan Administratif Kebun; (b) border-plant;
(c) inner-plant
Kegiatan observasi ini ditujukan untuk mengetahui proses pertumbuhan dari
tanaman tebu (Saccharum officinarum). Proses yang diamati mulai dari kondisi
tanah, drainase, gulma, dan tanaman komoditi. Kondisi tanah yang diamati lebih
kepada tingkat kelembaban dan pH tanah. Drainase atau jalur pengairan ditinjau
lebih lanjut agar mampu menjalankan fungsinya dengan baik, hal ini dikarena
sebagai upaya pencegahan kelebihan suplai air masuk akibat musim hujan yang
dapat mengakibatkan banjir pada kebun. Gulma sebagai kompetitor tanaman
komiditi dalam penyerapan unsur hara dan berperan aktif selama proses budidaya,
jika tidak ditangani secara tepat dapat menurunkan rendemen dari hasil panen.
Tanaman komiditi diamati melalui pola pertumbuhannya yang disesuaikan dengan
umur tanaman berdasarkan pengalaman dari petani. Selain itu, pertumbuhan
abnormal serta gejala-gejala bekas penyerangan hama juga menjadi poin penting.
13
Pada kebun, populasi tanaman dibagi atas 2 bagian, yaitu bagian border-
plant dan inner-plant (gambar 6b dan 6c). Border-plant adalah kelompok tanaman
yang berada disekeliling kebun, sedangkan inner-plant adalah kelompok tanaman
yang berada di dalam atau kelompok tanaman yang telah dikelilingi border-plant.
Kedua kelompok ini selalu menghasilkan reedmen yang berbeda, walaupun tidak
secara signifikan. Hal tersebut dikarenakan kelompok tanaman border-plant
mendapatkan penyinaran lebih baik daripada inner-plant yang sinar matahari
langsung akan “tertabrak” terlebih dahulu pada border-plant. Menurut Indrawanto
et al. (2010) proses asimilasi akan terjadi secara optimal, apabila daun tanaman
memperoleh radiasi penyinaran matahari secara penuh.
6.2 Identifikasi Gejala Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.)
14
mulai dari umur muda tanaman tebu, karena pada tanaman dewasa bagian ruas-ruas
ini sudah cukup sulit ditembus oleh imago akibat lignin yang mulai terakumulasi.
Sedangkan pada daun (gambar 8b), terdapat guratan-guratan diantara tulang daun
yang diduga akibat dari serangan larva/ulat tertentu. Daun yang diambil adalah
daun muda dari tanaman komoditi.
a b
Gambar 8. Bekas Serangan pada Tanaman Dewasa; (a) Batang; (b) Daun
Beberapa kajian dari literatur melaporkan bahwa serangan dari jenis hama
penggerek pucuk memiliki potensi dalam penurunan produktifitas tebu yang cukup
signifikan. Menurut Samoedi (1995), serangan penggerek pucuk pada 5 bulan
sebelum tebang dapat menurunkan produksi gula 52,9-73,4%. Pawirosemadi
(2011) melaporkan bahwa 50% batang tebu terserang penggerek pucuk dengan
perkiraan kerugian 8,9%.
6.3 Identifikasi Hama Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.)
15
Scirpophaga excerptalis adalah memiliki totol-totol yang jarang dan sedikit pudar
pada bagian tubuhnya. Scirpophaga excerptalis merupakan hama penggerek pucuk.
Menurut Samoedi (1995) hama ini merusak tanaman melalui tulang daun pupus
dengan membuat lorong gerekan menuju ke bagian tengah pucuk sampai ruas
muda, merusak titik tumbuh dan selanjutnya tanaman mati. Hal ini sesuai dengan
gejala yang ditemukan ketika sampling dilakukan.
Rachmawati (2016) berpendapat bahwa curah hujan yang berbeda pada
musim kering dan musim basah juga tidak berpengaruh terhadap aktivitas makan
Scirpophaga excerptalis, karena serangga ini makan pada pucuk tanaman, tinggal
di dalamnya dan baru keluar setelah menjadi imago. Hal ini menyebabkan hama
memiliki persentase kehidupan yang cukup tinggi dan sesuai dengan kondisi lapang
yang ditemukan bahwa gejala serangan yang ditemukan dalam populasi tanaman
tidak berbeda antara inner-plant dan border-plant. Potensi invasi ke seluruh
populasi pada lahan oleh hama ini sangat tinggi sehingga upaya penganganan
preventif dalam pengendalian jenis hama ini perlu dilakukan.
6.4 Teknik Pengendalian Hama Terpadu PG Djombang Baru
6.4.1 Pengendalian Mekanis
Jenis pengendalian ini dilakukan saat kegiatan observasi berlangsung.
Pelaksanaannya dilakukan dengan memungut atau mengambil telur, kelompok
telur, larva atau ulat, pupa, dan imago dewasa yang berhasil ditemukan. Setelah
memungut atau mengambil secara kolektif, hama tersebut kemudian langsung
dibunuh.
6.4.2 Pengendalian Kultur Teknis atau Budidaya
Pengendalian dengan cara kultur teknis atau budidaya dapat dilakukan
dengan cara penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk berimbang yang sesuai
dengan jenis, dosis, waktu dan cara pemakaian yang dianjurkan, pengaturan pola
tanam, penanaman serentak, pengaturan jarak tanam dan pergiliran tanaman.
Khusus untuk penggunaan bibit unggul, PG Djombang Baru menggunakan PS-881
dimana memiliki toleran terhadap penggerek pucuk.
