Anda di halaman 1dari 17

Laporan Praktikum

Dasar-dasar Agronomi

POLA TANAM

Nama : Muhammad Nur Alim


NIM : G011181329
Kelas :F
Kelompok : 13
Asisten : M. Rizal Fathurrahman

DEPERTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara agraris tidak serta merta disematkan kepada julukan Negara Indonesia
jikalau sektor pertaniannya tidak potensial. Dalam hal ini, Indonesia turut
membangun dan mencukupi kebutuhan pangan nasional maupun internasional.
Indonesia memiliki wilayah yang sangat ber-potensial untuk
meengembangkan usaha di sektor pertanian.Sektor pertanian mempunyai peranan
strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Pertanian
merupakan sektor yang memiliki peranan signifikan bagi perekonomian
Indonesia. Lahan yang subur juga merupakan modal yang sangat potensial untuk
menjadikan pertanian Indonesia sebagai sumber penghasilan masyarakatnya dan
juga penopang perekonomian bangsa. Namun sayangnya sektor ini masih kurang
mendapatkan perhatian secara serius dari pemerintah dalam pembangunan bangsa.
Seperti yang dapat diketahui, proteksi,kredit hingga kebijakan lain yang tidak
menguntungkan sektor ini.
Mereka yang berprofesi sebagai petani tentu ingin menghasilkan hasil yang
maksimal supaya dapat memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari dengan
menggunakan hasil dari pekerjaan mereka dan juga kebutuhan pokok masyarakat
lainnya. Untuk menghasilkan hasil yang maksimal maka salah satu faktor yang
harus diperhatikan adalah Pola Tanam.
Pola tanam adalah usaha penanaman pada sebidang lahan dengan mengatur
susunan tata letak dan urutan tanaman selama periode waktu tertentu termasuk
masa pengolahan tanah dan masa tidak ditanami selama periode tertentu.Pola
tanam ada tiga macam, yaitu : monokultur, rotasi tanaman dan polikultur.

1.2 Tujuan dan Kegunaan


Tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa mengetahui bagaimana
penanaman menggunakan pola tanam dan mengetahui perbedaan penanaman
monokultur dan polikultur.
Kegunaan dari praktikum ini yaitu: mahasiswa dapat mengetahui penanaman
menggunakan pola tanam, mahasiswa dapat mengetahui pola tanam secara
monokultur, dan mahasiswa dapat mengetahui pola tanam secara polikultur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pola Tanam


