Anda di halaman 1dari 34

Laporan Pratikum

Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura

SISTEM DAN POLA TANAM

NAMA : RESKIA IMTIHANI RAMDANI


NIM : G011201120
KELAS : BUDIDAYA TANAMAN PANGAN DAN
HORTIKULTURA C
KELOMPOK : 10 (SEPULUH)
ASISTEN : NURUL ALIYAH AKHMAD

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Tanam adalah kegiatan menempatkan bahan tanam dapat berupa benih atau
bibit pada media tanam, baik media tanah maupun media bukan tanah dalam suatu
bentuk atau pola tanam sebagai awal dari budidaya tanaman. Dalam proses
penanaman, perlu mengatur jarak tanam yang bertujuan agar tanaman
mendapatkan lingkungan pertumbuhan yang baik serta memudahkan
pemeliharaan tanaman dan populasinya per hektar. Selain jarak tanam, hal yang
perlu diperhatikan dalam proses penanaman yakni waktu tanam dengan tujuan
agar tanaman dapat tumbuh dan panen pada saat yang tepat dan sesuai dengan
iklim dan persyaratan tumbuh tanaman. Pengaturan waktu tanam yang tepat juga
dapat meminimalkan serangan hama dan penyakit, serta bermanfaat dalam
pengaturan panen (Hermawati, 2017).
Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat,
permintaan terhadap tanaman pangan dan hortikultura terus meningkat, sedangkan
lahan oleh petani semakin menurun akibat dari alih fungsi lahan pertanian. Salah
satu usaha untuk meningkatkan produktivitas tanaman yaitu dengan mengatur
pola dan jarak tanam atau kepadatan tanaman per satuan luas. Populasi tanaman
(jarak tanam) merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil
tanaman. Pola tanam adalah usaha penanaman pada sebidang lahan dengan
mengatur susunan tata letak dan tata urutan tanaman selama periode waktu
tertentu, termasuk masa pengolahan tanah dan masa bera atau tidak ditanam
selama periode tertentu. Secara umum terdapat dua jenis pola tanam yang dapat
digunakan yaitu terdiri dari monokultur dan polikultur (Kartika, 2018).
Pada saat menanam ada beberapa faktor yang harus diperhatikan antara lain
jarak tanam, pola tanam, dan waktu tanam. jarak tanam adalah memberikan jarak
antar tanaman sehingga tiap tiap tanaman mendapatkan ruang yang sesuai agar
pertumbuhannya berjalan dengan baik. Sedangkan pola tanam adalah suatu urutan
tanam dalam satu bidang lahan dan dalam satu periode waktu tertentu. Faktor lain
yang harus diperhatikan pada saat menanam selain jarak tanam dan pola tanam
adalah waktu tanam, pengaturan waktu tanam penting karena berkaitan dengan
ketersediaan air yang melimpah pada saat musim hujan dan juga keterbatasan air
pada musim kemarau (Hermawati, 2017).
Pengembangan produk hortikultura merupakan produk yang sangat
dibutuhkan secara berkelanjutan oleh masyarakat Indonesia dan dunia karena
melihat komoditi hortikultura yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan
dapat menjadi sumber pendapatan. Komoditas hortikultura mempunyai nilai
ekonomi tinggi dan dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan petani
baik berskala kecil, menengah maupun besar, karena memiliki keunggulan berupa
nilai jual yang tinggi, keragaman jenis, ketersediaan sumberdaya lahan, serta
potensi serapan pasar di dalam dan luar negeri yang terus meningkat. Komoditas
hortikultura juga telah memberikan sumbangan yang berarti bagi sektor pertanian
secara umum, yang dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB)
hortikultura yang setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan (Kinanti et
al., 2019).
Berdasarkan uraian di atas, maka perlunya dilaksanakan praktikum ini untuk
mengetahui sistem dan pola pertanaman pada beberapa komoditi tanaman pangan
dan juga tanaman hortikultura.
1. 2 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dilaksanakan praktikum ini adalah untuk melihat efisiensi


