Anda di halaman 1dari 5

Tugas

OLEH

Kelompok 3 (Tiga)

Ina Ekasari (G021191


Sahira sani (G021191
Nova Hardianty (G02119117)
Aldayani (G021191038)
Fatma Sri Fatimah (G021191011)

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN


PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
Karakteristik Petani dan Usahatani Bawang Merah

Karakteristik petani pada pertanian bawang merah, khususnya di daerah palu, dapat dilihat dari
umur petani, tingkat pendidikan, serta pengalaman petaninya. Terkait umur petani bawang merah
di palu sebagian besar petani berada dalam kisaran umur 25 – 50 tahun, hal ini menunjukan
bahwa usahatani bawang merah dilaksanakan oleh petani pada usia produktif. Artinya usahatani
bawang merah dapat dikerjakan secara optimal dengan mencurahkan tenaga kerja fisik yang
tersedia.

Ditinjau dari sisi pendidikan, semua petani mempunyai tingkat pendidikan formal dari tingkat
Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Tingkat Lanjutan Atas (SLTA), dengan persentase
40% untuk tingkat pendidikan SD, 32.5 % untuk tingkat pendidikan SLTP dan 27.5 % untuk
Tingkat Lanjutan Atas (SLTA). Umur dan tingkat pendidikan dalam hal ini dapat mempengaruhi
petani dalam mengambilkeputusan. Umur muda dengan tingkat pendidikan yang tinggi
memungkinkan petani lebih dinamis dan lebih mudah menerima inovasi baru. Dengan kondisi
tersebut, petani mampu mengelola usahatani yang telah digeluti bertahun-tahun seoptimal
mungkin dengan curahan tenaga fisik yang tersedia.

Sedangkan ditinjau dari pengalamannya, yang dimana hal tersebut menjadi salah satu faktor
penting dalam mendukung keberhasilan usahatani. Pengalaman usahatani petani di daerah ini
berkisar antara 1 – 25 tahun, dengan persentase tertinggi lebih dari 1 – 10 tahun sebesar 52.5%,
dengan rata-rata pengalaman 9,15 tahun. Pengalaman berusahatani merupakan proses belajar
yang dapat mempermudah adopsi dan penerapan tekhnologi yang dikembangkan secara dinamis.
Namun pengalaman usahatani yang lama tidak mencerminkan petani responden menerapkan
tekhnologi anjuran dan hanya mengandalkan pengalaman yang diperoleh secara turun temurun.
Hal ini ditunjukan dengan tekhnik budidaya dan penggunaan input sarana produksi yang masih
rendah.

Tanaman bawang merah yang diusahakan petani menghasilkan produksi rata-rata 615 kg/petani
atau 1.182,69 kg/ha/musim tanam. Tingkat produktivitas bawang merah yang dicapai petani
masih di bawah rata-rata produksi bawang merah Sulawesi Tengah. Rendahnya tingkat
produktivitas tersebut diakibatkan adanya serangan hama ulat daun serta penyakit bercak daun
yang menyerang tanaman bawang merah yang diusahakan. Hama yang menyerang tanaman
bawang merah adalah ulat daun (Spodoptera exigua Hbn) serta penyakit berupa bercak pada
daun yang disebabkan oleh Alternaria porii Ell (Bakrie et. al., 1999., Maskar et al., 1999;
Nurmarwah dan Limbongan, 1999). Tingkat serangan hama dan penyakit yang ditemukan
beragam, dengan intensitas serangan rendah hingga intensitas serangan tinggi. Akibat serangan
hama dan penyakit tersebut produksi tanaman tidak sempurna, tanaman menjadi cacat dan
berkualitas rendah. Produksi tanaman dengan kualitas rendah menyebabkan harga jualnya
menjadi turun.
Penggunaan sarana produksi yang diterapkan petani terdiri dari benih, pupuk, pestisida dan
tenaga kerja. Varietas benih yang digunakan adalah jenis varietas lokal. Pemakaian jenis benih
ini rata-rata 338,37 kg atau 650,71 kg/ha/MT, namun penggunaan benih tersebut lebih rendah
dibandingkan jumlah benih anjuran yakni sebesar 800 kg/ha.Pemupukan yang dilakukan petani
dalam hal ini belum sesuai dengan teknologi pemupukan, baik dari dosis pupuk, cara, maupun
waktu pemupukan. Pupuk yang diberikan adalah urea dengan dosis rata-rata 83,04 kg atau
159,69 kg/ha/MT, TSP rata-rata 51,30 kg atau 98,53 ka/ha/MT, KCL rata-rata 52.42 kg atau
100,83 kg/ha/MT, dan pupuk kandang dengan dosis rata-rata 1.817,9 kg atau 3.496,96
kg/ha/MT.
Penggunaan pupuk kandang jauh lebih besar dari pupuk buatan (kimia) dan sangat diminati
petani. Hal ini diakibatkan selain harganya lebih murah, juga dapat memberikan manfaat ganda
yaitu menyediakan hara tanaman sekaligus memperbaiki kondisi fisik dan mikro-organisme
tanah. Dimana hal ini menunjukan bahwa pemberian pupuk kandang memberikan hasil yang
lebih baik dibandingkan dengan tanpa pemberian pupuk kandang. Penggunaan 25 ton/ha pupuk
kandang memberikan produktivitas rata-rata 6,30 ton/ha atau meningkatkan hasil 2,2 ton/ha.
Sebaliknya penggunaan pupuk buatan (kimia) yang tidak sesuai dengan dosis anjuran, dimana
kisaran dosis pemupukan yang dianjurkan untuk pupuk Urea, TSP dan KCL secara berturut-turut
adalah 0 – 333,33 kg/ha/thn, 0 – 222.22 kg/ha/thn dan 0 – 333,33 kg/ha/thn. Penggunaan
pestisida adalah untuk menghindari adanya serangan hama dan penyakit tanaman. Upaya
tersebut dilakukan untuk menekan kehilangan hasil akibat adanya serangan hama sehingga
produksi diharapkan akan lebih tinggi.

