Anda di halaman 1dari 24

PEMBUAHAN IN VITRO PADA TANAMAN KENTANG

(Solanum tuberosum L.)


BAB.I. PENDAHULUAN
1.1, Latar Belakang
Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang mendapat
prioritas dalam pengembangannya karena kentang mempunyai daya saing kuat dibandingkan
tanaman sayuran lainnya. Peran kentang di Indonesia semakin meningkat, baik sebagai produk
segar maupun produk olahan. Kebutuhan kentang semakin meningkat dewasa ini, terutama
berkaitan dengan semakin menjamurnya makanan siap saji (fast Food) dan industri makanan
ringan (snack) yang semuanya membutuhkan kentang bermutu tinggi. Karena itu posisi
komoditas kentang untuk masa mendatang diharapkan menjadi pilihan diversifikasi sumber
karbohidrat yang membantu penguatan ketahanan pangan. Kultivar kentang prosesing yang
umum ditanam petani adalah kultivar ‘Atlantik’ yang cocok untuk keperluan industri. Di
Indonesia pertanaman kentang banyak diusahakan di daerah dataran tinggi (1000 – 3000 m dpl)
dengan sentra produksi kentang adalah: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi
Selatan, Sumatra Utara, Sumatra Barat dan Jambi. Secara umum produksi kentang Indonesia
masih rendah, yaitu 16.4 ton/ha (BPS, 2004),
Berdasarkan data dari FAO, konsumsi kentang masyarakat Indonesia meningkat dari 1,9
kilogram per kapita pada Tahun 2011 menjadi 4,3 kilogram per kapita pada Tahun 2013.
Peningkatan ini tidak lepas dari berkembangnya industri pengolahan makanan, yang tidak saja
sebagai sayur, tetapi telah berubah menjadi makanan ringan berupa chips dan Frensh fries
(Suliansyah I., 2017). Namun ternyata, peningkatan kebutuhan tersebut hanya dapat di penuhi
10% dari konsumsi kentang nasional, yaitu 8,9 juta ton per tahun (Wattimena, 2000). Hal ini
dikarenakan produktivitasnya kentang di Indonesia rata-rata sebesar 17.39 ton/Ha, sementara
berdasarkan hasil penelitian potensi produksi Indonesia bisa mencapai 30 ton/Ha (Dinas
Pertanian Jawa Barat, 1993). Kendala peningkatan produksi kentang di Indonesia diantaranya
yaitu: rendahnya kualitas dan kuantitas benih kentang, teknik budidaya yang masih
konvensional, faktor topografi, dimana daerah dengan ketinggian tempat dan temperatur yang
sesuai untuk pertanaman kentang di Indonesia sangat terbatas, daerah tropis Indonesia
merupakan tempat yang optimum untuk perkembangbiakan hama dan penyakit tanaman kentang
(Suliansyah I., 2017). Melihat permasalahan dan potensi akan kebutuhan benih kentang yang
bermutu, melalui program pengembangan usaha produk intelektual kampus (PPUPIK) mulai
tahun 2018 sedang mengembangkan usaha penyediaan benih kentang dalam bentuk planlet hasil
kultur in vitro. Untuk dapat merakit varietas unggul diperlukan adanya suatu kegiatan pemuliaan,
yaitu melalui penerapan metode in vitro pada klon hasil persilangan varietas Granola dan
Atlantik. Oleh karena itu, perlu dikembangkan teknik perbanyakan alternatif yang lebih potensial
yaitu perbanyakan secara in vitro. Propagula in vitro yang banyak digunakan dalam usaha
menghasilkan benih kentang bermutu adalah tunas mikro dan umbi mikro (Helmi, 2017).
Propagula ini dapat digunakan untuk produksi umbi mini, yaitu umbi dengan bobot 1 – 10 gram
yang diinduksi dalam rumah kaca atau ketat serangga (screen hause) secara in vitro sehingga
biayanya lebih murah. Oleh sebab itu, salah satu cara yang dapat digunakan untuk menjawab
tantangan dan kendala diatas yakni melalui teknik in vitro dengan memanfaatkan nodus sebagai
organ perbanyakan secara in vitro. Karbohidrat memainkan peran penting dalam kultur in vitro
sebagai sumber energi dan karbon, untuk kegiatan kultur pada umumnya, baik itu kultur sel,
jaringan atau organ, penting untuk memasukkan sumber karbon ke dalam medium. Sukrosa
adalah bahan yang umumnya digunakan untuk tujuan mikropropagasi karena manfaatnya sangat
umum dalam kultur jaringan. Sonya Putri Rai dkk., (2015) mendefenisikan sitokinin adalah
senyawa turunan adenine dan berperan dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis.
Sitokinin digunakan untuk merangsang terbentuknya tunas, berpengaruh dalam metabolisme sel,
dan merangsang sel dorman serta aktivitas utamanya adalah mendorong pembelahan sel. Akan
tetapi belum banyak penelitian yang menggunakan 2-ip sebagai sumber sitokinin yang
dikombinasikan dengan sukrosa untuk mendukung pertumbuhan nodus kentang secara in vitro
ini. Dari sinilah penulis tertarik untuk melihat bagaimana pertumbuhan nodus kentang akibat
pemberian dua senyawa tersebut. Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan konsentrasi
sukrosa dan 2-ip serta kombinasi dari keduanya yang sesuai untuk pertumbuhan nodus kentang
secara in vitro.
Dengan adanya penerapan metode tersebut diharapkan akan didapatkan kultivar kentang
dengan sifat genjah (umur pendek), produksi tinggi, kadar air rendah, bentuk umbi baik, dan
tahan penyakit. Sehingga, kultivar kentang yang bermutu atau unggul terdapat dalam jumlah
yang mencukupi untuk petani di Indonesia.
2.1. Rumusan Makalah
 Apa saja teknik-teknik yang terkait dengan pembuahan in vitro tanaman kentang ?
 Bagaimana peranan tanaman kentang bagi pengembangan dalam ilmu pemuliaan tanaman?
 Bagaimana mendukung upaya peningkatan produksi kentang ?
3.2. Tujuan Penulis Makalah
 Untuk mengetahui pengertian dari pemuliaan tanaman serta tujuannya.
 Untuk mengetahui teknik-teknik yang terkait dengan pemuliaan tanaman.
 Untuk mengetahui pembuahan in vitru tanaman kentang bagi pengembangan dalam ilmu
pemuliaan tanaman.
