Anda di halaman 1dari 11

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)

 Morfologi dan Taksonomi Tanaman Kentang

Tanaman kentang berasal dari Amerika Selatan di daerah pengunungan

Andes yang meliputi negara Bolivia, Chili, dan Peru. Tanaman kentang masuk

di indonesia sejak tahun 1974 dan dikembangkan secara umum dijawa pada

tahun 1920-an. Tanaman kentang saat ini banyak di kembangkan di sentra-

sentra budidaya kentang seperti Brastagi (Sumatera Utara), Toraja (Sulawesi

Selatan), Dieng (Jawa Tengah), Lembang (Jawa Barat) dan Tengger (Jawa

Timur).

Produksi kentang nasional pada tahun 2014 adalah 1.347.815 ton dengan

produktivitas sebesar 17,67 ton/ha dan pada tahun 2015 sebesar 1,21 juta ton

(BPS, 2016). Sedangkan pada tahun 2018 hasil produksi menunjukkan

1.284,773 ton dan hasil perhektar menunjukkan 18,71 ton/ha (statistik

hortikultura, 2018). Menurut direktur jendral hortikultura kementerian

pertanian (kemtan) produksi kentang tahun 2018 mengalami kenaikan 2%

sekitar 1,18 juta ton dibandingkan tahun 2017 sekitar 1,16 juta ton.

Permintaan kentang baik untuk konsumsi maupun keperluan industri semakin

meningkat karena kentang dapat mensubtitusi beras sebagai makanan pokok.

Kentang merupakan salah satu komoditas pilihan untuk mendukung program

diversifikasi dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan (The

International Potato Center, 2008). Kandungan kalori, karbohidrat, mineral,

dan vitamin dalam kentang menjadikan kentang layak untuk dijadikan

7
8

makanan pokok. Ratnasari (2010) dalam taksonomi tumbuhan-tumbuhan, kentang

dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Tubiflorae

Famili : Solanaceae

Genus : Solanum

Spesies : Solanum tuberosum L.

Tanaman kentang adalah salah satu tanaman budidaya tetraploid yang

merupakan (tanaman pendek tidak ber kayu) semusim. Kentang membentuk umbi

di bawah permukaan tanah dan menjadi sarana perbanyakan secara vegetatif.

Dalam budidaya kentang, perbanyakan dilakukan melalui model ini sehingga

keragaman kentang di ladang sangat rendah (Ratnasari, 2010).

Tanaman kentang memiliki beragam varietas. Jenis-jenis tersebut

memiliki perbedaan bentuk , ukuran, warna kulit, daya simpan, komposisi kimia,

sifat pengolahan dan umur panen. Adapun jenisnya yaitu kentang kuning, kentang

putih dan kentang merah (Aini, 2012). Dalam penelitian ini kentang yang

digunakan adalah kentang kuning yang bervarietas granola kembang. Varietas

granola banyak dipilih oleh petani karena keunggulannya antara lain berumur

pendek, adaptasinya luas, hasil cukup tinggi, bentuk umbi yang bagus dan gak

tahan terhadap penyakit layu bakteri. Adapun bagian-bagian tanaman kentang

terdiri dari :
9

(Purwinto dan Wattimena, 2008)

Gambar 1. Bagian-bagian tanaman kentang

a) Daun (Folium)

Daun kentang termasuk daun majemuk menempel di satu tangkai. Jumlah

helai daun umumnya ganjil, saling berhadapan dan di antara pasang daun terdapat

pasangan daun kecil seperti telinga yang di sebut daun sela. Pada pangkal tangkai

daun majemuk terdapat sepasang daun kecil yang disebut daun penumpu

(stipulae). Warna daun hijau muda sampai hijua gelap dan tertutup oleh bulu-bulu

halus (Hidayat, 2014). Daun berbentuk oval sampai oval agak bulat dengan ujung

meruncing dan tulang-tulang daun meyirip dan merupakan organ tanaman

kentang yang paling terlihat dan berfungsi untuk menyerap sinar matahri untuk

fotosintesis (Burke dan Spalding, 2012). Daun merupakan bagian penting

tanaman sebagai resorbsi (pengambilan zat-zat makanan berupa gas CO2), proses

fotosintesis, alat transpirasi dan respirasi (Rosanti, 2013).