penggunaan lahan pertanian dan produksi satu dan dua jenis tanaman pada luas
lahan yang sama pada musim tanam yang sama.
Kegunaan praktikum ini adalah diharapkan setiap peserta praktikan dapat
memahami pentingnya mengefektifkan penggunaan lahan pertanian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1 Tanaman Pangan
Tanaman pangan adalah segala jenis tanaman yang dapat menghasilkan
karborhidrat dan protein. Tanaman pangan merupakan sumber makanan yang
secara alamiah maupun telah melalui proses, mengandung satu atau lebih senyawa
yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi
fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi Kesehatan, dikonsumsi layaknya
makanan atau minuman, mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan,
warna, tekstur dan cita rasa yang dapat diterima oleh masyarakat. Jadi dapat
disimpulkan, tanaman pangan berarti segala tanaman yang dapat dikonsumsi oleh
masyarakat, sehat, layak dan memiliki kandungan yang bermanfaat (Anita et al.,
2020).
Tanaman pangan dibutuhkan sebagai bahan makanan pokok bagi seluruh
penduduk. Ketersediaanya harus diperhatikan guna memenuhi kebutuhan
makanan secara berkelanjutan dan memenuhi syarat gizi. Di Indonesia, rata-rata
penduduknya mengkonsumsi beras (berasal dari padi) sebagai makanan pokok
sehari-hari, padahal di Indonesia dapat ditanami berbagai macam tanaman pangan
seseuai kearifan lokal masing-masing daerah seperti jagung, ketela dan sagu.
Tanaman pangan jagung dapat menjadi alternatif kedua bahan makanan pokok
utama setelah beras (Erviyana, 2014).
Tanaman pangan selain sebagai sumber energi dapat juga bermanfaat dalam
regenerasi sel dan meningkatkan daya tahan tubuh. Kandungan vitamin dan
beberapa mineral dalam bahan pangan akan membantu sel dalam beregenerasi
sehingga tercipta sel-sel baru. Terdapat 4 kelompok bahan pangan yaitu serealia
yaitu jagung, polong-polongan yaitu kacang hijau, kacang nasi, kacang tanah,
umbi- umbian yaitu ganyong, gembili, talas, ubi jalar, ubi kayu, ubi kelapa, seweg
dan buah-buahan yaitu spalem dan pisang (Neonbota, 2016).
Sektor tanaman pangan merupakan salah satu Subsector dari sektor pertanian.
Tanaman pangan menjadi sektor penting dalam pembangunan seiring dengan
ditetapkannya sasaran utama diversifikasi konsumsi pangan pada pembangunan
Indonesia periode 2014-2019 adalah peningkatan ketersediaan pangan yang
bersumber dari dalam negeri. Adapun peranan penting dari komoditas Subsector
tanaman pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang bersumber dari hayati dan
air, baik yang diolah maupun tidak diolah. Kebutuhan terhadap tanaman pangan
akan selalu ada, hal ini disebabkan setiap hari tanaman pangan dikonsumsi pada
masyarakat dari indonesia (Khairad, 2018).
2.1.1 Jagung
Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia termasuk family
poaceae, ordo Poales yang merupakan tanaman berumah satu (monoius) dimana
letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina tetapi masih dalam satu tanaman.
Jagung adalah tanaman protandrus, yaitu mekarnya bunga jantan pelepasan
tepung sari biasanya terjadi satu atau dua hari sebelum munculnya bunga betina.
Bunga jantan jagung terdapat pada puncak tanaman berfungsi untuk menarik
serangga, burung, atau hewan lain yang bisa membantu penyerbukan. dan bunga
betina terdapat pada tongkol tanaman. Jagung disebut juga tanaman berumah satu
(monoeciuos) karena bunga jantan dan betinanya terdapat dalam satu tanaman.
Bunga betina, tongkol, muncul dari axillary apices tajuk (Suleman et al., 2019).
Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis
rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat
kemungkinan munculnya cabang anakan pada beberapa genotipe dan lingkungan
tertentu,tumbuhan ini termaksuk tumbuhan dengan berkeping satu (monokotil)
dan merupakan tanaman hari pendek, jumlah daunnya ditentukan pada saat
inisiasi bunga jantan, dan dikendalikan oleh genotipe, lama penyinaran, dan suhu.
Menurut Efendi (2019) menyatakan bahwa taksonomi tanaman jagung yaitu :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Classis : Monocotyledone
Ordo : Graminae
Famili : Graminaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L
Selama ini penggunaan pupuk anorganik pada tanaman jagung sudah
banyak dilakukan, tetapi penggunaan secara terus menerus dan tidak terkontrol
dapat berdampak negatif terhadap kesuburan tanah, pertumbuhan tanaman,
lingkungan dan kesimbangan mikroorganisme tanah. Jagung tidak memberikan
hasil maksimal mana kala unsur hara yang diperlukan tidak cukup tersedia.
Pemupukan dapat meningkatkan hasil panen secara kuantitatif maupun kualitatif,
karena pupuk merupakan kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih
unsur untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman (Pasta et al., 2016).
Pada pertumbuhan tanaman jagung memerlukan tersedianya unsur hara
yang merupakan elemen esensial yang dibutuhkan tanaman, karena apabila salah
satu unsur tidak ada maka proses metabolisme dan pertumbuhan tanaman
terganggu bahkan mengakibatkan kematian. Kandungan hara yang cukup didalam
tanah akan menyebabkan pertumbuhan vegetatif tanaman jagung menjadi baik
tanaman dalam proses metabolismenya sangat ditentukan oleh ketersediaan unsur
hara terutama unsur hara makro primer yaitu N, P, dan K dalam jumlah yang
cukup dan seimbang, baik pada fase pertumbuhan vegetatif, maupun fase
generative (Pasta et al., 2016).
2.1.2 Kedelai
Kedelai merupakan tanaman penting dalam memenuhi kebutuhan pangan
dalam rangka perbaikan gizi masyarakat, karena merupakan sumber protein nabati
yang relatif murah bila dibandingkan sumber protein lainnya seperti daging, susu,
dan ikan. Kadar protein biji kedelai lebih kurang 35%, karbohidrat 35%, dan
lemak 15%. Di samping itu, kedelai juga mengandung mineral seperti kalsium,
fosfor, besi, vitamin A dan B. Kebutuhan akan kedelai terus meningkat dari tahun
ke tahun linear dengan peningkatan jumlah penduduk, sementara produksi yang
dicapai belum mampu mengimbangi kebutuhan tersebut (Rohmah, 2016).
Peluang keunggulan komparatif kedelai di Indonesia didukung oleh
ketersediaan lahan, termasuk iklim yang kondusif. Keunggulan kompetitif kedelai
berhubungan dengan kebijakan makroekonomi, yaitu kebijakan moneter dan
fiskal. Dalam praktiknya, selama ini pangsa pasar kedelai dunia didominasi oleh
negara-negara besar, utamanya China dan Amerika. Daya saing perdagangan
kedelai banyak menarik perhatian pakar ekonomi, yang ditunjukkan oleh
banyaknya analisis daya saing (keunggulan komparatif dan kompetitif) kedelai
dengan berbagai instrumen. Dalam menganalisis keunggulan komparatif dan
kompetitif kedelai, pakar ekonomi pertanian menerapkan berbagai instrumen,
antara lain Indeks dari RCA.(Sarwono 2014).
Menurut Stefia (2017) menyatakan bahwa kedelai dikenal dengan
beberapa nama, yaitu Glycine soja atau Soja max. Tahun 1984 telah disepakati
bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah yaitu Glycine max
(L.) Merril. Klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Glycine
Spesies : Glycine max (L.) Merr.
2. 2 Tanaman Hortikultura
Tanaman hortikultura merupakan komponen penting dalam pembangunan
pertanian. Pemasaran produk komoditas hortikultura telah mampu memenuhi
kebutuhan pasar dalam negeri maupun luar negeri (ekspor), sehingga mampu
menghasilkan devisa untuk negara. Tanaman hortikultura yang digunakan adalah
tanaman semusim yaitu sayur-sayuran seperti cabai, sawi, kubis, tomat, dan lain-
lain. Sedangkan untuk tanaman buah yang memiliki manfaat dalam memenuhi
gizi keluarga, digunakan semusim dan tahunan. Tanaman hortikultura mempunyai
berbagai macam fungsi yaitu sumber pendapatan, sumber pangan tambahan,
fungsi estetika atau keindahan dan penghasil tanaman rempah atau obat (Tando,
2019).
Tanaman sayuran memiliki nilai ekonomi tinggi dan berperan penting dalam
pemenuhan kebutuhan keluarga petani. Hal ini dapat ditunjukkan dari umur
tanaman. Sayur-sayuran berumur relatif pendek, sehingga cepat menghasilkan,
dapat diusahakan dengan mudah hanya menggunakan teknologi seder hana, dan