Pola tanam adalah merupakan suatu urutan tanam pada sebidang lahan dalam
satu tahun, termasuk didalamnya masa pengolahan tanah. Pola tanam merupakan
bagian atau sub sistem dari sistem budidaya tanaman, maka dari sistem budidaya
tanaman ini dapat dikembangkan satu atau lebih sistem pola tanam. Pola tanam ni
diterapkan dengan tujuan memanfaatkan sumber daya secara optimal dan untuk
menghindari resiko kegagalan. Namun yang penting persyaratan tumbuh antara
kedua tanman atau lebih terhadap lahan hendaklah mendekati kesamaan. Pola
tanam di daerah tropis, biasanya disusun selama satu tahun dengan
memperhatikan curah hujan, terutama pada daerah atau lahan yang sepenuhnya
tergantung dari hujan tersebut. Maka pemilihan jenis/varietas yang ditamanpun
perlu disesuaikan dengan keadaan air yang tersedia ataupun curah hujan pada
tanaman agar pertumbuhannya baik (Suiatna, 2010).
Pola tanam adalah pengaturan penggunaan lahan pertanaman dalam kurun
waktu tertentu, tanaman dalam satu areal dapat diatur menurut jenisnya. Pola
tanam atau (cropping patten) ialah suatu urutan pertanaman pada sebidang tanah
selama satu periode. Lahan yang dimaksud berupa lahan kosong atau lahan yang
sudah terdapat tanaman yang mampu dilakukan tumpang sari (Anwar, 2011).
Pola tanam dapat digunakan sebagai landasan untuk meningkatkan
produktivitas lahan. Hanya saja dalam pengelolaannya diperlukan pemahaman
kaedah teoritis dan keterampilang yang baik tentang semua faktor yang
menentukan produktivitas lahan tersebut. Biasanya, pengelolaan lahan sempit
untuk mendapatkan hasil/pendapatan yang optimal maka pendekatan pertanian
terpadu, ramah lingkungan, dan semua hasil tanaman merupakan produk utama
adalah pendekatan yang bijak (Andoko, 2008).
2.2 Jenis-jenis Pola Tanam
2.2.1 Pola Tanam Monokultur
Penataan tanaman secara monokultur, diatas tanah tertentu dan dalam waktu
tertentu (sepanjang umur tanaman) hanya ditanam satu jenis tanaman. Setelah
dilakukan pemanenan atas tanaman itu, maka tanah yang bersangkutan itu
kemudian ditanami lagi dengan jenis tanaman yang sama dann atau dengan jenis-
jenis tanaman lain atau dengan kata lain diatas tanah itu dilakukan penataan
pertanaman secara bergiliran urutan atau rotasi (Darwis, 2017).
Pola monokultur merupakan suatu pola tanam yang bertentangan dengan
aspek ekologis. Penanaman suatu komoditas seragam dalam suatu lahan dalam
jangka waktu yang lama telah membuat lingkungan pertanian yang tidak mantap.
Ketidak mantapan ekosistem pada pertanaman monokultur dapat dilihat dari
masukan-masukan yang harus diberikan agar pertanian dapat terus berlangsung.
Masukan-masukan yang dimaksud adalah pupuk ataupun obat-obatan kimia untuk
mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Ketidakmantapan ekosistem juga
dapat dilihat dari meledaknya poulasi suatu jenis hama yang sulit karena musuh
