Anda di halaman 1dari 22

KAPITA SELEKTA BUDIDAYA TANAMAN

Hasil Observasi Komoditas Padi

Disusun oleh:

Syauqi Mutha’illah Albanna 20180210005


Muhammad Ibnu Rizki 20180210019
Ichwanda Kukuh 20180210015
Dimas Choiri 20180210046

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2021
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman semusim yang termasuk
dalam golongan rumput-rumputan. Padi mempunyai umur yang pendek yaitu kurang
dari satu tahun, Padi sebagai tanaman pangan dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk
Indonesia sebagai makanan pokok. Ketergantungan masyarakat Indonesia pada beras
sebagai kebutuhan pangan pokok masih cukup tinggi. Menurut Machmur (2010) pada
tahun 1950 sampai tahun 1960 ketergantungan pangan masyarakat Indonesia pada nasi
atau beras masih sebesar 53%, namun kini ketergantungan itu semakin tinggi yaitu 92-
95%. Rata-rata konsumsi beras penduduk Indonesia relatif tinggi dibandingkan dengan
negara-negara lain di dunia yaitu sekitar 139 kg/kapita/tahun (Dwijosumono, 2011).
Produksi padi tahun 2015 sebanyak 75,36 juta ton atau mengalami kenaikan
sebanyak 4,51 juta ton (6,37 %) dibandingkan tahun 2014. Kenaikan produksi tersebut
terjadi di Pulau Jawa sebanyak 2,31 juta ton dan di luar Pulau Jawa sebanyak 2,21 juta
ton menurut BPS (2015). Kenaikan produksi padi terjadi karena kenaikan luas panen
seluas 0,32 juta hektar (2,31%) dan peningkatan produktivitas sebesar 2,04
kuintal/hektar (3,97%). Peningkatan produktivitas ini cukup membanggakan, namun
masih jauh dari potensi hasil panen yang diharapkan yaitu rata-rata 8,73 ton/ha
(Suprihatno dkk., 2009), karena produksi padi per hektar di Indonbesia adalah rata-rata
hanya 4,56 ton. Bila dibandingkan dengan negara-negara penghasil padi seperti
Australia 8,22 to/ha, Jepang 5,85 ton/ha, dan Cina sebesar 6,06 ton/ha maka produksi
padi nasional masih rendah (USDA,2004).
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan yang sangat penting di dunia
setelah gandum dan jagung. Padi merupakan tanaman pangan yang sangat penting
karena beras masih digunakan sebagai makanan pokok bagi sebagian besar penduduk
dunia terutama Asia sampai sekarang. Beras merupakan komoditas strategis di
Indonesia karena beras mempunyai pengaruh yang besar terhadap kestabilan ekonomi
dan politik (Purnamaningsih, 2006).
Salah satu cara untuk meningkatkan produksi padi yaitu dengan
mengaplikasikan pupuk. Pupuk terbagi dalam 2 jenis yaitu pupuk organik dan pupuk
anorganik. Petani sering menggunakan pupuk anorganik karena pupuk anorganik
memiliki kelebihan daripada pupuk organik yaitu peningkatan produksi tanaman yang
lebih cepat daripada pupuk organik disebabkan unsur-unsur dalam pupuk anorganik
lebih cepat terurai dan terserap oleh tanaman. Pupuk anorganik memiliki unsur-unsur
terutama nitrogen yang lebih cepat tersedia bagi tanaman daripada pupuk kompos yang
termasuk pupuk organik (Barus, 2011) Oleh karena itu hingga saat ini banyak sekali
petani menggunakan pupuk anorganik.
Pertanian organik adalah sistem budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-
bahan dari alam yang berasal dari sisa tanaman maupun mahluk hidup lainnnya yang
kemudian diolah untuk mempercepat ketersediaan nutrisi tanaman. Salah satu manfaat
dari pupuk organik yaitu dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah yang rusak dan
juga termasuk cara untuk menerapkan sistem pertanian berkelanjutan. Pupuk organik
adalah bahan-bahan organik yang telah dari dirombak oleh mikroba sehingga unsur-
unsur hara menjadi lebih tersedia yang dapat mendukung pertumbuhan dan
perkembangan tanaman (Supartha 2012). Bahan-bahan dari pupuk organik dapat
berasal dari kotoran hewan, sisa hasil tanaman, atau limbah industri yang masih
memiliki kandungan N, P dan K yang tinggi. Pupuk organik terbagi dalam 2 bentuk
yaitu pupuk organik padat dan pupuk organik cair.
B. Tujuan
1. Mengetahui secara real pertanian budidaya padi yang dilakukan petani.
2. Dapat mempelajari dengan membandingkan pertanian organik padi di lapanagan
dengan materi pembelajaran.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Budidaya Tanaman Padi Organik


Bertanam padi secara organik pada dasarnya tidak berbeda dengan bertanam
padi pada pelaksanaan intensifi kasi. Perbedaannya hanya pada pemilihan varietas,
penggunaan pupuk dan pestisida.
1. Varietas
a.) Budidaya padi organik biasanya diawali dengan pemilihan benih tanaman
non-hibrida. Selain untuk mempertahankan keanekaragaman hayati, bibit non-
hibrida sendiri secara teknis memang memungkinkan untuk ditanam secara
organik.
b.) Varietas padi yang cocok ditanam secara organik adalah jenis atau varietas
alami dan yang mempunyai ketahanan yang baik terhadap hama dan penyakit.
Padi yang dapat ditanami antara lain adalah Rojolele, Mentik, Pandan dan
Lestari.
c.) Untuk menjadikan hasil dari pertanian organik maka benih yang akan
digunakannya pun harus berasal dari benih organik pula dan benih dari hasil
rekayasa genetika tidak bisa digunakan untuk sistem pertanian organik murni.
2. Penyiapan lahan
a.) Penyiapan lahan merupakan kegiatan menyiapakan lahan yang sesuai dengan
jenis tanaman budidaya untuk pertumbuhan tanaman secara optimal. Untuk
mendapatkan hasil pertanian organik maka yang pertama adalah persiapan
lahan pertanian terlebih dahulu dengan cara menyiapkan lahan agar terbebas
dari residu-residu kimia seperti pupuk atau obat-obatan sintetis, proses
perpindahan dari sistem konvensional ke sistem pertanian organik biasanya
membutuhkan waktu 1-3 tahun.
b.) Dalam persiapan lahan harus memperhatikan lingkungan disekitar lahan.
Pencemaran zat kimia dari kebun tetangga atau limbah rumah tangga bisa
merusak sistem pertanian organik yang telah dibangun. Zat-zat pencemar bisa
berpindah ke lahan organik kita karena dibawa oleh air dan udara.

Sebagai media tempat tumbuh tanaman yang akan di ambil produktivitasnya


tanah perlu diolah sedemikian rupa untuk menghasilkan tanaman yang baik.
c.) Prinsip pengolahan tanah adalah pemecahan bongkahan-bongkahan tanah
sawah sedemikian rupa hingga menjadi lunak dan sangat halus. Selain
kehalusan tanah, ketersediaan air yang cukup harus diperhatikan.
d.) Bila air dalam areal penanaman cukup banyak maka akan makin banyak unsur
hara dalam kaloid yang dapat larut. Keadaan ini akan berakibat makin banyak
unsur hara yang dapat diserap akar tanaman. (Nusril, 2001)
3. Penanaman

Bila lahan sudah siap ditanami dan bibit dipesemaian sudah memenuhi syarat,
maka penanaman dapat segera dilakukan.

a.) Syarat bibit yang baik untuk dipindahkan ke lahan penanaman adalah tinggi
sekitar 25 cm, memiliki 5-6 helai daun, batang bawah besar dan keras, bebas
dari hama penyakit, serta jenisnya seragam.
b.) Penanaman bisa dlakukan dengan sistem tanam tegel dan sistem tanam
legowo.
c.) Jarak tanam yang digunakan untuk sistem tanam tegel adalah: 25 x 25cm
dan 30 x 30; Sedangkan untuk sistem tanam legowo 50 x 12,5 x 25cm, 50 x
15 x 25 cm tergantung spesifik lokasi. Jarak antar kelompok barisan (lorong)
bisa 50 cm, 60 cm, atau 75 cm. Sedangkan jarak dalam barisan sejajar
legowo bisa 12,5 cm, 13,5 cm, atau 15 cm.
d.) Penentuan jarak tanam sendiri dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu sifat
varietas dan kesuburan tanah. Bila varietasnya memiliki sifat merumpun
tinggi maka jarak tanamnya harus lebih lebar dari padi yang memiliki sifat
merumpun rendah. Sementara bila tanah sawah lebih subur, jarak tanam
harus lebih lebar dibanding tanah kurang subur.
4. Penggunaan Bibit Muda (10-15 HSS) Sebanyak 1-3 Batang Per Rumpun
a.) Penggunaan umur dan jumlah bibit, jarak tanam, dan varietas dapat
mempengaruhi mutu gabah dan beras. Dengan interaksi perlakuan di atas
maka dapat dihasilkan mutu gabah berbeda.
b.) Penanaman bibit muda 10-15 hari setelah sebar, akan memberikan
pertumbuhan dan perkembangan akar lebih baik, anakan lebih banyak,
tanaman mampu menampilkan potensi genetiknya secara penuh sesuai dengan
daya dukung lahan, dan mampu beradaptasi dengan lingkungan lebih cepat
dibandingkan dengan tanaman yang berasal dari bibit yang lebih tua.
c.) Penanaman bibit muda cocok untuk lahan sawah yang airnya mudah diatur
dan bebas dari hama keong mas.
d.) Keuntungan tanam bibit sebanyak 1-3 bibit per lubang yaitu : 1) Mengurangi
persaingan antar bibit dalam 1 rumpun, 2) Memaksimalkan pencapaian jumlah
anakan, 3) Memaksimalkan peluang tercapainya potensi hasil suatu varietas,
dan 4) Dapat menghemat penggunaan benih
e.) Hal penting yang perlu diperhatikan dalam penggunaan bibit muda (10-15 hss),
sebanyak 1-3 batang per rumpun yaitu: luas areal pesemaian ≥ 5% dari areal
sawah yang akan ditanami. Pembuatan pesemaian yang terlalu sempit dan
sebar benih yang rapat, mengakibatkan bibit tumbuh lebih kecil dan lemah.
Hal ini akan menyulitkan dalam pelaksanaan tanam menggunakan bibit muda
(10-15 hss), sebanyak 1-3 batang per rumpun
5. Pemupukan

Dalam budidaya padi secara organik pupuk yang digunakan sebagai sumber
hara berasal dari pupuk organik seperti: kompos, pupuk kandang, atau sisa tanaman
(jerami) yang dibenamkan ke dalam tanah.

a.) Pupuk dasar


Pupuk organik yang digunakan berupa pupuk kandang atau kompos matang
sebanyak 5 ton/ha. Pemberian dilakukan saat membajak sawah kedua
dengan cara disebar merata keseluruh permukaan sawah.
b.) Pempupukan susulan
1.) Susulan Pertama saat tanaman sekitar 15 hari. Pupuk yang diberikan
berupa pupuk kandang sebanyak 1 ton/ha atau 0,5 ton/ha kompos
fermentasi. Pemberian dilakukan dengan cara ditabur disela-sela
tanaman padi.
2.) Susulan Kedua pada saat tanaman berumur 25 – 60 hari dengan
frekuensi seminggu sekali. Pupuk yang diberikan berupa pupuk organic
cair buatan sendiri yang kandungan N-nya tinggi. Dosis sebanyak 1 liter
pupuk yang dilarutkan dalam 17 liter air. Cara pemberian dengan
disemprot pada daun tanaman.
3.) Susulan Ketiga dilakukan saat tanaman memasuki fase generatif atau
pembentukan buah, yaitu setelah tanaman berumur 60 hari. Pupuk yang
digunakan mengandung unsure P dan K tinggi. Dosis 2-3 sendok makan
pupuk P yang dicampur dalam 15 liter atau satu tangki kecil pupuk.
4.) Pupuk disemprotkan ketanaman dengan frekwensi seminggu sekali.
Pemberian pupuk tersebut dapat dihentikan bila sebagian besar bulir
padi sudah tampak menguning.
6. Penyingan

Gulma adalah salah satu kendala utama dalam memperoleh hasil yang tinggi
dalam budidaya padi sawah. Persaingan gulma dengan padi pada stadia pertumbuhan
hingga masa pematangan sangat besar sekali pengaruhnya terhadap penurunan hasil
panen. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan penggunaan tenaga manusia
(penyiangan tangan) dan dengan alat khusus berupa landakan atau gasrok. Penyiangan
awal gulma menjelang 21 hari setelah tanam, penyiangan selanjutnya berdasarkan
kepadatan gulma.

Penyiangan dengan alat gosrok atau landak mempunyai keuntungan sebagi


berikut:

a.) Ramah lingkungan (tidak menggunakan bahan kimia)


b.) Lebih ekonomis, dibandingkan dengan penyiangan biasa dengan tangan
c.) Meningkatkan udara di dalam tanah dan merangsang pertumbuhan akar padi
lebih baik
7. Pengairan
a.) Dalam budidaya padi organik perlu diperhatikan aliran air yang masuk pada
lahan. Biasanya aliran air dari sawah konvensional akan mengandung kimia
(karna masih menggunakan pupuk dan obat kimia), untuk mengatasinya perlu
dicari lahan sawah yang menggunakan masukan air dari mata air terdekat, atau
bisa mengambil dari saluran air yang cukup besar.
b.) Untuk menetralisir racun atau bahan kimia yang masuk ke petakan bisa juga
dilakukan dengan menanam eceng gondok (Eichhornia crassipes) di saluran
pemasukan air.
Meskipun secara umum air yang tergenang dibutuhkan padi sawah, namun ada
saatnya sawah harus dikeringkan agar pertumbuhan dan produktivitas tanaman
menjadi baik. Itulah sebabnya pengairan dilakukan dengan menerapkan teknologi
hemat air dengan cara pengairan berselang (Intermitten irrigation).

a.) Penggenangan air


Agar produktivitas dan pertumbuhan tanaman menjadi baik,
penggenangan bukan dilakukan secara sembarangan. Ketinggian air
genangan disesuaikan dengan fase pertumbuhan tanaman.
1.) Awal pertumbuhan, petakan sawah harus digenangi air setinggi 2 –
5 cm dari permukaan tanah selama 15 hari atau saat tanaman mulai
membentuk anakan.
2.) Pembentukan anakan, ketinggian air perlu ditingkatkan dan
dipertahankan antara 3 – 5 cm, hingga tanaman terlihat bunting. Bila
ketinggian air lebih dari 5 cm, pembentukan anakan atau tunas akan
terhambat. Sebaliknya, bila ketinggian airnya kurang dari 3 cm,
gulma akan mudah tumbuh.
3.) Masa bunting, air dibutuhkan dalam jumlah cukup banyak.
Ketinggian air sekitar 10 cm. Kekurangan air pada fase ini harus
dihindari karena dapat berakibat matinya primordia. Kalau
primordia tidak mati, bakal butir gabah akan kekurangan makanan
sehingga banyak terbentuk butir gabah hampa.
4.) Pembungaan, ketinggian air dipertahankan antara 5 – 10 cm.
Kebutuhan air pada fase ini cukup banyak. Namun bila mulai
tampak keluar bunga maka sawah perlu dikeringkan selama 4 – 7
hari. Ini dilakukan agar pembungaan terjadi atau berlangsung secara
serentak. Pada saat bunga muncul serentak, air segera dimasukan
kembali agar makanan dan air dapat terserap sebanyakbanyaknya
oleh akar tanaman. Ketinggian air tetap 5 – 10 cm.
b.) Pengeringan sawah
1.) Pengeringan tidak dilakukan pada semua fase pertumbuhan tanaman,
tetapi hanya pada fase sebelum bunting dan fase pemasakan biji.
2.) Tujuan utama pengeringan sawah adalah untuk memperbaiki aerasi
tanah, memacu pertumbuhan anakan, meningkatkan suhu dalam
tanah, meningkatkan perombakan bahan organik oleh jasad renik,
mencegah terjadinya busuk akar, serta mengurangi populasi
berbagai hama. Selain itu, untuk fase-fase tertentu, tujuan
pengeringannya berbeda sehingga perlu diulakukan secara tepat
pada fase trersebut. Cara pengeluaran air adalah dengan membuka
saluran pembuangan dipinggir lahan sehingga air keluar melalui
alur yang sudah dibuat ditengah-tengah lahan.
3.) Menjelang bunting, bertujuan untuk menghentikan pembentukan
anakan atau tunas karena pada saat ini tanaman mulai memasuki
fase pertumbuhan generatif. Lama pengeringan lahan 4 – 5 hari.
Keadaan seperti ini akan merangsang pertumbuhan generatif
sehingga tanaman akan berbunga serentak.
4.) Pemasakan biji, adalah untuk menyeragamkan biji dan
mempercepat pemasakan biji. Patokan pengeringan adalah saat
seluruh bulir padi mulai menguning. Pengeringan jangan dilakukan
sebelum semua bulir tampak menguning karena dapat berakibat
malai padi menjadi kosong. Pengeringan ini dilakukan hingga saat
padi dipanen.
Salah satu alternatif teknologi dalam pengelolaan air (water
management) sistem pengairan berselang (intermitten irrigation)
adalah alternate wetting and drying (AWD) atau pengairan basah
kering (PBK). Teknologi ini telah diadaptasi di negara-negara
penghasil padi seperti China, India, Philipina, dan Indonesia. Secara
umum, penggunaan teknologi ini tidak menyebabkan penurunan
hasil yang signifi kan dan dapat meningkatkan produktivitas air
(bbpadi.litbang.pertanian, 2015). Langkah pembuatan alat AWD:
 Siapkan pipa sepanjang 35 cm dengan diameter 3-5 cm
 Buatlah lubang kecil-kecil setinggi 20 cm pada pipa
 Pipa yang sudah diberi lubang ditanam pada petakan sawah
dan diatas permukaan tanah setinggi 15 cm
8. Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit pada budidaya padi organik dilakukan dengan
menerapkan konsep pengendalian hama terpadu. Hal-hal yang terlarang dalam
budidaya padi organik adalah menggunakan obat-obatan kimia seperti pestisida,
fungisida, bakterisida dan sejenisnya. Pengendalian hama dan penyakit padi organik
dilakukan secara terpadu antara budidaya, biologi, fisik (perangkap atau umpan), dan
pestisida organik atau Biopestisida. Aplikasi pestisida organik dalam budidaya padi
organik sama pentingnya dengan penggunaan pestisida kimia. Pestisida organik
merupakan pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan maupun hewan.
Pestisida organik relatif mudah dibuat dengan penggunaan bahanbahan yang ada di
sekitar kita.

Berikut Tabel beberapa jenis tumbuhan penghasil pestisida nabati untuk


pengendalian hama penyakit padi.

9. Panen pada waktu yang tepat sesuai umur varietas tanaman panen

Pada dasarnya panen dan penanganan lepas panen (pasca panen) padi yang
ditanam secara organik tidak berbeda padi yang ditanam secara konvensional. Secara
umum padi dikatakan sudah siap panen bila butir gabah yang menguning sudah
mencapai sekitar 80 % dan tangkainya sudah menunduk. Tangkai padi menunduk
karena sarat dengan butir gabah bernas. Untuk lebih memastikan padi sudah siap
panen adalah dengan cara menekan butir gabah. Bila butirannya sudah keras berisi
maka saat itu paling tepat untuk dipanen.

Panen dan pasca panen perlu ditangani secara tepat karena:

a.) Kehilangan hasil dan penurunan mutu selama proses panen dan pasca panen
masih tinggi (sekitar 20 %)
b.) Penanganan panen dan pasca panen yang kurang baik menyebabkan kualitas
gabah rendah
c.) Panen padi dengan sistem kelompok dapat menekan kehilangan hasil dari
19 % menjadi 4%. Jika menggunakan power tresher, diusahakan agar
putaran drum/silinder perontok stabil pada 600-800 rpm agar dapat
menahan kerusakan gabah dan menghindari tercampurnya gabah dengan
kotoran.

Panen padi pada waktu yang tepat dengan memperhatikan:

a.) Umur tanaman; antara varietas yang satu dengan lainnya kemungkinan
berbeda. Dihitung sejak padi mulai berbunga, biasanya panen jatuh pada 30-
35 hari setelah padi berbunga
b.) Jika kondisi padi 95 % malai menguning, maka panen dapat segera
dilakukan.
1.) Perontokan dan pengeringan sesegera mungkin
 Menggunakan alat sabit bergerigi atau mesin pemanen
 Panen sebaiknya dilakukan dengan cara potong tengah atau potong
atas bila gabah akan dirontokkan dengan power tresher.
 Bila gabah akan dirontok dengan pedal tresher, panen dapat
dilakukan dengan cara potong bawah.
 Hasil panen dimasukkan ke dalam karung atau kalau ditumpuk perlu
diberi alas untuk mencegah gabah tercecer.
 Perontokan harus segera dilakukan, serta dihindari penumpukan
padi di sawah sampai beberapa hari, untuk menjaga kualitas,
menekan kehilangan hasil dan kerusakan gabah.
2.) Bila gabah telah dirontokkan, maka tahap selanjutnya yang perlu
diperhatikan adalah pengeringan, yaitu:
 Gabah dijemur di atas lantai jemur
 Ketebalan gabah 5 – 7 cm
 Dilakukan pembalikan setiap 2 jam sekali
 Pada musim hujan sebaiknya digunakan pengering buatan
 Suhu pengering sebaiknya dipertahankan 42o C untuk
mengeringkan gabah yang akan digunakan sebagai benih, serta suhu
50o C untuk gabah yang akan dikonsumsi. Setelah tahap
pengeringan, kegiatan pasca panen lainnya yang perlu mendapat
perhatian adalah penggilingan dan penyimpanan gabah.
3.) Pada tahap penggilingan dan penyimpanan gabah, halhal harus
diperhatikan adalah:
 Pengemasan dan pengangkutan pada waktu pemanenan, perontokan,
pembersihan, pengeringan, maupun penyimpanan, dianjurkan
menggunakan karung goni atau plastik yang baik, tidak bocor, bersih,
kuat, dan bebas hama.
 Untuk memperoleh beras dengan kualitas tinggi, perhatikan waktu
panen, sanitasi (kebersihan), dan kadar air gabah (12-14 %).
 Gabah/beras disimpan dalam wadah yang bersih dalam
lumbung/gudang, bebas hama, dan memiliki sirkulasi udara yang
baik.
 Gabah disimpan dengan kadar air kurang dari 14 % untuk konsumsi
dan kurang dari 13 % untuk gabah yang akan digunakan sebagai
benih.
 Gabah yang sudah disimpan dalam penyimpanan, jika akan digiling,
dikeringkan terlebih dahulu sampai kadar air 12-14 %.
 Sebelum digiling, gabah yang baru dikeringkan diangin-anginkan
terlebih dahulu untuk menghindari butir yang pecah.
III. HASIL INSPEKSI LAPANGAN