hasil produksi sayur-sayuran dapat cepat terserap pasar, karena merupakan salah
satu komponen susunan menu keluarga yang tidak dapat ditinggalkan.
Peningkatan permintaan hortikultura merupakan peluang agribisnis hortikultura
organik. Ketersediaan sayur dan buah organik masih tidak dapat memenuhi
permintaan pasar. Hal ini disababkan produksi yang belum optimal dan petani
yang mengusahakan buah dan sayur organic belum banyak (Lubis et al., 2021).
Sektor hortikultura mempunyai peran yang strategis dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satu tanaman hortikultura yang mempunyai
nilai ekonomis tinggi dan komersial adalah tanaman cabai merah. Tanaman cabai
merah ini mempunyai posisi yang cenderung semakin penting dalam pola
konsumsi makanan yaitu sayuran atau bumbu masakan sehari-hari maka dari itu
cabai merah berindikasi memiliki peluang pasar yang semakin luas dan besar baik
itu untuk memenuhi permintaan konsumsi rumah tangga maupun industri dalam
negeri serta ekspor dari luar negeri (Muhaimin, 2018).
2.2.1 Bawang Merah
Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman hortikultura
yang berbentuk umbi. Komoditas ini banyak dimanfaatkan di Indonesia sebagai
rempah-rempah dapur, sebagai bahan baku obat dan kosmetik yang memiliki nilai
ekonomi tinggi. Bawang merah mempunyai prospek pasar yang baik sehingga
termasuk dalam komoditas unggulan nasional. Bawang merah merupakan salah
satu komoditas strategis, karena sebagian besar masyarakat Indonesia
membutuhkan terutama untuk bumbu masak sehari-hari sehingga mempengaruhi
makro ekonomi dan tingkat inflasi. Pemanfaatan lahan kering di Indonesia relatif
masih sedikit, sedangkan potensi lahan yang dianggap marjinal itu cukup besar
untuk pengembangan pertanian. Pertanian pada lahan kering memerlukan irigasi.
Penggunaan air irigasi dapat ditingkatkan dengan mengurangi pemberian air yang
lebih rendah dari biasanya sampai tanaman mengalami stres ringan tetapi
memberikan dampak minimal terhadap hasil (Fauziah, 2016).
Menurut Alfariatna (2017) menyatakan bahwa bawang merah merupakan
tanaman Spermatophyta dan berumbi, berbiji tunggal dengan sistem perakaran
serabut. Klasifikasi tanaman bawang merah :
Kindom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Ordo : Liliales
Famili : Liliaceae
Genus : Allium
Species : Allium ascalonicum L.
Budidaya tanaman bawang merah memerlukan tanah yang memiliki struktur
remah, dengan tekstur sedang sampai liat, mengandung bahan organik tinggi,
memiliki drainase dan aerasi. Rendahnya produktivitas bawang merah tergantung
dari faktor lingkungan, beberapa faktor penyebab rendahnya produktivitas antara
lain adanya tingkat kesuburan tanah yang rendah, adanya peningkatan serangan
organisme pengganggu tanaman, adanya perubahan iklim mikro serta bibit yang
digunakan bermutu rendah. Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil bawang
merah adalah dengan menggunakan media tanam yang tepat, yaitu media tanam
yang mempunyai sifat fisik tanah yang ringan, gembur dan subur serta memiliki
kandungan bahan organik yang tinggi (Kurnianingsih et al., 2018).
2.2.2 Cabai
Cabai merupakan tanaman hortikultura (sayuran) yang buahnya
dimanfaatkan untuk keperluan aneka ragam pangan. Cabai biasanya digunakan
untuk bumbu masakan dan berbagai bahan dasar pembuatan makanan pedas.
Salah satu upaya menghasilkan varietas berdaya hasil tinggi adalah dengan
menyilangkan antara tanaman unggul dengan tanaman unggul lainnya. Cabai
memiliki keanekaragaman yang tinggi dan keragaan yang menarik. Persilangan
antar genotipe yang memiliki keragaan yang berbeda merupakan salah satu
langkah dalam menciptakan varietas baru yang unggul (Wulandari, 2018).
Menurut Alif (2017) Secara umum tanaman cabai termasuk ke dalam
famili Solanaceae (terong-terongan). Diperkirakan terdapat 20 jenis spesies yang
sebagai besar hidup dinegara asalnya. Jenis tanaman cabai yang banyak
dibudidayakan di Indonesia diantaranya adalah cabai rawit (Capsicium frutescens)
klasifikasi tanaman cabai sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Solanes
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum frutescens
Cabai rawit (Capsicum L.) merupakan salah satu tanaman hortikultura dari
famili Solanaceae yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Cabai mengandung
senyawa kimia yang dinamakan capsaicin. Kandungan vitamin c pada cabai
cukup tinggi dapat mencegah kekurangan vitamin c sepeerti penyakit sariawan.
Seiring bertambahnya jumlah penduduk, permintaan pasokan cabai semakin
meningkat. Sebab itu petani melakukan penanaman secara terus menerus tanpa
memperhatikan faktor lingkungan yang menyebabkan produksi tanaman cabai
menurun. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan produksi tanaman cabai rawit
menurun diantaranya tingkat kesuburan tanah yang rendah, tingginya penguapan
air yang disebabkan oleh suhu udara serta serangan Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT). Berbagai upaya untuk meningkatkan produksi cabai perlu
dilakukan karena kebutuhan cabai meningkat sesuai kebutuhan masyarakat
menyebabkan harga cabai melonjak menjadi tinggi (Poli et al., 2020).
2. 3 Sistem Tanam
Pengaturan sistem tanam pada suatu lahan pertanian merupakan salah satu
cara yang memiliki pengaruh terhadap hasil dari tanaman tersebut, pengaturan
jarak tanam terhadap kepadatan suatu populasi di area lahan, proses penerimaan
cahaya matahari yang tentunya berkaitan langsung dengan proses fotosintesis
tanaman dan persaingan hara antar tanaman. Penerapan jarak yang efektif pada
dasarnya bertujuan untuk memberikan kemungkinan tanaman agar dengan baik
tanpa mengalami banyaknya persaingan dalam hal ketersediaan udara, unsur-
unsur hara, dan cahaya matahari yang secara optimal untuk proses fotosintesis.
Proses budidaya jagung dengan sistem tanam legowo merupakan suatu inovasi
teknologi yang dapat mengatasi beberapa permasalahan peningkatan produksi
jagung di Indonesia, pemenuhan kebutuhan jagung yang meningkat setiap tahun,
serta memiliki banyak
keuntungannya bagi tanaman jagung itu sendiri. Sistem tanam satu baris
merupakan hal umum, karena itu perlu diterapkan sistem dua baris karena mampu
memberikan hasil lebih tinggi (Wahyudin et al., 2017).
Sistem penanaman yang banyak digunakan adalah sistem tanam tebar
langsung benih dan sistem larik dibandingkan dengan sistem tegel. Sistem tanam
tebar langsung memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya, umur panen
lebih genjah, tenaga kerja yang dibutuhkan juga lebih sedikit. Kekurangannya
adalah benih yang dibutuhkan cenderung lebih banyak, serta hasil produksinya
rendah dan sulitnya pemeliharaan menyebabkan sulitnya pengembangan teknologi
penanaman benih dengan sistem larik (Witjaksono, 2018).
Penerapan jarak tanam yang efektif pada dasarnya bertujuan untuk
memberikan kemung-kinan tanaman agar tumbuh dengan baik tanpa mengalami
banyak persaingan dalam hal ketersediaan air, unsur-unsur hara, dan cahaya
matahari secara optimal untuk proses fotosintesis. Terdapat beberapa sistem
tanam di antaranya adalah sistem pola tanam (cropping pattern) yang merupakan
penataan urutan pertanaman menurut waktu (tahunan) berupa urutan dari
pengaturan jenis komoditas yang akan ditanam termasuk juga di dalamnya waktu
pemberoan (fallowing) (Wahyudin et al., 2017).
2.3.1 Monokultur
Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di
lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Monokultur
menjadikan penggunaan lahan efisien karena memungkinkan perawatan dan
pemanenan secara cepat dengan bantuan mesin pertanian dan menekan biaya
tenaga kerja karena wajah lahan menjadi seragam. Sistem tanam Pertanian
monokultur dapat menimbulkan gangguan keseimbangan lingkungan yang berupa
tanah menjadi kurang subur dikarenakan juga kekurangan satu atau beberapa
unsur hara serta munculnya hama yang akan menyerang tanaman secara besar-
besaran. Sistem tanam sangat penting untuk memanfaatkan persediaan air irigasi
seefektif mungkin, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik (Hadi et al.,
2015).