alami untuk setiap jenis hama yang menyerang terbatas jumlahnya
(Hendroatmojo, 2019).
      Pada intinya, kelebihan dari pola monokultur adalah dapat mengintensifkan
suatu komoditas pertanian serta lebih efisien dalam pengelolaan yang nantinya
diharapkan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Kelemahan dari pola
monokultur ini adalah perlunya mendapatkan input yang banyak agar didapatkan
hasil yang banyak. Selain itu, pola monokultur menyebabkan meledaknya
populasi hama yang membuat berkurangnya hasil pertanian. Kerugian lain adalah
tidak adanya nilai tambah komoditas lain karena tidak adanya komoditas lain yang
ditanam bersama dengan komoditas utama tersebut (Sucipto, 2010). 
2.2.2 Pola Tanam Polikultur
Pola tanam polikultur merupakan pola tanam dengan proses penanaman
tanaman yang berbeda jenis dalam suatu lahan. Pola tanam ini dapat dibagi
menjadi beberapa pola tanam, yaitu: Tumpang sari (Intercropping), yaitu
penanaman lebih dari satu tanaman pada waktu atau periode tanam yang
bersamaan pada lahan yang sama; Tanaman Bersisipan (Relay Cropping), yaitu
pola tanam dengan menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman
pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang berbeda). Kegunaan
dari sistem ini yaitu tanaman kedua dapat melindungi lahan yang mudah longsor
dari hujan sampai selesai panen pada tahun itu; dan Tanaman Campuran (Mixed
Cropping), yaitu penanaman jenis tanaman campuran yang ditanam pada lahan
dan waktu yang sama atau jarak waktu tanam yang singkat, tanpa pengaturan
jarak tanam dan penentuan jumlah populasi. Kegunaan sistem ini dapat melawan
atau menekan kegagalan panen total (Handoko, 2008).
Pemilihan pola polikultur dipengaruhi oleh aspek lingkungan dan juga sosial
ekonomi masyarakat pelaku usaha tani. Aspek lingkungan yang paling
berpengaruh adalah ketersiediaan air. Umumnya, pada daerah pertanian yang
curah hujan tidak merata sepanjang tahun dan irigasi teknis tidak tersedia, pola
yang digunakan adalah pola polikultur. kebutuhan air untuk setiap jenis tanaman
sangat beragam. Curah hujan yang tidak merata mungkin tidak akan mencukupi
kebutuhan air untuk tanaman yang membutuhkan banyak air seperti padi. Untuk
meminimalisir gagal panen, maka pada musim di mana hujan sangat minim, lahan
ditanami dengan tanaman yang hanya membutuhkan sedikit air, seperti jagung
atau kacang hijau (Hendroatmojo, 2009).
Keuntungan dalam jenis pola tanam polikultur adalah, jenis pola tanam ini
dapat memutus siklus hidup hama dan patogen yang dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta dapat memanimalisir kerugian
dalam masa panen jika ada satu jenis tanaman yang terserang. Karena
pertumbuhan hama dan patogen cenderung menyerang ke tanaman monokultur
karena sumber makanan selalu tersedia (Amalia, 2013).

