Anda di halaman 1dari 10

RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG

HIBRIDA PADA SISTEM TUMPANG SARI DENGAN KACANG


TANAH DAN JARAK TANAM

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH:
JUNARIUS BIN YAKOBUS
19.402010.11

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2022
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah sehingga membuat negara
indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki potensi sangat besar dalam sektor
pertanian. Peran sektor pertanian dalam pembangunan Indonesia dapat dilihat dari kontribusi
sektor pertanian terhadap perekonomian nasional. Sektor pertanian terdiri dari subsektor
tanam pangan, holtikultur, kehutanan, perkebunan, dan peternakan, diantara keempat
subsektor yang memiliki peran penting subsektor tanaman panganlah yang merupakan salah
satu subsektor yang memilii peran penting dalam menyiapkan bahan pangan utama bagi
masyarakat untuk menunjang kelangsungan hidup. Pertanian tanaman pangan terdiri dari dua
kelompok besar yaitu pertanian padi dan palawija, pengembangan tanaman palawija juga
diarahkan untuk memantapkan ketahanan pangan dan pengetasan kemiskinan. Salah satu
tanaman palawija yang banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia adalah tanaman
jagung. Jagung merupakan komunitas pangan kedua paling penting di Indonesia setelah padi
tetapi jagung bukan merupakan produk utama dalam sektor pertanian. Jagung merupakan
salah satu tanaman pangan pokok yang di konsumsi oleh sebagian besar penduduk selain
beras, ubi kayu, ubi jalar, talas, dan sagu. Selain itu jagung bisa diolah menjadi aneka
makanan yang merupakan sumber kalori dan juga sebagai pakan ternak. Sebagai produk
antara penanaman padi, jagung juga diproduksi secara intensif di beberapa daerah di
Indonesia yang merupakan penghasil jagung (Sumber: Depertemen pertanian 1995).
Pada umumnya petani membudidayakan jagung secara monokultur, sehingga hasil
yang diperoleh masih rendah dan penggunaan lahan tidak efesien. Menurut Efendi dkk.,
(2007) dalam Sembiring, Jonis, dan Ferry, (2015), usaha tani monokultur pada lahan sempit
kurang menguntungkan, kegagalan panen, berarti kerugian sangat besar. Polikultur dengan
sistem pola tanam yang tepat dapat mengatasi kerugian akibat gagal panen dari satu jenis
komoditas. Tumpangsari merupakan suatu usaha intensifikasi dalam meningkatkan produksi
pertanian, yaitu pola menanam beberapa jenis tanaman pada lahan dan waktu yang
bersamaan, yang diatur sedemikian rupa dalam barisan tanaman. Penanaman dengan cara ini
bisa dilakukan pada dua atau lebih jenis tanaman yang relatif seumur, misalnya jagung dan
kacang tanah, atau bisa juga pada beberapa jenis tanaman yang umurnya berbeda-beda
dengan penanaman berselang seling dan jarak tanam teratur dalam sebidang lahan yang sama
(Warsana, 2009). Hal yang harus dipertimbangkan dalam tumpangsari ialah perbedaan sistem
perakaran, tinggi tanaman, famili dan tanaman inang dari hama yang berbeda, populasi, dan
jarak tanam (Ashandi, 1998, dalam Herlina dan Aisyah, 2018).
Tumpangsari jagung (serealia) dengan jenis kacang-kacangan (legume), seperti
kacang tanah, merupakan salah satu tumpangsari yang umum karena kacang tanah dapat
menambat N dari udara sehingga mengurangi kompetisi N dandapat mengurangi penambahan
N dari pupuk buatan. Tanaman jagung dan kacang tanah dapat memberi pengaruh yang
komplementer baik terhadap pertumbuhan dan perkembangan kedua jenis tanaman. Postur
jagung yang tinggi dan ramping serta kacang tanah yang lebih rendah menyebabkan
turbulensi angin lebih baik, sehingga terjadi distribusi CO2 yang merata. Jagung merupakan
tanaman tipe C4 yang memerlukan intensitas cahaya yang tinggi, sedangkan kacang tanah
walaupun laju fotosintesis lebih rendah tetapi sebagai tanaman tipe C3, relatif tahan terhadap
naungan (Durma, 2010). Permasalahan utama dalam pola tanam tumpangsari adalah adanya
kompetisi antar dua species tanaman yang ditanam, yaitu dalam penyerapan air, unsur hara,
cahaya matahari dan ruang tumbuh. Pengaturan jarak tanam yang sesuai dapat mengurangi
naungan dan mengoptimalkan produksi pada sistem tumpangsari jagung hibrida dan tanaman
kacang tanah. Semakin tinggi tingkat kerapatan suatu pertanaman mengakibatkan semakin
tinggi tingkat persaingan antar tanaman dalam hal memperoleh unsur hara, cahaya matahari,
dan faktor tumbuh lainnya. Jika populasi masih dibawah peningkatan kompetisi maka
peningkatan produksi akan tercapai pada populasi yang lebih padat (banyak) (Bakkara, 2010
dalam Sembiring dkk., 2015).
Untuk itu perlu dilakukan pengaturan jarak tanam pada suatu sistem pertanaman
untuk meminimalkan kompetisi diantara tanaman atau dapat saling mendukung untuk
pertumbuhan dan produksi serta meningkatkan produktivitas per satuan luas lahan (Francis,
1986 dalam Ridwan, 1992, yang dikutip oleh Herlina, 2011). Pengaturan jarak tanam jagung
dalam sistem tumpangsari sangat penting untuk menentukan populasi persatuan luas lahan.
Penelitian Wahid dkk., (1998 dalam Durma 2010) menunjukkan bahwa semakin rapat jarak
tanam jagung (populasi 62.000 tanaman/ha) menyebabkan semakin rendahnya jumlah polong
kacang tanah produktif per rumpun dan semakin tinggi kerapatan tanaman, semakin rendah
berat kering pertanaman. Berdasarkan pokok pemikiran di atas perlu diteliti pengaruh jarak
tanam pada pola tumpang sari dengan kacang tanah terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman jagung hibrida.

1.2 Rumusan Masalh


Apakah pengaruh jarak tanam dan tumpang sari pada tanaman jagung dapat
meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung hibrida ?
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui jarak tanam dan tumpangsari yang digunakan memiliki respon
pertumbuhan dan hasil tanaman jagung hibrida
1.4 Hipotesis
1.4.1 Jarak tanam dan tumpangsari berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman
jagung hibrida
1.4.2 Terdapat interaksi antara jarak tanam dan tumpang sari pada tanaman jagung hibrida
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Jagung Hibrida
Jagung hibrida sendiri merupakan salah satu jenis jagung yang memiliki keturunan
pertama dari perkawinan silang antara tanaman jagung betina dengan tanaman jagung jantan,
masing-masing keduanya memiliki sifat individu homogen dan heterozigot yang unggul.
Benih jagung hibrida tersebut melalui proses pembuatan silang dengan sendirinya secara
alami yang nantinya dikembangbiakkan melalui proses pembuatan satu tanaman dilakukan
secara berulang hingga lebih dari tujuh generasi. Hal ini menyebabkan hasil bibit buatan
sendiri akan disilangkan sifat individu keduanya dengan program pembiakkan secara selektif
guna memperoleh hasil benih jagung hibrida menuju generasi awal (F1). Semua jenis hibrida
mempunyai daya hasil tumbuh yang lebih tinggi dibanding dengan jenis bersari bebas,
dikarenakan jenis hibrida ini memiliki gen dominan yang hasilnya positif dari segi
peningkatan produksi. Hibrida juga telah melalui proses pengembangan berdasarkan masalah
gejala hybrid vigor (heterosis) menggunakan galur tanaman generasi utama F1 sebagai
tanaman produksi. Oleh sebab itu benih hibrida harus ada upaya tindakan khusus agar mampu
memperbaharui daya tumbuh tanaman supaya menghasilkan generasi F1. Kelebihan jagung
hibrida berdasarkan hasil kapasitas produksinya selalu meningkat pesat sekitar 8-12 ton per
hektar, lebih tahan terhadap hama penyakit, lebih praktis pembuatan pemupukan,
pertanaman, dan tongkol lebih sejenis.
Untuk mendapatkan kualitas benih jagung hibrida yang diinginkan, dilakukan dengan
tingkat kematangan sesuai dengan keperluannya. Pemanenan 6 jagung yang dilakukan tidak
tepat waktu sesuai dengan keperluannya sehingga dapat menurunkan kualitas dan
menyulitkan pemasaran. Maka dari itu terdapat beberapa tolak ukur panen antara lain: secara
umur sudah memasuki fase panen yaitu antara 90 sampai 110 hari, warna daun dan klobot
berwarna coklat, sudah stage 4 dengan kadar air antara 30-35%. Umumnya pengajuan panen
di perusahaan pembenihan jagung berada di stage 3 sampai 4.

2.1.2 Tumpang Sari


Tumpangsari merupakan pola pertanaman ganda (Multiple cropping) dapat diartikan
menanam lebih dari satu atau tanaman pada lahan yang sama dalam kurun waktu bersamaan.
Menurut Andrews and Kassam (1976). Salah satu Multiple cropping yang digunakan adalah
pola tumpangsari. Pola tumpangsari yaitu pola penanaman dua jenis tanaman atau lebih
secara bersamahan pada lahan yang sama. Tahir (1985).
Sistem tumpangsari mempunyai banyak keuntungan yang tidak dimiliki pada pola
tanam monokultur. Beberapa keuntungan pada pola tanaman tumpangsari yang pertama
adalah meningkatkan efisiensi atau tenaga kerja, pemanfaatan lahan, maupun penyerapan
sinar matahari, Yang kedua populasi tanaman dapat diatur sesuai kebutuhan, ketiga dalam
satu areal diperoleh produksi lebih dari satu komoditas dan yang terakhir tetap memperoleh
peluang hasil dari produksi yang lebih dari satu komoditas.
2.1.3 Jagung Hibrida
Klasifikasi tanaman jagung hibrida adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales (graminales)
Family : Poaceae (graminae)
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.

2.1.4 Morfologi
a. Akar
Jagung termasuk tanaman berakar serabut yang terdiri dari tiga type akar, yaitu akar
seminal, akar adventif, dan akar udara. Akar seminal tumbuh radikula dan embrio. Akar
adventif disebut juga akar tunjang, akar ini tumbuh dari buku paling bawah, yaitu sekitar 4
cm dari permukaan tanah. Sementara akar udara adalah akar yang keluar dari dua atau lebih
buku terbawah dekat permukaan tanah (Purwono dan Hartono, 2005.
b. Batang
Batang tanaman jagung berbentuk silindris, yang masih muda berwarna hijau dan
rasanya manis karena banyak mengandung zat gula, beruas-ruas, dan pada bagian pangkal
beruas sangat pendek dengan jumlah sekitar 8-20 ruas. Ratarata panjang tanaman jagung
antara satu sampai tiga meter (Purwono dan Hartono, 2005).
c. Daun
Daun tanaman jagung berbentuk pita atau garis. Selain itu juga mempunyai ibu tulang
daun yang terletak tepat di tengah-tengah daun dan sejajar dengan ibu daun. Tangkai daun
merupakan pelepah yang biasanya berfungsi untuk membungkus batang tanaman jagung
(Purwono dan Hartono, 2005).
d. Bunga
Bunga jantan terdapat pada malai bunga di ujung tanaman, sedangkan bunga betina
terdapat pada tongkol jagung. Bunga betina ini yang biasa disebut sebagai tongkol (Warisno,
2007).
e. Buah
Buah jagung terdiri atas tongkol, biji dan daun pembungkus. Biji jagung mempunyai
bentuk, warna dan kandungan endosperm yang bervariasi, tergantung pada jenisnya. Pada
umumnya jagung memiliki barisan biji yang melibit secara lurus atau berkelok-kelok dan
berjumlah antara 8-20 baris biji. Biji jagung terdiri atas tiga bagian utama yaitu kulit biji,
endosperm dan embrio. Umur panen tanaman jagung 70 - 75 HST, berat buah 480
gram/perbuah, potensi hasil 12 – 16 ton/ha, buahnya berbentuk lonjong panjang (Rukmana,
2004).
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Jagung
2.2.1. Iklim
Daerah yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung yaitu daerah beriklim
sedang hingga daerah beriklim subtropis/tropis basah dengan curah hujan yang ideal sekitar
85-200 mm/bulan pada lahan yang tidak beririgasi. Pertumbuhan tanaman jagung sangat
membutuhkan sinar matahari dalam masa pertumbuhan. Suhu yang dikehendaki tanaman
jagung untuk pertumbuhan terbaiknya antara 27-32 0C . Jagung termasuk tanaman yang
membutuhkan air yang cukup banyak, terutama pada saat pertumbuhan awal, saat berbunga,
dan saat pengisian biji. Secara umum tanaman jagung membutuhkan 2 liter air per tanaman
per hari saat kondisi panas dan berangin. Kekurangan air pada saat 3 minggu setelah keluar
rambut tongkol akan menurunkan hasil hingga 30%. Sementara kekurangan air selama
pembungaan akan mengurangi jumlah biji yang terbentuk. Jagung memerlukan kelembaban
optimum pada saat tanam atau pada saat dimana tanah harus mendekati kapasitas lapang
(Sastrahidayat dan Soemarno, 1991).
2.2.2. Tanah
Purwono dan Hartono (2005) mengatakan bahwa jagung termasuk tanaman yang
tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus dalam penanamannya. Jagung dikenal
sebagai tanaman yang dapat tumbuh di lahan kering, sawah, dan pasang surut, asalkan syarat
tumbuh yang diperlukan terpenuhi. Jenis tanah yang dapat ditanami jagung antara lain
Andosol, latosol, dan Grumosol. Namun yang terbaik untuk pertumbuhan jagung adalah
Latosol. Keasaman tanah antara 5.6-7.5 dengan aerasi dan ketersediaan air yang cukup 9 serta
kemiringan optimum untuk tanaman jagung maksimum 8%. pH tanah antara 5,6-7,5. Aerasi
dan ketersediaan air baik, kemiringan tanah kurang dari 8 %. dan ketinggian antara 1000-
1800 m dpl dengan ketinggian optimum antara 50-600 m dpl (Prabowo, 2007).
2.3. Jarak Tanam
Jarak tanam dalam pertanaman jagung manis merupakan faktor penting yang
menentukan kualitas dan kuantitas hasil produksi. Jarak tanam menimbulkan pengaruh yang
spesifik terhadap perilaku tanaman. Bila jarak tanam dipersempit, jumlah populasinya
bertambah maka pada suatu saat akan tejadi persaingan antar tanaman dalam memenuhi
unsur hara. Kerapatan tanaman harus diatur dengan jarak tanam sehingga tidak terjadi
persaingan antara tanaman. Jarak tanam mempengaruhi populasi tanaman dan konfesien
penggunaan cahaya, jarak tanaman jagung mempengaruhi kompotisi antara tanaman dalam
menggunakan air dan zat hara sehingga akan mempengaruhi hasilnya (Harjadi, 1996). Jarak
tanam yang lebar akan memberikan ukuran tongkol dan biji yang lebih besar dari pada yang
dihasilkan dari tanaman yang ditanam rapat, tetapi dari berat total per hektar jarak tanam
memberikan hasil yang lebih besar dari yang jarak tanam jarang. Karena dengan peningkatan
populasi tanaman yang berarti tanamannya lebih banyak akan meningkatkan hasil jagung
persatuan luas walaupun ukuran bijinya lebih kecil. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 60
cm x 30 cm (Ridwan, 1996).
2.4. Peranan Unsur Hara Bagi Tanaman
Pupuk adalah suatu bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan
unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Nurhajati et al., 1986). Leiwakabessy dan
Sutandi (1988) menyatakan pemupukan bertujuan untuk meningkatkan tersedianya unsur
hara di dalam tanah. Sidek (1988) menambahkan bahwa kombinasi perlakuan dosis pupuk
terbaik untuk meningkatkan produksi dan kualitas jagung manis adalah Urea 300 kg/ha, SP-
36 300 kg/ha dan KC1 300 kg/ha, merupakan kombinasi.
2.4.1. Nitrogen (N)
Secara umum nitrogen berperan dalam memacu pertumbuhan tanaman terutama pada
fase vegetatif, berperan dalam pembentukan klorofil serta sebagai komponen pembentuk
lemak, protein, dan persenyawaan lain (Marsono dan Sigit, 2001). Parker (2004)
menambahkan bahwa nitrogen berperan dalam proses pertumbuhan, sintesis asam amino dan
protein serta merupakan pembentuk struktur klorofil. Nitrogen sebagai pembentuk struktur
klorofil, nitrogen akan mempengaruhi warna hijau daun. Ketika tanaman tidak mendapatkan
cukup nitrogen, warna hijau daun akan memudar dan akhirnya menguning. Kekurangan
nitrogen akan menyebabkan pertumbuhan terhambat, daun berwarna kuning, tangkai tinggi
kurus, dan warna hijau daun menjadi pucat. Pemberian unsur hara nitrogen dapat dilakukan
melalui pemupukan. Pupuk nitrogen termasuk pupuk kimia buatan tunggal. Jenis pupuk ini
termasuk pupuk makro. Sesuai dengan namanya pupuk-pupuk dalam kelompok ini
didominasi oleh unsur nitrogen. Adanya unsur lain di dalamnya lebih bersifat 11 sebagai
pengikat atau juga sebagai katalisator. Salah satu jenis pupuk nitrogen yang sering digunakan
adalah urea. Urea adalah pupuk buatan hasil persenyawaan NH 4 (amonia) dengan CO 2 .
Bahan dasarnya biasanya berupa gas alam dan merupakan hasil ikutan tambang minyak
bumi. Kandungan N total berkisar antara 45-46% (Marsono dan Sigit, 2001).
2.4.2. Phosfor (P)
Phospor disebut sebagai unsur hara terpenting bagi tanaman karena unsur ini terlibat
langsung dalam proses fotosentesis. Unsur P adalah hara kedua setelah nitrogen dalam
frekuensi atau kegunaannya sebagai pupuk. Keperluan P kadang- kadang lebih kritik dari
pada N pada tanah-tanah tertentu. Nitrogen dapat ditambat oleh mikroba dari udara, tetapi
unsur P hanya berasal dari batuan. Tanpa kecukupan P berbagai proses di dalam tanaman
akan terhambat sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak berlangsung secara
optimal (BPP, 1991). Phospor (P) berperan dalam merangsang pertumbuhan dan
perkembangan akar, sebagai bahan dasar (ATP dan ADP), membantu asimilasi dan respirasi,
mempercepat proses pembungaan dan pembuahan, serta pemasakan biji dan buah (Marsono
dan Sigit, 2001). Parker (2004) menambahkan phospor berperan dalam menstimulasi
pertumbuhan akar, membantu pembentukan benih, berperan dalam proses fotosintesis dan
respirasi. Kekurangan unsur phospor akan menyebabkan warna keunguan pada daun dan
batang serta bintik hitam pada daun dan buah Parker (2004). 12 Menurut Tan (1996) phosfor
merupakan hara tanaman esensial dan diambil oleh tanaman dalam bentuk ion anorganik : H
2 PO 4 dan HPO 4 2- . Phosfor diperlukan dalam perkembangan akar, untuk