Kelemahan utamanya adalah keseragaman kultivar mempercepat


penyebaran organisme pengganggu tanaman (OPT, seperti hama dan penyakit
tanaman), pola tanam monokultur memiliki pertumbuhan dan hasil yang lebih
besar daripada pola tanam lainnya. Hal ini disebabkan karena tidak adanya
persaingan antar tanaman dalam memperebutkan unsur hara maupun sinar
matahari. Sedangkan kelebihan pola tanam ini yaitu teknis budidayanya relatif
mudah karena tanaman yang ditanam maupun yang dipelihara hanya satu jenis.
Namun disisi lain, kelemahan pola tanam ini adalah tanaman relatif mudah
terserang hama maupun penyakit pada tanaman (Syahputra et al., 2017).
Dalam bidang budidaya tanaman dikenal pola tanam secara monokultur
dan tumpang sari. Pada pola tanam monokultur, tanaman yang dibudidayakan
dalam satu lahan hanya satu jenis sehingga lebih mudah dalam perawatannya
namun rentan terserang hama penyakit. Monokultur menjadikan penggunaan
lahan menjadi efisien karena memungkinkan perawatan dan pemanenan secara
cepat dengan bantuan mesin pertanian dan menekan biaya tenaga kerja karena
wajah lahan menjadi seragam (Listyana, 2021).
2.3.2 Polikultur
Polikultur berasal dari kata poly dan culture. Poly berarti banyak dan
culture berarti pengolahan. Jadi, pola tanam polikultur adalah penanaman lebih
dari satu jenis tanaman pada suatu lahan pertanian dalam waktu satu tahun.
Polikultur adalah model pertanian yang menerapkan aspek lingkungan yang lebih
baik dan melestarikan keanekaragaman hayati lokal. Keanekaragaman hayati yang
dimaksud tidak hanya dari segi flora tetapi juga fauna yang ada (Syahputra et al.,
2017).
Polikultur dapat mengurangi resiko kerugian petani akibat gagal panen dan
secara tidak langsung dapat menjaga lingkungan perkebunan tetap baik. Namun,
pemanfaatan lahan dengan pola tanam polikultur yang dilakukan pada perkebunan
rakyat tidak diiringi dengan penggunaan pengelolaan lahan dan pemupukan yang
tepat, sehingga usahatani relatif lamban berkembang. Kegiatan Budidaya tanaman
secara polikultur sering tidak optimal karena Petani masih belum memberi pupuk
sesuai anjuran sehingga produktivitasnya rendah (Ariani, 2017).
Keuntungan dari polikultur yaitu dapat saling melengkapi kekurangan
dengan menambah kesuburan tanah, memutuskan rantai hama dan penyakit, jika
ada yang gagal, masih bisa dipanen untuk tanaman jenis lainnya. Itulah
keuntungan pola tanam polikultur dibandingkan monokultur, Sedangkan
kelemahannya yaitu perebutan unsur hara dalam tanah, sehingga kebutuhan nutrisi
unsur hara semakin banyak, maka perawatan akan lebih sulit (Kinasih, 2018).
2.4 Pola Tanam
Pola tanam adalah rangkaian tanaman yang ditanam pada sebidang lahan
selama kurun waktu tertentu , biasanya satu tahun. Di dalam pola tanam
terkandung unsur-unsur yang kompleks, mulai dari pemilihan jenis- jenis
tanaman, cara bertanam, cara 43 panen, serta apakah nantinya hasil yang
diperoleh memiliki nilai pasar atau tidak. Pola tanam ini diterapkan dengan tujuan
memanfaatkan sumber daya secara optimal dan untuk menghindari resiko
kegagalan. Pola tanam di daerah tropis, biasanya disusun selama satu tahun
dengan memperhatikan curah hujan, terutama pada daerah atau lahan yang
sepernuhnya tergantung dari hujan. Makan pemilihan jenis/varietas yang
ditamanpun perlu disesuaikan dengan keadaan air yang tersedia ataupun curah
hujan (Syahputra et al., 2017).
Keuntungan pola tanam, dapat diperoleh dengan menggunakan pola tanam
yang tepat. Keuntungan tersebut antara lain dapat meningkatkan efisiensi
penggunaan sumberdaya yang ada. Intensitas penggunaan lahan meningkat,
dengan memanfaatkan sumber daya lahan dan waktu lebih efisien, meningkatkan
pula produktivitas lahan. Secara umum ada dua jenis pola tanam yang digunakan
oleh petani yaitu, monokultur dan polikultur (Syahputra et al., 2017).
Pengaturan pola tanam merupakan bagian dari perencanaan kegiatan
pertanian untuk meminimalkan risiko gagal panen. Perencanaan dan kesesuaian
pola tanam sangat bergantung pada besar kecilnya curah hujan di suatu wilayah
tertentu. Air hujan merupakan unsur penting dalam menentukan pola tanam
karena berkaitan langsung dengan ketersediaan air bagi tanaman. Lahan yang
bergantung pada curah hujan, ketersediaan airnya sangat banyak pada musim
hujan, sebaliknya sangat
sedikit pada musim kemarau. Kondisi ini sangat penting diperhatikan agar
penataan pola tanam dapat disesuaikan dengan kondisi dan pola sebaran curah
hujan yang ada di daerah tersebut (Nganji, 2020).
2.4.1. Bujur Sangkar
Sistem tanam berbentuk bujur sangkar yaitu menanam tanaman dengan
bentuk bujur sangkar. Memiliki jarak antar tiap tanaman yang sama misalnya
dengan ukuran 20 x 20 cm. Rancangan bujur sangkar merupakan rancangan
khusus yang memungkinkan untuk menilai pengaruh relatif berbagai perlakuan
terhadap unit percobaan batasan yang berbentuk pemblokkan ganda (Vina, 2019).
Pengaturan model pola tanam pada sistem budidaya tanaman dapat
dilakukan dengan beberapa model yaitu pola tanam bujur sangkar, atau berbaris
baik baris tunggal maupun baris ganda . Dalam penerapan model ini harus
disesuaikan dengan kesuburan tanah, jenis tanaman dan perkembangan tajuk
tanaman. Sistem pola tanam berbentuk bujur sangkar yaitu menanam tanaman
dengan bentuk bujur sangkar dan memiliki jarak antar tiap tanaman yang sama
misalnya 20 x 20 cm (Syahputra et al., 2017).
Pola tata letak seperti bujur sangkar mempunyai panjang dan lebar yang
sama, misal pada budidaya tanaman padi dengan jarak tanam 20 x 20 cm, ubi
kayu dengan jarak tanam 1 x 1 m atau manga dengan jarak tanam 4 x 4 m. Pada
budidaya tanaman padi, jarak tanam yang biasa digunakan ialah 20 x 20 cm
dengan tata letak bujur sangkar akan menghasilkan populasi tanaman 250.000
tanaman per hektar dengan potensi hasil sekitar 5 ton perhektar (Zuraida, 2014).
Salah satu sistem yang umum digunakan oleh petani adalah bujur sangkar.
Digunakan beberapa sistem tanam untuk melihat pengaruhnya terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman. Sistem tanam berbentuk bujur sangkar
merupakan sistem menanam tanaman dengan bentuk bujur sangkar dan memiliki
jarak antar tiap tanaman yang sama (Erawati, 2016).
2.4.2 Persegi Panjang
Sistem tanam persegi panjang adalah menanam tanaman dengan berbentuk
persegi panjang yaitu memiliki ukuran panjang dan lebar yang berbeda atau
memiliki sekat antara baris satu dengan yang lain, sistem tanam persegi panjang
banyak digunakan dalam budidaya tanaman jagung dengan jarak tanam
70cmx30cm yang dimana jarak antar baris dan jarak dalam baris (Kinasih, 2018).
Sistem tanam persegi panjang sering lebih disukai daripada jarak persegi,
karena area antar baris dpada pola tanam persegi dapat mengakomodasi untuk
kegiatan- kegiatan lainnya.Akan tetapi, masih belum jelas apakah semakin jauh
jarak antar baris berpengaruh nyata.Untuk sejumlah pohon tertentu per satuan luas
akan mempengaruhi total produksi. Jarak antar baris ini bisa digunakan untuk
menanam tanaman lain, atau sebagai jalur oprasional seperti pemupukan,
pemangkasan, atau jalur alat-alat pertanian.Maka dari itu, secara umum sistem
tanam persegi panjang lebih diminati (Kinasih, 2018).
Kepadatan populasi yang tinggi akan menurunkan hasil karena terjadi
kompetisi terhadap unsur hara,air,radiasi matahari dan ruang tumbuh sehingga
akan mengurangi jumlah biji pertanaman. Maka diperlukan beberapa sistem
tanam untuk melihat pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman
Terdapat sistem tanam dengan beberapa pola salah satunya yaitu persegi panjang
(Erawati, 2016).
2.4.3 Zig-Zag
Pola tanam segitiga atau biasa disebut dengan zig-zag hampir sama seperti
pola bujur sangkar namun dengan penempatan tanaman yang ttidak simetris pada
satu arah, misal pada tanaman sayuran brokoli yang ditanam dengan jarak tanam
60 x 60 cm atau pada tanaman kelapa sawit dengan jarak tanam 8 x8 m. pola
segitiga sama sisi ini biasa diterapkan pada tanaman yang mempunyai kanopi
lebar agar populasi per satuan luas maksimal namun tidak saling penaungan
diantara kanopi pada tanaman (Utomo, 2019).
Sistem tanam zigzag yaitu menanam tanaman dengan pola seperti jajar
genjang atau zigzag. Pola tanam secara zig-zag diupayakan dalam meningkatkan
produktivitas jagung dengan sentuhan inovasi berupa penambahan populasi
tanaman dengan sistem zig-zag. Sistem ini diharapkan dapat mengoptimalkan
populasi tanaman tanpa mengurangi pertumbuhan tanaman. Sistem penanaman
dengan pola zig-zag ini merupakan inovasi yang ditemukan oleh Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian (Tarigan, 2016).
Sama seperti pola tanam persegi panjang, pola tanam zigzag/segitiga juga
dilakukan untuk memaksimalkan penyerapan hara dan sinar matahari oleh setiap
tanaman. Sistem tanam segitiga yang digunakan dalam penelitian ini
menyebabkan cahaya yang diterima oleh tanaman sama. Semakin tinggi intensitas
cahaya yang diterima maka kadar klorofil akan semakin tinggi. Namun, hal ini
tidak langsung mempengaruhi kadar klorofil (Sarwono, 2014).
Keunggulan dari teknologi pertanaman jagung dengan pola zig-zag ini
diantaranya adalah membuat sinar matahari yang menyinari tajuk jagung tidak
terhambat daun jagung yang saling menaungi bila ditanam lurus atau berjajar,
yang efeknya ke laju fotosintesis tanaman menjadi optimal. Faktanya aplikasi
dengan pola tanam secara zig-zag dengan penambahan pupuk batuan fosfat alam
dibeberapa lahan ternyata membuat tanaman seperti jagung dapat dipanen dengan
hasil 20 ton/hektar atau 3 kali lipat dari hasil rata-rata petani (Sarwono, 2014).
2.5 Analisis Nilai Kesetaraan Lahan (Land Equivalent Ratio).
Land Equivalent Ratio merupakan gambaran efisiensi penggunaan lahan.
Nilai kesetaraan lahan dapat dihitung pada saat tanaman sudah dipanen.
Perhitungan dilakukan pada hasil jagung intercropping (Yab), hasil jagung
monocropping (Yaa), hasil kacang intercropping (Yba), dan hasil kacang
monocropping (Ybb). Kesetaraan lahan dapat dihitung untuk mengetahui tingkat
efisiensi lahan dalam sistem tumpangsari yang dicobakan. Menurut Beets (1982)
LER dapat dihitung dengan menggunakan rumus : LER = Yab/Yaa + Yba/Ybb
(Ceunfin et al., 2017).
Produktivitas lahan digambarkan sebagai nilai kesetaraan lahan. Nilai
Kesetaraan Lahan (NKL) merupakan salah satu cara untuk menghitung
produktivitas lahan yang ditanam dua ataul lebih jenis tanaman yang di
tumpangsarikan. Jadi singkatnya, untuk mengevaluasi keuntungan atau kerugian
yang ditimbulkan dari pola tanam tumpang sari dengan monokultur dapat dihitung
dari Nilai Kesetaraan Lahan (NKL). Nilai NKL ini menggambarkan suatu areal
yang dibutuhkan untuk total produksi monokultur yang setara dengan satu ha
produksi tumpang sari (Arsanti et al., 2020).