b) Batang (Caulis)

Batang tanaman kentang berbentuk segi empat atau segi lima, tergantung

pada varietasnya. Batang tanaman berbuku–buku, berongga, dan tidak berkayu,

namun agak keras bila dipijat. Diameter batang kecil dengan tinggi dapat

mencapai 50 – 120 cm, tumbuh menjalar. Warna batang hijau kemerah-merahan

atau hijau keungu–unguan. Batang tanaman berfungsi sebagai jalan zat–zat hara

dari tanah ke daun dan untuk menyalurkan hasil fotosintesis dari daun ke bagian
10

tanaman yang lain (sinurat, 2018). Batang tanaman kentang umumnya lemah

sehingga mudah roboh bila terkena angin kencang (Hidayat, 2014).

c) Akar (Radix)

Akar memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. Akar tunggang

bisa menembus sampai kedalaman 45 cm. Sedangkan akar serabutnya tumbuh

menyebar (menjalar) ke samping dan menembus tanah dangkal. Akar berwarna

keputih-putihan, halus dan berukuran sangat kecil. Dari akar-akar ini ada akar

yang akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi bakal umbi (stolon) dan

akhirnya menjadi umbi (Setiadi, 2009).

d) Bunga

Tanaman kentang berwarna keputihan atau ungu, tumbuh diketiak

daun teratas dan berjenis kelamin dua (hermaphroditus). Benang sarinya

berwarna kekuning – kuningan dan melingkari tangkai putik. Putik ini biasanya

lebih cepat masak (Sinurat, 2018).

e) Umbi

Umbi kentang terbentuk dari cabang samping diantara akar–akar.

Proses pembentukan ditandai dengan terhentinya pertumbuhan memanjang dari

rhizome atau stolon yang diikuti pembesaran sehingga rhizome membengkak.

Umbi berfungsi menyimpan bahan makanan seperti karbohidrat, protein, lemak,

vitamin, mineral, dan air (Hidayat, 2014) .

 Syarat Tumbuh

 Iklim

Menurut Kementan (2013), tanaman kentang tumbuh baik di daerah

dataran tinggi atau pegunungan dengan ketinggian 800 sampai 1800 meter di atas

permukaan laut (dpl). Bila tumbuh di dataran rendah (di bawah 500 m dpl),
11

tanaman kentang sulit membentuk umbi atau hanya terbentuk umbi yang

berukuran kecil, kecuali di daerah yang mempunyai suhu malam hari dingin

(200C). Sementara itu, jika ditanam di atas ketinggian 2.000 m dpl, pembentukan

umbinya menjadi lambat. Tanaman kentang dapat tumbuh pada suhu udara antara

15°C sampai 22°C. Suhu optimum pertumbuhan kentang yakni 18°C sampai

20°C dengan kelembaban udara 80 sampai 90%. Proses pembentukan umbi

sangat dipengaruhi oleh suhu tanah yang rendah pada malam hari, yang akan

merangsang timbulnya hormon pembentukan umbi pada tanaman. Hormon ini

akan diteruskan ke ujung stolon atau bakal umbi. Suhu tanah optimal bagi

pembentukan umbi yang normal berkisar 15-18ᴼ C. Pertumbuhan umbi akan

sangat terhambat apabila suhu tanah kurang dari 10ᴼ C dan lebih dari 30ᴼ C

(Kementan, 2013). Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman kentang

adalah 1000 sampai 2000 mm/tahun. Derajat keasaman atau pH yang cocok untuk

tanaman kentang berkisar antara 5,0–7,0. Keadaan iklim dan tanah merupakan

dua faktor yang harus diperhatikan selain faktor penujang lainnya (Sinarut, 2010).