mempertahankan vigor tanaman, untuk pembentukan benih, dan pengontrolan kematangan
tanaman. Phosfor juga merupakan komponen esensial ADP (Adenosine Di Phospate) dan
ATP (Adenosine The Phospate) , yang bersama-sama memerankan bagian penting dalam
fotosintesis dan peyerapan ion serta sebagai transportasi dalam tanaman. Phosfor juga
merupakan bagian esensial dari asam nukleat (DNA dan RNA).
2.4.3. Kalium (K)
Kalium berperan dalam membantu pembentukan protein dan karbohidrat,
memperkuat jaringan tanaman, berperan membentuk antibodi tanaman terhadap peyakit serta
kekeringan (Marsono dan Sigit, 2001). Kalium tidak disintesis menjadi senyawa organik oleh
tumbuhan, sehingga unsur ini tetap sebagai ion di dalam tumbuhan. Kalium berperan sebagai
aktivator dari berbagai enzim yang esensial dalam reaksi-reaksi fotosintesis dan respirasi,
serta untuk enzim yang terlibat dalam sintesis protein dan pati. Kalium juga merupakan ion
yang berperan dalam mengatur potensi osmotik sel, dengan demikian akan berperan dalam
mengatur tekanan turgor sel. Berkaitan dengan pengaturan turgor sel ini, peran yang penting
dalam proses membuka dan menutupnya stomata (Lakitan, 2004). Tanaman yang kekurangan
kalium akan lebih peka terhadap penyakit dan kualitas produksi biasanya rendah, baik daun,
buah maupun biji seperti pada kedelai (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998). 13 Kebutuhan
tanaman akan unsur K dapat diperoleh dari pemupukan. Salah satu jenis pupuk kalium yang
dikenal adalah KCl (Marsono dan Sigit, 2001). Upaya pemupukan kalium harus
memperhatikan asas efektifitas karena selain mudah larut dan tercuci bersama air perlokasi,
unsur kalium juga mudah terikat dalam tanah. Efektivitas pemupukan kalium dapat dicapai
antara lain dengan memperhatikan waktu dan cara pemupukan yang tepat. Pemberian pupuk
kalium secara bertahap diperlukan untuk mencegah penyerapan berlebihan oleh tanaman
"luxury Consumption". Pada tanah yang cukup mengandung kalium, pemberian pupuk
kalium dapat dikurangi. Dibandingkan tanaman pangan, tanaman perkebunan dan industri
lebih banyak menggunakan pupuk kalium anorganik (Runhayat, 1995).
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dilahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Borneo
Tarakan mulai dari tanggal …… sampai dengan ……..
3.2. Bahan Dan Alat
3.2.1 Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

a. Jagung hibrida
b. Kacang tanah
c. Pupuk kandang ayam
d. Urea
e. SP.36
f. KCL
3.2.2 Alat
a. Cangkul
b. Gembor
c. Meteran
d. Pisau
e. Tali rapia
f. Jangka sorong
g. Alat tulis
3.3 Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Kelompok (RAK) pola faktorial 2 x 3 dengan 4 ulangan. Ada 2 faktor yang diteliti yaitu
tumpangsari dan jarak tanam
Faktor sistem tumpangsari (T) terdiri dari 2 taraf yaitu:
T0 = tanpa tumpangsari (kontrol)
T1 = dengan tumpangsari
Faktor jarak tanam (J) terdiri dari 3 taraf yaitu:
J1 = 60 cm x 40 cm
J2 = 70 cm x 40 cm
J3 = 80 cm x 40 cm

Dengan demikian terdapat 24 unit satuan perlakuan

Anda mungkin juga menyukai