6.4.3 Aplikasi Insektisida Kimia
Pelaksanaan aplikasi insektisida kimia hanya dilakukan jika persentase dari
serangan hama penggerek pucuk masuk ke dalam kategori berat, yaitu mencapai
16
40%. Jenis insektisida yang umum dipergunakan adalah dari golongan karbamat,
antara lain Karbofuran Furadan 3GR, Petrofur 3GR, Furio 3GR konsentrasi yang
digunakan sesuai rekomendasi tertera.
6.4.4 Pengendalian Biologis
PG Djombang Baru lebih memilih penggunaan jenis pengendalian secara
biologis karena selain lebih ramah lingkungan, upaya ini lebih efektif dalam
pengendalian populasi Scirpophaga excerptalis. Pemanfaatan musuh alami dari
hama juga memiliki kelebihan dimana tidak mengganggu pertumbuhan dari
tanaman komoditi serta tidak menimbulkan dampak pada tanah di sekitar areal
kebun seperti jika jenis pengendalian kimia dengan menggunakan insektisida
dilakukan. Bentuk dari upaya pengendalian ini dilakukan dengan menggunakan
parasitoid telur dari Scirpophaga excerptalis. Jenis parasitoid ini ialah
Trichogramma spp. dengan perantara pias.
17
ini dimungkinkan terjadi akibat penggunakan kultivar PS-881 yang memiliki
resistensi terhadap hama penggerek pucuk. Disisi lain, pertimbangan jenis
pengendalian berkelanjutan yang tidak mendegradasi lingkungan seperti halnya
penggunakan pestisida kimia yang dapat meninggalkan residu pada tanaman dan
tanah tetap menjadi bahan pertimbangan. Penerapan jenis pengendalian ini dinilai
ekonomis, efektif, efisien, dan tidak memiliki dampak buruk bagi tanaman serta
lingkungan sekitar (kecuali hama target).
a b
c
Gambar 11. Tahapan Aplikasi; (a) tanaman yang akan diaplikasikan; (b) pias
Trichogramma spp.; (c) aplikasi pada tanaman
Proses pelaksanaan penanganan hama dengan menggunakan pias
Trichogramma spp. (gambar 10) dilakukan dengan 3 tahapan utama, yaitu
persiapan tanaman komoditi, persiapan pias Trichogramma spp., dan aplikasi pias
Trichogramma spp. Pias ini merujuk pada suatu kertas yang dipergunakan sebagai
media perantara Trichogramma spp. dengan menyisipkan telur parasitoid tersebut.
Kertas yang dipergunakan adalah potongan-potongan dari kertas manila. Setiap
potongan memiliki ukuran 6cm x 4cm.
Tanaman tebu yang akan diaplikasikan pias Trichogramma spp. harus sudah
mencapai umur ±1,5 bulan. Pada umur ini, tanaman tebu sudah mulai melakukan
penyimpanan gula sebagai cadangan makanan pada batang. Selain itu, tebu masih
memiliki batang dengan akumulasi lignin yang rendah, dimana Scirpophaga
excerptalis mulai melakukan invasi dan meletakkan telurnya pada batang muda
18
tebu. Aplikasi pias Trichogramma spp. dilakukan dengan menempelkan pias-pias
pada bagian bawah sekitar pangkal daun tebu dengan selotip. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Balai Penelitian Tanaman Seratdan Pemanis (2018) dimana telur dari
Scirpophaga excerptalis diletakkan secara berkelompok di bawah permukaan daun
dan ditutupi bulu-bulu berwarna coklat kekuningan, panjang kelompok telur sekitar
22 mm.
Penempelan dilakukan pada bagian ini dengan tujuan agar pias tidak secara
langsung terpapar sinar matahari langsung atau hujan, kondisi tersebut dapat
menyebabkan telur Trichogramma spp. tidak dapat menetas dan mengurangi
keberadaan telur-telur akibat tercuci air hujan. Selain itu, imago pias cenderung
melakukan invasi pada bagian batang yang berada di sekitar pangkal daun.
Penempelan pada lokasi sebelumnya dapat mempermudah Trichogramma spp.
dalam menjangkau telur-telur inangnya. Tiap aplikasi dibutuhkan ±50 pias/ha.
Aplikasi ini dalam 1 (satu) periode dilakukan 8 (delapan) kali sehingga dalam 1
periode, untuk luas areal sebesar 1 ha mampu menghabiskan ±400 pias.
19
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Hasil pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PG Djombang Baru
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Populasi tanaman tebu (Saccharum officinarum) pada perkebunan dibagi atas
2 kelompok, yaitu border-plant dan inner-plant.
2. Kegiatan observasi dilakukan untuk mengetahui proses pertumbuhan dari
tanaman tebu (Saccharum officinarum) melalui kondisi tanah, drainase, gulma,
dan tanaman komoditi.
3. Identifikasi gejala tanaman dilakukan sebagai bentuk upaya dini dalam
penanganan pertumbuhan abnormal, serangan hama, dan penyakit dari
tanaman tebu.
4. Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa terdapat serangan hama
Scirpophaga excerptalis dengan bukti ditemukannya larva dan bekas serangan
dari hama tersebut.
5. Upaya pengendalian yang dilakukan PG Djombang Baru untuk hama
Scirpophaga excerptalis dengan menggunakan kultur mekanis, penggunaan
kultivar resisten PS-881, dan penggunaan pias parasitoid Trichogramma spp.
7.1 Saran
Saran yang penulis harapkan dari kesimpulan tersebut ialah hasil dari laporan
ini nantinya dapat dijadikan sebagai acuan dalam mempertimbangkan jenis
penanganan hama yang tepat dan memperhatikan lingkungan sekitar perkebunan.
20
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
22