 Tanah

Secara fisik tanah yang baik untuk budidaya kentang adalah remah, gmbur,

banyak mengandung bahan organik, berdrainase baik, dan memilki lapisan oleh

tanah yang dalam (Suryana, 2013). Jenis tanah yang paling baik adalah andosol

dengan ciri-ciri agak tebal antara 1-2 m, berwarna hitam, sampai kelabu coklat

tua, berstektur debu atau lempeng. Tanah andosol memiliki kandungan unsur hara

sedang sampai tinggi, produktivitas sedang sampai tinggi dan reaksi tanah masam

sampai netral (Setiadi, 2009). Pada tanah asam pH kurang dari 5, tanaman sering

mengalami gejala kekurangan Mg dan keracunan mn. Sementara itu pada tanah

basa (pH lebih dari 7) sering timbul gejala keracunan unsur K dan umbinya
12

mudah terserang penyakit. Tanaman kentang toleran terhadap pH 4,5-8,0 tetapi

tumbuh optimal dan ketersediann unsur hara baik pada 5,0 – 6,5 (Sinarut, 2018).

2.2. Kentang Varietas Granola Kembang

Sumber Kementan, 2014

Gambar 2. Kentang varietas granola kembang

Observasi dan pelepasan varietas kentang dilakukan pada tahun 2004–2005 di

pusat produksi kentang di Kecamatan Tosari, Pasuruan. Hasil dari observasi

antara BPTP Jawa Timur, UPT PSBTPH Jawa Timur dan Diperta Provinsi Jawa

Timur tersebut adalah adanya pelepasan bahan tanam kentang Varietas Granola

Kembang. Varietas Granola Kembang dilepas oleh Menteri Pertanian sebagai

Varietas Unggul Kentang Nasional berdasarkan SK No: 81/Kpts/SR. 120/3/2005

tanggal 15 Maret 2005.

Kentang varietas unggul Granola Kembang telah menjadi “Kentang Ikon Jawa

Timur”. Varietas ini mempunyai keunggulan, yaitu (1) umur tanaman 130 – 135

HST, (2) potensi hasil 38 – 50 ton/ha, (3) jumlah umbi per tanaman 12 – 20 buah,

dan (4) agak tahan terhadap penyakit hawar daun (Phytophthora infestans). Selain

itu menurut Purwito dan Wattimena (2008) Varietas Granola banyak dipilih oleh

petani karena keunggulannya antara lain berumur pendek, adaptasinya luas, hasil

cukup tinggi, bentuk umbi yang bagus. Kentang granola memiliki masa panen

umur ±100 hari dengan tinggi tanaman 60 – 80 cm, bentuk daun oval, ujung daun

runcing, tepi daun rata dan permukaan daun berkerut (Sitangga, 2013). Daun
13

berwarna hijau dengan urat utama hijau muda. Batang berwarna hijau, Bentuk

umbi kentang berbentuk oval, mata umbi agak dalam, permukaan kulit umbi

halus, warna kulit umbi kuning dan putih, warna daging umbi kuning (Sitangga,

2013).

Kentang varietas granola memiliki kandungan gula reduksi tinggi dan

persentase berat kering rendah (16–17 %), kandungan pati granola rendah (16-

18%) dan kandungan air tinggi lebh dari 80% (Windra, 2016). sehingga tidak

sesuai dengan kriteria kentang sebagai bahan baku industri.

Tabel 1. Klasifikasi kentang varietas granola kembang

Karakteristik Keterangan Karakteristik Keterangan


Umur tanaman 130-135 HST Warna kulit umbi Kuning Keputihan
Warna batang Hijau Warna daging Kuning
Bentuk Segi lima Kandungan 15,58%
penampang Karbohidrat
batang
Bentuk daun Oval Ukuran daun Panjang 9,2
Lebar 5,9 cm
Ujung daun Runcing Panjang tangkai 6,3 – 7,8
Tepi daun Bergerigi Bentuk bunga Bulat
bergelombang
Permukaan daun Berkerut Daerah tumbuh Jawa Timur
Sumber Kementan, 2011

2.3. Pupuk NPK

Sumber : Lingga dan Marsono, (2007)

Gambar 3. Pupuk NPK


Salah satu faktor penting dalam peningkatan hasil tanaman kentang adalah

tersedianya unsur hara yang cukup bagi tanaman yang diperoleh melalui

pemupukan. Pertumbuhan tanaman kentang tidak saja membutuhkan unsur hara


14

makro tetapi juga unsur hara mikro, walaupun dalam jumlah sedikit. Unsur hara

mikro dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah yang relatif sedikit, akan tetapi

keberadaannya banyak menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman (Kurniawati,

2014).

