Anda di halaman 1dari 21

PERTUMBUHAN BIBIT KOPI ARABICA (Coffea Arabica Varietas Catimor) PADA

BERBAGAI KOMPOSISI MEDIA DENGAN KOMPOS LIMBAH KULIT KOPI

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Balakang
Timor Leste adalah pulau yang paling timur dari gugusan kepulauan Sunda Kecil, struktur
tanah pegunungan, pulau Timor terbagi menjadi Timor Barat teritori Indonesia dan Timor Leste
menjadi negara merdeka terbaru setelah referendum dan menyatakan kedaulatantannya 20 Mei
2002. Walaupun Timor Leste bukan lagi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), tetapi letak geografisnya merupakan satu kesatuan dari Nusantara. Kopi Arabika
(Coffea Arabica Varietas Catimor) ditanam di dataran tinggi distrik Aileu, Ainaro, Manufahi,
Liquiça dan Ermera secara organik, 25% dari penduduk Timor Leste bergantung hidupnya pada
kopi.
Kopi merupakan salah satu komoditas utama Timor Leste dari sektor perkebunan, selain
rempah-rempah, seperti kemiri dan kelapa. Timor-Leste merupakan daerah yang cukup potensial
untuk pengembangan tanaman kopi. Timor-Leste secara administratif memiliki luas wilayah
15.410 km2 dengan daerah penghasil kopi sekitar 59.632 hektar area kebun kopi yang sedang
menjadi komuditi unggulan yang diekspor. Komoditas kopi juga telah mampu menunjukkan
kemampuannya sebagai salah satu komoditas penyelamat perekonomian nasional. Komoditas
kopi merupakan salah satu komoditas yang cukup penting terutama sebagai sumber devisa
Negara Timor-Leste melalui ekspor. Kopi Arabica Timor Leste setiap tahunnya masih lebih kecil
dari jumlah volume ekspor kopi, karena setiap tahun permintaan meningkat namum hasil kopi
setiap tahun penurunan sangat signifikan. Hal ini menunjukkan masih terbukanya peluang bagi
para petani kopi untuk mengembangkan produksinya (Marlina, 2007). Melihat pada kondisi
kopi petani saat ini, petani tidak pernah terawat areal penanaman kopi, dibandingkan Negara-
negara pengekspor kopi seperti, Barsil, Vietnam dan Indonesia. Produksi kopi arabika yang
tinggi sangat ditentukan oleh ketersediaan bahan tanaman, seperti bibit melalui persemaian yang
baik dan menghasilkan bibit yang sehat. Oleh karena itu teknik sangat penting diperhatikan
khususnya dalam hal media tanam bibit dan pemupukan bibit. Untuk menghasilkan bibit yang
berkualitas maka tanaman kopi teknik pembibitan akan memperhatikan berbagai komposisi
media dengan kompos limbah kulit kopi
Media tanam memegang peranan penting untuk mendapatkan bibit yang baik tak terkecuali
bibit kopi arabika. Sutedjo (1986) menyatakan bahwa media yang baik mempunyai agregat yang
mantap, tekstur lempung berliat, kapasitas menahan air yang cukup baik dan total pori yang
optimal. Selain itu media harus memiliki kesuburan tanah yang baik, mengandung bahan organik
yang tinggi serta tidak terdapat zat beracun. Tanah top soil yang merupakan salah satu media
tanam dalam pembibitan kopi sangat penting diperhatikan kondisi kesuburannya. Sutedjo (1986)
menyatakan bahwa pemakaian tanah secara rutin dan minimnya usaha perawatan menyebabkan
semakin sedikit tanah tersebut ditemukan terutama lapisan top soil, sehingga timbul ide untuk
mempersiapkan media yang baik dengan campuran tanah dan pupuk kandang, limbah organik
seperti blotong limbah (pabrik gula, abu ketel dan bagasse), pupuk alam seperti kompos dengan
perbandingan tertentu. Disamping media tanam pemupukan pada pembibitan kopi arabika juga
sangat penting diperhatikan khususnya pupuk NPK. Kombinasi pemberian N, P2O5 dan K2O
akan memperkuat jaringan sel tanaman, sehingga memungkinkan tanaman cepat pulih kembali
dari efek negatif musim kemarau, walaupun Negara Timor Leste masih belum menggunakan
pupuk anorganik. Oleh karena itu pemberian pupuk yang cukup akan menjamin mutu produksi
yang tinggi (AAK, 1991).
Pupuk organik secara fisik ada dua macam yaitu pupuk organik padat dan pupuk organik
cair. Pupuk organik padat termasuk pupuk yang kandungan unsur haranya dilepas secara
perlahan-lahan, sedangkan penggunaan pupuk organik dapat memberikan beberapa manfaat
yaitu menyediakan unsur hara makro dan mikro bagi tanaman, menggemburkan tanah,
memperbaiki tekstur dan struktur tanah, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, daya serap air
yang lebih lama pada tanah. Pelepasan unsur hara pupuk organik berbeda dengan pupuk kimia,
pelepasan unsur hara organik akan semakin baik apabila dibantu dengan aktivitas
mikroorganisme (Isnaini, 2006).
Dengan dihasilkannya bibit yang baik dan sehat maka diharapkan dapat dihasilkan
pertumbuhan dan produksi tanaman dewasa yang baik. Salah satu diantaranya adalah penetapan
dosis pemupukan, ketidaktepatan dan ketidakseimbangan dosis pemupukan atau penambahan
unsur dapat menghambat ketersediaan unsur lain yang pada akhirnya dapat berakibat jelek bagi
tanaman. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan proposal dengan judul
“Pertumbuhan Bibit Kopi Arabica (Coffee Arabica Varietas Catimor) Pada Berbagai
Komposisi Media Dengan Kompos Limbah Kulit Kopi” tentang pertumbuhan bibit kopi
(Coffee arabica) pada berbagai perbandingan media tanam kompos kulit biji kopi. Tanaman kopi
dapat diperbanyak dengan cara vegetatif (menggunakan biji) dan generatif (organ tumbuhan
lainnya). Perbanyakan tanaman secara generatif salah satunya yaitu dengan cara grafting.
Perbanyakan bahan tanaman kopi secara grafting, yaitu memadukan antara batang atas asal klon
