Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman padi (Oryza sativa) merupakan sumber makanan pokok

bagi hampir seluruh rakyat Indonesia. Padi adalah salah satu komoditas

sereal yang paling banyak dibudidayakan di dunia bersama dengan jagung

dan gandum, yang mewakili lebih dari 50% dari produksi pertanian (De

Almeida et al., 2012). Kebutuhan beras dalam negeri masih terus meningkat

seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan tingkat konsumsi yang

masih tinggi.

Data Badan Pusat Statistik (2011), menunjukkan jumlah penduduk

Indonesia pada saat ini telah mencapai 237 juta orang. Konsumsi beras

nasional sebesar 139,15 kg/kapita/tahun atau sekitar 34 juta ton per tahun

pada tahun 2011, sementara produksi beras tahun 2011 sampai bulan

Desember mencapai 38 juta ton. Kebutuhan beras nasional pada tahun 2015

diproyeksikan sebesar 70 juta ton sehingga pemerintah harus berupaya

keras untuk meningkatkan produksi beras nasional untuk memenuhi angka

tersebut.

Peningkatan produksi padi dapat dilakukan dengan berbagai cara

diantaranya ialah dengan ekstensifikasi, apabila cara ekstensifikasi kurang

optimal dikarenakan jumlah lahan produksi yang semakin sedikit maka

digunakan intensifikasi pertanian yang meliputi pengoptimalan irigasi,

pengolahan tanah, pemupukan dan pemilihan bibit unggul. Perbaikan mutu

dan produktifitas tanaman merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan

jumlah produksi dan memperbaiki rata-rata jumlah produksi dalam suatu

kawasan.

Padi hibrida dikembangkan oleh peneliti pemulia tanaman, mengikuti

sukses teknologi hibrida pada tanaman jagung. China merupakan negara

Karya Ilmiah 1
yang berhasil menerapkan penanaman padi hibrida seluas 15 juta hektar

pada akhir tahun 1980-an, sedangkan di Indonesia (Puslitbang Tanaman

Pangan) mulai merintis program penelitian padi hibrida sejak akhir tahun

1985-an Pemerintah melalui Kementerian Pertanian khususnya Badan

Litbang Pertanian, secara intensif terus mengembangan padi hibrida melalui

program Uji Multi Lokasi.

Teknologi hibrida secara signifikan memberikan penjelasan secara

empirik dan ilmiah bahwa teknologi ini dapat meningkatkan kualitas dan

kuantitas dari tanaman sedikitnya dua kali lipat lebih banyak dibandingkan

teknologi inbrida. Padi hibrida dipilih karena memiliki kelebihan yang tidak

dimiliki oleh padi inbrida. Kelebihan yang paling utama dari padi hibrida yaitu

hasilnya lebih tinggi 20-30% dari padi inbrida, kondisi tersebut dapat

mengatasi kondisi lahan yang semakin menyempit. Kelebihan lainnya ialah

tanaman padi lebih tegak, kompak dan seragam. Padi hibrida malainya berisi

banyak dengan bulir yang penuh dan bernas, tahan terhadap penyakit serta

menghasilkan kualitas nasi yang pulen dan harum.

Produksi benih padi hibrida mempunyai kendala dan tidak semudah

memproduksi benih padi inbrida. Menurut Irsal et al.(2003) produksi benih

padi hibrida lebih rumit karena pemanfaatan fenomena heterosis turunan

pertama (F1) dari hasil persilangan antara dua induk yang berbeda.

Fenomena heterosis tersebut menyebabkan tanaman F1 lebih vigor, tumbuh

lebih cepat, anakan lebih banyak, malai lebih lebat dan hasil lebih tinggi

daripada varietas unggul biasa (inbrida). Namun keunggulan padi hibrida,

tidak diperoleh pada populasi generasi kedua (F2) dan berikutnya. Oleh

karena itu produksi benih F1 dalam pengembangan padi hibrida memegang

peran penting dan strategis sehingga benih padi hibrida lebih mahal

dibandingkan benih padi inbrida.

Karya Ilmiah 2
Namun ditengah gencar-gencarnya upaya swasembada beras

nasional, ternyata respon petani terhadap padi hibrida agak pasif. Hal ini

dikarenakan mahalnya benih padi hibrida, kecenderungan padi hibrida

membutuhkan pupuk yang lebih banyak, serta pada beberapa kasus padi

hibrida rentan terhadap serangan hama dan penyakit sehingga

membutuhkan pestisida yang lebih banyak.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas dapat di identifikasi permasalahan sebagai

berikut :

Perlu di uji varietas beberapa padi hibrida untuk mengetahui tingkat

pertumbuhan dan produktivitas.

C. Tujuan

Tujuan dari uji varietas ini adalah untuk mengetahui perbedaan

karakteristik pertumbuhan dan produktivitas beberapa varietas padi

hibrida.

D. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari uji varietas ini adalah :

1. Penerapan teknologi ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dan

masukan dalam pelaksanaan penyuluhan pertanian

2. Memberikan gambaran kepada petani agar tidak sungkan

berbudidaya padi hibrida

Karya Ilmiah 3
BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Botani Umum Tanaman Padi

Tanaman padi menurut Tjitrosoepomo (2000) termasuk kedalam ordo

poales, famili gramineae dan merupakan genus Oryza.

Difisio : Spermatopyta

Sub Difisio : Angiospermae

Classis : Monocotyledoneae

Ordo : Poales

Familia : Poceae

Genus : Oryza

Species : Oryza sativa L.