BAB.II. LANADASAN TEORI
2.1. Morfologi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L)
Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan tanaman umbi-umbian dan tergolong
tanaman berumur pendek. Tumbuhnya bersifat menyemak dan menjalar dan memiliki batang
berbentuk segi empat. Batang dan daunnya berwarna hijau kemerahan atau berwarna ungu.
Umbinya berawal dari cabang samping yang masuk ke dalam tanah, yang berfungsi sebagai
tempat menyimpan karbohidrat sehingga bentuknya membengkak. Umbi ini dapat mengeluarkan
tunas dan nantinya akan membentuk cabang yang baru (Munifatul Izzati, 2017).
Taksonomi tanaman kentang secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Clasis : Dicotyledonae
Ordo : Solanales
Familia : Solanaceae
Genus : Solanum tuberosum Linn
Spesies : Solanum tuberosum Linn
2.1.1. Daun
Daun majemuk menempel di satu tangkai (rachis). Jumlah helai daun umumnya ganjil,
saling berhadapan dan di antara pasang daun terdapat pasangan daun kecil seperti telinga yang di
sebut daun sela. Pada pangkal tangkai daun majemuk terdapat sepasang daun kecil yang disebut
daun penumpu (stipulae). Tangkai lembar daun sangat pendek dan seolah-olah duduk. Warna
daun hijau muda sampai hijua gelap dan tertutup oleh bulu-bulu halus (Partiyani Hidayah, 2017).
2.1.2. Batang
Batang tanaman berbentuk segi empat atau segi lima, tergantung pada varietasnya.
Batang tanaman berbuku–buku, berongga, dan tidak berkayu, namun agak keras bila dipijat.
Diameter batang kecil dengan tinggi dapat mencapai 50–120 cm, tumbuh menjalar. Warna
batang hijau kemerah-merahan atau hijau keungu–unguan. Batang tanaman berfungsi sebagai
jalan zat–zat hara dari tanah ke daun dan untuk menyalurkan hasil fotosintesis dari daun ke
bagian tanaman yang lain (Munifatul Izzati, 2017)
2.1. 3. Akar
Akar memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. Akar tunggang bisa menembus
sampai kedalaman 45 cm. Sedangkan akar serabutnya tumbuh menyebar (menjalar) ke samping
dan menembus tanah dangkal. Akar berwarna keputih-putihan, halus dan berukuran sangat kecil.
Dari akar-akar ini ada akar yang akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi bakal umbi (stolon)
dan akhirnya menjadi umbi (Partiyani Hidayah, 2017).
2.1.4. Bunga
Bunga kentang berkelamin dua (hermaphroditus) yang tersusun dalam rangkaian bunga
atau karangan bunga yang tumbuh pada ujung batang dengan tiap karangan bunga memiliki 7–15
kuntum bunga. Warna bunga bervariasi, yaitu; putih, merah, biru. Struktur bunga terdiri dari
daun kelopak (caly x), daun mahkota (corolla), benang sari (stamen), yang masing–masing
berjumlah 5 buah serta putih 1 (satu) buah. Bunga bersifat protogami, tangkai putik lebih cepat
masak daripada tepung sari. Sistem penyerbukannya dapat menyerbuk sendiri ataupun silang
(Partiyani Hidayah, 2017).
Bunga kentang yang telah mengalami penyerbukan akan menghasilkan buah dan biji–
biji. Buah kentang berbentuk bulat, bergaris tengah kurang lebih 2,5cm, berwarna hijau tua
sampai keungu–unguan dan tiap buah berisi 500 bakal biji. Bakal biji yang dapat menjadi biji
hanya berkisar 10 butir sampai dengan 300 butir. Biji kentang berukuran kecil, bergaris tengah
kurang lebih 0,5 mm, berwarna krem, dan memiliki masa istirahat (dormansi) sekitar 6 (enam)
bulan (Partiyani Hidayah, 2017).
2.1.5. Umbi
Umbi terbentuk dari cabang samping diantara akar–akar. Proses pembentukan umbi
ditandai dengan terhentinya pertumbuhan memanjang dari rhizome atau stolon yang diikuti
pembesaran sehingga rhizome membengkak. Umbi berfungsi menyimpan bahan makanan seperti
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air (Samadi, 2006). Selain mengandung zat
gizi, umbi kentang mengandung zat solanin yang beracun dan(Samadi, 2006). berbahaya bagi
yang memakannya. Racun solanin akan berkurang atau hilang apabila umbi telah tua sehingga
aman untuk dimakan. Tetapi racun solanin tidak dapat hilang apabila umbi tersebut keluar dari
tanah dan terkena sinar matahari. Umbi kentang yang masih mengandung racun solanin
berwarna hijau walaupun telah tua (Partiyani Hidayah, 2017).
2.1.6. Tanaman Kentang Dilakukan Melalui In vitro
Kultur in vitro atau kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari
tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, serta menumbuhkannya
dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali. Kultur jaringan memiliki beberapa tujuan,
diantaranya dapat menciptakan tanaman baru bebas penyakit, memperbanyak tanaman yang
sukar diperbanyak secara seksual, dan menghasilkan tanaman baru sepanjang tahun (Saragih K.
M. 2016). Tanaman yang ditumbuhkan dalam kondisi in vitro pada umumnya tidak melakukan
fotosintesis, lapisan kutikula dan jaringan pembuluh antara akar dan pucuk tidak berkembang
serta stomata belum berfungsi dengan baik, sehingga sulit bertahan pada saat aklimatisasi. Dalam
kultur In vitro pertumbuhan eksplan harus dikondisikan dalam lingkungan yang aseptic dan
terkendalai, keberadaan laboratorium yang efektif merupakan salah satu unsur penting dalam
produksi planlet kentang. Kegiatan produksi di laboratorium untuk kegiatan di bagi menjadi 3
kelompok yaitu; persiapan yang baik untuk persiapan media atau persiapan bahan tanam atau
eksplan, ruang isolasi, penanaman dan ruang, untuk inkubasi atau penyimpanan kultur (Syarif
Husen, 2018).
