(130311100014)
(130311100016)
(130311100017)
(130311100020)
(1303111000
(1303111000
(1303111000
(1303111000
(1303111000
(1303111000
(1303111000
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu komoditi tanaman yang
sangat lazim dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia dan termasuk
kedalam salah satu tanaman produksi yang sangat penting dalam wilayah
ekspor produksi tanaman agriculture ke luar negeri serta industri tanamn lokal
(Siswoputranto, 1992). Tanaman kopi bukan tanaman asli Indonesia,
melainkan jenis tanaman berasal dari benua afrika. Tanaman kopi dibawa ke
pulau jawa pada tahun 1969, tetapi pada waktu itu masih dalam taraf
percobaan (AAK,1988).
Lamtoro adalah salah satu jenis polong-polongan yang dianggap
serbaguna. Lamtoro telah sejak lama digunakan sebagai pohon penaung di
perkebunan kopi dan kakao serta sebagai rambatan hidup bagi tanamantanaman merambat seperti lada dan panili. Sebagai salah satu jenis polongpolongan, daun lamtoro mengandung nitrogen dengan kadar relatif tinggi
sehingga baik digunakan sebagai pupuk hijau. Lamtoro merupakan salah satu
jenis pohon penaung yang sering digunakan. Kendatipun menghasilkan biji
yang menyebar dan tumbuh menjadi gulma lamtoro tetap memenuhi
persyaratan pohon penaung yang baik bagi tanaman kopi. Apalagi saat ini
lamtoro yang tidak berbiji, sehingga salah satu sifat negative dari lamtoro
dapat diminimalisasi. Penaung tetap adalah pohon yang ditanam untuk
memberikan naungan pada tanaman kopi selama pertumbuhan hidupnya
(Anonimous, 2016).
Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan nasional yang
memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia yang juga
menjadi bahan perdagangan di dunia yaitu sebagai penghasil devisa. Karena
kopi menjadi bahan perdagangan, dan menjadi sumber devisa Negara maka
dalam menyukseskannya perlu dilakukan kegiatan budidaya yang baik dan
tepat, dari kegiatan pembibitan hingga panen dan pasca panen. Tanaman kopi
sangat rentan terhadap sinar matahari yang berlebihan, untuk itu perlunya
penambahan naungan. Lamtoro biasa digunakan sebagai naungan. Pohon
penaung merupakan salah satu aspek dalam budidaya kopi yang memiliki
Aspek Sosial
Aspek Ekonomi
Kulit biji
kopi
sebagai
pakan
ternak.
Kopi
Lamtoro
Kopi
Daun
yang
muda
dibuat
sayur.
Daun yang
tua
digunakan
untuk
pakan
ternak
Biji
kopi
dijual
Kulit biji
dijadikan
pupuk dan
dijual
Aspek Ekologi
Lamtoro
Biji dijual
dalam
bentuk
segar
maupun
kering
SUSTAINABLE AGRICULTURE
Kopi
Daun
digunak
an untuk
obat
luka
Sisa
pangkasan
dijadikan
mulsa dan
pupuk
organik
Lamtoro
Pohonnya
digunakan
sebagai
naungan
bagi
tanaman
kopi
Daun yang
sudah tua
dan gugur
dijadikan
pupuk
untuk
tanaman
kopi
positif
terhadap
kelestarian
dan
keamanan
kawasan
menghasilkan limbah padat berupa kulit buah pada proses pungupasan kulit
buah (pulping) dan kulit tanduk pada saat penggerbusan (hulling). Kulit
buah (pulp) kopi umumnya ditumpuk di sekitar lokasi pengolahan selama
beberapa bulan. Limbah kulit buah hasil pengolahan basah umumnya belum
dimanfaatkan secara optimal sehingga mencemari lingkungan karena
menurunkan kualitas air sungai, menimbulkan bau tidak sedap dan
mengganggu estetika. Sementara itu, limbah kulit buah kopi tersebut
memiliki kadar bahan organik dan unsur hara yang memungkinkan untuk
memperbaiki tanah. Hasil penelitian Baon et al. (2005) menunjukkan bahwa
kadar C-organik kulit buah kopi adalah 45,3%, kadar nitrogen 2,98%, fosfor
0,18%, dan kalium 2,26%. Selain itu, kulit buah kopi juga mengandung
unsur Ca, Mg, Mn, Fe, Cu dan Zn. Dengan prosessing tertentu, limbah kulit
buah kopi dapat dimanfaatkan secara maksimal sebagai amelioran tanah
utuk meningkatkan daya dukung tanah bagi pertumbuhan dan produksi
tanaman. Pemanfaatan limbah tersebut diharapkan dapat memperbaiki
kesuburan tanah, meningkatkan produksi, mengurangi pencemaran,
meningkatkan nilai tambah, mengurangi masukan (input) pupuk anorganik
dan menjamin keberlanjutan usaha perkebunan kopi. Penelitian ini
dimaksudkan untuk mengetahui cara pemanfaatan limbah kulit buah kopi
yang optimal sebagai amelioran tanah di perkebunan kopi.