Menurut Anonim (2007 a), Padi termasuk dalam suku padi-padian atau

Poaceae (sinonim Graminae atau Glumiflorae). Sejumlah ciri suku (familia)

ini juga menjadi ciri padi, misalnya berakar serabut, daun berbentuk lanset

(sempit memanjang), urat daun sejajar, memiliki pelepah daun, bunga

tersusun sebagai bunga majemuk dengan satuan bunga berupa floret, floret

tersusun dalam spikelet, khusus untuk padi satu spikelet hanya memiliki satu

floret, buah dan biji sulit dibedakan karena merupakan bulir (Ing. grain) atau

kariopsis. Pertumbuhan tanaman padi dibagi ke dalam 3 fase yaitu vegetatif

(awal pertumbuhan sampai pembentukan malai); Reproduktif (pembentukan

malai sampai pembungaan); dan Pematangan (pembungaan sampai gabah

matang). Di daerah tropis, fase reproduktif 35 hari dan fase pematangan

sekitar 30 hari. Perbedaan masa pertumbuhan ditentukan oleh perubahan

panjang waktu fase vegetatif.

Karya Ilmiah 4
Sebagai contoh, IR64 yang matang dalam 110 hari mempunyai fase

vegetatif 45 hari, sedangkan IR8 yang matang dalam 130 hari fase

vegetatifnya 65 hari (Anonim, 2006 a).

B. Padi Hibrida

Padi hibrida adalah produk persilangan antara tetua dua padi yang

berbeda secara genetik. Apabila tetua-tetua diseleksi secara tepat maka

turunannya akan memilki vigor dan daya hasil yang lebih tinggi dari kedua

tetua tersebut (Satoto, 2006). Padi hibrida merupakan hasil rekayasa

teknologi yaitu hasil persilangan antara dua jenis padi yang menurunkan

varietas unggul satu generasi sebagai suatu komoditi baru bagi petani.

(Anonim, 2006 b). Menurut Irsal et al. (2003), padi hibrida memiliki sifat

penting, antara lain (a) jumlah anakan sedikit (7-12 batang) dan semuanya

produktif, (b) malai lebih panjang dan 1ebat (>300 butir/malai), (c) batang

besar dan kokoh, (d) daun tegak, tebal, dan hijau tua, (e) perakaran panjang

dan lebat. Potensi hasil 10-25% tebih tinggi dibandingkan dengan varietas

unggul yang ada saat ini.

Padi hibrida menurut Satoto (2006), memiliki keunggulan dibandingkan

dengan padi unggul lainnya, keunggulan tersebut diantaranya adalah hasil

dan vigor yang lebih baik. Keistimewaan lain dari padi hibrida adalah memiliki

produktivitas 15 – 20 % di atas produksi padi nonhibrida. Produksi akan jauh

lebih besar jika lahannya cocok dan subur (Anonim, 2003) dan menurut

Anonim (2007 b), Dengan padi hibrida, di negara-negara lain terbukti

produktivitas padi meningkat 20 persen dibanding padi non hibrida sehingga

tanaman jenis ini tepat untuk mendongkrak produktivitas padi di dalam

negeri. Namun dalam penanaman padi hibrida mempunyai persyaratan agar

pertumbuhannya maksimal diantaranya terpenuhinya irigasi (Anonim, 2007

b), pemupukan sebanyak 3 kali selama penanaman serta pengaturan jarak

Karya Ilmiah 5
20 cm x 20 cm (Anonim, 2007 c).

Dalam kegiatan perakitan varietas sebagai langkah awal adalah kegiatan

genotip-genotip yang digunakan sebagai tetua betina adalah tanaman yang

akan diperbaiki sifat-sifat lemahnya. Sedangkan tetua jantan persilangan

antara tetua betina dengan tetua jantan, dan pada umumnya adalah genotip

yang dapat memperbaiki sifat lemah yang ada pada tetua betina (Tjubaryat

dan Sukaryo, 1995). Untuk membentuk padi hibrida diperlukan penggunaan

galur mandul jantan dalam persilangan. Galur mandul jantan yang paling

banyak digunakan di beberapa negara yang mengembangkan padi hibrida

adalah galur mandul jantan sitoplasmik (cytoplasmic male-sterile line) atau

disebut juga sistem tiga galur karena melibatkan tiga galur tetua dalam

persilangan, masing-masing galur mandul jantan sitoplasmik, galur pemulih

kesuburan, dan galur pemelihara mandul jantan (Yuan, 1998).

Karya Ilmiah 6
BAB III
METODE PELAKSANAAN

A. Waktu dan Tempat

Kegiatan ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2015 sampai Juni 2015 di

Desa Kalisabuk Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap.

B. Pelaksanaan Kegiatan

Tahapan yang dilaksanakan pada kegiatan uji varietas ini meliputi :

1. Penyiapan Lahan

Pada Prinsipnya lahan untuk budidaya padi hibrida sama dengan

penyiapan lahan untuk budidaya padi biasa (inhibrida). Tanah diolah

secara sempurna yaitu dibajak I dibiarkan selama 7 hari dalam keadaan

macak-macak, kemudian dibajak II digaru untuk melumpurkan dan

meratakan tanah.

2. Persemaian

Pembuatan persemaian dilakukan sebagai berikut :

- Tanah diolah, dicangkul dibiarkan dalam kondisi macak-macak selama

minimal 7 hari agar gabah yang ada dalam tanah tumbuh. Kemudian

olah tanah kedua sambil membersihkan lahan dari tanaman padi yang

tumbuh liar dan gulma.

- Membuat bedengan dengan tinggi minimal 5 - 10 cm, lebar 110 cm dan

panjang 110 cm. Pupuk persemaian dengan Urea, phonska masing-

masing sebanyak 5 gr/m persegi atau 1 kg benih per 20 meter persegi

lahan. Kebutuhan benih untuk 1 hektar areal pertanaman adalah 10 - 20

kg.

Karya Ilmiah 7
3. Penanaman

 Penanaman dilakukan pada saat bibit berumur 15 hari.

Jarak tanam 25 x 25 cm, satu tanaman per rumpun. Populasi bibit di

persemaian lebih jarang daripada yang bisa dipraktekan petani, sehingga

pada umur 21 hari bibit telah mempunyai anakan.

Varietas yang digunakan :

Dari hasil uji coba yang telah dilaksanakan telah didapat beberapa varietas

padi hibrida yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian dan lainnya

yaitu :

 Varietas HIPA 08

 Varietas HIPA 14

 Varietas DG I SHS

 Varietas MAPAN 05

4. Pemupukan

Takaran pupuk 250 kg Urea, 100 kg SP 36 dan 150 kg Phonska /ha.

