Anda di halaman 1dari 14

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis sayuran

subtropis yang terkenal di Indonesia. Daya tarik sayuran ini terletak pada umbi

kentang yang kaya karbohidrat dan bernilai gizi tinggi. Di Indonesia kentang

sudah dijadikan bahan pangan alternatif atau bahan karbohidrat substitusi,

terutama dalam pemenuhan kebutuhan gizi dan pangan masyarakat Indonesia di

samping beras (Gunarto, 2003).

Kentang merupakan bahan pangan dari umbi tanaman perennial

Solanum tuberosum L. dari Family Solanaceae. Kentang mengandung nutrisi

seperti protein, vitamin dan karbohidrat. Tingginya kandungan karbohidrat

menyebabkan umbi kentang dikenal sebagai bahan pangan yang dapat

menggantikan bahan pangan penghasil karbohidrat lain seperti beras, gandum, dan

jagung. Kentang juga salah satu pangan utama dunia setelah padi, gandum

dan juga jagung yang mendapatkan perioritas dalam pengembangannya di

Indonesia (Suwarno, 2008 ).

Kentang merupakan salah satu jenis tanaman umbi yang

dapat memproduksi makanan bergizi lebih banyak dan lebih cepat,

namun membutuhkan hamparan lahan lebih sedikit dibandingkan dengan

tanaman lainnya. Pada basis bobot segar, kentang memiliki kandungan

protein tertinggi dibandingkan dengan umbi-umbian lainnya. Hal ini

menunjukkan bahwa kentang memiliki potensi dan prospek yang baik untuk

mendukung program diversifikasi dalam pangan dalam rangka mewujudkan

ketahanan pangan berkelanjutan


2

Peningkatan produktivitas kentang menghadapi berbagai kendala, salah

satunya adalah serangan hama dan patogen tanaman. Patogen utama yang

menyerang tanaman kentang antara lain: jamur Phytophthora infestans penyebab

penyakit hawar daun, jamur Fusarium spp. Penyebab penyakit layu fusarium,

jamur Rhizoctonia solani penyebab kudis lak atau stem canker, jamur

Colletotrichum sp. penyebab busuk umbi, bakteri Streptomyces scabies penyebab

penyakit kudis pada umbi kentang dan bakteri Ralstonia solanacearum penyebab

layu bakteri (Elphinste 2007).

Salah satu kendala yang dihadapi pada budidaya tanaman kentang pada

dataran medium adalah suhu yang tinggi Hal ini menyebabkan peningkatan

serangan penyakit dan dapat menurunkan produktivitas tanaman. Beberapa

serangan penyakit yang mengakibatkan penurunan hasil panen ialah penyakit

yang disebabkan oleh cendawan meliputi cendawan Alternaria solani (penyakit

cacar) dan cendawan Streptomyces scabies (penyakit burik scab). Selain

cendawan, bakteri juga bisa menyebabkan gejala penyakit pada kentang

contohnya bakteri Erwinia carotovora L.R. Holland (busuk lunak pada umbi) dan

Pseudomonas solanacearum (penyakit layu) (Hamdani, 2009).

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui Pengendalian

Penyakit Kudis (Streptomyces scabies) Pada Tanaman Kentang (Solanum

tuberosum L.).

Kegunaan Penulisan
3

Adapun kegunaan dari penulisan ini adalah sebagai salah satu syarat untuk

memenuhi komponen penilaian di Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman

Sub Penyakit Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara dan sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.
4

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman umbi-umbian dan

tergolong tanaman berumur pendek. Tumbuhnya bersifat menyemak dan menjalar

dan memiliki batang berbentuk segi empat. Batang dan daunnya berwarna hijau

kemerahan atau berwarna ungu. Umbinya berawal dari cabang samping

yang masuk ke dalam tanah, yang berfungsi sebagai tempat menyimpan

karbohidrat sehingga bentuknya membengkak. Umbi ini dapat mengeluarkan

tunas dan nantinya akan membentuk cabang yang baru (Aini, 2012).