2.3 Deskripsi Tanaman Yang Ditanam


2.3.1 Selada Merah dan Hijau
Selada (Red lettuce) adalah tanaman yang termasuk dalam famili
Compositae, Sebagian besar selada dimakan dalam keadaan mentah. Selada
merupakan sayuran yang populer karena memiliki warna, tekstur, serta aroma
yang menyegarkan tampilan makanan. Tanaman ini merupakan tanaman setahun
yang dapat di budidayakan di daerah lembab, dingin, dataran rendah maupun
dataran tinggi. Pada dataran tinggi yang beriklim lembab produktivitas selada
cukup baik. Di daerah pegunungan tanaman selada dapat membentuk bulatan krop
yang besar sedangkan pada daerah dataran rendah, daun selada berbentuk krop
kecil dan berbunga (Sunarjono, 2014).
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dikotyledonae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Red
Spesies : Red lettuce
Selada memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. Akar serabut
menempel pada batang dan tumbuh menyebar ke semua arah pada kedalaman 20-
50 cm atau lebih. Daun selada memiliki bentuk, ukuran dan warna yang beragam
tergantung varietasnya. Tinggi tanaman selada daun berkisar antara 30-40 cm dan
tinggi tanaman selada kepala berkisar antara 20-30 cm. Umur panen selada
berbeda-beda menurut kultivar dan musim, umurnya berkisar 30-85 hari setelah
pindah tanam. Bobot tanaman sangat beragam, mulai dari 100 g sampai 400 g.
Panen yang terlalu dini memberikan hasil panen yang rendah dan panen yang
terlambat dapat menurunkan kualitas. Secara umum selada yang berkualitas bagus
memiliki rasa yang tidak pahit, aromanya menyegarkan, renyah, tampilan fisik
menarik serta memiliki kandungan seratnya yang rendah (Saparinto, 2013).

2.3.2 Pakcoy
Pakcoy merupakan tanaman dari keluarga Cruciferae yang masih berada
dalam satu genus dengan sawi putih/petsai dan sawi hijau/caisim. Pakcoy
merupakan salah satu varietas dari tanaman sawi yang dimanfaatkan daunnya
sebagai sayuran. Pakcoy berasal dari benua Asia yaitu dari Tiongkok dan Asia
Timur. Menurut Adriani (2017), klasifikasi tanaman pakcoy adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rhoeadales (Brassicales)
Famili : Brassicaceae
Genus : Brassica
Spesies : Brassica chinensis L.
Pakcoy memiliki sistem perakaran tunggang dengan cabang agak berbentuk
nulat panjang yang menyebar ke semua arah pada kedalaman 30-50 cm. Tanaman
ini memiliki batang yang sangat pendek dan beruas-ruas, sehingga hampir tidak
kelihatan. Batang ini berfungsi sebagai pembentuk dan penopang daun. Pakcoy
memiliki daun yang halus, tidak berbulu dan tidal membentuk krop. Tangkai
daunnya lebar dan kokoh, tulang daun dan daunnya mirip sawi hijau, namun
daunnya lebih tebal (Adriani, 2017).