Rendahnya produksi tanaman kentang di Indonesia disebabkan belum banyaknya petani
penghasil bibit kentang bermutu, sehingga permintaan bibit kentang tidak dapat dipenuhi. Upaya
dapat dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan memanfaatkan bioteknologi
yaitu; melalui kultur jaringan atau pembiakan mikro kentang. Dengan teknik ini dapat dihasilkan
benih berjumlah banyak dalam waktu relatif singkat dan bebas dari penyakit sistemik, terutama
virus Ni Made dkk,. (2015). Dalam perbanyakan mikro ada dua teknik yang telah dikembangkan
untuk memproduksi propagul kentang, yaitu stek mikro dan umbi mikro. Stek mikro berasal dari
perbanyakan stek buku tunggal pada media MS tanpa ZPT. Media yang digunakan untuk
pengumbian adalah satu macam media (padat atau cair) dan dua macam media (padat-cair atau
caircair, yang dianjurkan adalah sistem cair. Media cair untuk pengumbian secara in vitro akan
menghasilkan umbi dengan ukuran, bobot basah, dan persentase bahan kering yang lebih tinggi
daripada penggunaan media padat. Pertumbuhan mikro sangat tergantung pada interaksi antara
zat pengatur tumbuh (ZPT) eksogen yang ditambahkan ke dalam media dan zat pengatur tumbuh
endogen. ZPT yang sering digunakan dalam kultur jaringan adalah golongan auksin dan
sitokinin. Salah satu sumber ZPT alami adalah air kelapa. Menurut Hendaryono et al., (1994)
dalamair kelapa terkandung dhipenil urea yang mempunyai aktivitas seperti sitokinin.
Penambahan air kelapa ke dalam media kultur diharapkan dapat menggantikan ZPT sintetik
golongan sitokinin sehingga biaya untuk perbanyakan tanaman secara kultur jaringan akan lebih
ekonomis, disamping itu kandungan unsur-unsur hara dalam air kelapa dapat meningkatkan
kandungan hara dalam media untuk mendukung pertumbuhan eksplan.Tujuan makalah ini adalah
untuk untuk mengetahui dan mengkaji pembuahan in vitro terhadap pertumbuhan tanaman
kentang. Kendala pengembangan kentang bagi para petani adalah sulitnya memperoleh kultivar
yang sesuai dengan lingkungan fisik dan pasar serta tahan terhadap serangan hama dan penyakit
tanaman (Purwanto A.S.D. 2007), menyatakan bahwa kendala utama produksi kentang di
Indonesia antara lain tidak tersedianya kultivar standar yang sesuai dengan lingkungan
Indonesia, bibit kentang masih import dan adanya beberapa penyakit yang sulit dikendalikan
seperti virus, hawar daun, layu bakteri, dan nematoda yang tertular melalui bibit dan akan
terakumulasi sepanjang terus diperbanyak secara vegetatif dengan umbi. Usaha yang dapat
ditempuh dalam penyediaan bibit yang bebas penyakit adalah dengan penyediaan propagul
kentang bebas virus melalui kultur jaringan tanaman.
2.1.7. Syarat Tumbuh Tanaman Kentang
Iklim Tanaman kentang (Solanum tuberosum L) menghendaki iklim dengan suhu udara
dingin dan lembab. Untuk tumbuh dengan baik tanaman memerlukan curah hujan rata-rata 1500
mm/tahun. Lama penyinaran matahari penuh yang dibutuhkan adalah 9-10 jam dengan intensitas
cahaya rendah, kelembapan 70-90 % dan ketinggian tempat antara 1000- 3000 mdpl. Suhu yang
paling tepat untuk pertumbuhan kentang adalah 200C-240C pada siang hari, sedangkan pada
malam hari yaitu 80C-120C. Suhu yang cocok selama periode pertumbuhan dari mulai bertunas
sampai stadium primordia bunga yaitu 120C-160C. Sedangkan setelah stadium primordia bunga
suhu yang cocok yaitu 190C-200C. Kentang dapat tumbuh baik pada suhu rata-rata 15 0C-200C,
jika suhu rata-rata melebihi 230C daun biasanya akan menjadi kecil serta jarak antar ruas menjadi
Panjang. Kentang sangat peka terhadap air, sehingga penanamannya dianjurkan pada akhir
musim hujan. Kelembaban di dalam tanah berpengaruh besar, jika intensitasnya meningkat dapat
menyebabkan pertumbuhan umbi tidak normal dan banyak mengeluarkan cabang-cabang. Angin
kencang dapat membuat batang tidak kuat dan mudah patah, sehingga pada daerah yang
memiliki potensi angin yang tinggi budidaya dilakukan di dalam green house (Eri Sofiari, 2007).
Kesuburan Tanah Kentang menghendaki tanah yang subur dengan kandungan bahan
organik yang tinggi. Jenis tanah andisol merupakan pilihan yang tepat, jenis tanah ini umumnya
ditemukan di dataran tinggi atau dilereng-lereng yang tinggi. Kesuburan tanah memegang
peranan penting untuk budidaya tanaman kentang, fungsi tanah sebagai penyangga akar,
penyedia air, zat hara dan udara untuk pernafasan akar tanaman. Kondisi media tumbuh yang
dibutuhkan tanaman kentang adalah berstruktur remah, gembur dan banyak mengandung bahan
organik. Areal lahan penanaman untuk budidaya komoditas ini harus berdrainase baik dan
memiliki lapisan olah yang dalam agar perakaran dapat menembus tanah untuk mengambil unsur
hara dan melakukan fotosintesis, sehingga didapatkan makanan untuk seluruh bagian tanaman.
Kondisi keasaman tanah yang dikehendaki oleh kentang adalah 58 – 7, pengapuran dilakukan
apabila pH kurang dari 5,8 dengan kapur dolomit yang berstruktur rapuh, remah dan mudah
mengikat asam (Neni, 2010).
BAB. III. PEMBAHASAN
3.1. Kultur In Vitro Tanaman Kentang
Kultur in-vitro merupakan salah satu cara dalam perbanyakan tanaman dengan
mengambil bagian tanaman (eksplan) yang proses menumbuhkannya dalam kondisi aseptik.
Sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman
utuh kembali. Akan tetapi dalam teknik kultur in-vitro terdapat satu faktor pembatas dalam
keberhasilan tanaman dalam proses tumbuhnya yaitu kontaminasi yang dapat terjadi pada setiap
saat dalam masa kultur. Kontaminasi umumnya berasal dari eksplan (baik eksternal maupun
internal), organisme yang masuk kedalam media, botol kultur atau alat-alat yang kurang steril,
lingkungan kerja yang kotor, kecerobohan dalam pelaksanaan. Pelaksanaan teknik ini
memerlukan berbagai prasyarat untuk mendukung kehidupan jaringan yang dibiakkan (Eri
Sofiari, 2007). Komposisi media juga dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan
perkembangan eksplan yang ditumbuhkan secara in vitro. Media Murashige dan Skoog atau
media MS sering digunakan karena cukup memenuhi unsur hara makro, mikro dan vitamin untuk
pertumbuhan tanaman. Akan tetapi pada media MS, tidak terdapat zat pengatur tumbuh (ZPT)
oleh karena itu ZPT ditambahkan pada media (eksogen). ZPT atau hormon tumbuhan
berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Interaksi dan keseimbangan antara
ZPT yang diberikan dalam media (eksogen) dan yang diproduksi oleh sel secara endogen
menentukan arah perkembangan suatu kultur. Penambahan hormon tumbuhan atau zat pengatur
tumbuh pada jaringan parenkim dapat mengembalikan jaringan ini menjadi meristematik
kembali dan berkembang menjadi jaringan adventif tempat pucuk, tunas, akar maupun daun pada
lokasi yang tidak semestinya (Marlina, 2004).
3.2. Pertumbuhan dan Perkembangan In Vitro
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya volume yang irreversible (tidak dapat
balik) hal ini dikarenakan adanya pembelahan mitosis atau pembesaran sel atau dapat pula
disebabkan oleh keduanya. Pertumbuhan dapat diukur dan dinyatakan secara kuantitatif misalnya
pertumbuhan batang tanaman dapat diukur dengan busur pertumbuhan atau Auksanometer.
Pertumbuhan menunjukkan pertambahan ukuran dan berat kering yang tidak dapat balik yang
mencerminkan pertambahan protoplasma mungkin karena ukuran dan jumlahnya bertambah.
Pertambahan protoplasma melalui reaksi dimana air, C02 dan garam organik dirubah menjadi
bahan hidup yang mencakup antara lain pembentukan karbohidrat atau proses fotosintesis,
pengisapan dan gerakan air dan hara (proses absorbs dan translokasi), penyusunan perombakan
protein dan lemak dari elemen C dari persenyawaan organik (proses metabolisme) dan tenaga
kimia yang dibutuhkan didapat dari respirasi. Perkembangan tidak dapat dinyatakan dengan
ukuran akan tetapi dapat dinyatakan dengan perubahan bentuk dan tingkat kedewasaan dari
tanaman yang awalnya bersel banyak, kemudian dilakukan melalui proses mitosis, dimana sel-
sel tertentu berperan dalam mengatur diferensiasi, pengaturan ini berlangsung dengan media
“utusan kimia” yang ditunjukkan oleh pengatur pertumbuhan. Sedangkan pengertian dari
pengatur pertumbuhan yaitu zat organik yang keaktifannya jauh berlipat seperti hormon yang
dikenal adalah auksin, giberelin, dan sitokinin (Meylin Kristina Saragih, 2012).
3.3. Faktor Pertumbuhan In Vitro
Komposisi media dan komposisi zat pengatur tumbuh jenis media yang digunakan sangat
mempengaruhi pertumbuhan regenerasi eksplan yang dikulturkan. Perbedaan komposisi media,
seperti jenis dan komposisi garam anorganik, senyawa organik, zat pengatur tumbuh sangat
mempengaruhi respon eksplan saat dikultur. Meskipun demikian, media yang telah
diformulasikan tidak hanya berlaku untuk satu jenis eksplan dan tanaman saja tetapi jenis
formulasi media bahkan digunakan secara umum untuk berbagai jenis eksplan dan varietas
tanaman, seperti media MS. Media yang sering digunakan dalam proses kultur jaringan yaitu
medium padat, medium semi padat dan medium cair.
Genotip tanaman adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan
morfogenesis eksplan dalam kultur in vitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi.
Respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi tergantung dari spesies, bahkan
varietas, atau tanaman asal eksplan tersebut. Pengaruh genotip ini umumnya berhubungan erat
dengan faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan, seperti kebutuhan nutrisi, zat
pengatur tumbuh, dan lingkungan kultur. Oleh karena itu, komposisi media, zat pengatur tumbuh
dan lingkungan pertumbuhan yang dibutuhkan oleh masing masing varietas tanaman bervariasi
meskipun teknik kultur jaringan yang digunakan sama.
Faktor kondisi Eksplan juga menentukan proses pertumbuhan dan morfogenesis dalam
mikropropagasi sangat dipengaruhi oleh keadaan jaringan tanaman yang digunakan sebagai
eksplan. Selain faktor genetis eksplan yang telah disebutkan di atas, kondisi eksplan yang
mempengaruhi keberhasilan teknik mikropropagasi adalah jenis eksplan, ukuran, umur dan fase
fisiologis jaringan yang digunakan sebagai eksplan. Oleh karena itu, jenis eksplan yang
digunakan untuk masing-masing kultur berbeda-beda tergantung tujuan kulturnya, eksplan yang
berasal dari jaringan tanaman yang masih muda (juvenil) lebih mudah tumbuh dan beregenerasi
dibandingkan dengan jaringan yang telah terdiferensiasi lanjut. Hal ini dikarenakan jaringan
muda memiliki sel-sel yang aktif membelah dengan dinding sel yang belum kompleks sehingga
lebih mudah dimodifikasi dalam kultur dibandingkan jaringan tua. Husen S. dkk., (2018).
BAB. IV. KESIMPULAN
Benih kentang yang bermutu, diperlukan benih kentang unggul bebas virus yang
dihasilkan dari teknik kultur in vitro berupa planlet. Tahapan dari produksi planlet dengan
teknik kultur in vitro adalah isolasi atau penyedian eksplan dari jaringan meristem yang bebas
virus, setelah meristem tumbuh menjadi planlet, produksi planlet selanjutnya dilakukan dengan
menanam stek buku tunggal dengan menggunakan media MS. Keuntungan produksi kentang
dengan teknik in vitro adalah: Bahan Tanam yang digunakan kecil dan efisien, Kondisi
lingkungan aseptic dan terkendali sehingga tanaman planlet yang dihasilkan bebas organism
lain/pathogen, Tingkat propagasi tinggi dan efisien, membutuhkan tempat produksi yang relatif
kecil dengan produksi yang lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Dian Yustisia, Mikyal Arsyad, Abdul Wahid, 2018, Pengaruh Pemberian Zpt Alami (Air Kelapa)
Pada Media Ms 0 Terhadap Pertumbuhan Planlet Tanaman Kentang (Solanum
Tuberosum. L.) Jumadil Asri, Jurnal Agrominansia, 3 (2) Desember 2018.