Keuntungan dari tanaman tumpang sari adalah meminimalisir tenaga kerja


untuk persiapan tanam dan pemeliharaan tanaman pokok, residu pupuk yang
diberikan pada tanaman pangan yang diusahakan dapat dimanfaatkan oleh
tanaman pokok, terjadi penambahan bahan organik dari sisa atau limbah tanaman
pangan, tegakan pada tanaman (Kurniawan, 2018).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan di Experimental Farm, Fakultas Pertanian,
Universitas Hasanuddin, Makassar pada hari Rabu, 23 Maret 2022 pukul 08:00
WITA sampai selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cangkul, sabit atau parang,
meteran, tali rafiah, dan polybag 30 cm x 40 cm.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sekam mentah, pupuk
kandang ayam, patok, benih jagung manis Bonanza F1, benih kedelai Anjasmoro,
benih cabai rawit Dewata F1, umbi bawang merah, biji durian, biji lengkeng, dan
biji alpukat.
3.3 Pelaksanaan
3.3.1 Persiapan Lahan
Prosedur persiapan lahan adalah sebagai berikut:
1. Membersihkan lahan dari gulma dan sisa-sisa akar tanaman
2. Menggemburkan tanah dengan menggunakan traktor dan cangkul
3. Mengukur setiap bedengan sesuai ukuran yang telah ditentukan, yaitu 200 x
150 cm
4. Memasang patok pada bedengan yang telah diukur
5. Mengaplikasikan pupuk kandang dan sekam mentah pada bedengan
3.3.2 Persiapan Benih
Prosedur persiapan benih adalah sebagai berikut:
1. Untuk benih durian dan benih alpukat terdapat 3 perlakuan, yaitu:
DA & AA : Tanpa Skarifikasi (Kontrol)
DB & AB : 1/3 Skarifikasi
DC & AC : ½ Skarifikasi
2. Setiap perlakuan pada benih durian dan benih alpukat diulang sebanyak 3
kali, sehingga diperoleh 9 unit percobaan.