Waktu Pemberian :

(1). Saat tanam : 100 kg Urea + 100 kg SP36 + 15 kg Phonska/ha.

(2). 4 minggu setelah tanam : 100 kg Urea/ha.

(3). 7 Minggu setelah tanam : 50 kg Urea + 50 kg Phonska/ha.

5. Pemeliharaan Tanaman

Penyiangan dilakukan secara intensif agar tanaman tidak terganggu gulma,

yang dilakukan 2 kali yaitu menjelang pemupukan ke 2 dan ke 3.

Penggunaan pestisida secara bijaksana dan sesuai anjuran POPT

setempat.

Karya Ilmiah 8
C. Denah Percobaan

Uji Varietas ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan 4

Varietas dan 3 kali ulangan dan denah di lapangan adalah sebagai berikut :

A B D C

D C D A

B A C B

Keterangan :

A : HIPA 08
B : HIPA 14
C : DG I SHS
D : MAPAN 05

D. Variabel Pengamatan

Variabel-variabel yang diamati antara lain :

1. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai pucuk daun tertinggi.

Pengukuran ini dilakukan pada 10 sampel per petak pada fase vegetatif

akhir (muncul premordia ) dan saat fase masak .

2. Jumlah anakan dihitung pada saat umur 25 hst

3. Jumlah anakan produktif, Menghitung jumlah anakan produktif pada saat

tanaman memasuki fase vegetatif akhir dan pada saat fase masak.

4. Jumlah rumpun dipanen dengan menghitung jumlah rumpun total yang

dipanen per petak pada saat masa panen.

5. Intensitas serangan hama dan penyakit Mengamati seluruh petak

terhadap serangan hama dan penyakit pada saat fase vegetatif dan fase

generatif. Pengamatan dilakukan terhadap 10 sampel per petak dengan

menghitung persentase daun rusak akibat hama/pathogen (berupa daun

berlubang, sobek atau karat).

Karya Ilmiah 9
6. Panjang Malai, diukur mulai dari ujung malai sampai pangkal malai pada

10 tanaman sample per petak. Pengamatan ini dilakukan pada saat fase

masak.

7. Jumlah Gabah Bernas tiap malai, dihitung dengan cara mengambil 10

rumpun sampel per petak.

8. Jumlah Gabah Hampa tiap malai, dihitung dengan cara mengambil

rumpun sampel per petak.

9. Bobot Gabah 1000 butir, gabah ditimbang setelah dirontokan dan

dikeringanginkan.

10. Hasil Gabah Kering per petak (Ubinan), dengan mengukur 2,5x2,5m dan

menimbang hasilnya.

Karya Ilmiah 10
BAB IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tinggi Tanaman

Tahap pertumbuhan tanaman terbagi menjadi 2 yaitu fase vegetatif dan

fase generatif. Fase vegetatif terjadi pada perkembangan akar, daun dan

batang baru, terjadi pada awal pertumbuhan. Pada fase generatif atau

reproduktif terjadi pada pembentukan dan perkembangan kuncup-kuncup

bunga, buah dan biji (Novizan, 2005). Hardjowigeno (1987 dalam Kariada et

al., 2006) menambahkan, cara yang digunakan untuk mengukur

pertumbuhan adalah dengan menyatakan dalam penambahan berat kering,

panjang, tinggi ataupun diameter batang .

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman pada beberapa varietas hibrida


Tinggi Tanaman (cm) pada umur (hst)
Varietas
25 39 53 67 81 95
HIPA 08 98.7 115.2 131.64 132.68 135.84 -
HIPA 14 89.4 105.4 119.44 125.4 127.8 -
DG I SHS 51.1 74.5 117.76 121.76 125.72 135.72
MAPAN 05 75.3 85.7 106.84 110.6 110 110

Pada tabel 1 menunjukkan bahwa uji empat varietas padi hibrida

didapatkan rata-rata tinggi tanaman yang berbeda nyata nampak pada

varietas HIPA 08. Pengamatan hari ke 25 dan ke 39 hst untuk varietas DG I

SHS mempunyai tinggi tanaman yang paling rendah dibandingkan dengan

varietas yang lain, selanjutnya pada umur selanjutnya tidak menunjukkan

perbedaan. Varietas MAPAN 05 pada pengamatan hari ke 53 menunjukkan

tinggi tanaman yang lebih rendah dibandingkan varietas yang lain. Berbeda

dengan varietas DG I SHS dan MAPAN 05 yang masih menunjukan data

tinggi tanaman pada pengamatan hari ke 95 hst, untuk varietas HIPA 08 dan

HIPA 14 sudah tidak ada data tinggi tanaman disebabkan sudah memasuki

Karya Ilmiah 11
masa panen. Menurut Silitonga et al. (1985) dalam Zen dan Helmidar (1993)

karakter tinggi tanaman yang diinginkan adalah heterosis negatif atau

rendah, karena dengan demikian akan diperoleh tanaman-tanaman yang

lebih pendek dari rata-rata kedua tetuanya, oleh karena itu kebanyakan

pemulia tanaman memusatkan seleksi untuk tanaman yang lebih pendek

untuk mengatasi kerebahan akibat tiupan angin yang kencang (Goldsworthy

dan Fisher, 1992).

Tabel 2. Rata-Rata Jumlah Anakan (batang)


Rata-rata jumlah anakan (batang)
Varietas
25 39 53 67 81 95
HIPA 08 5.4 12.6 15.52 12.8 12.8 -
HIPA 14 10.2 18.4 22.26 22.28 22.28 -
DG I SHS 5.4 10.7 26.56 13.96 12.48 12.48
MAPAN 05 7.3 15.8 21.8 20.1 20.1 20.1

Rata-rata jumlah anakan pada keempat varietas padi hibrida yang

disajikan tabel 2 diatas menunjukkan bahwa varietas HIPA 14 mempunyai

jumlah anakan rata-rata yang lebih banyak pada pengamatan hari ke 25 dan

ke 39 dibandingkan pada minggu selanjutnya. Varietas DG I SHS pada

pengamatan hari ke 53 mempunyai jumlah anakan yang lebih banyak dari

varietas lain tetapi pada pengamatan selanjutnya jumlah menurun hal ini

disebabkan pada petak tersebut tanaman terserang beluk dan patah. Jumlah

anakan selain dipengaruhi oleh kesuburan tanah juga oleh varietas tanaman.