Taksonomi tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) secara umum dapat

diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae ; Divisi: Spermatophyta ;

Kelas: Dicotyledonae ; Ordo: Tubiflorae ; Famili: Solanaceae ; Genus: Solanum ;

Spesies: Solanum tuberosum L. (Sharma, 2002).

Tanaman kentang umumnya berdaun rimbun yang helaian

daunnyaberbentuk poling atau bulat lonjong, dengan ujung meruncing,

memiliki anak daun primer dan sekunder, tersusun dalam tangkai daun secara

berhadap-hadapan (daun mejemuk) yang menyirip ganjildengan warna daun hijau

keputih–putihan. Posisi tangkai utama terhadap batang tanaman membentuk sudut

kurang dari 45°atau lebih besar 45°. Pada dasar tangkai daun terdapat tunas ketiak

yang dapat berkembang menjadi cabang sekunder (Rukmana, 1997).

Tanaman kentang memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. Akar

tunggang dapat menembus tanah sampai kedalaman 45 cm, sedangkan akar

serabut umumnya tumbuh menyebar (menjalar) ke samping dan menembus tanah

dangkal. Akar tanaman berwarna keputih–putihan dan halus berukuran sangat


5

kecil. Di antara akar–akar tersebut ada yang akan berubah bentuk dan fungsinya

menjadi umbi (stolon) yang selanjutnya akan menjadi umbi kentang. Akar

tanaman berfungsi menyerap zat–zat yang diperlukan tanaman dan untuk

memperkokoh berdirinya tanaman (Samadi, 1997).

Syarat Tumbuh

Iklim

Pemilihan lokasi adalah memilih lokasi tanam yang sesuai dengan

persyaratan tumbuh kentang untuk mencegah kegagalan proses produksi dan

dapat menghasilkan kentang sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan

serta tidak merusak lingkungan. Daerah yang cocok untuk menanam kentang

adalah dataran tinggi atau daerah pegunungan dengan ketinggian 1000–3000

mdpl. Pada dataran medium, tanaman kentang dapat di tanam pada

ketinggian300-700 mdpl. (Samadi, 1997).

Keadaan iklim yang ideal untuk tanaman kentang adalah suhu rendah

(dingin) dengan suhu rata–rata harian antara 15–20oC. Kelembaban udara

80-90% cukup mendapat sinar matahari (moderat) dan curah hujan antara 200–

300 mm per bulan atau rata–rata 1000 mm selama pertumbuhan

(Rukmana, 1997).

Iklim yang ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman

kentang adalah:suhu rata - rata harian antara 15˚ - 20˚C. Suhu tanah optimum

untuk pembentukan umbi yang normal berkisar antara 15–18˚C. Pertumbuhan

umbi akan sangat terhambat apabila suhu tanah kurang dari 10˚C dan lebih dari

30˚C (Samadi, 1997).


6

Tanah

Tanaman kentang membutuhkan tanah yang subur, gembur, banyak

mengandung bahan organik, bersolum dalam, aerasi dan drainasenya baik dengan

reaksi tanah (pH) 5–6,5. Jenis tanah yang paling baik adalah Andosol dengan ciri–

ciri solum tanah agak tebal antara 1–2 m, berwarna hitam atau kelabu

sampai coklat tua, bertekstur debu atau lempung berdebu sampai lempung dan

bertekstur remah. Jenis tanah Andosol memiliki kandungan unsur hara sedang

sampai tinggi, produktivitas sedang sampai tinggi dan reaksi tanah masam

sampai netral (Rukmana, 1997).