3. Untuk benih lengkeng terdapat 3 perlakuan yaitu:


LA : Tanpa Perlakuan (Kontrol)
LB : 30 menit perendaman
LC : 60 menit perendaman
4. Setiap perlakuan pada benih lengkeng diulang sebanyak 3 kali, sehingga
diperoleh 9 unit percobaan
3.3.3 Penanaman
a. Monokultur
Pengaturan jarak tanam pada penanaman monokultur adalah sebagai berikut:
1. Jagung
 Persegi panjang
- Luas bedengan = 200 x 150 cm
- Tanaman ditanam sejajar
- Jarak tanaman dengan batas bedengan = 25 cm dan 20 cm
- Jarak antar tanaman = 40 x 50 cm
 Zigzag
- Luas bedengan = 200 x 150 cm
- Tanaman ditanam tidak sejajar
- Jarak tanaman pinggir dengan batas bedengan = 20 cm dam 25 cm
- Jarak tanaman tengah dengan batas bedengan = 40 cm; dengan tanaman
pinggir = 50 cm
- Jarak antar tanaman (tanaman pinggir) = 40 x 50 cm
 Bujur Sangkar
- Luas bedengan = 200 x 150 cm
- Tanaman ditanam sejajar
- Jarak tanaman dengan batas bedengan = 30 cm dan 20 cm
- Jarak antar tanaman = 40 x 40 cm
2. Kedelai
 Persegi panjang
- Luas bedengan = 200 x 150 cm
- Tanaman ditanam sejajar
- Jarak tanaman dengan batas bedengan = 25 cm dan 30 cm
- Jarak antar tanaman = 15 x 30 cm
 Zigzag
- Luas bedengan = 200 x 150 cm
- Tanaman ditanam tidak sejajar
- Jarak tanaman pinggir dengan batas bedengan = 20 cm dam 30 cm
- Jarak tanaman tengah dengan batas bedengan = 32,5 cm; dengan tanaman
pinggir = 30 cm
- Jarak antar tanaman (tanaman pinggir) = 15 x 30 cm
 Bujur Sangkar
- Luas bedengan = 200 x 150 cm
- Tanaman ditanam sejajar
- Jarak tanaman dengan batas bedengan = 30 cm dan 25 cm
- Jarak antar tanaman = 30 x 30 cm
3. Bawang Merah
 Persegi panjang
- Luas bedengan = 200 x 150 cm
- Tanaman ditanam sejajar
- Jarak tanaman dengan batas bedengan = 25 cm dan 20 cm
- Jarak antar tanaman = 40 x 50 cm
 Zigzag
- Luas bedengan = 200 x 150 cm
- Tanaman ditanam tidak sejajar
- Jarak tanaman pinggir dengan batas bedengan = 25 cm dam 25 cm
- Jarak tanaman tengah dengan batas bedengan = 50 cm; dengan tanaman
pinggir = 50 cm
- Jarak antar tanaman (tanaman pinggir) = 50 x 50 cm
 Bujur Sangkar
- Luas bedengan = 200 x 150 cm
- Tanaman ditanam sejajar
- Jarak tanaman dengan batas bedengan = 25 cm dan 25 cm
- Jarak antar tanaman = 50 x 50 cm
b. Polikultur
1. Jagung x Cabai
 Persegi Panjang
- Luas bedengan = 200 x 300 cm
- Jarak jagung dengan cabai = 20 cm
- Jarak tanam antar tanaman sejenis = 50 x 40 cm
 Zigzag
- Luas bedengan = 200 x 300 cm
- Tanaman berbeda jenis ditanaman selang seling
- Jarak tanam antar tanaman sejenis = 50 cm
 Bujur sangkar
- Luas bedengan = 200 x 300 cm
- Jarak tanam tanaman berbeda jenis berbeda
- Jarak tanam jagung = 40 x 40 cm
- Jarak tanam cabai = 50 x 50 cm
2. Jagung x Kedelai
 Persegi Panjang
- Luas bedengan = 200 x 300 cm
- Jarak jagung dengan cabai = 30 cm
- Jarak tanam jagung = 50 x 40 cm
- Jarak tanam kedelai = 30 x 15 cm
 Zigzag
- Luas bedengan = 200 x 300 cm
- Tanaman berbeda jenis ditanaman selang seling
- Jarak tanam jagung = 50 cm dan 40 cm
- Jarak tanam kedelai = 15 cm dan 30 cm
 Bujur sangkar
- Luas bedengan = 200 x 300 cm
- Jarak tanam tanaman berbeda jenis berbeda
- Jarak tanam jagung = 40 x 40 cm
- Jarak tanam kedelai = 30 x 30 cm
3. Jagung x Bawang Merah
 Persegi Panjang
- Luas bedengan = 200 x 300 cm
- Jarak jagung dengan cabai = 30 cm
- Jarak tanam jagung = 40 x 50 cm
- Jarak tanam bawang merah = 40 x 20 cm
 Zigzag
- Luas bedengan = 200 x 300 cm
- Tanaman berbeda jenis ditanaman selang seling
- Jarak tanam jagung = 50 cm dan 40 cm
- Jarak tanam bawang merah = 20 cm dan 20 cm
 Bujur sangkar
- Luas bedengan = 200 x 300 cm
- Jarak tanam tanaman berbeda jenis berbeda
- Jarak tanam jagung = 40 x 40 cm
- Jarak tanam bawang merah = 20 x 20 cm
3.3.4 Pemeliharaan Tanaman
Prosedur pemeliharaan tanaman adalah sebagai berikut:
1. Pemberian perlakuan yang sesuai
2. Penyiraman secara rutin
3.4 Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan yang diamati adalah sebagai berikut:
1. Tinggi tanaman (cm)
2. Diameter batang (cm)
3. Jumlah daun (helai)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka di dapatkan hasil
sebagai berikut:
Tabel 1. Rataan Tinggi Tanaman Jagung Selama 6 MST dengan Pola Tanaman
Monokultur

Tinggi Tanaman
Rata-
Tanaman 1 2 3 4 5 6 Total
rata
mst mst mst mst mst mst
Jagung 1 3 7.5 13 33 87 158 301.5 50.3

Jagung 2 0 2.2 7.8 27.8 45 82 164.8 27.5

Jagung 3 0 3.2 8 28 46 85 170.2 28.4

Jagung 4 3.3 6 15.5 35.5 98 182 340.3 56.7

Jagung 5 0 3 4.2 30.2 95 103 235.4 39.2

Jagung 6 0 3 8 33 34 82 160.0 26.7

Jagung 7 0 3 8.5 33.5 55 127 227.0 37.8

Jagung 8 0 3 7 27 56 103 196.0 32.7

Jagung 9 0 3.5 9 37 72 100 221.5 36.9

Jagung 10 0 3.5 8.2 33.2 49 85 178.9 29.8

Jagung 11 0 2.5 7.2 32.2 63 102 206.9 34.5

Jagung 12 3 8 14.7 40.7 74 190 330.4 55.1

Jagung 13 2.1 7.5 15.5 43.5 105 193 366.6 61.1

Jagung 14 2.1 2.8 6.7 26.7 50 92 180.3 30.1

Jagung 15 0 6 10.5 45 66 133 260.5 43.4


Rata-rata 0.9 4.3 9.6 33.8 66.3 121 236 39.3
Sumber: Data Primer Setelah Diolah,
2022.

Tabel 2. Rataan Jumlah Daun Tanaman Jagung Selama 6 MST dengan Pola
Tanaman Monokultur

Jumlah Daun
Rata-
Tanaman 1 2 3 4 5 6 Total
rata
mst mst mst mst mst mst
Jagung 1 3 5 6 8 12 12 46.0 7.7

Jagung 2 0 2 5 7 8 12 34.0 5.7

Jagung 3 0 2 5 7 7 13 34.0 5.7

Jagung 4 3 5 6 8 11 12 45.0 7.5

Jagung 5 0 3 5 7 10 11 36.0 6.0

Jagung 6 0 3 5 7 9 12 36.0 6.0

Jagung 7 0 3 6 8 10 12 39.0 6.5

Jagung 8 0 2 5 7 12 13 39.0 6.5

Jagung 9 0 3 6 8 9 12 38.0 6.3

Jagung 10 0 2 5 7 8 9 31.0 5.2

Jagung 11 0 3 5 7 12 12 39.0 6.5

Jagung 12 2 5 7 9 12 13 48.0 8.0

Jagung 13 2 5 8 10 11 13 49.0 8.2

Jagung 14 3 3 5 7 11 10 39.0 6.5

Jagung 15 0 4 6 8 10 11 39.0 6.5

Rata-rata 0.86667 3.3 5.7 7.7 10.1 12 39 6.6


Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2022.
Tabel 3. Rataan Tinggi Tanaman Kedelai Selama 6 MST dengan Pola Tanaman
Monokultur
Tinggi Tanaman
Rata-
Tanaman 1 2 3 4 5 6 Total
rata
mst mst mst mst mst mst
Kedelai 1 11.3 21.2 29 29 45 70 205.5 34.25
Kedelai 2 8.8 22.5 27.5 27.5 50 73 209.3 34.88
Kedelai 3 7.8 19.5 23 23 38 55 166.3 27.72
Kedelai 4 9.7 19.8 27 27 43 66 192.5 32.08
Kedelai 5 9 21.4 22 22 39 56 169.4 28.23
Kedelai 6 5.7 20.1 23.5 23.5 41 55 168.8 28.13
Kedelai 7 7.5 21 23.5 23.5 48 84 207.5 34.58
Kedelai 8 8.1 22 28 28 51 78 215.1 35.85
Kedelai 9 7.5 20.5 23 23 42 67 183 30.50
Kedelai 10 8 20.5 24 24 48 67 191.5 31.92
Kedelai 11 7.4 19.1 26 26 42 79 199.5 33.25
Kedelai 12 7 19.8 23 23 48 77 197.8 32.97
Kedelai 13 6.9 18 22 22 45 79 192.9 32.15
Kedelai 14 7.1 21 27 27 56 80 218.1 36.35
Kedelai 15 5.5 16.6 22 22 40 60 166.1 27.68
Kedelai 16 7.2 15.7 16 16 38 60 152.9 25.48
Kedelai 17 8.3 19.2 25 25 49 78 204.5 34.08
Kedelai 18 8.7 22.4 29 29 52 76 217.1 36.18
Kedelai 19 7.2 19 28 28 53 84 219.2 36.53
Kedelai 20 7.5 16.5 22 22 35 61 164 27.33
Rata-Rata 7.81 19.79 24.53 24.53 45.15 70.25 192.05 32.01
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2022.