b. Biji kopi dijual
Dilihat dari segi ekonomi, biji kopi sangat memberi keuntungan bagi
para petani kopi dalam meningkatkan pendapatan mereka. Biji kopi bahkan
bisa dipanen saat hijau yang juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan
harganya tidak jauh berbeda dari harga kopi yang dipanen setelah merah.
Ismawan mengatakan dalam artikelnya bahwasanya petani dan pedagang
pengumpul kopi dari Bantaeng menuturkan bahwa kopi Robusta panen hijau
yang sudah dipecah kulitnya dihargai Rp. 4.000,00 per liter oleh pedagang
pengumpul desa, dan kopi Arabika dihargai Rp. 6.500,00 per liter.
Sementara, biji kopi dari panen merah dihargai Rp. 5.000,00 per liter untuk
jenis Robusta dan Rp. 6.500,00 per liter untuk Arabika.
Buah lamtoro gung yang muda dapat dijadikan sebagai lalapan dan
bahan makanan yang biasa disebut dengan botok. Kandungan gizi biji
lamtoro gung relatif lengkap dan tidak jauh berbeda dengan kandungan gizi
biji kedelai. Menurut Mahmud dkk. (2008) biji lamtoro gung tanpa kulit
mempunyai kandungan gizi yang terdiri dari kalori 367 kkal, karbohidrat
32,5 g, protein 46,4 g, lemak 5,4 g, kalsium 136 mg, fosfor 441 mg, zat besi
23,3 mg, vitamin A 18900 g, vitamin B1 0,06 mg, vitamin C 9,3 mg dan
air 10,2 g untuk setiap 100 g.
Penelitian mengenai pemanfaatan biji lamtoro gung telah dilakukan
oleh Komari (1999) yakni proses fermentasi biji lamtoro gung dengan
Rhizopus oryzae untuk dijadikan tempe. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut dapat disimpulkan bahwa proses fermentasi biji lamtoro gung
dengan Rhizopus oryzae meningkatkan kelarutan protein dan karbohidrat.
Dengan adanya berbagai penelitian mengenai kandungan gizi dari biji
lamtoro, banyak masyarakat yang mengkonsumsinya sebagai bahan baku
dalam pembuatan makanan, dan bahkan dapat dijadikan sebagai bahan baku
dalam pembuatan tempe, dengan begitu biji lamtoro ini layak untuk dijual,
dan masyarakat sudah mulai ada yang menjualnya walaupun masih dengan
harga yang murah.
b. Daun lamtoro digunakan untuk obat luka
Tanaman petai cina juga berkhasiat sebagai obat cacingan, luka baru
dan bengkak. Penggunaan daun petai cina di masyarakat untuk obat
bengkak biasanya digunakan daun petai cina yang masih segar dengan cara
dikunyah-kunyah atau ditumbuk halus dan ditempelkan pada bagian yang
luka atau bengkak (Thomas, 1992). Berdasarkan penelitian tersebut dapat
dikembangkan dengan menjadikannya obat herbal atau jamu sehingga dapat
dijual pada masyarakat.