Tabel 3. Rata-rata jumlah anakan produktif


Rata-rata jumlah anakan produktif (batang)
Varietas
60 74 88 95
HIPA 08 1.2 8.84 9.5 9.5
HIPA 14 2.44 10.23 16.1 16.1
DG I SHS 2.56 10.4 12.48 12.48
MAPAN 05 2.36 7.32 15.5 15.5

Jumlah anakan produktif maksudnya adalah anakan dari tanaman padi

Karya Ilmiah 12
yang akan menghasilkan malai. Jumlah anakan produktif merupakan salah

satu parameter komponen hasil produksi tanaman padi. Berdasarkan tabel 3

diatas menunjukkan varietas HIPA 14 mempunyai jumlah anakan produktif

paling banyak dibandingkan varietas lain di setiap masing-masing umur

pengamatan. Pada saat tanaman berada pada fase vegetatif, jumlah anakan

berkisar antara 20 sampai 30, namun jumlah itu semakin lama semakin

berkurang karena jumlah anakan yang terbentuk tidak semuanya dapat

memasuki fase produktif (Ali et al., 2004). Hal ini juga senada dengan

pendapat Manurung dan Ismuadji (1988) yang menyatakan bahwa setelah

anakan maksimal tercapai, sebagian anakan akan mati dan tidak akan

menghasilkan malai. Banyak sedikitnya jumlah anakan produktif sangat

dipengaruhi oleh ketersediaan N. Menurut Soemartono et al. (1992) bahwa

penambahan dosis N biasanya mengakibatkan terbentuknya anakan lebih

banyak. Selain itu 33 jumlah anakan produktif juga dipengaruhi oleh ada

tidaknya penyakit yang menyerang seperti tungro (Widiarta et al., 2002).

E. Jumlah Rumpun Dipanen

Salah satu parameter penilaian terhadap komponen hasil produksi pada

tanaman padi adalah banyaknya jumlah rumpun yang dipanen dalam satuan

luas. Jumlah rumpun yang dipanen ini adalah berkaitan dengan

pertumbuhan dan untuk menghitung tingkat kehidupan padi yang ditanam.

Tabel.4 Hasil rata - rata Jumlah Rumpun Yang Dipanen

Rata-rata jumlah rumpun yang dipanen


Varietas

HIPA 08 489.33
HIPA 14 492.33
DG I SHS 486.21
MAPAN 05 479.41
Pada Pada tabel 4, perbedaaan faktor perlakuan tidak berpengaruh

nyata terhadap variabel jumlah rumpun yang dipanen. Pada uji varietas ini

Karya Ilmiah 13
jumlah rumpun yang tertinggi adalah 497.33 pada varietas HIPA 14. Hal ini

terjadi karena tingkat kematian rumpun pada saat peralihan dari fase

vegetatif menuju fase generatif kecil. Jumlah rumpun yang dipanen pada

varietas HIPA 14 lebih tinggi dari ketiga varietas hibrida yang lain. Sedangkan

varietas dengan jumlah rumpun yang dipanen terendah adalah MAPAN 05

yaitu 479.41 rumpun. Jumlah rumpun yang dipanen ini digunakan sebagai

parameter tingkat kehidupan tanaman padi, semakin sedikit jumlah rumpun

yang dipanen, maka berarti jumlah rumpun yang mati semakin banyak maka

dengan demikian tingkat kehidupan tanaman tersebut kecil. Begitu pula

sebaliknya semakin besar jumlah rumpun yang dipanen, maka jumlah

rumpun yang mati semakin sedikit dan tingkat kehidupan tanaman semakin

besar. Tanaman yang mati biasanya terjadi pada tanaman yang masih muda,

dimana pada saat itu tanaman tidak mampu berkompetisi dengan tanaman

yang lain serta kekurangan unsur N yang sangat dibutuhkan tanaman dalam

proses pertumbuhan. N merupakan unsur penting bagi tanaman karena

merupakan unsur hara pokok dalam pembentukan klorofil, protoplasma,

protein dan asam nukleat, serta berpengaruh pada perkembangan dan

pertumbuhan semua jaringan pada tanaman (Thompson dan Troeh, 1975

dalam Cahyaningsih, 2003).

F.Intensitas Serangan Hama dan Penyakit

Kerusakan yang disebabkan baik oleh hama maupun penyakit akan

berdampak pada pertumbuhan dan hasil tanaman. Hama maupun penyakit

bisa menyerang tanaman pada stadia apapun dan pada waktu kapanpun,

bahkan sejak tanaman masih berwujud benih maupun tanaman yang

menjelang panen.

Tabel. 6 Pengamatan Terhadap Intensitas Serangan Hama dan Penyakit


Pada Beberapa Galur Padi Hibrida (Oryza sativa L)