Tabel 4. Rataan Jumlah Daun Tanaman Kedelai Selama 6 MST dengan Pola
Tanaman Monokultur
Jumlah Daun
Rata-
Tanaman 1 2 3 4 5 6 Total
rata
mst mst mst mst mst mst
Kedelai 1 4 4 16 29 44 82 179 29.83
Kedelai 2 4 4 15 27.5 48 73 171.5 28.58
Kedelai 3 4 4 13 23 31 71 146 24.33
Kedelai 4 4 4 14 27 56 78 183 30.50
Kedelai 5 4 4 14 22 57 75 176 29.33
Kedelai 6 4 4 14 23.5 54 73 172.5 28.75
Kedelai 7 4 4 14 23.5 48 64 157.5 26.25
Kedelai 8 4 4 14 28 47 78 175 29.17
Kedelai 9 4 4 14 23 55 66 166 27.67
Kedelai 10 4 4 14 24 47 80 173 28.83
Kedelai 11 4 4 14 26 58 63 169 28.17
Kedelai 12 4 4 14 23 47 70 162 27.00
Kedelai 13 4 4 14 22 44 80 168 28.00
Kedelai 14 4 4 15 27 58 93 201 33.50
Kedelai 15 4 4 14 22 40 73 157 26.17
Kedelai 16 4 4 11 16 32 61 128 21.33
Kedelai 17 4 4 13 25 52 73 171 28.50
Kedelai 18 4 4 13 29 48 77 175 29.17
Kedelai 19 4 4 16 28 55 77 184 30.67
Kedelai 20 4 4 11 22 41 77 159 26.50
Rata-Rata 4 4 13.85 24.53 48.10 74.20 168.68 28.11
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2022.

Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2022.

Tabel 6. Rataan Jumlah Daun Tanaman Jagung Selama 6 MST dengan Pola
Tanaman Polikultur
Jumlah Daun
Rata-
Tanaman 1 2 3 4 5 6 Total
rata
mst mst mst mst mst mst
Jagung 1 0 3 5 8 10 14 40.0 6.7
Jagung 2 0 3 4 8 8 10 33.0 5.5
Jagung 3 2 3 3 5 5 7 25.0 4.2
Jagung 4 3 5 8 8 10 12 46.0 7.7
Jagung 5 2 4 5 9 9 11 40.0 6.7
Jagung 6 3 5 7 9 9 10 43.0 7.2
Jagung 7 0 0 0 0 0 0 0.0 0.0
Jagung 8 2 5 6 8 8 8 37.0 6.2
Jagung 9 3 6 9 9 10 13 50.0 8.3
Jagung 10 3 7 9 8 11 12 50.0 8.3
Jagung 11 0 0 0 0 0 0 0.0 0.0
Jagung 12 3 7 9 10 12 13 54.0 9.0
Jagung 13 3 6 8 11 11 12 51.0 8.5
Jagung 14 3 6 8 10 11 12 50.0 8.3
Jagung 15 1 5 7 8 8 8 37.0 6.2
Jagung 16 3 5 8 11 11 13 51.0 8.5
Jagung 17 0 0 0 0 0 0 0.0 0.0
Jagung 18 3 6 8 9 10 12 48.0 8.0
Jagung 19 0 0 0 0 0 0 0.0 0.0
Jagung 20 1 4 6 8 8 10 37.0 6.2
Jagung 21 3 5 8 9 9 11 45.0 7.5
Jagung 22 3 6 9 10 12 14 54.0 9.0
Jagung 23 3 7 9 11 12 15 57.0 9.5
Jagung 24 3 7 9 9 10 12 50.0 8.3
Jagung 25 3 6 8 8 10 10 45.0 7.5
Jagung 26 3 6 8 8 9 10 44.0 7.3
Jagung 27 2 5 8 11 11 12 49.0 8.2
Jagung 28 3 0 0 0 0 0 3.0 0.5
Rata-rata 2.1 4.4 6.0 7.3 8.0 9.3 37.1 6.2
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2022.
Tabel 7. Rataan Tinggi Tanaman Kedelai Selama 6 MST dengan Pola Tanaman
Polikutur
Tinggi
Tanaman Rata-
Tanaman Total
1 2 3 4 5 6 rata
mst mst mst mst mst mst
Kedelai 1 8 29.5 39 47.4 43 62 228.9 38.2
Kedelai 2 10 37 45 49.5 56 70.5 268.0 44.7
Kedelai 3 9 29 39 53 53.2 70 253.2 42.2
Kedelai 4 8 28 33.6 44 55 65 233.6 38.9
Kedelai 5 9 34 38 55 63 69 268.0 44.7
Kedelai 6 6 29 48 56 64 70 273.0 45.5
Kedelai 7 9 31 36 41.5 58.3 67 242.8 40.5
Kedelai 8 7 34.5 41.3 53 62 70 267.8 44.6
Kedelai 9 7 30 38 46 57 65 243.0 40.5
Kedelai 10 3 33 49 53.5 61.6 72 272.1 45.4
Kedelai 11 5 33 36 41 53 60 228.0 38.0
Kedelai 12 7 30 35 43 57 65 237.0 39.5
Kedelai 13 9 30 44 52 59 66 260.0 43.3
Kedelai 14 4.5 37 50 58 60 71 280.5 46.8
kedelai 15 11.3 27.5 35 50.5 60 70 254.3 42.4
Kedelai 16 7.6 20 28.7 49 58 71 234.3 39.1
kedelai 17 5.5 28 35 56 63 72 259.5 43.3
Kedelai 18 6.2 20 32 50 60 70 238.2 39.7
Rata-rata 7.3 30.0 39.0 49.9 58.0 68.1 252.3 42.1
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2022.
Tabel 8. Rataan Jumlah Daun Tanaman Kedelai Selama 6 MST dengan Pola
Tanaman Polikultur
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2022.

4.2 Pembahasan
DAFTAR PUSTAKA

Alfaritna, L. 2017. Karakter Fisiologi dan Morfologi M1 Bawang Merah (Allium


ascalonicum L.) Hasil Induksi Mutasi Fisik Beberapa Dosis Iradiasi
Sinar Gamma. Skripsi. Program Studi S1 Agroekoteknologi Fakultas
Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro: Semarang.

Alif, S. M. 2017. Kiat Sukses Budidaya Cabai Rawit. Bio Genesis: Yogyakarta.

Anita, A., Salkin, L., Hairil, K. S. 2020. Spk Pemilihan Jenis Tanaman Pangan
Berdasarkan Kondisi Lingkungan di Kota Tidore Kepulauan
Menggunakan Metode Promethee. Jurnal Informatika dan
Komputer. 3(2): 87-91.
Ariani, E., Rifin, A. 2017. Analisis usahatani Kakao pada Dua Pola Tanam
Polikultur. In Forum Agribisnis: Agribusiness Forum. 7(2): 173-190.

Arsanti, I. W., Marpaung, A. E., Karo, B. B., Musaddad, D. 2020. Nilai


Kesetaraan Lahan dan Keuntungan Finansial Sistem Tanam
Tumpang Sari Cabai Merah dengan Kentang, Bawang Merah dan
Buncis. BulAgritek. 1(1): 8-17.

Ceunfin, S., Prajitno, D., Suryanto, P., & Putra, E. T. S. 2017. Penilaian kompetisi
dan keuntungan hasil tumpangsari jagung kedelai di bawah tegakan
kayu putih. Savana Cendana. 2(01): 1-3

Efendi, R., Nuning, A. S., Syafruddin., Sri, S. 2016. Morfologi Tanaman dan
Fase Pertumbuhan Jagung. Maros: Balai Penelitian Tanaman
Serealia.