Irfan Suliansyah, Helmi, Budi Santosa, dan Fitri Ekawati, 2017, Pengembangan Sentra Produksi
Bibit (Penangkaran) Kentang Bermutu Melalui Aplikasi Teknologi Bioseluler Di
Kabupaten Solok, Tahun 2017, Vol 1. No.2 Hal:106-116.
Kusmana dan Eri Sofiari, 2007, Seleksi Galur Kentang dari Progeni Hasil Persilangan, Th. 2007,
Buletin Plasma Nutfah Vol.13 No.2.
Meylin Kristina Saragih, 2012, Pengaruh Konsentrasi Peg Pada Kultur In Vitro Terhadap
Ketahanan Stek Kentang (Solanum Tuberosum L.) Pada Kondisi Cekaman Kekeringan,
Maret 2012.
Partiyani Hidayah, Munifatul Izzati, Sarjana Parman, 2017, Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Kentang (Solanum tuberosum L. var. Granola) pada Sistem Budidaya yang Berbeda,
Agustus 2017, Volume 2 Nomor 2.
Purwanto, A.S.D. Purwantono, dan S. Mardin, 2007, Modifikasi Media Ms Dan Perlakuan
Penambahan Air Kelapa Untuk Menumbuhkan Eksplan Tanaman Kentang, April 2007,
Jurnal Penelitian Dan Informasi Pertanian “Agrin”, Vol.11 No. 1.
Sonya Putri Rai, Ni Made Armini Wiendi, dan Krisantini, 2015, Optimasi Produksi Bibit
Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L) Kultivar Granola dengan Teknik
Fotoautotrofik, April 2015, Bul. Agrohorti 3 : 28-38.
MAKALAH PEMULIAAN TANAMAN
PENYERBUKAN SILANG PADA TANAMAN MANGGA
(Manggifera Indica L)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1, Latar Belakang
Mangga (Manggifera Indica L) merupakan buah tropis musiman yang sangat penting,
mangga memiliki kandungan Vitamin A dan C yang cukup tinggi. Namun demikian, tanaman
mangga masih belum banyak diteliti. Perbedaan besar antara kultivar dan daerah produksi di
daerah tropis dan sup tropis menyebabkan sulitnya memgeneralisasi. Fenologi tanaman
pembuahan, kebutuhan hara, perlindungan tanaman dan lain-lain (Laili Bela D.M. 2018). Oleh
sebab itu, pemuliaan tanaman pada dasarnya adalah kegiatan memilih dan menyeleksi dari suatu
populasi untuk mendapatkan genotype tanaman yang memiliki sifat-sifat unggul yang
selanjutnya akan di kembangkan dan di perbanyak sebagai benih atau bibit unggul. Namun
demikian, kegiatan seleksi tersebut sering kali tidak langsung diterapkan karna sifat-sifat
keunggulan yang tidak seluruhnya terdapat pada satu genotype saja, melainkan terpisah pada
genotype yang lainnya, misalnya suatu genotype yang mempunyai daya hasil yang tinggi tapi
rentan terhadap penyakit, sedangkan genotype lainya memiliki sifat-sifat lainya. Jika seleksi
diterapkan secara langsung maka kedua sifat unggul tersebut akan selalu terpisah pada genotype
yang berbeda. Oleh sebab itu untuk mendapatkan genotype yang baru yang memiliki kedua sifat
unggul tersebut perlu dilakukan penggabungan melalui rekombinasi gen.
Tanaman menyerbuk sendiri dapat dimuliakan antara lain melalui polinasi. Polinasi atau
persilangan bertujuan menggabungkan sifat-sifat baik dari kedua tetua atau induknya sedemikian
rupa sehingga sifat-sifat baik tersebut dimiliki keturunannya. Sebagai dari hasil polinasi adalah
timbulnya keragaman genetic yang tinggi inilah pemuliaa tanaman yang akan memilih tanaman
yang mempunyai sifat-sifat sesuai dengan yang diinginkan. Persilangan merupakan salah satu
cara untuk menghasilkan rekombinasi gen secara teknis, persilangan dilakukan dengan cara
memindahkan tepung sari kekepala putik pada tanaman yang diinginkan sebagai tetua baik pada
tanaman yang menyerbuk sendiri ataupun pada tanaman yang menyerbuk silang. Kesulitan yang
dihadapi dalam pemuliaan mangga adalah sedikitnya jumlah benih yang diperoleh, sifat panipula
dan bunga yang kompleks, tingkat kesuksesan yang rendah dalam penyerbukan, penurunan
kualitas buah yang berlibihan, siklus hidup yang panjang, heterozigositas tanaman dan problema-
problema lainnya ((Laili Bela D.M. 2018). Pemuliaan tanamn mangga bertujuan membentuk
kultivar yang berbuah setiap tahun, memiliki ukuran pohon yang rendah, baik untuk ditanam
pada daerah tropis basah, memiliki buah yang menarik dengan ukuran yang baik (300-500g),
bebas dari kerusakan internal serta mamiliki kualitas yang baik untuk disimpan dan di konsumsi,
tidak berserat, tahan terhadap penyakit dan hama (Laili Bela D.M. 2018).
1.2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka makalah yang berjudul penuliaan
tanaman penyerbukan silang adalah sebagai berikut :
 Apakah yang dimaksud dengan pemuliaan tanaman menyerbuk bersilang?
 Mengapa tanaman menyerbuk bersilang?
 Mengertahui teknik persilangan pada tanaman menyerbuk bersilang
1.3. Tujuan penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan, tujuan dari penulisan
makalah ini adalah:
Agar lebih mengetahui pengertian pemuliaan tanaman menyerbuk besilang serta alasan tanaman
menyerbuk bersilang.
1.4. Manfaat Penulisan
Harapan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah bermanfaat, dan berguna
sebagai:
 Menambah pengetahuan dan wawasan tentang sejarah perkembangan pemuliaan tanaman
 Hasil penyusunan makalah ini sebagai bahan referensi alternative
BAB.II. LANDASAN TEORI
2.1. Morfologi Tanaman Mangga (Manggifera indica L)
Mangga merupakan tanaman pendatang dari India, Srilanka, dan Pakistan, kemudian
menyebar ke seluruh dunia. Namun mangga (Mangifera indica L) diduga asli dari Kalimantan
Timur.  Ada dua tipe mangga, yaitu monoembrioni (satu biji tumbuh satu tunas) dan
poliembrioni (satu biji tumbuh lebih dari dua tunas).  Mangga poliembrioni umumnya berasal
dari Asia Tenggara Spesies tanaman mangga yang banyak ditanam di Indonesia adalah
Mangifera indica L. dan Mangifera foetida. Jenis Mangifera indica L. yaitu Mangga Arumanis,
Golek, Gedong Gincu, Manalagi, dan Cengkir (Indramayu), sedangkan jenis Mangifera foetida
yaitu kemang (Moh. Sadri1, 2012).
Klasifikasi Botani Tanaman Mangga adalah sebagai berikut;
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan bwpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Anacardiaceae
Genus : Mangifira
Spesies : Mangifera indica Linn
2.2. Akar
Tanaman mangga berakar tunggang pohon mangga sangat panjang, dapat mencapai 6 m
dalamnya. Pemanjangan akar tunggang akan berhenti kalau ujung akar telah mencapai
permukaan air tanah. Sesudah fase perpanjangan akar tunggang berhenti, lalu bebentuk akar
cabang dibawah makin sedikit. Paling banyak akar cabang terdapat pada kedalaman 30-60 cm
dibawah permukaan tanah (Yoga Oktavianto, 2011).
2.3. Batang
Batang tanaman mangga merupakan batang sejati. Pohon berkayu agak keras. Pohon
tanaman mangga bedahan, bercabang, dan beranting banyak. Cabang dan ranting tumbuh
membentuk oval, memanjang atau kubah dengan ditumbuhi daun-daun yang lebat. Pada
umumnya dahan, cabang, dan ranting tumbuh menyudut (Yoga Oktavianto, 2011).
2.4. Daun
Daun tanaman mangga tergolong daun tunggal yang tumbuh berselang-seling mengelilingi
ranting. Daun mangga memiliki tangkai daun yang panjangnya bervariasi, tergantung dari
varietas. Ukuran dan bentuk daun juga bervariasi. Pada umumnya daun mangga berbentuk bulat
lonjong dengan bagian ujung runcing sampai membulat (Yoga Oktavianto, 2011).
2.5. Bunga
Bunga mangga dapat melakukan penyerbukan sendiri, karena tepung sari yang jatuh pada
putik berasal dari pohon itu sendiri, sehingga mangga disebut juga tanaman berumah satu.
Menurut susunan secara lengkap, bunga mangga terdiri dari bagian-bagian dasar bunga, kelopak,
daun bunga, benang sari atau benang serbuk dan beberapa buah putik. Kelopak dan daun bunga
dinamakan perhiasan bunga, sedangkan benang sari dan putik terdiri dari bakal buah dan tangkai
tampuk Tanaman menyerbuk silang melalui serangga lebah madu (Apis mellifera). Umumnya,
bunga terdapat dalam tandan atau rangkaian. Setiap tandan dapat mempunyai lebih dari 1.000
kuntum bunga. Bunga pada pangkal tandan umumnya jantan, jumlahnya lebih dari 92% dari
jumlah bunga per tandan. Sementara itu, bunga pada ujung tandan adalah bunga sempurna
(hermafrodit) yang jumlahnya kurang dari 8% (Yoga Oktavianto, 2011).
2.6. Buah
Buah mangga tergolong buah batu berdaging dan berair.  Bentuk dan ukuran buah
beragam, ada yang berbentuk bulat, bulat panjang, bulat telur, pipih, dan lain sebagainya. Seperti
pada Mangga Gedong Gincu agak kecil kulitnya berwarna kuning kemerah-merahan dan
kesemak serta dagingnya sangat berair dan agak berserat. Warna daging sama dengan warna
kulit. Bijinya agak besar dan sebagian dari daging cenderung melekat pada biji. (Yoga
Oktavianto, 2011).
2.7. Syarat Tumbuh Tanaman Mangga
Tanaman mangga mempunyai daya adaptasi yang tinggi, baik didataran rendah maupun
dataran tinggi, dengan keadaan volume curah hujan sedikit atau banyak. Tetapi untuk
memperoleh produksi mangga yang tinggi membutuhkan temperatur, curah hujan, keadaan awan
dan angin yang sesuai untuk syarat pertumbuhan tanaman mangga (Tatik Wardiyati, 2017)
Tanah yang baik untuk budidaya mangga adalah gembur mengandung pasir dan lempung dalam
jumlah yang seimbang. Derajat keasaman tanah (pH tanah) yang cocok adalah 5,5-7,5. Jika pH
di bawah 5,5 sebaiknya dikapur dengan dolomit (Insan Wijaya, 2017). Tanaman mangga dapat
tumbuh sampai pada ketinggian tempat lebih kurang 1.300 m dari permukaan laut. Jika kita ingin
mengusahakan tanaman mangga dengan produksi optimal, sebaiknya mangga ditanam pada
suatu areal yang memiliki ketinggian maksimal 500 m di atas permukaan laut (Tatik Wardiyati,
2017). Temperatur untuk pertumbuhan optimum tanaman mangga 24–27. Pada suhu tersebut
memungkinkan pertumbuhan vegetatif dengan hasil yang baik.Temperatur yang rendah akan
menyebabkan kerusakan bagi tanaman mangga muda (Insan Wijaya, 2017).
2.7. Tanaman Mangga (Manggifera Indica L)
Tanaman mangga merupakan salah satu tanaman yang terjadi penyerbukan silang pada
tanaman yang dalam proses penyerbukannya, yaitu; polen atau serbuk sari berasal dari tanaman
lain yang berbeda secara genotip. Individu tanaman menyerbuk silang hampir selalu memiliki
komposisi genetik heterozigot, sehingga keturunannya akan memiliki komposisi genetik
heterosigot maupun homozigot pada beberapa pasangan alelnya. Keturunan dengan genotip yang
beragam akan menampakkan fenotip yang beragam pula. Perbedaan fenotip satu individu dengan
individu lainnya dalam suatu kelompok tanaman dinamakan dengan heterogen. Setiap individu
dalam sekelompok tanaman menyerbuk silang berbeda secara genetis, umumnya memiliki
susunan genetik heterozigot. Kelompok tanaman (populasi) dari tanaman menyerbuk silang
menunjukkan penampilan heterogen.
Tanaman mangga umumnya bunga mangga terdapat dalam tandan atau rangkaian. Setiap
tandan memiliki lebih dari 1.000 kuntum bunga. Bunga pada pangkal tandan umumnya jantan
yang jumlahnya lebih dari 92 % dari jumlah bunga per tandan. Sementara bunga ujung tandan
adalah bunga sempurna atau hermaphrodite yang jumlahnya kurang dari 8%, sedangkan tanaman
mangga menyerbuk silang melalui serangga lebah madu (Apis Mellifera). Sel kelamin betina dari
bunga sempurna biasanya tidak subur. Sel kelamin betina yang subur hanya berkisar antara  5
hingga 10%. Sel kelamin jantan dari bunga sempurna dan bunga jantan adalah lemah.
Kemampuan tepung sari tersebut hanya 1 sampai 2%, akhirnya menyebabkan hasil buahnya
sedikit dan tandan bunga muncul pada  ujung cabang atau ranting, umumnya tanaman ini hanya
berbunga setahun sekali yang jatuh pada musim kemarau setelah mengalami musim kering lebih
dari 4 bulan (Rustian, 2008).
BAB. III. PEMBAHASAN
2.1. Tanaman Penyerbukan Silang
Penyerbukan adalah jatuhnya serbuk sari ke kepala putik, sedangkan pembuahan adalah
bergabungnya gamet jantan dan gamet betina. Hal ini diklasifikasi berdasarkan tingkat
penyerbkan sendiri dan penyerbukan silang. Polonasi sendiri sudah barang tentu hanya
merupakan salah satu system perbanyakan tanaman dan hanya sebagai salah satu jalan dimana
populasi dapat dikawinkan. Kesulitan yang dihadapi dalam pemuliaan mangga adalah; sedikitnya
jumlah benih yang diperoleh, sifat panikula dan bunga yang kompleks, tingkat kesuksesan yang
rendah dalam penyerbukan, penurunan kualitas buah yang berlebihan, siklus hidup yang panjang
heterozigositas tanaman dan masalah-masalah lain. Selanjutnya penyerbukan sendiri adalah
jatuhnya serbuk sari dari anter ke stigma pada bunga yang sama atau stigma dari bunga yang lain
pada tanaman yang sama atau klon yang sama. Prinsip yang memungkinkan terjadinya
penyerbukan penyerbukan sendiri adalah kleistogami yaitu pada waktu terjadi penyerbukan
bunga yang belum mekar atau tidak terbuka, misalnya pada kedelai, padi, tembakau dan lain-lain
(Iman Sudrajat, 2017).
Tetapi dalam makalah ini penulis akan sedikit menguraikan bagaimana proses terjadinya
mengenai penyerbukan silang (cross pollination) adalah suatu sistem perpindahan serbuk sari ke
kepala putik yang berasal dari tanaman yang berbeda. Jika mayoritas suatu populasi atau lebih
dari 95% melangsungkan penyerbukan silang, maka dikatakan bahwa tanaman tersebut
dikategorikan sebagai tanaman menyerbuk silang, terjadinya penyerbukan silang karena
terhalangnya penyerbukan sendiri. Dalam prosedur pemuliaan tanaman menyerbuk silang
berbeda dengan tanaman menyerbuk sendiri, karena tanaman menyerbuk silang bertujuan untuk
mendapatkan populasi yang terdiri dari tanaman. Oleh sebab itu, metode yang digunakan
berbeda, terutama pada prosedur seleksi, varietas yang dibentuk dari tanaman menyerbuk silang
yaitu, varietas hibrida dan bersari bebas. Berikut contoh tanaman menyerbuk silang yaitu:
Anggur, Mangga, Nanas, Semangka, Kelapa sawit, Sirsak, Pepaya dan Jagung.
Tanaman menyerbuk silang adalah tanaman yang dalam proses penyerbukannya, polen
atau serbuk sari berasal dari tanaman lain yang berbeda secara genotip.

2.2
. Dasar Genetik Tanaman Menyerbuk Silang
Populasi yang mempunyai frekuensi gen tertentu pada dasarnya merupakan suatu varietas
tanaman menyerbuk silang. Karena mudah melakukan penyerbukan silang maka satu varietas
terdiri atas tanaman heterozigot (heterogen), kecuali varietas hibrida. Akan tetapi, secara
fenotipe nampaknya sama sehingga populasi tersebut memperlihatkan varietas tertentu.
Keragaman genetic dapat dipertahankan dari generasi ke generasi karena ada kawin acak,
sehingga baik frekuensi gen maupun genoyipe dapat tetap sama pada generasi berikutnya.
Menurut Hardy-Weinberg, frekuensi gen dan genotype akan konstan dari generasi ke generasi
pada suatu populasi kawin acak jika tidak terjadi seleksi, mutasi, dan mitigasi.
Upaya memperbaiki verietas suatu tanaman menyerbuk silang, berkaitan dengan merubah
frekuensi gen yakni kea rah peningkatan frekuensi gen yang dikehendaki. Perubahan ini dapat
dilakukan dengan melalui seleksi. Dengan definisi lain pemuliaan tanaman menyerbuk silang
sebagai seleksi terhadap populasi yang bertujuan untuk memperoleh populasi dengan frekuensi
gen yang baru dan unik. Demikian yang menyebabkan program pemuliaan tanaman bergantung
dari populasi asal dan metode seleksi yang dilakuakan. Populasi asal harus memiliki
keseragaman dan ada gen yang diinginkan. Sedangkan seleksi diarahkan untuk memperbesar
persentase gen yang diinginkan.
2.3. Metode Pemuliaan Tanaman Menyerbuk Silang
Metode pemuliaan tanaman menyerbuk silang sedikit berbeda dengan tanaman
menyerbuk sendiri karena pada tanaman menyerbuk silang, dalam populasi alami terdapat
individu-individu yang secara genetik heterozigot untuk kebanyakan lokus. Secara genotipe juga
berbeda dari satu individu ke individu lainnya, sehingga keragaman genetik dalam populasi
sangat besar. Fenomena lain yang dimanfaatkan dalam tanaman menyerbuk silang adalah
ketegaran hibrida atau heterosis. Heterosis didefinisikan sebagai meningkatnya ketegaran (vigor)
dan besaran F1 melebihi kedua tetuanya. Sebaliknya bila diserbuk sendiri akan terjadi tekanan
inbreeding. Beberapa metode yang populer pada tanaman menyerbuk silang misalnya
pembentukan varietas hibrida, seleksi massa, seleksi daur ulang, dan dilanjutkan dengan
pembentukan varietas bersari bebas atau varietas sintetik. Untuk tanaman yang membiak secara
vegetaif dapat dilakukan seleksi klon, hibridisasi yang dilanjutkan dengan seleksi klon. Cara ini
dapat digunakan juga untuk pemuliaan tanaman tahunan yang biasa dibiakan secara vegetative
(Ellis Nihayati, 2017).