unggul berproduksi tinggi dengan batang bawah yang mempunyai perakaran yang kuat, dan
tahan terhadap nematoda serta cekaman lingkungan (Pranowo dan Supriadi 2013). Salah satu
kendala dalam budidaya tanaman kopi yaitu walau ditanam pada daerah yang tinggi dengan
curah hujan yang banyak, tetap saja akan mengalami defisit air saat musim kemarau. Kecukupan
air bulanan untuk kopi adalah 1500 - 2500 mm/tahun, dengan rata-rata bulan kering 1-3 bulan
(Prastowo, et al. 2010), dan jika curah hujan lebih rendah dapat mengakibatkan kopi mengalami
stress air. Selama musim kemarau terutama dari bulan Agustus sampai Oktober areal perkebunan
kopi akan mengalami defisit air sehingga tanaman kopi banyak yang mengalami tertekan
pertumbuhannya. Upaya untuk mencukupi kebutuhan air untuk kopi dapat dilakukan melalui
penambahan air tanah saat musim hujan. Salah satu teknik yang dapat diterapkan dilapangan
adalah pembuatan lubang resapan biopori. Lubang Resapan Biopori menurut Peraturan Menteri
Kehutanan (2008), adalah lubang-lubang di dalam tanah yang terbentuk akibat berbagai aktivitas
organisme di dalamnya, seperti cacing, perakaran tanaman, rayap, dan fauna tanah lainnya.
Melihat dari kenyataan di lapangan bahwa petani kopi Timor Leste saat ini masih sangat
mengharapkan teknik atau penyuluh, agar tetap mengdampingi para petani supaya bisa
menggunakan kompos sesuai dengan dosis serta menanam bibit kopi yang berkualitas dan
unggul melalui persemaian. Sebab selama ini petani kopi belum tahu bagaimana cara membuat
perbandingan kompos dan menggunakan bibit yang unggul melalui seleksi lewat pohon yang
terindentifikasi sebagai inang dari benih dijadikan bibit kopi. Untuk itu perlu diketahui bahwa
bagian yang diambil dari kopi adalah bijinya, tetapi hasil sampingan olahan kopi hampir sama
besarnya dengan biji kopi itu sendiri, yaitu kulit kopi hasil pengupasan biji kopi yang hampir
petani kopi tidak dimanfaatkan sebagai penambahan unsur hara pada kopi tersebut. Limbah
sampingan yang berupa kulit kopi tersebut jumlahnya berkisar antara 50 - 60 persen dari hasil
panen. Bila hasil panen sebanyak 1000 kg kopi segar berkulit, maka yang menjadi biji kopi
sekitar 400 – 500 kg dan sisanya adalah hasil sampingan berupa kulit kopi.
Limbah kulit kopi belum dimanfaatkan petani secara optimal, limbah kulit kopi yang
selama ini dianggap sebagai bahan sisa produksi kopi bubuk, ternyata memiliki manfaat dan
kegunaan yang banyak dalam kehidupan. Berdasarkan hasil penelitian para ahli limbah kulit kopi
bermanfaat dalam bidang pertanian, peternakan dan perikanan, yaitu sebagai kompos, nutrisi
protein dan serat tambahan pada pakan ternak. Limbah padat buah kulit kopi ini memiliki kadar
bahan organik dan unsur hara yang dapat memperbaiki struktur tanah. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan untuk penanganan jumlah limbah kulit kopi yang semakin meningkat yaitu
dengan cara pengolah limbah kulit kopi menjadi kompos.
Menurut Muryanto, dkk (2004), limbah kulit kopi yang diperoleh dari proses pengolahan
kopi dari biji utuh menjadi kopi bubuk. Proses pengolahan kopi ada 2 macam, yaitu; pengolahan
kopi merah/masak dan pengolahan kopi hijau/mentah. Pengolahan kopi merah diawali dengan
pencucian dan perendaman serta pengupasan kulit luar, proses ini menghasilkan 65% biji kopi
dan 35% limbah kulit kopi.
1.2. Rumusan Masalah
 Apakah ada interaksi antara pemberian dosis komposisi media dengan kompos limbah kulit
terhadap pertumbuhan bibit kopi Arabica (Coffee Arabica Varietas Catimor).
 Apakah ada pengaruh pemberian komposisi media tanam dengan limbah kulit kopi terhadap
pertumbuhan kopi Arabika.
 Apakah ada pengaruh pada pertumbuhan terhadap bibit kopi arabica (coffea arabica varietas
catimor).
1.3. Tujuan
 Untuk mengetahui interaksi yang terbaik terhadap pemberian dosis komposisi media dengan
kompos limbah kulit kopi terhadap bibit kopi Arabica (Coffee Arabica Varietas Catimor)
 Untuk mengetahui dosis komposisi media dengan kompos limbah kulit kopi yang terbaik
terhadap pertumbuhan kopi Arabika.
 Untuk mengetahui pengaruh pada pertumbuhan terhadap bibi kopi Arabica (Coffee Arabica
Varietas Catimor).
1.3. Manfaat
Manfaat dari proposal ini adalah untuk memberikan informasi kepada petani mengenai
penggunaan dosis komposisi media dengan kompos limbah kulit kopi terhadap pertumbuhan
bibit kopi Arabika (Coffee Arabica Varietas Catimor).
BAB II      TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica L.)
2.1.1. Sejarah Singkat Tanaman Kopi Arabika
Tanaman kopi merupakan tanaman perkebunan yang berasal dari Benua Afrika, tepatnya
dari negara Ethiopia pada abad ke-9. Tanaman ini mulai diperkenalkan di dunia pada abad ke-17
di India. Selanjutnya, tanaman kopi menyebar ke Benua Eropa oleh seorang yang berkebangsaan
Belanda dan terus dilanjutkan ke negara lain termasuk ke wilayah jajahannya yaitu Indonesia.
Penyebaran tanaman kopi di Indonesia sudah terjadi sejak tahun 1700-an, khususnya di Pulau
Jawa. Jenis kopi yang pertama kali dibudidayakan di Indonesia adalah kopi jenis arabika. Akan
tetapi, ketika timbul serangan penyakit karat daun pada tahun 1869 di Srilangka, pemerintah
Belanda mendatangkan jenis kopi baru, yaitu liberika. Kopi liberika dipilih karena memiliki
keunggulan tahan terhadap serangan penyakit karat daun yang disebabkan oleh patogen Hemelia
vastatrix. Akan tetapi, kopi jenis ini menghasilkan produktivitas yang rendah dibandingkan kopi