2.3.3 Cabai
Tanaman cabai merah (cabai besar, cabai lonceng merupakan tanaman
sayuran yang tergolong tanaman tahunan yang berbentuk perdu. Tanaman cabai
merah termasuk tanaman semusim yang tergolong ke dalam suku Solonaceae.
Buah cabai sangat digemari masyarakat karena memilki rasa yang pedas dan dapat
merangsang selera makan. Selain itu, buah cabai memiliki banyak kandungan gizi
dan vitamin, diantaranya kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin A,
B1 dan vitamin C (Prayudi, 2010).
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotiledonae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Species : Capsicum annum L.
Secara umum cabai merah dapat ditanam di lahan basah (sawah) dan lahan
kering (tegalan). Cabai merah dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang
mempunyai ketinggian sampai 900 m dari permukaan laut, tanah kaya akan bahan
organik dengan pH 6-7 dan tekstur tanah remah. Tanaman ini berbentuk perdu
yang tingginya mencapai 1,5 – 2 m dan lebar tajuk tanaman dapat mencapai 1,2
m. Daun cabai pada umumnya berwarna hijau cerah pada saat masih muda dan
akan berubah menjadi hijau gelap bila daun sudah tua. Daun cabai ditopang oleh
tangkai daun yang mempunyai tulang menyirip. Bentuk daun umumnya bulat
telur, lonjong dan oval dengan ujung runcing (Sudiono, 2011).
2.4 Pengertian Mulsa
Mulsa adalah material penutup tanaman budidaya yang dimaksudkan untuk
menjaga kelembaban tanah serta menekan pertumbuhan gulma dan penyakit
sehingga membuat tanaman tumbuh dengan baik. Mulsa dapat bersifat permanan
seperti serpihan kayu, atau sementara seperti mulsa plastik. Mulsa dapat
diaplikasikan sebelum penanaman dimulai maupun setelah tanaman muncul.
Mulsa organik akan secara alami menyati dengan tanah dikarenakan proses alami
yang melibatkan organisme tanah dan pelapukan non-biologis. Mulsa digunakan
pada berbagai ativitas pertanian, mulai dari pertanian subsisten, berkebun, hingga
pertanian industri (Imdad dan Nawangsih, 2001)
Mulsa adalah bahan yang dipakai pada permukaan tanah dan berfungsi untuk
menghindari kehilangan air melalui penguapan dan menekan pertumbuhan gulma.
Selain itu mulsa juga dapat mempertahankan agregat tanah dari hantaman air
hujan, memperkecil erosi permukaan tanah, mencegah penguapan air, dan
melindungi tanah dari terpaan sinar matahari. Mulsa adalah penutup lahan, yang
berfungsi untuk melindungi tanah agar terlindung dari dari erosi, pertumbuhan
gulma tertekan, kelembaban tanah terjaga, dan menghindari percikan langsung air
hujan sehingga tidak mengenai batang tanaman tanaman. Mulsa dari seresah
biasanya diterapkan pada tanaman buah semusim, tanaman palawija dan tanaman
tanaman buah. Mulsa dari bahan mulsa plastik khususnya yang hitam perak
(PHP) banyak diterapkan untuk tanaman sayuran dan buah semusim. Sedangkan
tanaman penutup tanah yang juga bisa berfungsi sebagai mulsa banyak diterapkan
untuk tanaman perkebunan tahunan (Sudjianto, 2009).
Mulsa adalah bahan atau material yang digunakan untuk menutupi permukaan
tanah atau lahan pertanian dengan tujuan tertentu yang prinsipnya adalah untuk
meningkatkan produksi tanaman. Secara teknis, penggunaan mulsa dapat
memberikan keuntungan antara lain, menghemat penggunaan air dengan laju
evaporasi dari permukaan tanah, memperkecil fluktuasi suhu tanah sehingga
menguntungkan pertumbuhan tanaman bawang merah dan mikroorganisme tanah,
memperkecil laju erosi tanah baik akibat tumbukan butir-butir hujan dan
menghambat laju pertumbuhan gulma (Marliah, 2011).
2.4.1 Macam-Macam Mulsa
Menurut Acquaah (2005), mulsa dibedakan menjadi dua macam dilihat dari
bahan asalnya, yaitu mulsa organik dan mulsa anorganik atau non-organik.
Bahan-bahan dari mulsa dapat berupa sisa-sisa tanaman atau bagian tanaman yang
lalu dikelompokkan sebagai mulsa organik, dan bahan-bahan sintetis berupa
plastik yang lalu dikelompokkan sebagai mulsa non-organik.
a. Mulsa Organik
Mulsa organik berasal dari bahan-bahan alami yang mudah terurai seperti sisa-
sisa tanaman seperti jerami dan alang-alang. Mulsa organik diberikan setelah
tanaman /bibit ditanam. Keuntungan mulsa organik adalah dan lebih ekonomis
(murah), mudah didapatkan, dan dapat terurai sehingga menambah kandungan
bahan organik dalam tanah. Contoh mulsa organik adalah jerami, ataupun cacahan
batang dan daun dari tanaman jenis rumput-rumputan lainnya.
b. Mulsa Non-organik,
Mulsa anorganik terbuat dari bahan-bahan sintetis yang sukar/tidak dapat
terurai. Contoh mulsa anorganik adalah mulsa plastik, mulsa plastik hitam perak
atau karung. Mulsa anorganik dipasang sebelum tanaman/bibit ditanam, lalu
dilubangi sesuai dengan jarak tanam. Mulsa anorganik ini harganya relatif mahal,
terutama mulsa plastik hitam perak yang banyak digunakan dalam budidaya cabai
atau melon. fungsi mulsa plastik ini dapat memantulkan sinar matahari secara
tidak langsung untuk menghalau hama tungau, thrips dan apahid, selain itu mulsa
plastik digunakan dengan tujuan menaikkan suhu dan menurunkan kelembapan di
sekitar tanaman serta dapat menghambat munculnya penyakit yang disebabkan
oleh bakteri.
c. Mulsa Kimia atau Sintetis
Meliputi bahan – bahan plastik dan bahan – bahan kimia lainnya. Bahan- bahan
plastik berbentuk lembaran dengan daya tembus sinar matahari yang beragam.
Bahan plastik yang saat ini sering digunakan yang sering digunakan sebagai bahan
mulsa adalah plastik transparan, hitam, perak, dan perak hitam.