Daerah yang berangin kencang harus dilakukan pengairan yang cukup dan

sering dilakukan pengontrolan keadaan tanah karena angin kencang yang

berkelanjutan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap

pertumbuhan tanaman dan penularan bibit penyakit ke tanaman dan ke areal

pertanaman yang lain (Prabowo, 2007)

Untuk menghemat biaya eksploitasi atau pembukaan tanah, maka

sebaiknya dipilih lokasi yang keadaan topografi tanahnya datar. Dengan demikian

tidak perlu membuat teras-teras ataupun tanggul-tanggul. Akan tetapi apabila

keadaannya memaksa harus menggunakan tanah yang miring, hendaknya harus

memperhitungkan derajat kemiringan tanahnya. Untuk pembudidayaan tanaman

ditanah yang miring, derajat kemiringan tanah harus dibawah 30%. Sebab, derajat

kemiringan tanah diatas 30% sudah merupakan faktor penghambat untuk

budidaya tanaman sehingga sudah tidak menguntungkan lagi (Budi, 2008).


7

PENGENDALIAN PENYAKIT KUDIS (Streptomyces scabies) PADA


TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum. L.)
Pengertian Penyakit Busuk Bakteri

Streptomyces scabies adalah bakteri yang mirip fungi berbentuk

filamentous (benang) dan morfologinya sangat berbeda dengan fungi. Filamentous

secara bertahap akan menginduksi spora melalui fragmen. Diameter vegetatif

filamentous bakteri ini lebih kecil dibandingkan fungi 1 mm dan tidak mempunyai

nucleus, menghasilkan thaxtomins (phytotoxins) yang berhubungan dengan

perkembangan penyakit yaitu menginduksi gejala penyakit yang namanya

hypertrophysel dan kematian sel.

Streptomyces scabies atau Streptomyces scabiei adalah spesies bakteri

streptomycete yang ditemukan di tanah di seluruh dunia. Tidak seperti sebagian

besar dari 500 atau lebih spesies Streptomyces, itu adalah patogen tanaman yang

menyebabkan lesi gabus terbentuk pada umbi dan tanaman umbi - umbian serta

mengurangi pertumbuhan bibit. Bersama dengan spesies terkait lainnya, penyakit

ini menyebabkan penyakit keropeng pada kentang, yang merupakan penyakit

penting secara ekonomi di banyak daerah penanaman kentang. Pertama kali

dideskripsikan pada tahun 1892, diklasifikasikan sebagai jamur, sebelum diganti

namanya pada tahun 1914 dan lagi pada tahun 1948. Beberapa spesies

Streptomyces lainnya menyebabkan penyakit yang mirip dengan kudis S. tetapi

spesies lain yang lebih dekat hubungannya tidak.

Genom S. scabies telah diurutkan dan merupakan genom Streptomyces

terbesar yang dikenal sejauh ini. Genom mengandung pulau patogenisitas yang

mengandung gen yang diperlukan untuk kudis S. untuk menginfeksi tanaman, dan

yang dapat ditransfer antara spesies yang berbeda. S. scabies dapat menghasilkan
8

beberapa racun terkait yang paling bertanggung jawab atas patogenisitasnya, tetapi

beberapa sistem lain juga telah diidentifikasi yang berkontribusi. Ini dapat

menginfeksi bibit muda dari semua tanaman, serta tanaman umbi dan umbi

matang, tetapi paling sering dikaitkan dengan menyebabkan keropeng umum

kentang.

Setidaknya empat spesies Streptomyces lainnya juga menyebabkan

penyakit pada umbi kentang. Spesies yang paling luas selain S. scabies adalah S.

turgidiscabies dan S. acidiscabies , yang dapat dibedakan berdasarkan morfologi

mereka, cara mereka memanfaatkan sumber makanan dan urutan 16S RNA

mereka. Tidak seperti S. scabies , S. acidiscabies lebih banyak ditularkan melalui

benih daripada ditularkan melalui tanah dan ditekan menggunakan insektisida dan

nematicides, menunjukkan bahwa mikrofauna berperan dalam penularannya. Pada

tahun 2003 tiga spesies Streptomyces lain yang menyebabkan gejala keropeng

umum diisolasi di Korea dan bernama S. luridiscabiei , S. puniciscabiei dan S.

niveiscabiei . Mereka berbeda dari S. scabies dengan memiliki spora yang berbeda

warna. S. ipomoea menyebabkan penyakit serupa pada umbi kentang manis .