arabika. Hal ini menyebakan pemerintahan Belanda mendatangkan jenis kopi baru yaitu kopi
jenis robusta. Kopi jenis ini lebih tahan terhadap serangan penyakit karat daun dan memiliki
produksi yang lebih baik dibandingkan kopi jenis liberika. Pada tahun 1920-an, pemerintah
mendirikan Balai Penelitian Tanaman Kopi di Pulau Jawa yang bertugas mengembangkan dan
meneliti kopi jenis arabika dan robusta (Panggabean 2011).
2.1.2. Botani Tanaman Ubi Jalar
Dalam sistematika (taksanomi) tumbuhan, tanaman kopi Arabika (Coffea arabica L.)
diklasifikasikan menurut Rahardjo (2012) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Coffea
Spesies : Coffea arabica L.
2.1.3. Morfologi tanaman kopi
Tanaman kopi Arabika merupakan tanaman semak tegak atau pohon yang berkeping dua
(dikotil), sehingga memiliki perakaran tunggang memiliki tinggi 5 m sampai 6 m dan memiliki
diameter 7 cm saat tingginya setinggi dada orang dewasa. Perakaran ini hanya dimiliki jika
tanaman kopi berasal dari bibit semai atau bibit sambung (okulasi) yang batang bawahnya
berasal dari bibit semai. Kopi Arabika dikenal oleh dua jenis cabang, yaitu orthogeotropic yang
tumbuh secara vertikal dan plagiogeotropic cabang yang memiliki sudut orientasi yang berbeda
dalam kaitannya dengan batang utama. Selain itu, kopi Arabika memiliki warna kulit abu - abu,
tipis, dan menjadi pecah - pecah dan kasar ketika tua, (Hiwot, 2011).
Morfologi tanaman kopi secara garis besar dapat dikelompokan menjadi beberapa bagian
yaitu;
1.1. Akar
PerakaranTanaman kopi Arabika relative dalam dibandingkan dengan perakaran kopi
Robusta hal ini menyebabkan koi Arabika lebih tahan kekeringan dibandingkan dengan kopi
Robusta (Raharjo 2012). Kopi Arabika memiliki sistem perakaran tunggang yang tidak rebah,
perakaran tanaman kopi relatif dangkal, lebih dari 90% dari berat akar terdapat lapisan tanah 0-
30 cm (Najiyati dan Danarti, 2012). Akar kopi Arabika menghendaki banyak oksigen, oleh
karena itu struktur fisik tanah yang baik sangat diperlukan untuk pertumbuhan optimum kopi.
Tanaman kopi berakar tunggang berakar tunggang, lurus ke bawah dan kuat dengan panjang 45 –
50cm, akar tunggang tersebut 4 – 8 akar samping dengan panjang 1 – 2m (Yahmadi 1972).
1.2. Batang
Batang tanaman kopi merupakan tumbuhan berkayu, tumbuh tegak ke atas dan berwarna
putih keabu-abuan. Pada batang terdiri dari 2 macam tunas yaitu tunas seri (tunas reproduksi)
yang tumbuh searah dengan tempat asalnya dan tunas legitim yang hanya dapat tumbuh sekali
dengan arah tumbuh membentuk sudut nyata dengan tempat aslinya (Arief dkk, 2011).
1.3. Daun
Daun merupakan salah satu organ yang dapat digunakan untuk membedakan jenis
tanaman kopi, berbentuk menjorong, berwarna hijau dan pangkal ujung meruncing. Bagian tepi
daun bersipah, karena ujung tangakai tumpul. Pertulangan duan menyirip, dan memiliki satu
pertulangan terbentang dari pangkal ujung hingga terusan dari tangkai daun. Selain itu, daun juga
berombak dan tampak mengkilap tergantung dengan spesiesnya. Daun kopi memiliki panjang
antara 15-40 cm dan lebarnya antara 7-30 cm serta memiliki tangkai daun dengan panjang antar
1-1,5 cm. Daun kopi memiliki 10-12 pasang urat daun dengan pangkal daun tumpul dan ujung
meruncing (Backer & Bakhuizen van den Brink, 1968). Tepi daunnya berombak dengan urat
daun yang tenggelam. sepasang daun terletak di bidang yang sama di cabang dan ranting yang
tumbuh mendatar, daun tanaman kopi Arabika bertestur kurus memanjang, tebal, berwarna hijau
kuat pekat, gelombang seperti talang air. Akibatnya, permukaan daun kopi nampak berlekuk-
lekuk dan daun tanaman kopi tumbuh berhadapan pada batang, cabang, dan ranting-ranting (van
Steenis et al., 2008).
1.4. Bunga
Bunga pada tanaman kopi memiliki ukuran relatif kecil, mahkota berwarna putih dan
berbau harum semerbak. Kelopak bunga berwarna hijau. Bunga dewasa, kelopak dan mahkota
akan membuka dan segera mengadakan penyerbukan sehingga akan terbentuk buah. Waktu yang
diperlukan terbentuk bunga hingga buah menjadi matang 8-11 bulan, tergantung dari jenis dan
faktor lingkungannya (Direktorat Jendral Perkebunan, 2009). Ibu tangkai pada bunga kopi dapat
tumbuh terus, dengan cabang-cabang yang dapat bercabang lagi dan mempunyai susunan
“acropetal” (semakin muda semakin dekat dengan ujung ibu tangkai), bunga-bunga pada bunga
kopi mekar berturut-turut dari bawah ke atas. Jika dilihat dari atas nampak bunga mekar dari
pinggir dan yang terakhir mekarnya ialah bunga yang menutup ibu tangkainya. Apabila bunga
sudah dewasa akan terjadi penyerbukan dengan membukanya kelopak dan mahkota yang akan
berkembang menjadi buah. Penyerbukan yang terjadi pada tanaman kopi robusta merupakan
jenis penyerbukan silang (Sudarka et al., 2009), yaitu proses jatuhnya serbuk sari yang berasal
dari bunga pada tumbuhan lain yang sejenis pada kepala putik. (Tjitrosoepomo, 2005).
1.5 Buah dan Biji
Buah kopi juga memiliki karakteristik yang membedakan dengan biji kopi lainnya, S ecara
umum, karakteristik yang menonjol yaitu bijinya yang agak bulat, lengkungan bijinya yang lebih
tebal dibandingan kopi arabika dan garis tengah dari atas ke bawah hampir rata (Panggabean
2011). Bagian-bagian buah kopi terdiri dari daging buah dan biji. Daging buah terdiri atas tiga bagian
yaitu lapisan kulit luar (eksokarp), lapisan daging (mesokarp) dan lapisan tanduk (endokarp). Buah kopi
umumnya mengandung dua butir biji. Biji ini terdiri atas kulit biji dan lembaga (endosperm). Endosperm