Tanaman kentang mempunyai sifat fisiologi dan morfologi yang khas

dibandingkan dengan tanaman sayuran lainnya, seperti lebih sensitif terhadap

defisiensi air dan defisiensi hara (Behera, Suresh, dan Manajo, 2015). Tanaman

kentang untuk mendapatkan hasil maksimum membutuhkan hara N, P, K yang

relatif lebih banyak dibandingkan dengan tanaman lainya karena peranan N, P, K

demikian penting guna menunjang berbagai proses fisiologis dan biokimia

tanaman. Pupuk buatan yang diberikan, umumnya hanya mengandung hara

makro. Pupuk yang biasa digunakan untuk tanaman kentang adalah jenis pupuk

tunggal yaitu Urea, SP-36, KCL, maupun pupuk majemuk seperti NPK.

Pupuk majemuk NPK Mutiara 15:15:15 (mengandung 15% N, 15% P2O5, dan

15% K2O). Hal ini berarti pupuk NPK mutiara mengandung unsur hara makro

seimbang yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Namun tanaman juga

membutuhkan unsur hara mikro yang tidak banyak didapat pada pupuk NPK.

Untuk itu penggunaan pupuk anorganik perlu dipadukan dengan pengunaan

pupuk organik agar dapat menambah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dan

sekaligus meningkatkan sumber bahan organik tanah. Menurut Ikhsani, Ikhsani

dkk., (2018) keuntungan menggunakan pupuk majemuk lebih efisien dalam

penggunaannya karena sudah terpenuhi tiga unsur pokok tanpa melakukan

pencampuran. selain itu unsur hara dalam setiap butiran merata dan berimbang.

Kelebihan lain pupuk NPK mutiara adalah dapat larut secara perlahan sehingga
15

meminimalisir mengurangi kehilangan unsur akbat pencucian (ikhsani dkk.,

2018).

Perlakuan pemberian pupuk NPK (15:15:15) pada penelitian memberikan

pengaruh nyata pada variabel jumlah daun, jumlah bunga jantan, jumlah bunga

betina, jumlah buah pertanaman, jumlah buah rusak dan gugur, bobot buah,

panjang buah, dan bobot kering brangkasan. Hasil penelitian ini juga sejalan

dengan penelitian Tuherkih dan Sipahutar (2010) menyatakan bahwa,

penggunaan pupuk majemuk NPK (16:16:15) dapat meningkatkan serapan N, P

dan K serta meningkatkan hasil produksi tanaan mentimun. Menurut Setyati

dalam Sudjianto dan Krestiani. (2009), pupuk NPK mempunyai peranan dalam

memacu dan meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman apabila aplikasinya

tepat dan tidak berlebihan, karena dengan dosis yang tepat maka akan

memberikan hasil yang optimal pada tanaman. Menurut Lubis dalam Suwarno

(2013), pemberian pupuk majemuk NPK berpengaruh nyata terhadap bobot buah

per sampel tanaman terung. Sarno (2009) dalam penelitiannya juga menyatakan

bahwa pemberian pupuk majemuk NPK dapat meningkatkan kadar P-tersedia dan

K-dd tanah, sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman caisim menjadi

meningkat.

Berdasarkan ulasan diatas dapat dikatakan pemupukan organik

dikombinasikan dengan pupuk anorganik dapat meningkatkan prosuktivitas

tanaman dan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Selain itu,

penggunaan pupuk anorganik harus sesuai dengan dosis atau berimbang

pemberiannya, karena pemberian secara berlebihan menyebabkan pencemaran

lingkungan dan bila penggunaanya terus menerus dapat menyebabkan

produktivitas lahan menurun (Tumewu, Bawotong dan Tumbekala, 2012).