Streptomyces scabies adalah bakteri streptomycete yang artinya

membentuk miselium yang terbuat dari hifa , suatu bentuk pertumbuhan yang lebih

sering dikaitkan dengan jamur . Hifa Streptomyces , jauh lebih kecil daripada

jamur (0,5-2,0 μm ) dan membentuk miselium bercabang sangat. Mereka adalah

Gram-positif dan memiliki proporsi tinggi dari basis DNA guanine dan cytosine

(71%) dalam genom mereka. Genom dari strain 87.22 telah diurutkan dan itu

adalah 10.1 Mbp, mengkodekan 9.107 gen sementara. Semua genom Streptomyces

yang diurutkan sejauh ini relatif besar untuk bakteri, tetapi genom S. scabies
9

adalah yang terbesar. Saat dikultur pada agar , hifa mengembangkan fragmen

udara yang mengandung rantai spora, sehingga membuat kultur terlihat kabur.

Rantai spora memiliki penampilan pembuka botol dan berwarna abu-abu. Rantai

ini memungkinkannya untuk dibedakan dari spesies lain yang ganas pada kentang.

Penyebab penyakit bertahan dalam tanah dan menyerang pertanaman

selanjutnya. Penyebaran jarak jauh dilakukan oleh umbi- umbi sakit. Infeksi terjadi

melalui lentisel, stomata atau luka. Umbi-umbi muda lebih peka terkena infeksi.

Suhu tanah di bawah 20 C, kelembaban tanah rendah dan pH lebih besar dari 5,2

akan mengurangi serangan penyakit. Penyakit hanya menyerang umbi, dengan

gejala awal berupa bercak yang kecil berwarna kemerah-merahan sampai kecoklat-

coklatan. Bercak makin lama makin luas serta bergabus dan sedikit menonjol.

Luka berkembang dengan beberapa tipe, baik di permukaan atau di dalam umbi,

serta pembengkakan. Luka – luka tersebut memiliki bentuk dan ukuran yang

berlainan, tetapi biasanya bundar dan berdiameter tidak lebih dari 10 mm. Luka-

luka ini dapat bergabung satu sama lain sehingga seluruh permukaan umbi retak-

retak. Akar-akar serabut dapat juga terserang.

Gejala Serangan Penyakit Busuk Bakteri Streptomyces scabies

Tanaman yang terserang kudis tidak menunjukkan gejala dari luar. Umbi sakit

bergejala sisik-sisik dan bisul-bisul bergabus pada permukaannya. Jaringan yang

terdapat di bawah permukaan umbi bergejala biasanya berwarna agak

kecokelatan. Umbi Lebih Cepat Menjadi Busuk Dan Bila Dibiarkan Lebih Lama

Di Dalam Tanah Dapat Menurunkan Produksi. Cendawan ini umumnya

menginfeksi umbi muda melalui lentisel yang belum mengalami suberisasi

(penggabusan).
10

Ketika menginfeksi tanaman itu menyebabkan lesi gabus terbentuk di umbi

atau akar keran. Lesi biasanya berwarna coklat, dengan diameter beberapa

milimeter tetapi ukuran dan warna dapat bervariasi tergantung pada kondisi

lingkungan. Penyakit ini tidak mempengaruhi hasil atau membuat umbi tidak

dapat dimakan, tetapi menurunkan kualitas tanaman, yang mengurangi nilainya

atau bahkan membuatnya tidak dapat dipasarkan.

Gejala penyakit kudis hanya terbatas pada umbi, meskipun telah dilaporkan

dapat menginfeksi stolon. Umbi kentang yang sedang tumbuh dapat terinfeksi

melalui lenti sel dan stomata. Gejala awalnya berupa bercak coklat yang terjadi

pembelahan sel yang sangat cepat. Bercak yang terjadi berbentuk sirkuler, dengan

diameter 5-20 mm, atau dapat pula berupa bercak yang tidak beraturan dan

menyatu. Pada ssat panen, bercak berkembang lebih kasar dan menjadi coklat

kehitaman. Bercak kudis terbagi menjadi 3 tipe bercak, yaitu bercak kuning

kemerahan (russet scab), bercak yang ringan (slightly scab), dan bercak berlubang

(pitted scab).

Bercak makin lama makin luas serta bergabus dan sedikit menonjol. Luka

berkembang dengan beberapa tipe, baik di permukaan atau di dalam umbi, serta

pembengkakan. Luka – luka tersebut memiliki bentuk dan ukuran yang berlainan,

tetapi biasanya bundar dan berdiameter tidak lebih dari 10 mm. Luka-luka ini

dapat bergabung satu sama lain sehingga seluruh permukaan umbi retak-retak.

Akar-akar serabut dapat juga terserang.

Siklus Hidup Bakteri Streptomyces scabies

Pengendalian Penyakit Busuk Bakteri Streptomyces scabies


Pengendalian yang telah dilakukan untuk mengatasi penyakit kudis

kentang adalah dengan menggunakan bahan kimia seperti pestisida dan pupuk.
11

Aplikasi pupuk kalium dalam jumlah banyak dapat menekan penyakit kudis pada

kentang dan meningkatkan hasil panen. Aplikasi pupuk amonium sulfat

berpengaruh nyata dalam menekan keparahan penyakit kudis kentang. Namun

demikian penggunaan bahan kimia seperti pupuk anorganik maupun pestisida

untuk mengendalikan penyakit dpat menyebabkan dampak negtif seperti

terjadinya resistensi dan pencemaran terhadap lingkungan.

Salah satu alternatif pengendalian penyakit yang aman dan ramah

lingkungan dengan menggunakan agens antagonis. Agens antagonis merupakan

musuh alami patogen yang dapt menekan aktifitas patogehn melalui persaingan

ruang, persaingan hara, anti biosis, lisis dan hiperparasitisme. Penggunaan musuh

alami merupakan salah satu konsep pengendalian terpadu yang menjadi dasar

dalam pengendalian patogen di Indonesia.

Aplikasi agens antagonis masoih mengalami kendala terutama untuk

media pembiakan. Pembiakan yang dilakukan masih terbatas penggunaannya pad

medi alboratorium yang kurang efisien sehingga diperlukan alternatif media yang

lebih murah, mudah didapatkan dan efektif untuk pembiakan agens antagonis

tersebut. Limbah cair pertanian seperti air beras dan air kelapa berpotensi untuk

dikembangkan sebagai bahan baku media alternatif untuk pembiakan.

Melalui pemanfaatan bahan bahan limbah pertanian ini, selain diharapkan

dapat ditemukan teknologi alternatif untuk pembiakan juga dapat mengatasi

permasalahan dalam mengelola limbah pertanian, sehingga tekonologi pembiakan

yang dihasilkan berorientasi pada kelestarian lingkungan hidup dan sesusi dengan

konsep pertanian yang berkelanjutan. Sehingga limbah pertanian memiliki banyak

kegunaan untuk pertanian itu sendiri.


12

Upaya pnegndalian yang dilakukan untuk mnekan intensitas penyakit ini

adalah dengan penggunaan bibit bersertifikat yang bebas dr penyakit, teknik

bududaya seperti rotani tnaman dengan jagung, gandum, sorgum, kacang kedelai

dan alfafa denngan jangka waktu 4-5 tahun, pemupukan dengan menggunakan

pupuk amonium sulfat dan pengaturan irigasi hingga 4-6 minggu pada masa

pembentukan umbi untuk menjaga tanah selalu lembab, eradikasi sumber

inokulum dilapang, dan aplikasi pestisida seperti pentachloronitobenzene

(PCNB0, maneb-zink, dan cloropicrin.