merupakan bagian yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat minuman kopi (Budiman,
2015:35). Buah kopi menghasilkan dua butir biji tetapi ada juga yang tidak menghasilkan biji atau
hanya menghasilkan satu butir biji. Secara morfologi, biji kopi berbentuk bulat telur, berstekstur keras
dan berwarna kotor, biji kopi terdiri atas kulit biji dan lembaga. (Najiyati dan Danarti, 2012).
2.1.4. Syarat Tumbuh Tanaman Kopi Arabika
Seperti tanaman lain, pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi sangat dipengaruhi
oleh lingkungan. Bahkan, tanaman kopi mempunyai sifat yang sangat khusus karena masing-
masing jenis menghendaki lingkungan yang agak berbeda. Menurut Najiyati dan Danarti
(2007:22-25) faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman kopi antara lain
ketinggian tempat, curah hujan, sinar matahari, angin, dan tanah.
2.1. Ketinggian tempat
Ketinggian tempat sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan
tanaman kopi. Faktor suhu berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan tanaman kopi, terutama
pada pembentukan bunga dan buah serta kepekaan terhadap serangan penyakit. Pada umumnya,
tinggi rendahnya suhu ditentukan oleh ketinggian tempat dari permukaan air laut. Syarat dan
lokasi tumbuh tanaman kopi dapat tumbuh dengan baik apabila faktor yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan pemeliharaan tanaman dapat dioptimalkan dengan baik. Berikut ini
beberapa syarat pertumbuhan kopi menurut (DaMatta, 2011).
2.2. Tanah
Tanah digunakan sebagai media tumbuh tanama kopi adalah salah satu ciri tanah yang baik
adalah memiliki lapisan topsoil yang tebal. Umumnya kondisi tanah di dataran tinggi memiliki
kandungan organik yang cukup banyak dan tidak terlalu banyak terkontaminasi polusi udara.
Tanaman kopi sebaiknya ditanam di tanah yang memiliki kandungan hara dan organik yang
tinggi. Rata-rata pH tanah yang dianjurkan 5-7. Sementara itu, untuk menurunkan pH tanah dari
basa ke asam, tambahkan abu dapur. Caranya taburkan kapur atau abu dapur secukupnya sesuai
kondisi tanah, lalu periksa keasaman tanah dengan pH meter.
2.3. Curah Hujan
Curah hujan mempengaruhi pembentukan bunga hingga menjadi buah. Untuk arabika, jumlah curah
hujan yang masih bisa ditolerir sekitar 1.000-1.500 mm/tahun. Penanaman atau pembangunan perkebunan
kopi di suatu daerah perlu melihat data klimatologi daerah tersebut selama 5 tahun terakhir. Daerah yang
berada di atas ketinggian 1.000 meter dpl. Tanaman kopi Arabika umumnya di daerah dengan curah hujan
2.000 - 3.000 mm/tahun, namun kopi masih tumbuh baik di daerah bercurah hujan 1.300 - 2.000
mm/tahun, bahkan di daerah bercurah hujan 1.000 – 1.300 mm/tahun pun kopi mampu tumbuh baik,
asalkan diberi mulsa dan irigasi intensif.
2.4. Suhu
Selain curah hujan, faktor lingkungan juga memegang peranan penting untuk pembentukan bunga
menjadi buah, kopi Arabika mampu beradaptasi dengan suhu rata-rata 16-22̊ C. Untuk kopi robusta,
tanaman ini dapat tumbuh dan beradaptasi pada suhu 20-28̊ C, karena investor atau petani kopi perlu
mengetahui kondisi suhu suatu daerah yang ingin dijadikan perkebunan kopi.
2.5. Angin
Sebelum mulai menanam kopi, petani kopi perlu memperhatikan kondisi topografi wilayah, jika
terdapat anomali iklim, petani dapat melakukan beberapa rekayasa. Khususnya di lokasi atau daerah yang
memiliki tiupan angin kencang, petani sebaiknya menanam pohon pelindung, seperti lamtoro (Leucaena
glauca) dan sengon laut (Albizzia falcate). Untuk kopi jenis arabika yang tumbuh di ketinggian di atas
1.000 meter dpl, biasanya kondisi angin yang bertiup cukup kuat sehingga petani diharapkan gunakan
tanaman pelindung, tujuannya untuk menahan angin yang cukup kencang.
BAB. 3. BAHAN DAN ALAT METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat
Tempat penelitian ini akan dilaksanakan di tempat persemain permanente Distrik Ermera-
Gleno milik Direktorat Nasional Kopi dan Perkenunan Timor Leste, jarak 25Km dari kota
Dili ke tempat penelitian, ketinggian tempat 1.200m dpl, lahan yang akan di gunakan
persemain dan pembibitan kopi adalah 10m2 x 10m2 = 100m2.
b. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini akan di laksanakan setelah tiori selesai bila Judul Proposal di setujuhi
oleh pihak akademik. (Tahun 2021).
3.2. Bahan dan Alat
a. Bahan
Bahan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah; media/tanah, kompos limbah kulit kopi,
benih kopi Arabika yang terseleksi, air dan lain sebagainya.
b. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah; cangkul, skop, parang, tali raffia, paranet,
kayu balok, polybag, spidol kertas manila, meteran, gembor dan alat-alat pertanian lainnya.
3.3. Rancangan Penelitian
Rancangan Penelitian penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) yang diulang sebanyak tiga kali dalam tiga blok yang terdiri dari dua
faktor adalah komposisi media dan faktor kedua kompos limbah kulit kopi.
Faktor Komposisi Media sebagai factor utama yang terdiri dari tiga level yaitu:
M1 = Komposisi media tanah, pasir dan pupuk kandang sapi (1 : 1: 1)
M2 = Komposisi media tanah, pasir dan pupuk kandang sapi (1 : 1 : 2)
M3 = Komposisi media tanah, pasir dan pupuk kandang sapi (1 : 2 : 2)
Faktor kedua adalah factor Bokhasi Limbah Kulit Kopi yaitu:
B1 = Bokhasi limbah kulit kopi
Komposisi Media Dengan Bokhasi Limbah Kulit Kopi, pada kopi Arabika adalah sebagai
berikut:

Bokhasi Limbah
Komposisi Media
B B B

K
     

K
     

K
     

3.4. Pelaksanaan Penelitian


3.4.1. Pembuatan komposisi

“Pertumbuhan Bibit Kopi Arabica (Coffee Arabica Varietas Catimor) Pada Berbagai
Komposisi Media Dengan Bokhasi Limbah Kulit Kopi”
Tabel 4.11 Penyusutan Kompos

Berat (g)
Sampel Awal Akhir Penyusutan (%)
A0 4000 1975 50,6 %
A1 4000 1900 52,5 %
A2 4000 1860 53,5 %
B0 4000 1898 52,6 %
B1 4000 1800 55 %
B2 4000 1820 54,5 %
Sumber : Hasil Pengujian, 2017
Dengan menggunakan Persamaan (3.1) untuk kadar penyusutan, maka
BAB 3. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

1.1. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan penelitian Agrotechnopark Universitas Jember
di Desa Jubung Kecamatan Sukorambi Kabupaten Jember dengan ketinggian tempat 70 meter
dpl. Kualitas umbi ubi jalar telah diuji di Laboratorium Analisis Pangan, Jurusan Teknologi
Pertanian Politeknik Negeri Jember. Waktu penelitian dimulai pada bulan Maret 2014 sampai
dengan bulan September 2014.
1.2. Bahan dan Alat
1.2.1. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah :
1. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian di lapangan terdiri dari: stek ubi jalar
dari varietas-varietas yang diuji (varietas lokal Jember, varietas lokal Mutin varietas
Hohrae 2 dan varietas Hohrae 3), pupuk NPK dan pestisida. Stek batang ubi jalar yang
digunakan sebagai bahan penelitian diambil di kebun petani Sukorambi untuk varietas
lokal Jember, sedangkan untuk tiga varietas lainnya diambil di Pusat Penelitian Seed of
Life (SOL) Timor Leste.
2. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian di laboratorium untuk menguji kualitas
ubi jalar yaitu antara lain : larutan NaOH.N2S2O3, H2SO4, Na2SO4.HgO, HCl, batu didih,
NaOH, Luff school, H2SO4, Na2CO3 anhidrat, Na Phospat, Pb asetat (alumina), Thio
sulfat, larutan kanji dan aquades.
1.2.2. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah :
1. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian di lapangan terdiri dari : cangkul, skop,
parang, lingis, meteran gulung, timbangan, jangka sorong, penggaris dan alat tulis.
2. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian di laboratorium terdiri dari : timbangan
analitis, erlenmeyer, kertas saring, gelas piala, buret, gelas ukur, pipet ukur dan corong
gelas.
1.3. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
faktorial 3 x 4 yang diulang dalam tiga blok. Percobaan ini dilakukan dalam dua seri yaitu :
Untuk parameter pertumbuhan (jumlah daun) percobaan terdiri dari dua faktor yaitu :
Faktor pertama adalah waktu panen (W) yang terdiri dari tiga level perlakuan :
W1 = Waktu Panen Umur 30 hari setelah tanam

W2 = Waktu Panen Umur 60 hari setelah tanam

W3 = Waktu Panen Umur 90 hari setelah tanam

Faktor kedua adalah varietas (V) yang terdiri dari empat level perlakuan :

V1 = Varietas Lokal Jember

V2 = Varietas Lokal Mutin

V3 = Varietas Unggul Hohrae 2

V4 = Varietas Unggul Hohrae 3

Untuk parameter hasil dan kualitas percobaan terdiri dari dua faktor yaitu :
Faktor pertama adalah waktu panen (W) yang terdiri dari tiga level perlakuan :

W1 = Waktu Panen Umur 3 Bulan


W2 = Waktu Panen Umur 4 Bulan

W3 = Waktu Panen Umur 5 Bulan

Faktor kedua adalah varietas (V) yang terdiri dari empat level perlakuan :

V1 = Varietas Lokal Jember

V2 = Varietas Lokal Mutin

V3 = Varietas Unggul Hohrae 2

V4 = Varietas Unggul Hohrae 3

1.4. Pelaksanaan Penelitian


1.4.1. Persiapan Lahan
Lahan percobaan adalah areal seluas 527 meter persegi dengan ukuran 34 m x 15,5 m.
Sebelum pengolahan tanah dimulai terlebih dahulu dilakukan pembersihan gulma. Pengolahan
tanah dilakukan dalam dua tahapan. Tahap pertama adalah pembajakan tanah dengan
menggunakan hand tractor. Tahap kedua adalah menghancurkan bongkahan-bongkahan tanah
dari pengolahan tanah pertama dengan menggunakan cangkul dan selanjutnya membuat petak
percobaan. Di dalam areal percobaan dibuat dua puluh tujuh petak percobaan, masing-masing
berukuran 3 m x 3 m. Perbedaan kesuburan lahan digunakan sebagai dasar dalam penentuan
blok. Jarak antar blok adalah 1 m dan jarak antara petak adalah 0,5 m. Penetapan petak
percobaan dilakukan secara acak.

Tanah aluvial, benih petsai, kulit buah kopi, polybag, gelas aqua, dekomposer, pupuk dasar,
pupuk kandang, pasir, pestisida, bahan untuk membuat rumah penelitian. Alat-alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah ayakan tanah, arit, cangkul, parang, meteran, tali plastik,
skop, timbangan analitik, termometer, higrometer, ember, Leaf Area Meter, gelas ukur, gembor,
sprayer, klorofil meter, alat tulis menulis dan alat dokumentasi. C. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan metode eksperimen lapangan dengan pola Rancangan
Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 6 perlakuan dengan 4 kali ulangan, setiap unit percobaan
terdiri dari 3 tanaman sampel. Taraf perlakuan yang dimaksud adalah sebagai berikut : k0 =
Tanpa pemberian kompos kulit buah kopi k1 = 10% bahan organik setara dengan 27 g kompos
kulit buah kopi/polybag k2 = 15% bahan organik setara dengan 368 g kompos kulit buah
kopi/polybag