Varietas Tingkat Kerusakan (%) Skor

Karya Ilmiah 14
HIPA 08 7.33 1

HIPA 14 6.66 1

DG I SHS 7.55 1

MAPAN 05 6.66 1

Hama yang banyak menyerang tanaman padi pada kaji terap ini

adalah belalang dan tikus. Belalang ( Locusta sp) menyerang dengan cara

menggigit daun dari tepi atau bagian tengah daun (Lilies, 1991). Sedangkan

tikus merusak tanaman pada saat mulai berbunga. Tikus menyerang

tanaman padi dengan cara menggigit batang padi sehingga padi tersebut

rebah. Pada tabel diatas didapat dinyatakan bahwa tingkat serangan hama

penyakit tidak menghawatirkan pada semua galur yang diujikan, karena

tingkat kerusakan daun pada semua galur yang diujikan tidak melebihi

tingkat kerusakan daun pada varietas hibrida lainnya. Menurut Morrill (1995

dalam Muhuria, 2003) ketahanan tanaman terhadap hama dapat berupa : (1)

avoidance (tanaman menyelesaikan siklus hidupnya sebelum munculnya

hama), (2) tolerance (tanaman mampu recovery dari serangan hama), (3)

antibiosis (tanaman menghasilkan toksin yang dapat membunuh atau

menghambat pertumbuhan hama). Ketahanan tanaman inang, dapat bersifat

: (1) genik, sifat tahan diatur oleh sifat genetik yang dapat 37 diwariskan, (2)

morfologik, sifat tahan yang disebabkan oleh sifat morfologi tanaman yang

tidak menguntungkan hama, dan (3) kimiawi, ketahanan yang disebabkan

oleh zat kimia yang dihasilkan oleh tanaman.

G. Panjang Malai

Karya Ilmiah 15
Panjang malai adalah tempat kedudukan bulir, keberadaan malai sangat

penting. Apabila malai ini rusak maka pada anakan tersebut tidak akan

menghasilkan bulir padi.

Tabel .7 Panjang Malai Pada Beberapa Varietas Padi Hibrida

Varietas Rata-Rata Panjang Malai


(cm)

HIPA 08 36.34

HIPA 14 37.33

DG I SHS 30.42

MAPAN 05 30.21

Berdasarkan pengamatan pada tabel diatas dapat dinyatakan bahwa

pada semua varietas yang diujikan masing-masing mempunyai panjang

malai yang sedikit berbeda nyata dengan dua varietas lainnya (DG I SHS

dan MAPAN 05), HIPA 14 mempunyai panjang malai paling panjang

dibandingkan yang lain. Sedangkan panjang malai Varietas DG I SHS dan

MAPAN 05 hampir sama panjang. Dalam tanaman padi panjang malai ini

mempunyai peranan penting karena berdasarkan pernyataan Siregar et al.

(1998), malai yang panjang memungkinkan tempat kedudukan gabah lebih

banyak, namun bila jumlah gabah hampa per malai tinggi, maka berat

produksi per satuan luas akan rendah. Dengan demikian malai yang semakin

panjang mempunyai peluang lebih tinggi produksi hasil per satuan luas

karena semakin panjang malainya maka gabah atau bulir semakin banyak.

H. Jumlah Gabah Bernas dan Gabah Hampa Tiap Malai

Karya Ilmiah 16
Gabah merupakan hasil utama dari padi. Gabah yang berisi sempurna

menandakan bahwa hasil yang didapatkan dalam bercocok tanam padi

adalah sangat baik. Begitu pula sebaliknya, ketika gabah tersebut

hampa,maka petani akan mengalami kerugian karena sama dengan tidak

mendapatkan hasil. Oleh karena itu gabah merupakan komponen hasil

terpenting dalam budidaya tanaman padi.

Tabel .8 Rata-Rata Jumlah Gabah Bernas dan Gabah Hampa Tiap


Malai Pada Beberapa Galur Padi Hibrida (Oryza sativa L)

Varietas Rata-Rata Jumlah Gabah Rata-Rata Jumlah Gabah


Bernas Tiap Malai (Butir) Hampa Tiap Malai (Butir)

HIPA 08 271.0 70.0

HIPA 14 228.6 55.4

DG I SHS 260.6 42.2

MAPAN 05 199.8 16.6

Berdasarkan Tabel 8, jumlah gabah bernas tiap malai pada varietas yang

diujikan lebih banyak pada varietas HIPA 08 disusul kemudian varietas HIPA

14, DG I SHS dan yang terakhir MAPAN 05 yang mempunyai rata-rata

jumlah gabah bernas tiap malai. Namun berdasarkan tabel 8 bahwa rata-rata

jumlah gabah hampa tiap malai pada varietas MAPAN 05 berbanding terbalik

jumlahnya, MAPAN 05 mempunyai rata-rata jumlah gabah hampa paling

sedikit yaitu 16.6, sedangkan untuk HIPA 08 mempunyai rata-rata jumlah

gabah hampa terbanyak dibandingkan varietas lain. Menurut Cahyaningsih

(2003), bahwa jumlah gabah per malai dapat dipengaruhi oleh jumlah daun.

Jumlah daun yang cukup diperlukan untuk menjamin banyaknya jumlah bulir.

Jumlah bulir per malai juga dipengaruhi oleh stadia pertumbuhan dimana

pembentukan malai.

Karya Ilmiah 17
Faktor lingkungan yang ikut mempengaruhi yaitu suhu rendah dan

sedikitnya cahaya yang tersedia pada stadia pembentukan malai akan

meningkatkan jumlah bulir-bulir padi yang hampa. Luas daun yang cukup

adalah perlu untuk pembentukan produk asimilasi yang dibutuhkan untuk

perkembangan suatu malai yang berbulir banyak dan cukup berisi. Jumlah

bulir per malai dapat dipengaruhi oleh jumlah daun. Jumlah daun yang cukup

diperlukan untuk menjamin banyaknya bulir. Jumlah bulir permalai

tergantung aktifitas tanaman selama fase reproduktif (Vargara, 1975).

Dalam pengisian bulir pada gabah tidak hanya mengandalkan faktor

genetik saja, akan tetapi faktor lingkungan juga mempunyai peranan dalam

proses pengisian tersebut terutama pada saat fotosintesis dimana pada

proses tersebut bertujuan menghasilkan karbohidrat yang akan digunakan

untuk pengisian bulir. Proses fotosintesis akan terhambat apabila cahaya

yang diperoleh untuk melakukan proses fotosintesis sangat sedikit.

Banyaknya gabah hampa dipengaruhi antara lain oleh kekurangan unsur N.