3.3. Aspek Ekologi
3.3.1. Tanaman Kopi
a. Sisa pangkasan digunkan sebagai mulsa dan pupuk organik
Sisa pangkasan dari tanaman kopi ini diletakkan diatas permukaan
tanah dalam area tanaman kopi dan lamtoro. Sisa pangkasan dari tanaman
kopi dapat dijadikan sebagai mulsa sementara. Manfaat dari pemberian
mulsa dapat menjaga kelembaban tanah, sehingga tanah tidak menjadi
kering. Selain itu dengan adanya sisa pangkasan tanaman kopi ini dapat
menyerap
air ketika
tidak terjadi
2. Penghawaan (wathering), merupakan mekanisme pelapukan oleh faktorfaktor fisik seperti pengikisan oleh angin atau pergerakan molekul air.
3. Aktivitas biologi yang menghasilkan pecahan-pecahan organik oleh
makhluk hidup yang melakukan dekomposisi.
Tanaman kopi tumbuh dengan cepat sehingga pada umur tiga tahun
tajuknya sudah hampir menutupi seluruh permukaan tanah.Tetapi, pada fase
pertumbuhan cepat ini tidak banyak daun tua yang mati dan gugur menjadi
seresah yang bisa menambah bahan organik di lapisan tanah atas. Jumlah
seresah yang dihasilkan tanaman kopi muda masih sangat sedikit. Pada
tahun ke tujuh setelah penanaman kopi baru terlihat adanya peningkatan
kualitas sifat fisik tanah yakni laju infiltrasi, jumlah pori makro dan kadar
bahan organik yang nilainya bertambah besar dibandingkan dengan tahun
ketiga. Peningkatan sifat fisik tanah ini sebagian besar merupakan
kontribusi dari bahan organik yang berasal dari pelapukan seresah dedaunan
terutama daun kopi. Namun penanaman kopi monokultur belum bisa
mengembalikan fungsi hidrologis hutan secara penuh, limpasan permukaan
dan erosi pada lahan kopi jauh lebih besar dibandingkan yang terjadi pada
lahan hutan (Widianto dkk., 2011).
3.3.2. Tanaman Lamtoro
a. Tanaman lamtoro sebagai penaung tanaman kopi
konsep pola agroforestri pada dasarnya secara perlahan mampu
menekan emisi karbon dan efek rumah kaca karena kopi dan tanaman
penaung merupakan carbon sink yang baik. Kebijakan beberapa produsen
kopi di Amerika Tengah yang mengikuti kesepakatan Kyoto mengenai
carbon squestration, memperoleh bonus dari CO2 yang dapat diserapnya
setelah merubah pola tanam kopi monokultur menjadi pola agroforestri
(Vaast & Hermand, 2002).
Keberadaan tanaman penaung khususnya dari family leguminoseae,
meningkatkan kesuburan tanah (bahan organik dan siklus hara), dan lebih
menjamin keberlanjutan usaha tani kopi. Pada lingkungan yang kurang
optimum, tanaman penaung berfungsu menurunkan penyinaran matahari
yangberlebih dan menyangga suhu udara dan kelembaban relatif yang dapat
terhadap
sumber
daya
lingkungan
seperti
konservasi
IV. PENUTUP
4.1. Kesimpulan
a. Aspek sosial dari tumpang sari tanaman lamtoro dan kopi yang dapat
menjamin sustainable agriculture diantaranya yaitu kulit biji kopi dan daun
lamtoro yang sudah tua digunakan sebagai pakan ternak, daun lamtoro
yang masih muda digunakan untuk sayur.
b. Aspek ekonomi dari tumpang sari tanaman lamtoro dan kopi yang dapat
menjamin sustainable agriculture diantaranya yaitu biji kopi dan lamtoro
dijual, kulit biji kopi dijadikan pupuk kemudian dijual, serta daun lamtoro
dibuat obat luka yang kemudian dapat dijual.
c. Aspek ekologi dari tumpang sari tanaman lamtoro dan kopi yang dapat
menjamin sustainable agriculture diantaranya yaitu sisa pangkasan dari
tanaman kopi dapat dijadikan mulsa sementara dan pupuk organik, pohon
lamtoro digunakan sebagai penaung bagi tanaman kopi, daun yang sudah
tua dan gugur dijadikan pupuk untuk tanaman kopi.
4.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA