Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang mana memiliki
keanekaragaman flora dan fauna. Indonesia juga merupakan negara pengekspor
sumber daya pertanian yang besar bagi negara negara lain. Masyarakat Indonesia
masih menggantungkan hidupnya pada pendapatan dari hasil sektor pertanian.
Sektor pertanian merupakan sektor yang penting guna meningkatkan
perekonomian Indonesia meskipun kontribusinya sangat kecil namun menentukan
kesejahteraan pangan masyarakat Indonesia (Aryawati et al., 2018).
Sistem pertanaman (cropping system) terus berkembang dari waktu ke
waktu dan menjadi bagian dari sistem pertanian (farming system) yang luas.
Cropping systems sebagai pola dan pengaturan spasial pertanaman pada suatu
lahan. Secara lebih luas maka sistem pertanaman merupakan pengatur pola waktu
spasial pertanaman pada suatu lahan dan bentang lahan dalam periode waktu
panjang. Pengertian ini mendekatkan istilah sistem pertanaman dengan sistem
pertanian, misalnya sistem pertanian ladang berpindah sebagai slas-and-burn
cropping system atau sistem pertanian tebas-bakar (Evzal, 2021).
Dalam sistem pertanaman dikenal istilah pola tanam. Pola tanam
merupakan suatu urutan atau kombinasi tanam pada suatu bidang lahan dalam satu
tahun penanaman. Satu tahun penanaman tersebut sudah termasuk dengan
pengolaan tunah sampai suatu komoditas tanaman yang dipanen. Pola tanam
merupakan salah satu bentuk teknologi budidaya pertanian yang bertujuan untuk
mengoptimalkan semua potensi yang ada berkaitan dengan efisiensi penggunaan
lahan. Perbedaan kondisi lahan memungkinkan adanya beragam jenis pola tanam.
Selain untuk efisiensi penggunaan lahan, pola tanam juga dimaksudkan untuk
meminimalisir resiko kegagalan suatu jenis komoditas (Hidayat, 2013).
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilaksanakan praktikum mengenai
pola tanam guna dapat mengetahui sebuah efesiensi dari penggunaan lahan
pertanian dan produksi satu dan dua jenis tanaman pada luas lahan yang sama
pada musim tanam yang sama.
1.2 Tujuan Dan Kegunaan
Tujuan dilaksanakan praktikum ini adalah agar mahasiswa mengetahui dan
mampu menerapkan sistem tanam tunggal dan ganda dalam budidaya pertanaman
pada suatu komoditi tertentu.
Kegunaan praktikum ini diharapkan setiap peserta praktikan dapat
memahami pentingnya mengefektifkan penggunaan lahan pertanian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Tanaman Jagung (anatomi, morfologi, dan syarat tumbuh)


Jagung merupakan tanaman berakar serabit yang terdiri dari tiga tipe akar,
yaitu akar seminal, akar udara, dan akur adventif. Akar seminal tumbuh dari
radikula dan embrio, akar udara adalah akar yang keluar dari dua atao lebih buku
terbawah dekat permukaan tanah sedangkan akar adventif disebut juga akar
tunjang. Perkembangan akar pada jagung bergantung pada varietas, kesuburan
tanah dan keadaan air tanais (Riwandi et al., 2014).
Klasifikasi tanaman jagung yaitu:
Kingdom : Plantae (tumbuhan),
Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga),
Kelas : Liliopsida (berkeping satu, monokotil),
Ordo : Poales (rumput-rumputan),
Famili : Poaceae (rumput-rumputan),
Genus : Zea,
Spesies : Zea mays L.
Tanaman jagung memiliki banyak varietas yang ditanam di seluruh dunia,
terutama sebagai sumber pangan dan bahan baku industri. Tanaman jagung (Zea
mays L.) merupakan tanaman yang termasuk dalam keluarga Poaceae (rumput-
rumputan). Tanaman ini memiliki ciri khas daun yang panjang, beralur dan
bertulang melintang. Daun jagung juga memiliki karakteristik bentuk oval dengan
ujung yang berbentuk runcing (Taufik, 2010).
Secara morfologi, tanaman jagung manis mempunyai akar serabut terdiri
dari tiga macam akar yaitu akar seminal, akar adventif dan akar kait atau
penyangga. Akar seminal adalah akar yang berkembang dari radikula dan embrio,
sedikit berperan dalam siklus hidup jagung. Tanaman jagung mempunyai
kemampuan beradaptasi terhadap tanah, baik jenis tanah lempung berpasir
maupun tanah lempung dengan pH tanah 6-8. Temperatur untuk pertumbuhan
optimal jagung antara 24-30 °C. Tanaman jagung pastca masa pertumbuhan
membutuhkan 45-60 cm air (Rukmana, 2010).
Curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase
pembungaan dan pengisian biji perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya ditanam
awal musim hujan atau menjelang musim kemarau. Suhu optimum antara 23" C-
30 C. Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah khusus, namun tanah yang
gembur, subur dan kaya humus akan berproduksi optimal pH tanah antara 5,6-
7.5. Daerah Riau khususnya, jenis tanah di dominasi oleh popsolik merah kuning
(PMK) yang dikenal mengandung sedit unsur hara, sedikit mengandung bahan
organik dan ph yang rendah (Surtinah et al., 2012).

2.2 Deskripsi Tanaman Kacang Hijau (taksonomi, morfologi, dan syarat


tumbuh)
Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman
kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia, seperti bubur kacang
hijau Kecambahnya dikenal sebagai tauge Tanaman ini mengandung zat-zat gizi
antara lain amylum protein, besi belerang kalsium, minyak lemak mangan,
magnesium, niasin, vitamin (B1, A, dan E) Manfaat lain dari tanaman ini adalah
dapat melancarkan buang air besar dan menambah semangat hidup, juga
digunakan untuk pengobatan (Sarwanidas et al., 2017).
Dalam dunia tumbuh-tumbuhan, tanaman ini diklasifikasikan menjadi:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus : Phaseolus
Spesies : Phaseolus radiatus L.
Kacang hijau mempunyai tehnik budidaya dan penanaman yang relatif
mudah, sehingga memiliki prospek yang baik untuk menjadi peluang usaha dalam
bidang agrobisnis. Kegiatan dalam budidaya tanaman semusim dimulai dan
persiapan lahan, pengolahan tanah, penanaman benih pengairan, pemupukan.
pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, panen serta penanganan pasca
panen Pengolahan tanah adalah setiap kegiatan memanipulasi tanah secara
mekanik untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman
yang bertujuan menciptakan daerah persemaian yang baik, membenamkan sisa-
sisa tanaman dan mengendalikan gulma (Rosmaiti, 2018)
Susunan morfologi kacang hijau terdiri atas akar, batang, daun, bunga dan
biji. Tanaman kacang hijau berakar tunggang, sistem perakarannya ada dua yaitu
mesophytes dan xerophytes. Mesophytes mempunyai banyak cabang akur pada
permukaan tanah dan tipe pertumbuhannya menyebar dan xerophytes memiliki
akar cabang lebih sediki, memanjang ke arah bawah (Purwono et a., 2008).
Batang tanaman kacang hijau berukuran kecil, berbulu, berwarna hijau
kecokelat-cokelatan atau kemerah-merahan, tumbuh tegak mencapai ketinggian
30 cm - 110 cm dan bercabang menyebar ke semua arah (Rukmana, 2004). Daun
tanaman kacang hijau tumbuh majemuk dan terdiri dari tiga helai anak daun
setiap tangkai. Helai daun berbentuk oval dengan bagian ujung lancip dan
berwarna hijau muda hingga hijau tua. Letak daun berseling. Tangkai daun lebih
panjang daripada daunnya sendiri. Bunga kacang hijau berkelamin sempurna atau
hermaphrodite, berbentuk kupu-kupu, dan berwarna kuning. Proses penyerbukan
bunga kacang hijau (Vigna radiata L.) terjadi pada malam hari, pada pagi hari
bunga akan mekar dan menjadi layu pada sore hari (Purwono et al., 2012).
Menurut Santria, 2020., syarat tumbuh tanaman kacang hijau yaitu:
1. Iklim
Tanaman kacang hijau dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran
rendah sampai ketinggian 500 m dpl di daerah berketinggian 750 m dpl. kacang
hijau masih tumbuh baik, tetapi hasilnya cenderung turun. Keadaan yang ideal
untuk tanaman kacang hijau adalah daerah yang bersuhu 250C-270C dengan
kelembapan udara 50%-80%. Curah hujan antara 50-200 mm perbulan dan cukup
mendapat sinar matahari
2. Tanah
Kacang hijau dapat tumbuh di dalam segala macam tipe tanah yang
mempunyai drainase yang baik. Juga dapat tumbuh pada tanah-tanah yang dalam
dan subur. Tetapi kacang hijau akan tumbuh paling baik ditanah lempung biasa
sampai yang mempunyai bahan organik tinggi Tanah yang mempunyai pH 5,8
sampai 6.5 paling ideal buat pertumbuhan kacang hijau tanah yang sangat asam
tidak baik, karena akan menghambat dalam penyediaan makanan bagi tanaman.
3. Peranan jarak tanam
Jarak tanam yang rapat akan menghasilkan populasi tanaman yang lebih
banyak per satuan luas, akan tetapi memperkecil pembagian unsur hara, cahaya
dan air sehingga dapat menurunkan hasil. Semakin tinggi kerapatan suatu
tanaman akan mengakibatkan semakin besarnya tingkat persaingan antar tanaman
dalam mendapatkan unsur hara dan cahaya, sehingga hasil yang diperoleh per
satuanluas menjadi lebih rendah

2.3 Sistem Pertanaman Secara Umum


Sistem pertanaman (cropping systems) terus berkembang dan menjadi
bagian dari sistem pertanian (farming systems) yang luas. Cropping systems
sebagai pola dan pengaturan spasial pertanaman pada suatu lahan. Secara lebih
luas maka sistem pertanaman merupakan pengatur pola waktu dan spasial
pertanaman pada suatu lahan dan bentang lahan dalam periode waktu jangka
panjang Maka pengertian ini mendekatkan istilah sistem pertanaman dengan
sistem pertanian, misalnya sistem pertanian ladang berpindah sebagai "slash-and-
bun cropping system" atau sistem pertanian tebas-bakar (Rusdi et al., 2021).
Secara umum ada 2 jenis sistem pertanaman yang sering digunakan oleh
petani, yaitu pola tanam monokultur dan pola tanam polikultur. Pertanian
monokultur adalah pertanian dengan menanam tanaman sejenis. Menanam secara
monokultur adalah meningkatkan hasil pertanian kelebihan sistem ini yaitu teknis
budidaya relatif mudah karena tanaman yang ditanam hanya satu jenis, disisi lain
kelemahan sistem ini adalah tanaman relatif mudah terserang H/P. Sedangkan
pola tanam polikultur adalah pola pertanian dengan banyak jenis tanaman pada
satu bidang lahan yang tersusun dan terencana dengan menerapkan aspek
lingkungan yang baik. Salah satu jenis pola tanam polikultur ialah tumpang sari
yaitu penanaman lebih dari satu jenis tanaman berumur sama dalam barisan
tanaman yang teratur pada lahan yang sama (Syprianus, 2017).
Sistem pertanaman tumpang sari menjadi salah satu teknik budidaya yang
digunakan untuk meningkatkan produktivitas lahan sehingga mengurangi resiko
kegagalan panen. Sistem tumpang sari ini adalah sistem tanam dimana terdapat
dua atau lebih jenis tanaman yang berbeda ditanam secara bersamaan dalam
waktu relatif sama atau berbeda dengan penanaman selang seling dan jarak tanam
teratur pada sebidang tanah yang sama (Rusdi, 2021).
2.4 Monokultur
Monokultur berasal dari kata mono dan culture. Mono berarti satu, dan
culture berarti pengelolaan atau pengolahan. Pola tanam monokultur merupakan
sebuah usaha untuk pembudidayaan tanaman yang memiliki tujuan
membudidayakan satu jenis varietas tanaman pada satu lahan dan dalam satu
waktu periode tanam tertentu. Kelebihan pola tanam monokultur ialah teknis
budidayanya relatif mudah karena tanaman yang ditanam hanya terdiri dari satu
jenis saja. Disisi lain, kelemahan dari pola tanam monokultur ialah tanaman
mudah terserang hama maupun penyakit karena tidak ada persaingan antar
tanaman dalam merebut suatu unsur hara maupun sinar matahari (Warsana, 2014).
Pertanaman monokultur merupakan pola tanam dengan membudidayakan
hanya satu jenis tanaman dalam satu lahan pertanian selama satu tahun. Misalnya
pada suatu lahan hanya ditanami padi, dan penanaman tersebut dilakukan sampai
tiga musim tanam (satu tahun). Kelebihan pola monokultur adalah dapat
mengintensifkan suatu komoditas pertanian, lebih efisien dalam pengelolaan dan
mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Kelemahan dari pola monokultur ini
adalah input yang digunakan lebih banyak agar didapatkan hasil yang banyak,
menyebabkan meledaknya populasi hama yang membuat berkurangnya hasil
pertanian dan tidak adanya nilai tambah komoditas lain (Hidayat, 2013).
Selain itu, terdapat juga literatur yang mengkritisi praktik monokultur.
Penelitian yang dilakukan oleh Altieri dan Nicholls (2008) mengungkapkan
bahwa monokultur dapat menyebabkan peningkatan penggunaan pestisida dan
herbisida serta mengurangi keanekaragaman hayati, yang pada akhirnya
menyebabkan kerusakan lingkungan. Selain itu, praktik monokultur juga
dikaitkan dengan masalah sosial seperti ketidakadilan dalam distribusi lahan
pertanian dan penurunan upah pekerja pertanian (Kuntz et al., 2020).
2.5 Polikultur
Polikultur berasal dari kata poly yang berarti banyak dan culture berarti
pengolahan. Polikultur merupakan jenis pertanaman lebih dari satu jenis tanaman
pada suatu lahan atau pertanian dalam waktu satu tahun. Salah satu cara untuk
meningkatkan produktivitas lahan yaitu dengan mengadopsi pola tanam polikultur
yang menjamin berhasilnya penanaman menghadapi iklim yang tidak menentu
seperti, serangan hama dan penyakit, serta fluktasi harga (Sagala et al., 2021).
Pembudidayaan tanaman secara polikultur menggunakan perbaikan teknik
bercocok tanam, dengan sistem penamannya melalui keanekaragaman tanaman
yang ditanam. Sistem penanaman polikultur ini merupakan bentuk penanaman
ganda yang akan dapat menghasilkan nisbah kesetaraan lahan lebih tinggi
dibandingkan dengan penanaman yang ditanam secara tunggal. Hal ini akan
meningkatkan produktivitas lahan dan menguntungkan para petani (Faqih, 2016).
Pertanaman polikultur adalah penanaman lebih dari satu jenis tanaman
pada suatu lahan pertanian dalam waktu satu tahun. Penanaman lebih dari satu
jenis tanaman ini bisa dalam satu waktu atau juga bisa dalam beberapa waktu
tetapi dalam satu tahun. Dalam satu waktu contohnya adalah penanaman jagung
bersamaan dengan kacang tanah dalam satu lahan dalam satu waktu tanam. Dalam
beberapa waktu misalnya penanaman padi pada musim pertama kemudian
dilanjutkan penanaman jagung pada musim kedua (Hidayat, 2013).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Tempat Dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan di Plant Nursery, Kebun Percobaan Fakultas
Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar. Pada kamis, 10 Maret 2023, pukul
16.20 - Selesai.
3.2 Alat Dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktkum ini adalah cangkul, alat penyiram, dan
alat tugal.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah benih jagung manis,
benih kacang hijau dan furadan.
3.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dari praktikum ini adalah:
1. Buat bedengan dengan ukuran 2 x 1 m.
2. Cangkul lahan pertanian sampai gembur.
3. Rendam benih selama 5 jam sebelum tanam.
4. Tanam benih jagung dengan jarak 50 x 20 dan kacang hijau 25 x 25.
5. Tanam benih tanaman sela sesuai perlakuan dengan jarak tanam sesuai
masing-masing tanman sela dengan ketentuan setengah jarak tanam
masing-masing tanaman sela dari pinggir bedengan.
6. Lakukan penyiraman tanaman setiap dua kali sehari (pagi dan sore).
7. Lakukan pemeliharaan yang meliputi pengendalian hama, penyakit dan
gulma secara berkala.
8. Ukur/ hitung parameter yang di amati secara seksama.
DAFTAR PUSTAKA

Aryawati, N. P. R., dan Budhi, M. K. S. 2018. Pengaruh Produksi, Luas Lahan,


dan Pendidikan Terhadap Pendapatan Petani dan Alih Fungsi Lahan
Provinsi Bali. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana.
7(9): 191-195.

Bello, W. 2008. Environmental Sustainability of Some Cropping Systems in the


Humid Tropics. African Research Review, 2(3), 262-277.

Evzal, F.S., Walida. H. Dan Iman, A. 2021. Dasar-dasar Agronomi Pertanian.


Palembang: CV. Mitra Cendekia Media

Faqih, A. 2016. Analisis Usaha Tani Pola Tanam Ganda (Polikultur) di Desa
Bakung Lor, Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon. Jurnal Agrijati,
7(1): 1-13.

Lidar, S., dan Surtinah. 2012. Respon Tanaman Jagung Manis (Zea mays
saccharata, Sturt) Akibat Pemberian Tiens Golden Harvest. Jurnal Ilmiah
Pertanian, Vol. 8 (2), 1-5.

Purwono, M. S., Hartono, R., 2012, Kacang Hijau, Swadaya, Jakarta.

Rosmiati, A., Cecep, H., Efrin, F dan Yati, S... 2018. Potensi Beauveria Bassiana
Sebagai Agen Hayati Spodoptera litura Fabr. Pada tanaman kedelai. Jurnal
Agrikultura. 29(1):43-47

Rukmana, R dan H Yudirachman, 2010. Jagung Budidaya, Pascapanen, dan


Penganekaragaman Pangan. CV. Aneka Ilmu. Semarang.
Sagala, D., Ningsih, H., Koryati, T. 2021. Dasar-Dasar Agronomi. Bengkulu:
Yayasan Kita Menulis

Sarwanidas, T. dan Setyowati, M. 2017. Respon Pertumbuhan dan Produksi


Tanaman Kacang Hijau pada Berbagai Konsentrasi Hormon GA3 dan
Dosis Pupuk NPK. Jurnal Agrotek Lestari. 4(2): 62–70.
Surtinah, dan Lidar, S. 2012. Pertumbuhan Vegetatif dan Kadar Gula Biji Jagung
Manis (Zea mays saccharata, Sturt) di Pekanbaru. J.Ilmiah Pertanian.

Taufik, M., Suprapto dan H. Widiyono. 2010. Uji Daya Hasil Pendahuluan
Jagung Hibrida di Lahan Ultisol dengan Input Rendah. Akta Agrosia, 13: 70-76.

Warsana. 2014. Introduksi Teknologi Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah.


Jawa Tengah: Tabloid Sinar Tani.

Anda mungkin juga menyukai