Menurut ( Siregar, 1981) bahwa tanaman padi yang kekurangan nitrogen,

akan sedikit jumlah anakannya dan pertumbuhannya kerdil, bulir-bulir padi

yang dihasilkan akan banyak yang kosong (sining). Cahayaningsih (2003),

menyatakan bahwa jumlah gabah per malai dapat dipengaruhi oleh jumlah

daun. jumlah daun yang cukup diperlukan untuk menjamin banyaknya jumlah

bulir. Jumlah bulir per malai juga dipengaruhi oleh stadia pertumbuhan

dimana pembentukan malai. Faktor lingkungan yang ikut mempengaruhi

yaitu suhu rendah dan sedikitnya cahaya yang tersedia pada stadia

pembentukan malai akan meningkatkan jumlah bulir-bulir padi yang hampa.

Selain itu hama yang menyerang terutama hama sundep pada saat masa

pengisian bulir (fase premordial) menyebabkan kekosongan pada bulir yang

diakibatkan cairan untuk mengisi bulir diserap oleh hama sundep demi

keberlangsungan hama tersebut.

Karya Ilmiah 18
I. Hasil Ubinan Per Varietas

Hasil ubinan ini menunjukan produksi yang dihasilkan dari masing-

masing varietas yang dikonversikan menjadi hektar, dan nilai ini dapat

dijadikan pembanding antar varietas.

Tabel 9. Rata-Rata Hasil Ubinan masing-masing Varietas

Varietas Hasil ubinan rata-rata Nilai Konversi Produksi


(Kg) (Ton)

HIPA 08 6.16 8.87

HIPA 14 5.6 8.06

DG I SHS 6.9 9.93

MAPAN 05 11.39 10.25

Tabel 9 menunjukkan bahwa hasil ubinan yang terbesar adalah varietas

MAPAN 05 yaitu 11.39 Kg yang jika di konversikan menjadi 10.252 Ton,

selanjutnya adalah varietas DG I SHS mempunyai hasil ubinan 6.9 kg atau

sama dengan 9.93 ton, kemudian urutan varietas selanjutnya adalah HIPA 08

dan HIPA 14. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan vegetatif

yang subur dan unggul belum tentu berpengaruh dengan pertumbuhan

generatifnya, dari riwayat hasil yang didapat varietas MAPAN 05

pertumbuhan vegetatifnya selalu terendah, namun varietas MAPAN 05

mempunyai gabah hampa yang paling sedikit dibandingkan varietas yang

lain.

J. Bobot Gabah 1000 butir

Bobot gabah 1000 butir pada galur yang diujikan berdasarkan

penimbangan yang dilakukan mempunyai nilai yang sangat signifikan karena

seluruh galur yang diujikan mempunyai berat 1000 butir yang melebihi dari

berat 1000 bulir varietas pembanding.

Karya Ilmiah 19
Tabel 10. Rata-Rata Berat Gabah 1000 Butir

Varietas Rata-Rata Berat Gabah


1000 Butir

HIPA 08 30.64

HIPA 14 30.53

DG I SHS 28.67

MAPAN 05 29.98

Berdasarkan Tabel 9. Antar HIPA 08 dan HIPA 14 berat rata-rata gabah

1000 butir tidak berbeda nyata, jika dibandingkan dengan varietas DG I SHS

dan MAPAN 05. Berat 1000 butir lebih ditentukan oleh bentuk gabah

(Matshusima dan Muratha, 1980). Bentuk gabah yang lonjong dan besar

akan mempunyai berat yang lebih besar bila dibandingkan gabah yang

berbentuk bulat.

Berat 1000 bulir gabah juga dipengaruhi oleh kondisi setelah

pembungaan, misalnya tersedianya zat makanan, baik buruknya cuaca dan

jumlah daun. Kondisi tersebut akan mempengaruhi banyak sedikitnya

karbohidrat yang dihasilkan oleh proses fotosintesis dan selanjutnya akan

menentukan ukuran gabah (Cahayaningsih, 2003).

Keunggulan-keunggulan varietas padi hibrida yang diuji dapat dilihat

dengan jelas dalam sajian tabel 11 berikut :

Karya Ilmiah 20
Tabel 11. Potensi varietas padi hibrida yang di uji terhadap variabel

pengamatan yang diamati :

Variabel HIPA 08 HIPA 14 DG I SHS MAPAN 05


Pengamatan

Tinggi Tanaman 135.84 127.8 125.72 110

Jumlah Anakan 12.8 22.28 12.48 20.1

Jumlah Anakan 9.5 16.1 12.48 15.5


Produktif

Jumlah Rumpun 489.33 492.33 486.21 479.41


yang di panen

Intensitas 7.33 6.66 7.55 6.66


Serangan Hama
Penyakit

Panjang Malai 36.34 37.33 30.42 30.21

Gabah Bernas 271 228.6 260.6 199.8

Hasil Ubinan 6.16 5.6 6.9 11.39

Gabah Hampa 70 55.4 42.2 16.6

Gabah 1000 btr 30.64 30.53 28.67 29.98

Keterangan :

Unggul terhadap Varietas lain

Karya Ilmiah 21
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat dari

kegiatan kaji terap ini dapat di simpulkan sebagai berikut :

1. Varietas yang mempunyai keunggulan lebih dominan dari variabel

rata-rata yang diamati adalah HIPA 14, variabel tersebut diantaranya

jumlah anakan, jumlah anakan produktif, jumlah rumpun yang di

panen, dan panjang malai.

2. Varietas yang mempunyai potensi lebih baik adalah MAPAN 05 (7.12

(Kg), dan DG I SHS (6.9 Kg) yang mempunyai jumlah gabah hampa

tidak terlalu banyak dan mempunyai ubinan yang tertinggi.

B. Saran
1. Perlu adanya pengujian masing-masing varietas hibrida pada musim

dan lokasi yang berbeda.

2. Disarankan terdapat kaji terap yang serupa dengan varietas yang

berbeda untuk dapat mengetahui perbedaan hasil produksi.