KESIMPULAN

1. Pemuliaan tanaman merupakan kegiatan untuk mengubah susunan genetic

tanaman secara tetap (baka) sehingga memiliki sifat atau penampilan

sesuai dengan tujuan yang diinginkan pelakunya/pemulianya.

2. Tujuan umum pemuliaan tanaman adalah menghasilkan varietas baru yang

dapat memperbaiki stabilitas produksi, memenuhi standar mutu, sesuai

dengan pola tanam setempat dan sesuai pula dengan keinginan pengguna.

3. Peran pemuliaan dalam upaya peningkatan kualitas komoditas tanaman

adalah perakitan kultivar yang memiliki kualitas tinggi seperti perbaikan

terhadap warna, rasa, aroma, daya simpan,kandungan protein, dll.

4. Mutasi adalah perubahan materi genetik (gen atau kromosom) suatu sel

yang diwariskan kepada keturunannya

5. Mutagen EMS dapat menurunkan persentase daya kecambah. Perlakuan

mutagenik dapat menghambat proses fisiologis dan biologis

perkecambahan biji yang meliputi aktivitas enzim katalase dan lipase,

keseimbangan hormon, dan terhambatnya proses mitosis


13

DAFTAR PUSTAKA

Baso, A.L., A. Rauf, D. Prijono, dan P. Hidayat. 2000. Pengendalian


hama pengorok daun, Liriomyza huidobrensis (Blanchard) pada
pertanaman kentang. J. Hort.10 (1):46-51
Beemster, A.B.R. dan A. Rozendaal. 1972. Potato viruses : properties
and symptoms, hal: 115 – 134 dalam : Viruses of potato and seed-
potato production. Pudoc. Wageningen. Netherlands.
Dibiyantoro, A.L. dan Y. Sunjaya. 2001. Peranan agens hayati pada
pengendalian thrips mendukung pengelolaan ekosistem sayuran
berkelanjutan, hal : 107-112. dalam Prosiding Simposium
Pengendalian Hayati Serangga di Sukamandi (Eds. Baihaki et.al.).
PEI Cabang Bandung.
Novartis. 1998. Hama dan penyakit utama tanaman kentang dan pengendaliannya.
Kerjasama Novartis Crop Protection dengan Balai Penelitian Tanaman
Sayuran. PT. Citaguna Saranatama, Jakarta. 4 hal.
Setiawati, W., T.S. Uhan dan B.K. Udiarto. 2004. Pemanfaatan musuh
alami, 68 hal dalam Pengendalian hayati hama pada tanaman
sayuran. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Monografi No. 24.
Suryaningsih, E dan Widjaja W. Hadisoeganda. 2004. Pestisida botani
14

untuk mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman sayuran.


Balai Penelitian Tanaman Sayuran – Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hortikultura – Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. 36 hal.
Hamdani, SJ. 2009. Pengaruh Jenis Mulsa Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tiga Kultivar Kentang (Solanum toberosum L.) yang Ditanam Di Dataran
Medium. J. Agronomi Indonesia. 37 (1) : 14-20.
Hermawan R, Moch DM, dan Tatik W, 2013. Aplikasi Trichoderma
harzianum Terhadap Hasil Tiga Varietas Kentang Di Dataran
Medium. J. Produksi Tanaman. 1 (5) : 464-470.
Yusriadi, 2004. Pengendalian Biologi (Biocontrol) Penyakit Tular Tanah Kacang
Tanah dengan Pseudomonas (Ralstonia) fluorescent BSK8. J. Kalimantan
Scientice 93 (64) : 78-84.
Wibowo, C., E. Powelzik, E. Delgado, Nurpilihan. 2004. Strengtening food
security program by utilization of medium altitudes land on potato cultivation. J.
of Agriculture and Rural Development in Tropics and Subtropics 90 (80) : 53-60.

Anda mungkin juga menyukai