Pemilik : Bapak Tukimun

Alamat : Dusun Jlegongan, Karuhan Kidul, Margodadi, Seyegan, Sleman, DIY

Komoditas : Padi

Luas area : 7.000 – 8.000 m2

Hari/Tanggal : Rabu, 28 April 2021

Orang yang hadir dalam inspeksi :

1. Pak Tukimun
2. Syauqi M A
3. M. Ibnu Rizki
4. Dimas Choiri
5. Ichwanda Kukuh

Aspek yang
Y T
No diinspeksi Informasi umum
1 Lahan Status Sertifikasi : √
Konversi : √
Organik tanpa sertifikasi : √
Konvensional : √
Sejarah Apakah produsen punya
SNI Sistem Pertanian √
Organik ?
Apakah informasi yang
ada dalam lembar usulan
sertifikasi akurat?
Apakah peta lahan sesuai
dengan kenyataan?
Apakah sejarah

peruntukan lahan benar?
Apakah semua lahan

dijadikan organik?
Aspek yang
Y T
No diinspeksi Informasi umum
Apakah semua lahan Petakan sawah
berada dalam satu tidak dalam satu
kesatuan? √ Kawasan,
melainkan
berpencar
Apakah tanaman/ hasil Hasil tanaman
tanaman disimpan di lain disimpan

lokasi? digudang
samping rumah
Apakah pernah ditolak Belum pernah
dalam sertifikasi? √ mengajukan
sertifikasi
Sumber air Irigasi √
Tadah hujan √
Lainnya √
2 Pencegahan Tanaman penyangga √
kontaminasi Jalan/parit √
Kolam filterisasi √
Areal terpisah √
Penggunaan peralatan khusus terpisah Penggunaan
peralatan yang
√ dipisahkan dari
peralatan untuk
konvensional
Hasil pengujian lab √
3 Pengelolaan lahan, Penyiapan lahan √
kesuburan tanah dan Usaha pencegahan degradasi √
air Pupuk komersil √
Pupuk organik √
a.) Kotoran ternak segar? √
b.) Asal kotoran? Kotoran ternak
√ yang sudah
difermentasi
c.) Hasil kompos? √
Aspek yang
Y T
No diinspeksi Informasi umum
4 Tanaman dan varietas Benih bersertifikat organik √
Benih hasil budidaya organik Benih yang
digunakan
berasal dari

budidaya padi
organic
sebelumnya
Benih komersil √
Transplanting √
5 Manajemen Mempertahankan dan/atau meningkatkan
ekosistem keanekaragaman √
hayati pada luas lahan utama
Inter cropping √
Cover crop √
Rotasi tanam √
lainnya √
6 Pengendalian OPT Pencegahan Pemilihan varietas √
Rotasi tanaman/tumpeng

sari
Pengendalian mekanis √
Pemanfaatan musuh

alami
Pengendalian Organik : √
(dosis) Nabati : √
Hayati : √
Komersil : √
7 Pasca panen Unit pengolahan produk organik di

lapang
Pembersihan alat √
Kepemilikan alat √
Penggunaan bahan terlarang √
8 Penyimpanan Hanya digunakan untuk peroduk organik √
Dalam kondisi baik √
Penyimpanan bahan terlarang √
Aspek yang
Y T
No diinspeksi Informasi umum
Kemungkinan masuknya hama √
9 Manajemen memahami standar pertanian organik √
menunjukkan komitmennya untuk

mengikuti standar
bukti bahwa semua tahapan operasi

dikelola secara baik
IV. PEMBAHASAN
A. Verifikasi Sejarah Lahan
Pada observasi yang dilakukan menggunakan metode wawancara langsung
kepada petani didapatkan data bahwa lahan dengan luasan 7.000 – 8.000 m2 yang
sebelumnya digunakan sebagai lahan budidaya padi konvensional. Petani melakukan
konversi lahan dengan pelan-pelan mengurangi penggunaan bahan kimia beralih
dengan hayati dan organic, pada akhirnya pada tahun 2015 sudah menggunakan bahan
nabati dan organic untuk budidaya padi.
B. Verifikasi Dokumen Pertanian Organik
Responden tidak memiliki dokumen apapun yang berkaitan dengan pertanian
organik
C. Menilai Konversi Lahan
Status lahan budidaya padi organic sudah dikonversi sejak pada tahun 2015.
Masa konversi dimaksudkan agar cemaran ataupun residu bahan yang dilarang
berkurang dalam tanah setelah masa konversi. Masa konversi juga dimaksudkan untuk
merubah sikap petani/pelaku atau masa adaptasi (penyesuaian) petani/pelaku dari
kebiasaan bertani konvensional ke bertani organik. Lahan yang sedang menjalani masa
konversi merupakan seluruh luasan lahan yang ada. Pertanian organik didasarkan pada
penggunaan bahan input eksternal secara minimal, serta tidak menggunakan pupuk dan
pestisida sintetis. Upaya pencegahan kontaminasi pada lahan belum dilakukan sama
sekali. Hal ini dapat dilihat dari belum adanya buffer zone yang memenuhi standar, baik
berupa tanaman penyangga ataupun tanaman pembatas dengan tinggi tanaman dan
varietas berbeda ataupun dengan luasan tertentu seperti yang tercantum dalam SNI
6729:2016 tentang pertanian organik. Pencegahan kontaminasi melalui udara belum
berlangsung sama sekali karena lahan yang ada di sekeliling lahan yang sedang
dikonversi masih merupakan lahan konvensional yang masih menggunakan pestisida
sintetis.
D. Menilai Pengelolaan Kesuburan Tanah
Penyiapan lahan dilakukan dengan cara mekanis dan bukan menggunakan cara
pembakaran. Lahan disiapkan sesuai dengan peruntukannya sebagai lahan untuk
budidaya tanaman padi. Upaya pencegahan degradasi dilakukan dengan membuat parit
di setiap petak sawahnya. Sebagai upaya pemeliharaan kesuburan tanah, koresponden
menggunakan limbah tanaman padi dibiarkan di petakan sawah untuk jadi kompos dan
menggunakan pupuk kotoran hewan yang sudah difermentasi terlebih dahulu. Masih
diperlukan pengambilan sampel tanah untuk diuji di laboratorium yang berstandar
KAN sebagai upaya untuk mengetahui bahan yang terkandung di dalam tanah karena
irigasi yang digunakan dengan irigasi tersier yang irigasinya berasal dari petakan sawah
yang digunakan budidaya padi secara konvensional
E. Benih dan Pemilihan Varietas
Penyiapan benih dilakukan dengan tahap penyortiran di awal, yaitu dengan
menggunakan air garam dan setelah dilakukan perendaman dengan air garam
dilanjukan dengan perendaman meggunakan PGPR selama 24 jam sebelum disemai.
Bibit padi yang siap dipindah ke lahan pada umur 10 – 15 hari. Benih yang digunakan
varietas lokal yaitu Mentik Cianjur yang berasal dari budidaya padi organic sebelumnya.
Benih yang digunakan untuk 1000 m2 sebanyak 3 kg.
F. Menilai Pengelolaan Pengairan
Air yang digunakan untuk mengairi lahan merupakan air yang dialirkan
langsung dari irigasi tersier dan tidak melalui kolam filterisasi dengan spesifikasi
seperti yang tercantum pada SNI 6729:2016 tentang pertanian organik. Air yang masuk
merupakan air aliran dari beberapa lahan sebelumnya yang kemungkinan besar sudah
tercemar oleh residu baik dari pestisida maupun pupuk anorganik. Tidak terdapat
tanaman yang dapat membantu mengurangi residu pada air seperti eceng gondok
ataupun bambu di dalam lokasi lahan. Masih diperlukan pengambilan sampel air untuk
diuji di laboratorium yang berstandar KAN sebagai upaya untuk mengetahui
kontaminan yang terkandung di dalamnya
G. Menilai Pupuk Organik
Pupuk organik yang digunakan berupa kotoran ternak yang sudah difermentasi
yang diperoleh dari peternakan di sekitar lahan. Akan tetapi peternakan tersebut
bukanlah merupakan peternakan yang telah tersertifikasi organik, sehingga masih
terdapat kemungkinan pakan dari ternak masih mengandung kontaminan yang tidak
diizinkan oleh standar pertanian organik. Sehingga masih diperlukan untuk uji lab
pupuk kotoran ternak yang digunakan untuk melihat apakah sesuai dengan Peraturan
Menteri Pertanian Nomor: 70/Permentan/SR.140/10/2011
H. Menilai Pengendalian OPT
Pengendalian OPT yang dilakukan yaitu dengan penyemprotan agensi hayati
yang dicampur dengan pupuk cair. Pada 1 kali musim dapat dilakukan penyemprotan
agensi hayati sebagai tindakan preventive atau pencegahan sebanyak 4 kali dengan
menggunakan sprayer.
I. Penilai Pengelolaan Panen
Pemanenan dilakukan ketika tanaman padi telah berumur 3,5 bulan dengan
mesin pemanen padi (combine). Hasil panen seluas 1000 m2 sebanyak 6 – 7 kwintal
gabah basah dan menghasilkan 3,5 kwintal beras. Gabah yang dihasilkan dari sawah
langsung dilakukan pengangkutan ke Gudang untuk dilakukan penjemuran sekaligus
penyortiran dari sisa sisa tanaman padi yang ikut tercampur dengan gabah, selanjutnya
dilakukan penjemuran selama 2 – 3 hari tergantung intensitas sinar cahaya matahari.
Penyimpanan setelah penjemuran ditempatkan terpisah dari padi yang yang ditanam
secara konvensional. Pengemasan dengan plastik dengan berat beras 2 kg, 5 kg, 25 kg.
Penjualan yang dilakukan ada pembeli yang mengambil sendiri ke rumah
Jadwal Kegiatan