16

2.4. Kelas Benih Tanaman Kentang

Tanaman kentang merupakan komoditas hortikultura yang cukup strategis

dalam penyediaan bahan pagan dan mendukung ketahanan pangan. Oleh karena

itu produksi kentang yang berkulitas perlu diusahakan dengan benih bermutu dan

bersertifikat. Produkai benih harus menggunakan benih bersertifikasi agar

kesehatan benih terjamin karena hal itu yang bersangkutan sudah termasuk dalam

persyaratan sertifikasi benih (Balitsa, 2016)..

Mulyono dkk. (2017) menyatakan bahwa benih kentang yang sehat harus

mempunyai ciri sebagai berikut : 1.) Umbi kentang tidak terinfeksi oleh penyakit

yang terbawa umbi, 2.) Kemmapuan bertunas baik, 3.) Varietas benar tidak

tercampur dengan yang lain, dan 4. ) berukuran umbi benih.

Kelas Benih menurut Balitsa (2016) terbagi menjadi berikut :

1. G0 : Bneih hasil eliminasi penyakit terutama penyakit sistemik, berbentuk planlet,

stek atau umbi mini yang diproduksi pada kondisi terkontrol (Laboratorium),

dengan pengawasan penyelenggara pemulia.

2. G1 : Benih yang dihasilkan dari pertanaman G0 yang ditanam di dalam

screenhouse atau kelas benih lebih tinggi dengan pengawasan dari instansi

penyelenggaraan Sertifikasi dan Pengawasan Peredaran benih.

3. G2 : Benih yang dihasilkan dari pertanaman G1 yang nanti ditanamn di luar atau

kelas yang lebih tinggi dengan pengawasan dari instansi penyelnggara sertifikasi

dan pengawasan peredaran benih.

Berdasarkan Sertifikasi benih kentang, Direktorat Perbenihan Hortikultura

(2007) mengklasifikasikan benih kentang dengan urutan sebagai berikut: kelas

benih G0 setara dengan Benih Penjenis/BS, kelas benih G1 setara dengan Benih

Dasar Satu (BD1)/FS1, kelas benih G2 setara dengan Benih Dasar Dua
17

(BD2)/FS2, kelas benih G3 setara dengan Benih Pokok/ SS, dan kelas benih G4

setara dengan Benih Sebar/ES. Kelas benih G4 digunakan petani untuk

memproduksi umbi konsumsi. Sedangkan toleransi tentang adanya serangan pada

benih kentang adalah: (a) benih generasi 0 (G0 ) toleransi penyakit virus adalah

0% dan penyakit layu bakteri 0%, (b) benih generasi satu (G1 ) toleransi virus

0,01% dan penyakit bakteri/nematoda 0%, (c) benih generasi dua (G2 ) toleransi

virus 0,1% dan penyakit bakteri/nematoda 0,5%, (d) benih generasi tiga (G3 )

toleransi virus 0,5% dan penyakit bakteri/nematoda 0,5%, dan (e) benih generasi

empat (G4 ) toleransi virus 2% dan penyakit bakteri 1% (Hasyim dkk., 2012).

Produktivitas kentang umumnya lebih tinggi jika menggunakan benih dari

kelas yang lebih tinggi, karena mutu dari benih akan menentukan tingkat

produktivitas (Afifah, 2011). Para penangkar, petani maupun stakeholder

berpendapat proses produksi sumber kentang mulai dari kelas G0 sampai G3

memerlukan waktu yang cukup lama sehingga penyediaan benih sebar G4 untuk

konsumsi tidak dapat dilakukan secara cepat. Menurut Hilman et al, (2010)

produksi kentang konsumsi tidak harus berasal dari benih kentang kelas G4,

tetapi dapat menggunakan kelas benih lebih tinggi asalkan benihnya tersedia

dalan jumlah cukup dan harganya terjangkau. Panjangnya rantai sistem

perbenihan kentang dari G0 sampai G4 perlu dikaji dan dievaluasi kembali agar

waktu penyediaan benih kentang dapat dipercepat dengan memperpendek sistem

perbenihannya.

Anda mungkin juga menyukai