BAB V
PENUTUP

Demikian hasil kaji terap yang dapat kami sampaikan, jika dalam

pelaksanaan dan penulisan terdapat kekurangan dan kesalahan bisa

menjadi bahan pemasukan sebagai perbaikan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Karya Ilmiah 22
Ali Usman , Rusdiansyah dan Sadarudin. Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Padi (Oryza sativa L) Pada Lahan Sawah Tadah Hujan
Akibat Umur Bibit dan Jarak Tanam yang Berbeda. Jurnal
Budidaya Pertanian 10 (2) hal 104- 112.

Anonim. 1983. Dasar-dasar Ilmu pemuliaan tanaman. Pusat Antar


Universitas IPB. Bogor. 163 hal

Anonim. 2003. Padi Hibrida, Peluang Meningkatkan


Pendapatan.http://www.situshijau.co.id/app/tulisan.php?
act=detail&id=170&id_kolom=1. Diakses pada 12 Maret 2013

Anonim. 2004. Seleksi Dan Evaluasi Daya Hasil Galur Tanaman Pangan
Produk Bioteknologi
http://www.indobiogen.or.id/psdg/psdg_program_rptp_asadi .php.
Diakses pada 12 Maret 2013

Anonim. 2006 a. Genetik dan Pemuliaan Tanaman.


http://id.wikipedia.org.wiki Padi. Diakses pada 12 Maret 2013

Anonim. 2006 b. Pertumbuhan dan morfologi tanaman padi.


http://www.knowledgebank.irri.org/regionalsites/indonesia/PERTU
MBUH
AN%20DAN%20MORFOLOGI%20TANAMAN%20PADI/default.ht
m Diakses pada 12 Maret 2013

Anonim. 2007 a. Padi. http://id.wikipedia.org/wiki/Padi. Diakses12 Januari


2008

Anonim. 2007 b. Pemerintah Masih Ragu Mengembangkan Padi Hibrida.


http://www.balipost/2007/23/1-pemerintah-ragu-kembangkan-padi
hibrida. diakses tanggal 16 april 2016

Anonim. 2007 c. www.hariansib.com/2007/08/25/padi-hibrida-intani-2-


mulaidikembangkan-di-sarimatondang-sidamanik/ diakses
tanggal 12 Maret 2013 Anonim. 2008. Petunjuk Praktikum
Pengendalian Terpadu Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

Cahyaningsih. 2003. Analisis Pertumbuhan Tanaman padi (Oryza sativa L)


Pada Dosis Pupuk N yang Berbeda. Skripsi S1 Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta (unpublished).

Karya Ilmiah 23
Golsworthy, P. R. dan N. M. Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya
Tropik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hanson,C.H.,H.F. Robinson, And R .E. Comstok.1956. Bometrical studies of


Yield in Segregating population of Karean Lespedeza. Agr.J 48 :
268-272 39 51 .

Irsal Las B. Abdullah, dan Aan Drajat. 2003.Padi Tipe Baru dan Padi Hibrida
Mendukung Ketahanan
Pangan .http://www.deptan.go.id/padi20%hibrida20%/default.htm
pada 12 Maret 2013

Kariada, I. K., I. B. Aribawa dan Moh. Nazam. 2006. Kajian Pemanfaatan


Beberapa Pupuk Organik dan Anorganik terhadap Pertumbuhan
dan Hasil Jagung Manis di Lahan Kering Dataran Tinggi Beriklim
Basah Baturiti Tabanan. Dalam
http://ntb.litbang.deptan.go.id/2007/TPH/
kajianpemanfaatan.doc. Diakses 12 Maret 2013.

Kasno, A. 1992. Pemuliaan Tanaman Kacang-kacangan. Prosiding


Simposium Pemuliaan Tanaman I, pp. 39-68. Perhimpunan
Pemulia Tanaman Indonesia, Komisariat Daerah Jawa Timur.

Lilies. C. S. 1991. Kunci Determinasi Serangga. Penerbit Kanisius.


Yogyakarta.

Lingga. 1991. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.


Loveless, A.R. 1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk
Daerah Tropis I. PT. Gramedia Pustaa Utama. Jakarta.

Manurung SO dan Ismuadji. 1988. Morfologi dan Fisiologi Padi. Puslitbang


Pangan . Bogor.

Masnenah, E., Murdaningsih H.K., R. Setiamihardja, W. Astika, dan A.


Baihaki. 1997. Parameter genetik karakter- karakter ketahanan
terhadap penyakit karat kedelai dan beberapa karakter lainnya.
Zuriat 8 (2), 57-63

Matshusima dan Muratha, 1980). Fisiologi dan Moroflogi Tanaman Padi


(buku 1). Balitan Pangan. Bogor.

Karya Ilmiah 24
Muhuria, L. 2003. Strategi Perakitan Gen-gen Ketahanan terhadap Hama.
http://tumoutou.net/702_07134/la_muhuria.pdf. Diakses 12
Maret 2013

Novizan. 2005. Petunjuk Efektif Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Purwono dan R. Hartono. 2005. Bertanam Jagung Unggul. Penebar


Swadaya. Jakarta.

Satoto.2006.PadiHibrida.http://www.knowledgebank.irri.org/
regionalsites/indonesia%20PADI/default.htm. diakses 12
Maret 2013

Siregar, Hadrian. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. PT.


Sastra Hudaya. Bogor.

Siregar, H. Endang S dan Soewito.1998. Analisis Beberapa sifat Galur


Padi Sawah Dua Musim Tanam Pusakanegara. Penelitan
Pertanian Tanaman Pangan. Vol 17 (1): 38-44

Soemartono., S. Zen, dan A.A. Syarif. 1992. Parameter genetik padi


gogo.Stigma 8(4):265-268.

Umar.,S. 2008. Variasi Genetik, Heritabilitas, dan Korelasi Genotipik


Sifat-sifat Penting Tanaman Wijen (Sesamum indicum L.). J. Littri
13 (3): 88–92.

Suharsono. 2006. Struktur dan Ekspresi Gen.


http://www.ipb.ac.id/keragaman20%fenotipe20%/default.htm.
diakses pada 12 Maret 2013 .