Hari pelaksanaan
No Ruang lingkup Instrumen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
SNI 19-19011-2005

Panduan Teknis
Menyusun rencana Penerapan Jaminan
1 Mutu Produk Pangan
pelaksanaan inspeksi
KAN No 902 tahun
2006
SNI 6729:2016
Kesepakatan
2
pelaksanaan
SNI 6729:2016
3 Penilaian lahan
64/Permentan/OT.140/
5/2013
Penilaian
4 SNI 6729:2016
benih/bahan tanam
5 Penilaian pestisida SNI 6729:2016
SNI 6729:2016
6 Penilaian pupuk 70/Permentan/SR.140/
10/2011
SNI 6729:2016
Penilaian SNI 7313:2008
7
panen/pascapanen SNI 7387:2009
SNI 7385:2009
Menyusun laporan
8 SNI 6729:2016
inspeksi
LAMPIRAN

Gambar 1. Beras organic Gambar 2. Pelaksanaan wawancara dengan Pak


Tukimun
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Prospek Pertanian Organik Di


Indonesian.
Dwijosumono, 2011. Agronomi Tanaman Padi. Lembaga Pusat Penelitian Pertanian.
Perwakilan Padang. Jilid I. 68 hal.
Machmur 2010. Morfologi Dan Fisiologi Padi. Dalam Padi Buku I. Badan Penelitian Dan
Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian. Tanaman Dan Pengembangan
Tanamanpangan. Bogor. Hal 185.
Nusril, 2001. Perspektif Pemasaran Dari Pembangaunan Pertanian Organik Di Propinsi
Bengkulu. Makalah disampaikan pada pembekalan Program Semi Que III fakultas
Pertanian Universitas Bengkulu. Juli 2001. Bengkulu.
Purnamaningsih, R. 2006. Induksi Kalus dan Optimasi Regenerasi Empat Varietas Padi
Melalui Kultur In Vitro. Balai Besar Penelitian danPengawasan Bioteknologi dan
Sumber Daya Genetik Pertanian. Bogor. Jurnal AgroBiogen 2(2):74-80.

Surdianto, Y. dan Sutrisna, N. 2015. Petunjuk Teknis Budidaya padi Organik. BPTP Jawa
Barat

Anda mungkin juga menyukai