2.4.2 Manfaat Mulsa


Mulsa digunakan untuk menjaga kelembaban tanah, mengurangi fluktuasi
suhu tanah, menekan pertumbuhan gulma yang dapat mengganggu tanaman
budidaya, dan untuk mencegah buah agar tidak langsung menyentuh tanah karena
apabila menyentuh tanah buah akan busuk sehingga produksi akan menurun.
Mulsa yang sengaja dihamparkan dipermukaan tanah atau lahan pertanian dapat
melindungi lapisan atas tanah dari cahaya matahari langsung dengan intensitas
cahaya yang tinggi dan dari curah hujan, juga mengurangi kompetisi antara
tanaman dengan gulma dalam memperoleh sinar matahari, mencegah proses
evaporasi sehingga penguapan hanya akan melalui transpirasi yang normal
dilakukan oleh tanaman (Novitan, 2012).
Fungsi mulsa yaitu 1). menghemat air; 2). mencegah erosi; 3). menghambat
pertumbuhan gulma; 4). menjaga keseimbangan suhu tanah dan lapisan udara di
dekat tanah sehingga tanah tidak menjadi terlalu panas; 5). menjaga sari-sari
makanan dalam tanah terhadap pencucian dan penghanyutan oleh air hujan; 6).
menjaga kondisi tanah tetap ramah dan tidak cepat padat; 7). mencegah penyakit
tanaman yang timbul akibat percikan tanah oleh air hujan; 8). menjadi sumber
bunga tanah atau humus, meningkatkan mutu hasil pada tanaman; 9).
memperlancar kegiatan jasad renik tanah seperti cacing tanah yang sangat
membantu petani dalam penyuburan tanah (Sumpena, 2008).
Mulsa digunakan untuk menjaga kelembaban tanah, mengurangi fluktuasi
suhu tanah, menekan pertumbuhan gulma yang dapat mengganggu tanaman
budidaya, dan untuk mencegah buah agar tidak langsung menyentuh tanah karena
apabila menyentuh tanah buah akan busuk sehingga produksi menurun. Mulsa
sangat bermanfaat dalam pertanian karena dapat membantu meningkatkan
produksi pertanian secara tidak langsung (Acquaah, 2005 ).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Adapun waktu dan tempat praktikum Dasar-Dasar Agronomi mengenai pola
tanam dilaksanakan setiap hari Rabu dimulai pada tanggal 5 September 2018,
pukul 16:00-selesai WITA. Bertempat di Teaching Farm, Fakultas Pertanian,
Universitas Hasanuddin.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk praktek Dasar-Dasar Agronomi mengenai pola
tanam yaitu cangkul, sekop, meteran, parang, tali rafia, patok, tali nilon, mulsa
plastik, penggaris.
Bahan yang digunakan untuk praktek Dasar-Dasar Agronomi mengenai pola
tanam yaitu benih timun, benih jagung, benih kacang tanah, pupuk kandang,
furadan, dan air.
3.3 Prosedur Kerja
Adapun Prosedur Kerja Tanaman Mentimun :
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan seperti cangkul, sekop,
meteran, parang, tali rafia, patok, tali nilon, mulsa plastik, dan penggaris.
Adapun bahannya yaitu benih timun, pupuk kandang, furadan dan air.
2. Membuka lahan serta membersihkan lahan dari rumput-rumput yang berada di
sekitar lahan, lalu gemburkan tanah menggunakan cangkul dan sekop,
kemudian campurkan tanah lahan yang tadi digemburkan dengan pupuk
kandang secara merata untuk meningkatkan kualitas kadar nutrisi tanah.
3. Setelah lahan siap tahap selanjutnya adalah tahap pembenihan dengan memilih
benih yang berkualitas untuk ditanam agar lebih mudah mendapatkan bibit
yang berkualitas dan unggul.
4. Tahap selanjutnya yaitu pemasangan mulsa, pemasangan mulsa plastik diatas
bedengan dan melubangi mulsa tersebut dengan jarak yang telah ditentukan
5. Tahap selanjutnya membuat lubang-lubang kecil pada lahan tanam dengan
jarak antar lubang 50 cm, lalu masukkan bibit mentimun ke dalam lubang
tersebut setelah itu tutup kembali lubang yang telah dimasukkan bibit dengan
tanah.
6. Setelah pemasangan mulsa dan penanaman bibit timun tahap selanjutnya
adalah pemasangan ajir dengan menggunakan bambu. Kegunaan dari ajir ini
agar tanaman dapat tumbuh lurus keatas dan tidak kemana-kemana
7. Selanjutnya proses perawatan dan penyiraman tanaman mentimun, siram
tanaman mentimun setiap hari di pagi hari agar tanaman tidak layu dan lahan
tidak kering.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan dari pengamatan yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil
seperti pada tabel berikut:
Tabel 1. Pengamatan Pola Tanam Monokultur
Single Row Double Row
Parameter 2 4 3 2 3 4
1 1
Jumlah Tanaman 36 34 3434 43 43 43 43
Tinggi Tanaman 3 5 7,56 7 12 18,5 21
Jumlah Daun 1 7 1512 5 8 15 16
Sumber : Data Primer, 2019
Tabel 2. Pengamatan Pola Tanam Polikultur
Cabai Selada Merah
Parameter 2 3 4 2 3 4
1 1
Tinggi Tanaman 5 7,8 9,4 11,2 4,7 7,3 8 9,5
Jumlah Daun 4 7 8 11 3 5 8 9