2.2.5 Ketinggian tempat


a. Arabika
Ketinggian tempat untuk perkebunan kopi arabika sekitar 1.000-2.100 meter dpl. Semakin tinggi lokasi
perkebunan kopi arabika, rasa atau karakter kopi yang dihasilkan menjadi semakin baik dan enak.
b. Robusta
Ketinggian tempat yang optimal untuk perkebunan kopi robusta sekitar 400-1.200 meter dpl.
2.3 Pemupukan Kopi
Produksi dan pertumbuhan kopi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti factor genetika (jenis tanaman,
varietas/klon tanaman), faktor lingkungan (iklim, tanah), dan faktor teknik budidaya. Supaya diperoleh
tanaman kopi yang sehat, kuat dan produksinya tinggi, diperlukan aspek pemeliharaan tanaman yang
meliputi pemupukan, pemangkasan tanaman, pengendalian hama dan penyakit serta gulma, dan
pemeliharaan tanaman pelindung. Upaya peningkatan produksi kopi di perkebunan dapat dilakukan
melalui perluasan areal, perbaikan teknik budidaya, dan rehabilitasi perkebunan (Wachjar, 1984). Salah
satu usaha perbaikan teknik budidaya di perkebunan kopi yaitu dengan melakukan pemupukan yang
intensif. Menurut Pujiyanto dan Abdoellah (1999) pupuk merupakan masukan yang penting dan
mempunyai peranan yang vital bagi keberhasilan usaha perkebunan kopi. Pemberian pupuk sebagai usaha
menambah unsur hara bagi tanaman bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil,
mempertahankan stabilitas produksi yang tinggi dan memperbaiki kondisi dan daya tahan tanaman
terhadap perubahan lingkungan yang ekstrim seperti kekeringan dan serangan penyakit (Dinas
Perkebunan Daerah Kabupaten Jember, 1998).
2.4. Jenis/varietas tanaman kopi
Jenis kopi yang banyak dibudidayakan yakni kopi arabika (Coffea arabica) dan robusta (Coffea
canephora). Sementara itu, ada juga jenis Coffea liberica dan Coffea congensis yang merupakan
perkembangan dari jenis robusta. Di dunia perdagangan, dikenal beberapa golongan kopi tetapi yag sering
dibudidayakan hanya kopi Robusta, Arabika dan Liberika. Penggolongan kopi tersebut umumnya
didasarkan pada spesiesnya, kecuali Robusta. Kopi Robusta bukan merupakan nama spesies karena kopi
ini merupakan keturunan dari beberapa spesies kopi terutama Coffea canephora (Najiyati dan Danarti,
1997).
2.4.1. Kopi Arabika Awalnya, jenis kopi yang dibudidayakan di Indonesia adalah arabika, lalu liberika
dan terakhir kopi jenis robusta. Kopi jenis arabika sangat baik ditanam di daerah yang berketinggian
1.000-2.100 meter di atas permukaan laut (dpl). Semakin tinggi lokasi perkebunan kopi, cita rasa yang
dihasilkan oleh biji kopi akan semakin baik. Karena itu, perkebunan kopi arabika hanya terdapat di
beberapa daerah tertentu (di daerah yang memiliki ketinggian di atas 1.000 meter). Berbagai klon
unggulan dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (PPKKI), di antaranya AB 3, S 795, USDA
762, Kartika 1, Kartika 2, Andungsari 1 dan BP 416. Sebagai gambaran awal, hasil produksi arabika klon
Kartika sekitar 800-2.500 kg/ha/tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2002). Berikut karakteristik biji
kopi arabika secara umum:
1. Rendemannya lebih kecil dari jenis kopi lainnya (18-20%).
2. Bentuknya agak memanjang.
3. Bidang cembungnya tidak terlalu tinggi.
4. Lebih bercahaya dibandingkan dengan jenis lainnya.
5. Ujung biji lebih mengkilap, tetapi jika dikeringkan berlebihan akan terlihat
retak atau pecah.
6. Celah tengah (center cut) di bagian datar (perut) tidak lurus memanjang ke
bawah, tetapi berlekuk.
7. Untuk biji yang sudah dipanggang (roasting), celah tengah terlihat putih.
8. Untuk biji yang sudah diolah, kulit ari kadang-kadang masih menempel di celah
atau parit biji kopi.
2.4.2 Kopi Robusta
Tanaman kopi jenis robusta memiliki adaptasi yang lebih baik
dibandingkan dengan kopi jenis arabika. Areal perkebunan kopi jenis robusta di
Indonesia relatif luas. Pasalnya, kopi jenis robusta dapat tumbuh di ketinggian
yang lebih rendah dibandingkan dengan lokasi perkebunan arabika. Kopi jenis robusta yang asli sudah
hampir hilang. Saat ini, beberapa jenis robusta sudah
bercampur menjadi klon atau hibrida, seperti klon BP 39, BP 42, SA 13, SA 34,
dan SA 56. Produksi kopi jenis robusta secara umum dapat mencapai 800-2.000
kg/hektar/tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2002). Berikut ini karakteristik
fisik biji kopi robusta:
1. Rendeman kopi robusta relatif lebih tinggi dibandingkan dengan rendeman kopi
arabika (20- 2%).
2. Biji kopi agak bulat.
3. Lengkungan biji lebih tebal dibandingkan dengan jenis arabika.
4. Garis tengah (parit) dari atas ke bawah hampir rata.
5. Untuk biji yang sudah diolah, tidak terdapat kulit ari di lekukan atau bagian parit.

A.   Tinjauan Teori ( Berisi teori yang Disesuaikan dg. Variable penelitian)


B.    Kerangka Teori
C.    Kerangka Konsep
D.    Hipotesis / Pertanyaan Penelitian
BAB III     METODE PENELITIAN
A.   Desain / Rancangan Penelitian
B.    Lokasi Penelitian
C.    Populasi, Sample dan Teknik Sampling
D.    Variable Penelitian
E.    Definisi Operasional
F.     Pengumpulan Data dan Teknik Analisa Data
G.    Keterbatasan Penelitian

Gambar 1. Limbah kulit kopi libtukom hasil pengelupasan kulit luar

Kopi merupakan salah satu komoditas yang sangat penting didalam perdagangan dunia yang
melibatkan beberapa negara produsen dan banyak negara konsumen. Selama beberapa tahun
terakhir, volume perdagangan kopi dunia dalam bentuk ekspor dan impor terus meningkat rata-
rata 0,23% per tahun dan volume perdagangannya mencapai 4,9 juta ton per tahun. Pada tahun
2001, konsumen utama kopi dunia masih diduduki oleh Amerika Serikat dengan total konsumsi
1,16 juta ton Tanaman kopi (Coffea canephora) memiliki arti penting bagi perkebunan nasional.
Menurut Rahardjo (2017), kopi tidak hanya berperan sebagai sumber devisa negara melainkan
juga merupakan sumber penghasilan untuk satu setengah juta jiwa penduduk indonesia. Kopi
berada dalam posisi keempat setelah kelapa sawit, karet dan kakao sebagai komoditas tanaman
dalam penerimaan devisa negara dari subsektor perkebunan.

BAPPELITBANGDA NTT – Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor perkebunan


yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Bagi masyarakat Nusa
Tenggara Timur potensi tanaman kopi sudah tidak asing, karena ada beberapa wilayah
kabupaten di provinsi NTT memiliki potensi besar untuk pengembangan usaha
perkebunan kopi rakyat, antara lain di beberapa wilayah kecamatan pada tiga(3)
kabupaten manggarai, diikuti juga kabupaten Ngada, kabupaten Sumba Barat, kabupaten
Sumba Barat Daya, kabupaten Ende, Kabupaten Sikka, Flores Timur, dan Alor.

Selain itu, kopi telah menjadi aset serta komoditi utama hasil perkebunan rakyat dan
merupakan salah satu tanaman perkebunan yang menjadi produk ekspor unggulan. Secara
spesifik, kemudian komoditi perkebunan ini menjadi komoditi utama dan unggulan di
beberapa kabupaten yang berada di Dataran Tinggi seperti Kabupaten Manggarai Raya
dan Kabupaten Ngada. Jenis kopi yang cukup terkenal di NTT saat ini yaitu, jenis Arabika dan
Robusta. Bentangan wilayah pegunungan dari Kabupaten Manggarai Barat hingga
Kabupaten Manggarai Timur, memiliki tingkat suhu udara dingin, berkisar 17 hingga 28
derajat Celcius. Dengan tingkat kelembaban udara 74 hingga 92 persen. Kondisi dataran
tinggi yang berada 900 meter diatas permukaan laut, menjadi surga kopi Arabika yang
tumbuh subur.

Salah satu wilayah di pulau Timor yang juga memiliki potensi untuk pengembangan usaha
tani perkebunan kopi yaitu di Kabupaten Belu NTT. Kabupaten Belu secara geografis
berbatasan langsung dengan Negara Timor Leste, dimana ada beberapa wilayah kecamatan
di kabupaten Belu yang memiliki potensi untuk pengembangan usaha perkebunan kopi
rakyat, antaranya, Wilayah kecamatan Nanaet Dubesi dan Kecamatan Lamaknen Selatan.
Dari kedua kecamatan ini masing-masing ada 3 (tiga) desa yaitu Desa Fohoeka, Desa
Lakmaras dan Desa Henes, dimana lokasi dimaksud merupakan sentra produksi kopi dan
sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani kopi. Jenis kopi yang
diusahakan ketiga desa tersebut adalah kopi Arabika.

Dalam upaya mendukung pengembangan kopi di kabupaten Belu, melalui kerja sama BP4D
kabupaten belu dan Puslitkoka Jember serta Bappelitbangda Provinsi NTT, melaksanakan
seminar terkait analisis usahatani pengembangan kopi rakyat di kabupaten Belu, tanggal
26 Nopember 2019 yang telaksana di Kantor BP4D - Atambua kabupaten Belu. (Sumber
tulisan: Puslitkoka Jember, Bappelitbangda NTT/Caroline Wairo, serta dari berbagai
sumber lainnya. Editor: Edy Latu).

Unduh : Tulisan Lengkap

Read 98 times
Last modified on Tuesday, 10 December 2019 06:47
More in this category: « Pemetaan Dan Kajian Potensi Kawasan Budidaya Air Payau Nagekeo
Penerapan Sanitasi Berbasis Masyarakat »

Menurut Najiyarti dan Danarti (1997) adapun dosis pemupukan bibit kopi yang dapat digunakan
menurut umurnya adalah sebagai berikut: Umur 3 bulan membutuhkan 10 g urea/m2, 5 g
TSP/m2 dan 5 g KCl/m2; Umur 5 bulan membutuhkan 20 g urea/m2, 10 g TSP/m2 dan 10 g
KCl/m2; Umur 7 bulan membutuhkan 30 g urea/m2, 15 g TSP/m2 dan 15 g KCl/m2; Umur 9
bulan membutuhkan 40 g urea/m2, 20 g TSP/m2 dan 20 KCl/m2; Umur 12 bulan membutuhkan
50 g urea/m2, 25 g TSP/m2 dan 25 KCl/m2 Pemupukan NPK pada kopi perlu dilakukan saat
mulai dari pembibitan untuk menjamin dihasilkannya bibit yang baik dan sehat.
. Dalam pemupukan tanaman banyak hal yang perlu diperhatikan.
dan pemberian pupuk NPK, sehingga diperoleh komposisi media tanam kompos kulit biji
kopi dan dosis pupuk NPK yang baik bagi pertumbuhan bibit kopi.
Namun pengertian biopori menurut masyarakat Indonesia yaitu lubang resapan air yang di
buat oleh manusia menggunakan bor tanah dengan diameter

, dari jumlah penduduk pada sensus tahun 2012, populasi pendudukan 1.660.538
Pada suhu 25ºC kegiatan fotosintesis tumbuhannya akan menurun dan akan berpengaruh langsung
pada hasil kebun.
Kopi Arabika merupakan jenis kopi tertua yang dikenal dan dibudidayakan di dunia dengan
varietas-varietasnya. Kopi Arabika menghendaki iklim subtropik dengan bulan kering untuk
pembungaannya. Di Timor Leste tanaman kopi Arabika cocok dikembangkan di daerah-daerah
dengan Ketinggian tempat untuk perkebunan kopi arabika sekitar 1.000-2.100 meter dpl. Semakin
tinggi lokasi perkebunan kopi arabika, rasa atau karakter kopi yang dihasilkan menjadi semakin
baik dan dengan suhu rata-rata 15-24ºC, sedangkan pada suhu 25ºC keatas kegiatan fotosintesis
tumbuhannya akan menurun dan akan berpengaruh langsung pada hasil kebun. Mengingat belum
banyak jenis kopi Arabika yang tahan akan penyakit karat daun, dianjurkan penanaman kopi
Arabika tidak di daerah-daerah di bawah ketinggian 800 m dpl (Sihombing, 2011).
Jika pH tanah terlalu asam, tambahkan pupuk Ca(PO)2 atau Ca(PO3)2 (kapur atau dolomit).
Tambahkan urea jika pH tanah masih basa atau tambahkan kapur jika terlalu asam hingga pH
tanah menjadi 5-7.
Sebaliknya, tanaman kopi membutuhkan musim kering yang agak panjang untuk memperoleh
produksi yang optimal.
dadap (Erythrina lithosperma atau Erythrina subumbrans),

Anda mungkin juga menyukai