Erawati, B. T. R., & Hipi, A. 2016. Pengaruh jarak tanam terhadap pertumbuhan
dan hasil beberapa varietas jagung hibrida di kawasan
pengembangan jagung Kabupaten Sumbawa. In Prosiding Seminar
Nasional Inovasi Teknologi Pertanian. Banjarbaru. 20(1), 608-616.

Hadi, R. Y., Heddy, Y. B., Sugito, Y. 2015. Pengaruh jarak tanam dan dosis
pupuk kotoran kambing terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman
buncis (Phaseolus vulgaris). Skripsi. Fakultas Pertanian .Universitas
Wijaya Kusuma : Surabaya.

Hermawati T. R . 2017 .Kajian Ekonomi antara pola tanam Monokultur dan


Tumpangsari Tanaman Jagung , Kubis dan Bayam. Skirpsi. Fakultas
Pertanian .Universitas Wijaya Kusuma: Surabaya.

Katrika, T. 2018. Pengaruh Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan dan Produksi


Jagung (Zea Mays L) Non Hibrida di Lahan Balai Agro Teknologi
Terpadu (ATP). Jurnal Ilmiah Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. 15(2): 129-139.
Khairad, F., Noer, M., Mahdi, M. 2018. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kawasan
Sentra Produksi Subsektor Tanaman Pangan di Provinsi Sumatera
Barat. Journal of Regional and Rural Development Planning (Jurnal
Perencanaan Pembangunan Wilayah Dan Perdesaan). 2(2): 171-
184.

Kinanti, N., Haryono, D., Nugraha, A. 2019. Analisis Pendapatan Usahatani


Sayuran Di Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus. Jurnal
Ilmu-Ilmu Agribisnis. 6(4): 437-444.

Kinasih, Ruslan W., Bambang S. 2018. Model Optimasi Pola Tanam Polikutur di
Daerah Irigasi Kajar 2C Kota Malang. Jurnal Pertanian Terpadu. 6
(2): 15-27.
Kurnianingsih, A., Susilawati, S. M., Sefrila, M. 2018. Karakter pertumbuhan
tanaman bawang merah pada berbagai komposisi media tanam. J.
Hort. Indonesia. 9(3): 167-173.

Kurniawan, A. 2018. Produksi MOL dengan Pemanfaatan Bahanbahan Organik


yang ada di Sekitar. Jurnal Hexagro. 2(2): 36-44.

Listyana, N. H., Rahmanda, M. 2021. Perbandingan Pola Tanam Monokultur dan


Tumpangsari pada Tanaman Tempuyung (Sonchus arvensis L.).
Prosiding Seminar Nasional Fakultas Pertanian. 5(1): 276-284.

Lubis, N., Yunidawati, W., Majid, M., & Silangit, E. 2021. Budidaya Tanaman
Hortikultura dengan Menggunakan Pupuk Vermikompos Skala
Rumah Tangga di Kelompok Tani Sejati, Kelurahan Sidomulyo,
Kecamatan Stabat. Jurnal Pengabdian Kontribusi. 1(1): 35-40.

Muhaimin. 2018. Pengendalian Hama Thrips sp Pada Tanaman Cabe Hiyung Fase
Vegetatif Dengan Beberapa Pestisida Nabati dalam Proteksi
Tanaman. JurnalTropika 1(02):1-12.

Neonbota, S. L., S.J. Kune. 2016. Faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani


padi sawah di Desa Haekto, Kecamatan Noemuti Timur. Jurnal
Agrimor.1(3):32-35.

Nganji, MU., BH. Simanjuntak. 2020. Penentuan Pola Tanam Tanaman Pangan
Berdasarkan Neraca Keseimbangan Air di Kecamatan Umbu Ratu
Nggay Barat, Kabupaten Sumba Tengah, Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian Agrotechno. 5(2): 67-75.

Pasta, I., Ette, A., Henry, N. B. 2016. Tanggap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Jagung Manis (Zea Mays L. Saccharata) pada Aplikasi Berbagai
Pupuk Organik. Jurnal Agrotekbis. 3(2): 168- 177.

Poli, M. G. M., Sondakh, T. D., Raintung, J. S. M., Doodoh, B., & Titah, T. 2020.
Kajian teknik Budidaya Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.)
Kabupaten Minahasa Tenggara. Jurnal Eugenia. 25(3): 73-77.

Rohmah, E. A. 2016. Analisis Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glycine max L.)


Varietas Grobogan Pada Perlakuan Cekaman Genangan. Jurnal
Sains dan Seni ITS. 5(2):23-33.
Sarwono, Willy, P. 2014. Analisis Daya Saing Kedelai Indonesia. Journal of
Economics and Policy. 7(2): 100- 202.

Sulaeman, R., Aryati, A., Novri, Y. K. 2019. Karakterisasi Morfologi dan Analisis
Proksimat Jagung (Zea mays L) Varietas momala Gorontalo.
Jambura Edu Biosfer Journal. 1(2): 72- 81.
Stefi, E. M. 2017. Analisis Morfologi dan Struktur Anatomi Tanaman Kedelai
(Glycine Max L.) Pada Kondisi Tergenang. Skripsi. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh
Nopember: Surabaya.

Syahputra, N., Mawardati, M., Suryadi, S. 2017. Analisis faktor yang


mempengaruhi petani memilih pola tanam pada tanaman perkebunan
di Desa Paya Palas Kecamatan Ranto Peureulak Kabupaten Aceh
Timur.  Jurnal Agribisnis Universitas Malikussaleh. 2(1): 41-49.

Tando, E. 2019. Pemanfaatan Teknologi Greenhouse dan Hidroponik sebagai


Solusi Menghadapi Perubahan Iklim dalam budidaya Tanaman
Hortikultura. Buana Sains. 19(1): 91-102.

Tarigan A., Abdul R. 2016. Evaluasi Lahan Kentang di Kawasan Relokasi Siosar
Kabupaten Karo. Jurnal Pertanian Tropik. 3 (2):124-131.

Vina N. 2019. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum


Mill.) dari benih Lama yang diinduksi Kuat Medan Magnet. Jurnal
Biologi Indonesia.15(2): 219-225.

Utomo, P. S., Suprianto, A. 2019. Respon Pertumbuhan dan Produksi Tanaman


Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Varietas Thailand terhadap
Perlakuan Dosis Pupuk Kusuma Bioplus dan KNO3 Putih. Jurnal
Ilmiah Hijau Cendekia. 4(1): 28-33.

Wahyudin, A., Y. Yuwariah, FY. Wicaksono, RAG. Bajri. 2017. Respons Jagung
(Zea mays L.) Akibat Jarak Tanam pada Sistem Tanam Legowo (2:1)
dan Berbagai Dosis Pupuk Nitrogen pada Tanah Inceptisol
Jatinangor. Jurnal Kultivasi. 16(3): 507-503.

Witjaksono, Julian. 2018. Kajian Sistem Tanam Jajar Legowo untuk Peningkatan
Produktivitas Tanaman Padi di Sulawesi Tenggara. Jurnal Pangan.
27(1): 1-8.

Wulandari., Elsa, A., Syukur, M., Awang, M. 2018. Pewarisan Karakter


Hortikultura Persilangan Syakira IPB x IPB C320 dalam Rangka
Merakit Varietas Unggul Cabai Hias. Comm. Horticulturae Journal.
2(1): 57-65.

Zuraida N, Yati S. 2014. Usahatani Ubi Jalar sebagai Bahan Pangan Alternatif
dan Sumber Karbohidrat .Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman
Pangan: Bogor.

Anda mungkin juga menyukai