Sumber: Data Primer, 2019


4.2 Pembahasan
Dilakukan dua pola tanam monokultur dan polikultur pada dua media tanam
yang berbeda. Pada monokultur, penanaman tanaman menggunakan dua cara,
yaitu single row dan double row dengan jarak 15 x 20 cm tiap tanaman. Tanaman
yang dipakai di monokultur ialah tanaman pakcoy. Pada polikultur, jarak antar
tanaman dibagi menjadi dua, ada yang 35 x 15 cm dan 20 x 15 cm. Tanaman yang
menggunakan 35 cm ialah tanaman selada merah sedangkan yang menggunakan
20 cm ialah tanaman cabai.
Selain dari penggunaan sistem pertanaman, juga diaplikasikan penggunaan
mulsa. Penggunaan mulsa disamping menimalisir adanya OPT, juga memudahkan
pengaturan jarak antar tanaman. Dengan pelubangan mulsa ini, jarak antar
tanaman dapat dimaksimalkan.
Dapat dilihat dari tabel diatas, tanaman polikultur lebih cepat
pertumbuhannya daripada tanaman monokultur. Hal ini dipengaruhi dari adanya
OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) berupa hama. Hama pada sistem
polikultur lebih dapat dicegah daripada sistem monokultur. Hal ini sesuai dengan
perkataan Amalia (2013), yang mengatakan bahwa keuntungan dalam jenis pola
tanam polikultur adalah dapat memutus siklus hidup hama dan patogen yang
dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta dapat
memanimalisir kerugian dalam masa panen jika ada satu jenis tanaman yang
terserang.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Jika menggunakan sistem pola tanam, maka yang perlu diperhatikan pertama
adalah jarak antar-tanaman. Penanaman pola tanam monokultur menggunakan
satu tanaman saja di media tanam dengan jarak tertentu. Dan pada pola tanam
polikultur menggunakan lebih dari satu tanaman di media tanam dengan jarak
tertentu pula.
Perbedaan monokultur dan polikultur paling utama dari jumlah tanaman
dalam satu media tanam. Monokultur hanya satu tanaman sedangkan polikultur
lebih dari satu tanaman.

5.2 Saran
Proses penyemaian membutuhkan kesabaran dan ketekunan. Karena salah
sedikit, maka tanaman yang disemai akan mati. Jadi perlu diperhatikan baik-baik.
KATA PENGANTAR

Acquaah, G. 2005. Horticulture: Principles and Practices. Marcel Dekker, Inc.


New York.

Adriani, Dkk. 2017. Respon Merubah dan Produksi Tanaman Sawi Pakcoy
(Brassica chinensis L) Akibat Pemberian Berbagai Jenis Pupuk
Kandang. UNDIP : Semarang.

Amalia Rosya, 2013. Keragaman Komunitas Fitonematoda Pada Sayuran Lahan


Monokultur dan Polikultur Di Sumatera Barat. Jurnal Fitopatologi.
Vol 9, Nomor 3, Junni 2013. Hal 71-76. ISSN 2339-2479.

Andoko, A. 2008. Budidaya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya. Jakarta.

Anwar, S. 2012. Pola Tanam Tumpangsari. Agroekoteknologi. Litbang:

Darwis, 2017. Investarisasi Jamur yang Dapat Dikomsumsi dan Beracun yang
Terdapat di Hutan dan Sekitar Desa Tanjung Kemuning Kaur
Bengkulu. Jurnal Konservasi Hayati, vol. 7 (2), hal. 1-8.

Hendroatmojo, 2019. Analisis Perkembangbiakan Tanaman Vegetatif Alami.


Jurnal agriculture, vol 2 (1), hal. 43-54.

Handoko, T. H. 2009. Manajemen Personalia Dan Sumber Daya Manusia.


Yogyakarta: BPFE.

Hendroatmojo, 2009. Teknik Budidaya Monokultur san Tumpang Sari, Surabaya:


Penebar Swadaya

Marliah, Ainun. 2011. Pengaruh Varietas dan Konsentrasi Pupuk Majemuk


terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kubis Bunga. Jurnal
floratek, vol 8 (1), hal. 118-126.

Novitan. 2012. Petunjuk Pemupukan Yang Efektif. Jakarta: Agromedia Pustaka

Prayudi, B. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Cabai Merah (Capsicum annum
L.). Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian, Jawa Tengah.

Saparinto, C. 2013. Gown Your Own Vegetables-Paduan Praktis Menanam


Sayuran Komsumsi Popular di Pekaragan. Yogyakarta: Lily
Publisher.

Sucipto, Uhamisastra. 2010. Dasar-Dasar Agronomi. Jakarta: Angkasa. 

Sudiono, 2011. Konsep Pertanian Maju. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


Sudjianto, U. Dan V. Kristina.2009.Studi Pemulsaan Dan Dosis NPK. Jurnal
Sains Dan Teknologi.
Suiatna, R. Utju. 2010. Bertani Padi Organik Pola Tanam SRI. Bandung: Pustaka
Darul Ilmu.

Sunarjono, H., 1997. Pengenalan Jenis Tanaman Buah-buahan Penting di


Indonesia. Bandung: Sinar Baru.

Anda mungkin juga menyukai