Adapun Perbandingan karakteristik pertanian bawang merah yang ada di kabupaten Palu
dan yang ada di kabupaten Bima.

Di Kecamatan sentra produksi, bawang merah ditanam 2-3 kali setahun. Musim tanam
pertama umumnya dilakukan di lahan kering/tegalan dan daerah pesisir pantai sedangkan musim
tanam kedua dan ketiga di lahan sawah. Areal tanam untuk musim tanam I dilakukan pada
musim hujan (MH). Harapan petani menanam bawang merah pada musim hujan adalah
memperoleh harga yang tinggi meskipun resiko budidaya cukup tinggi. Luas tanam pada MH
mencapai 850 - 1.000 Ha di tanam pada bulan Oktober – Maret. Pada musim kemarau (MK) I
areal tanam mencapai 5.000 - 6.000 Ha (April - Juni), dan MK II areal tanam mencapai 4.000 -
5.000 Ha.

Pola tanam yang tidak terputus ini memungkinkan tersedianya bawang merah konsumsi
dan benih bawang merah sepanjang tahun. Namun demikian, jumlah penangkar aktif masih
terbatas sehingga ketersediaan benih bermutu juga kurang dan pilihan varietas juga masih
terbatas pada varietas lokal Ketamonca dan super philip Kabupaten Bima sebagai salah satu
sentra produksi bawang merah nasional, penanaman bawang merah dilakukan sepanjang tahun
dengan luas yang tidak terdistribusi merata setiap bulan. Puncak musim tanam bawang merah
adalah pada bulan April-September.
Petani di kabupaten Bima umumnya menanam bawang merah dari benih umbi. Hampir
tidak ada petani yang mengusahakan bawang merah menggunakan benih dari biji. Meskipun
telah diperkenalkan melalui kegiatan demplot atau program pemerintah. Alasannya adalah petani
membutuhkan waktu budidaya yang relatif lebih lama yakni sekitar 90-100 hari sehingga
menambah resiko usaha tani. Preferensi petani cenderung menanam benih dari umbi dari pada
benih dari biji. Meskipun harga benih biji lebih murah dibandingkan benih umbi namun karena
membutuhkan waktu budidaya yang lebih lama sehingga resiko yang dihadapi juga bertambah.

Mayoritas Petani bawang merah di kabupaten Bima menyisihkan hasil panen untuk
musim tanam berikutnya terutama untuk musim tanam pertama. Kecamatan yang mempunyai
kebiasaan menyisihkan hasil panen untuk benih musim tanam berikutnya adalah kecamatan
Belo, Woha, dan Monta. Sedangkan kecamatan Sape, Lambu dan Wera hanya sedikit persentase
petani yang menyimpan hasil panen sebagai umbi bibit. Petani akan membeli benih jika stok
hasil panen tidak mencukupi karena susut bobot umbi, atau bawang merah telah dijual semua
karena harga yang bagus dan atau gagal panen sehingga tidak ada benih yang disimpan.