2.4. Penyerbukan & Pembuahan Bunga
Penyerbukan sendiri (autogamy Serbuk sari yang jatuh di kepala putik berasal dari bunga
itu sendiri. Khusus: Penyerbukan sendiri yang berlangsung sebelum bunga mekar dinamakan
penyerbukan tertutup (cleitogamy) yang terjadi pada bunga. Berdasarkan asal serbuk sari:
autogamy) Serbuk sari yang jatuh di kepala putik berasal dari bunga itu sendiri. Pada
penyerbukan tetangga (geitonogamy Serbuk sari yang jatuh di kepala putik berasal 3 (tiga)
penyerbukan silang (allogamy, xenogamy Serbuk sari yang jatuh di kepala putik berasal dari
tumbuhan lain yang masih dalam satu jenis. geitonogamy) Penyerbukan bastar (hybridogamy)
Serbuk sari berasal dari tumbuhan jenis lain, yang sekurang-kurangnya memiliki satu sifat beda.
Pembastaran dapat dilakukan, antar varietas, misalnya pembastaran antara mangga golek dengan
mangga gadung. Terjadinya perkawinan (peleburan menjadi satu) sel telur yang terdapat dalam
kandung lembaga di dalam bakal biji dengan suatu inti yang berasal dari serbuk sari. Hasil dari
pembuahan yaitu akan terbentuk buah, biji, dan lembaga. Penyerbukan silang (Alogami) adalah
menempelnya serbuk sari dari suatu bunga pada kepala putik yang lain berada pada tumbuhan
lain yang sejenis.
2.5. Faktor Penyebab Kegagalan Penyerbukan atau Pembentukan Buah
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadikan kegagalan penyerbukan antara lain:
Kepala putik dalam keadaan tidak siap diserbuki, Daya hidup tepung sari sangat rendah atau
tepung sari sudah tidak pada fase produktif, suhu dan kelembaban terlalu rendah atau terlalu
tinggi. Serangan hama/penyakit akan terjadi kerusakan pada kepala putik yang mengakibatkan
kerusakan bakal buah, sehingga mengakibatkan banyak buah yang rontok sebelum masak,
kurangnya unsur hara untuk pembentukan buah, sehingga perkembangan bakal buah menjadi
terhambat, dan banyak buah rontok sebelum masak. Induksi bunga merupakan suatu peristiwa
penting dalam pembungaan, yang ditandai terjadinya perubahan pertumbuhan dan perkembangan
dari fase vegetatif menuju generatif.
Keberhasilan dalam induksi pembungaan tanaman dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu, faktor
internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam tanaman,
Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar/pengaruh lingkungan. Faktor
internal yang mempengaruhi pembungaan tanaman mangga adalah faktor genetik, dan fisiologi.
Faktor ini akan mempengaruhi bentuk dasar dari tanaman, morfologi bunga, kecepatan
pertumbuhan dan kerentanan terhadap penyakit, sedangkan faktor fisiologi aktivitas tanaman
yang dapat menunjang pembungaan tanaman. Faktor eksternal yang mempengaruhi pembungaan
tanaman mangga adalah faktor lingkungan. Faktor ini sangat berperan terhadap pembungaan
tanaman meliputi; cahaya, suhu, kelembaban, curah hujan, dan unsur hara. Secara umum,
terdapat 3 faktor utama yang mempengaruhi pembungaan yaitu, adanya hormon pembungaan
yang mengalihkan fase vegetatif menjadi reproduktif, adanya kondisi nutrisi yang optimum,
adanya perubahan biokimia yang mengubah nutrisi sehingga terjadi induksi pembungaan. Selain
itu, Pembungaan juga dipengaruhi adanya suhu rendah, kepekaan terhadap intensitas cahaya
yang dapat diterima oleh tanaman atau kepekaan panjang hari (Suryanto A. 2012).
BAB.IV. KESIMPULAN
Penyerbukan silang pada umumnya tanaman mangga melakukan penyerbukan sendiri,
yaitu tepung sari berasal dari satu bunga, dengan kata lain, pada umumnya prosentasi terjadinya
penyerbukan paling banyak pada bunga hermaprodit. Proses terjadinya penyerbukan biasanya
dibantu oleh serangga penghisap madu dan lebah, yang berusaha untuk menghisap madu dari
cawan bunga. Serangga dan lebah penghisap madu secara tidak sengaja akan membantu proses
penyerbukan. Jika pembungaan terjadi pada musim hujan, kemungkinan terjadinya kegagalan
penyerbukan akan lebih tinggi, karena kelembaban udara yang relatif tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Dika Meimar Laili Bela, Moch Roviq dan Tatik Wardiyati, 2018, Identifikasi Keragaman
Morfologi B, dan Buah Mangga (Mangifera Indica L.) Hasil Seleksi dari Persilangan
Antara Arumanis-143, Haden,Swarnarika Dan Podang Urang, Jurnal Produksi Volume
6 Nomor 1, Januari 2018. hlm 130.
Farihul Ihsan dan Sukarmin, 2008 Teknik Persilangan Mangga (Mangifera Indica) Untuk
Perakitan Varletas Unggul Baru, 2008, Buletin Teknik Pertanian Vol. 13 No. 1, 2008
Iman Sudrajat, Ellis Nihayati, dan Tatik Wardiyati, 2017. Idetentifikasi Keragaman Buah Hasil
Persilangan Mangga Arumanis 143 Dengan Podang Urang, Jurnal Produksi Tanaman,
Volume 5 Nomor 10, Oktober 2017, Hlm 1595.
Moh. Sadri1, Enny Adelina2, Sakka Samudin2, 2017, Identifikasi Karakter Morfologi Dan
Anatomi Mangga Lokal (Mangifera Spp.) Morowali Di Desa Bente Dan Desa
Bahomoleo Kecamatan Bungku Tengah, Agustus 2017, J. Agroland 24, Hlm 92.
Muhammad Chabib Ichsan dan Insan Wijaya, 2017, Proses Pembungaan Mangga (Mangifera
Indica L.) Kultivar Gadung Berlandaskan Pada Penanggulangan Self-Inkompatibel
Sporofitik, Juni 2017, Agritrop, Vol. 15 (1): 97.
Yoga Oktavianto, Sunaryo, dan Agus Suryanto, 2012, Karakterisasi Tanaman Mangga
(Mangifera Indica L.) Cantek, Ireng, Empok, Jurnal Produksi Tanaman, Volume 3,
Nomor 2, Maret 2015, Hlm. 92

Anda mungkin juga menyukai