Tjitrosoepomo, G. 2000. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta).


Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Tjubaryat, T dan B. Sutaryo. 1995. Pengaruh Waktu Pemberian Tepung


Sari Terhadap Presentase “Seed Set” Pada Tanaman Padi.
Prosiding Simposium Pemuliaan tanaman IV. Hal 23-27.

Vargara. B.S. 1975. Tumbuh dan Perkembangan Tanaman Padi. IPB


Press. Bogor.

Karya Ilmiah 25
Vargara, B. S. 1979. A Farmer primer on Growing Rice. IRRI.Los
Baros.Philipine.220h

Widiarta, I.N.,D. Kusdiaman dan A. Hasanudin.2002. Pengendalian


Terpadu Tungro Berdasrkan Epidemologi Virus dan Dinamika
Populasi Wereng Hijau. Penebar Swadaya .Jakarta

Yuan, L.P. 1998. Hybrid Development and used innovative approach and
challenges. IRC Newsletter 47:7-5

Zen, S. 1995. Heritabilitas, Korelasi Genotipik dan Fenotipik Karakter


Padi Gogo. Zuriat 6 (1), 25-32

Zen, Syahrul dan Helmidar B. 1996. Penampilan dan Pendugaan


Parameter Genetik Tanaman Jagung. J. Agrijournal 3 (2): 1-9. 53

DESKRIPSI PADI HIPA 8

· Nomor seleksi : H30

Karya Ilmiah 26
· Asal seleksi : · A1/PK12
· Umur tanaman : · 115 hari
· Bentuk tanaman : · Tegak
· Tinggi tanaman : · 103 cm
· Daun bendera : · Tegak
· Bentuk gabah : · Sedang
· Warna gabah : · Kuning jerami
· Kerontokan : · Sedang
· Kerebahan : · Tahan
· Tekstur nasi :· Pulen
· Kadar amilosa : · 22,3 %
· Indeks glikemik : · 73,5
· Rata-rata hasil : · 8,1 ton/ha GKG
· Potensi hasil : · 10,4 ton/ha GKG
· Ketahanan terhadap Hama : · Rentan terhadap Wereng Batang Coklat
biotipe 3
· Ketahanan terhadap Penyakit : · Agak tahan terhadap Hawar Daun
Bakteri strain III
 Agak rentan terhadap Hawar Daun
Bakteri strain VIII dan
Rentan terhadap tungro
· Anjuran tanam : · Baik ditanam pada daerah dataran rendah
<450 m dpl
· Pemulia : · Satoto, Sudibyo T. W. Utomo, dan Mudhani
Direja
· Tahun dilepas : · 2010
· SK Menteri Pertanian : · 2535/Kpts/SR.120/6/2009

Karya Ilmiah 27

Budiyono
, dkk,
Uji Potensi Hasil 12 Galur Padi
Hibrida
...
Pada kesempatan ini penulis
menyam
-
paikan terima kasih kepada PT. Dupont
Pioner yang telah membantu dana dalam
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, B. 2003.
Padi Tipe Baru dan
Padi Hibrida Mendukung Ketahanan
Pangan.
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan Tanaman Pangan.
No.25:1
-
4.
Ba
dan Pusat Statistik. 201
1
.
Tanaman
Pangan. http://www.bps.go.id/tnmn_
pgn. Diaskes pada tanggal 26 Ok
-
tober 2012.
De Almeida, S.,L., Schmidt, É. C.,
Rodrigues, A. C., dan Bouzon, Z. L.
2012.
Effects of natural radiation,
PAR and artificial ultraviolet rad
iation
-
B on the ultrastructure and histo
-
chemistry of
Oryza sativa
L. Amer.
J.

Karya Ilmiah 28
of Plant Sci.
3(10):1361
-
1368.
.
Hatta M., 2011.
Pengaruh Tipe Jarak
Tanam Terhadap Anakan, Komponen
Hasil, Dan Hasil Dua Varietas Padi
Pada Metode S
RI
.
J.
Floratek
6
(1):
104
-
113
.
Irsal L, B. Abdullah, dan Aan A. Daradjat.
2003.
Padi Tipe
Baru dan Padi Hibrida
Mendukung Ketahanan Pangan.
J
Puslitbang Tanaman Pangan
5
(2):76
-
92.
Manurung dan Ismuadji. 1988.
Morfologi
dan Fisiologi Padi.
J
Puslitbang
Pangan.
5(3): 22
-
33
Silitong
a, T. B., M. Warson., Indarjo. dan
L. Cholisoh. 1988
. Variabilitas dan
Kemiripan
Sifat
-
Sifat
Agronomis
Genotip
-
Genotip Padi.
J
Penelitian
Tanaman P
angan.

Karya Ilmiah 29
Balittan Bogor
3(1):25
-
26
Siregar, H., Endang, Suparman dan
Soewito.1998.
Analisis Beberapa
Sifat Galu
r Padi Sawa Dua Musim
Tanam.
J
stbilitas padi sawah
16 (2) :
18
-
19.
Tirtowirjono, S. 1988.
Identifikasi Varietas
Padi Unggul.
J
Buletin Sang Hyang.
Seri 2 (2):
32
-
34.
Umar.,S. 2008.
Variasi Genetik, Herita
-
bilitas, dan Korelasi Genotipik Sifat
-
sifat
Penting
Tanaman Wijen (Sesa
-
mum indicum L.).
J
. Littri
13 (3): 88

92
Utami, S. N. H., dan S. Handayani. 2003
.
Sifat Kimia Entisol pada Sistem
Pertanian Organik.
j
Ilmu Per
-
tanian
10 (2): 63
-
69.
Yuan, L.P. 1994.
Increasing yield potential
in rice by exploitation o
f heterosis. In
Virmani, S.S. (Ed.). Hybrid Rice

Karya Ilmiah 30
Technology New Development and
Future Prospeks. Selected Papers
from the International Rice. Res.
Conf. IRRI, Los banos, Philippines. p.

Karya Ilmiah 31

Anda mungkin juga menyukai