Sistem penyediaan benih secara mandiri biasa dilakukan petani. Pada musim hujan yakni
pada bulan Oktober-Maret petani menggunakan benih sendiri hasil panen musim sebelumnya.
Sedangkan pada musim MK I dan MK II petani membeli benih dari petani lain yang berdasarkan
hasil pengamatan petani pertumbuhan bawang merahnya bagus. Karakteristik petani bawang
merah di kecamatan Sape, Lambu dan Wera agak berbeda, petani di kecamatan Sape, Lambu dan
Wera seringkali membeli benih bawang merah di Kec. Woha, Belo dan Monta untuk musim
tanam pertama. Hal ini disebabkan karena beberapa alasan petani yakni 1). di lokasi ini jarang
menyimpan bawang hasil panennya, 2). hasil panen bawang merah yang disimpan mengalami
susut bobot sehingga perlu menambah benih dengan cara membeli, dan, 3). adanya tradisi
keyakinan petani untuk mengganti benih dengan benih dari daerah lain yang memiliki cuaca
berbeda akan menghasilkan produksi yang baik.

Petani di kabupaten Bima umumnya menanam varietas ketamonca dan Superphilip


disesuaikan dengan musim. Pada musim hujan (MH) petani cenderung menanam benih varietas
Ketamonca karena lebih adaptif dengan kondisi hujan sedangkan pada musim kemarau tanam
varietas Superphilip karena kurang adaptif kondisi hujan.

Penerapan teknologi sesuai rekomendasi masih menjadi masalah dalam sistem usaha tani
bawang merah di Kabupaten Bima. komponen teknologi yang belum optimal penerapannya
adalah penggunaan benih unggul, pemupukan dan pengendalian hama penyakit. Petani umumnya
masih menggunakan benih hasil panen musim sebelumnya atau membeli pada petani lain yang
berdasarkan pengamatan pertumbuhannya bagus. Kondisi ini berdampak pada rendahnya
produktivitas karena varietas yang digunakan potensi hasil masih rendah. Untuk varietas
ketamonca potensi hasil 10,7 t/ha sedangkan untuk varietas superphilip masih adanya perbedaan
produktivitas bawang merah dengan potensi yang seharusnya dapat dicapai oleh varietas
superphilip dimana potensi hasilnya adalah 17,60 t/ha di lapangan rata-rata provitas petani
adalah 10-12,2 t/ha.

Harga bawang merah berfluktuasi sebagaimana kondisi pasokan bawang merah di pasar.
Hal ini sesuai dengan kaidah ekonomi dimana harga akan meningkat saat demand melebihi
supplay dan sebaliknya. harga bawang merah di Kabupaten Bima secara time series setiap bulan
pada tahun 2012-2016. adanya kecenderungan trend harga bawang merah tinggi yakni harga
diatas Rp. 15.000/kg bahkan menembus harga Rp. 25.000/kg pada Bulan Desember-Mei karena
pada bulan-bulan tersebut terjadi deficit supplay dibandingkan permintaan. Ini disebabkan petani
belum mengusahakan bawang merah secara luas. Pada musim hujan petani menanam padi dan
palawija sebagai bahan makanan pokok. Trend harga rendah dimulai pada Juli sampai Oktober
dengan harga rata-rata di bawah Rp. 10.000/kg.

Dengan demikian Kementerian Pertanian bekerja sama dengan Bulog sebaiknya


menyerap bawang merah pada bulan Juli-Oktober tersebut disertai dengan kebijakan penetapan
harga terendah yang sesuai sehingga harga tersebut tidak merugikan petani. Kemudian
mendistribusikan pada saat kelangkaan stok di pasar.

Pengembangan agribisnis bawang merah ditujukan untuk meningkatkan produksi dan


menjaga kesinambungan pasokan baik untuk konsumsi dan benih sehingga mengurangi
ketergantungan pada impor. Oleh karena itu pengembangan diarahkan pada (a) pengembangan
ketersediaan benih unggul, (b) pengembangan sentra produksi dan perluasan areal tanam, serta
(c) pengembangan produk olahan.

Potensi lahan untuk pengembangan bawang merah di Kabupaten Bima seluas 18.075 Ha
baik pada lahan sawah maupun lahan kering dan tersebar di beberapa wilayah Kecamatan.
Potensi pengembangan baru di lahan kering 5.431 Ha. Hal ini merupakan daya dukung yang
sangat besar dalam pengembangan agribisnis bawang merah.

Potensi pengembangan bawang merah di kabupaten Bima diarahkan pada perluasan areal
tanam dan pengembangan sentra produksi benih unggul. Potensi perluasan areal tanam ditujukan
di lahan kering sehingga dapat ditanam pada musim hujan dan menghasilkan bawang merah off
season untuk memenuhi pasokan yang kurang pada musim hujan. Didukung pula perbaikan dosis
pemupukan untuk meningkatkan produktivitas bawang merah Pengembangan sentra produksi
benih juga perlu dilakukan mengingat keterbatasan benih unggul di Kabupaten Bima. lokasi
pengembangan sentra perbenihan di arahkan ke wilayah yang melakukan tanam 3 kali setahun
sehingga ketersediaan berkesinambungan.

Anda mungkin juga menyukai