Disusun oleh:
Bila lahan sudah siap ditanami dan bibit dipesemaian sudah memenuhi syarat,
maka penanaman dapat segera dilakukan.
a.) Syarat bibit yang baik untuk dipindahkan ke lahan penanaman adalah tinggi
sekitar 25 cm, memiliki 5-6 helai daun, batang bawah besar dan keras, bebas
dari hama penyakit, serta jenisnya seragam.
b.) Penanaman bisa dlakukan dengan sistem tanam tegel dan sistem tanam
legowo.
c.) Jarak tanam yang digunakan untuk sistem tanam tegel adalah: 25 x 25cm
dan 30 x 30; Sedangkan untuk sistem tanam legowo 50 x 12,5 x 25cm, 50 x
15 x 25 cm tergantung spesifik lokasi. Jarak antar kelompok barisan (lorong)
bisa 50 cm, 60 cm, atau 75 cm. Sedangkan jarak dalam barisan sejajar
legowo bisa 12,5 cm, 13,5 cm, atau 15 cm.
d.) Penentuan jarak tanam sendiri dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu sifat
varietas dan kesuburan tanah. Bila varietasnya memiliki sifat merumpun
tinggi maka jarak tanamnya harus lebih lebar dari padi yang memiliki sifat
merumpun rendah. Sementara bila tanah sawah lebih subur, jarak tanam
harus lebih lebar dibanding tanah kurang subur.
4. Penggunaan Bibit Muda (10-15 HSS) Sebanyak 1-3 Batang Per Rumpun
a.) Penggunaan umur dan jumlah bibit, jarak tanam, dan varietas dapat
mempengaruhi mutu gabah dan beras. Dengan interaksi perlakuan di atas
maka dapat dihasilkan mutu gabah berbeda.
b.) Penanaman bibit muda 10-15 hari setelah sebar, akan memberikan
pertumbuhan dan perkembangan akar lebih baik, anakan lebih banyak,
tanaman mampu menampilkan potensi genetiknya secara penuh sesuai dengan
daya dukung lahan, dan mampu beradaptasi dengan lingkungan lebih cepat
dibandingkan dengan tanaman yang berasal dari bibit yang lebih tua.
c.) Penanaman bibit muda cocok untuk lahan sawah yang airnya mudah diatur
dan bebas dari hama keong mas.
d.) Keuntungan tanam bibit sebanyak 1-3 bibit per lubang yaitu : 1) Mengurangi
persaingan antar bibit dalam 1 rumpun, 2) Memaksimalkan pencapaian jumlah
anakan, 3) Memaksimalkan peluang tercapainya potensi hasil suatu varietas,
dan 4) Dapat menghemat penggunaan benih
e.) Hal penting yang perlu diperhatikan dalam penggunaan bibit muda (10-15 hss),
sebanyak 1-3 batang per rumpun yaitu: luas areal pesemaian ≥ 5% dari areal
sawah yang akan ditanami. Pembuatan pesemaian yang terlalu sempit dan
sebar benih yang rapat, mengakibatkan bibit tumbuh lebih kecil dan lemah.
Hal ini akan menyulitkan dalam pelaksanaan tanam menggunakan bibit muda
(10-15 hss), sebanyak 1-3 batang per rumpun
5. Pemupukan
Dalam budidaya padi secara organik pupuk yang digunakan sebagai sumber
hara berasal dari pupuk organik seperti: kompos, pupuk kandang, atau sisa tanaman
(jerami) yang dibenamkan ke dalam tanah.
Gulma adalah salah satu kendala utama dalam memperoleh hasil yang tinggi
dalam budidaya padi sawah. Persaingan gulma dengan padi pada stadia pertumbuhan
hingga masa pematangan sangat besar sekali pengaruhnya terhadap penurunan hasil
panen. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan penggunaan tenaga manusia
(penyiangan tangan) dan dengan alat khusus berupa landakan atau gasrok. Penyiangan
awal gulma menjelang 21 hari setelah tanam, penyiangan selanjutnya berdasarkan
kepadatan gulma.
Pengendalian hama dan penyakit pada budidaya padi organik dilakukan dengan
menerapkan konsep pengendalian hama terpadu. Hal-hal yang terlarang dalam
budidaya padi organik adalah menggunakan obat-obatan kimia seperti pestisida,
fungisida, bakterisida dan sejenisnya. Pengendalian hama dan penyakit padi organik
dilakukan secara terpadu antara budidaya, biologi, fisik (perangkap atau umpan), dan
pestisida organik atau Biopestisida. Aplikasi pestisida organik dalam budidaya padi
organik sama pentingnya dengan penggunaan pestisida kimia. Pestisida organik
merupakan pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan maupun hewan.
Pestisida organik relatif mudah dibuat dengan penggunaan bahanbahan yang ada di
sekitar kita.
9. Panen pada waktu yang tepat sesuai umur varietas tanaman panen
Pada dasarnya panen dan penanganan lepas panen (pasca panen) padi yang
ditanam secara organik tidak berbeda padi yang ditanam secara konvensional. Secara
umum padi dikatakan sudah siap panen bila butir gabah yang menguning sudah
mencapai sekitar 80 % dan tangkainya sudah menunduk. Tangkai padi menunduk
karena sarat dengan butir gabah bernas. Untuk lebih memastikan padi sudah siap
panen adalah dengan cara menekan butir gabah. Bila butirannya sudah keras berisi
maka saat itu paling tepat untuk dipanen.
a.) Kehilangan hasil dan penurunan mutu selama proses panen dan pasca panen
masih tinggi (sekitar 20 %)
b.) Penanganan panen dan pasca panen yang kurang baik menyebabkan kualitas
gabah rendah
c.) Panen padi dengan sistem kelompok dapat menekan kehilangan hasil dari
19 % menjadi 4%. Jika menggunakan power tresher, diusahakan agar
putaran drum/silinder perontok stabil pada 600-800 rpm agar dapat
menahan kerusakan gabah dan menghindari tercampurnya gabah dengan
kotoran.
a.) Umur tanaman; antara varietas yang satu dengan lainnya kemungkinan
berbeda. Dihitung sejak padi mulai berbunga, biasanya panen jatuh pada 30-
35 hari setelah padi berbunga
b.) Jika kondisi padi 95 % malai menguning, maka panen dapat segera
dilakukan.
1.) Perontokan dan pengeringan sesegera mungkin
Menggunakan alat sabit bergerigi atau mesin pemanen
Panen sebaiknya dilakukan dengan cara potong tengah atau potong
atas bila gabah akan dirontokkan dengan power tresher.
Bila gabah akan dirontok dengan pedal tresher, panen dapat
dilakukan dengan cara potong bawah.
Hasil panen dimasukkan ke dalam karung atau kalau ditumpuk perlu
diberi alas untuk mencegah gabah tercecer.
Perontokan harus segera dilakukan, serta dihindari penumpukan
padi di sawah sampai beberapa hari, untuk menjaga kualitas,
menekan kehilangan hasil dan kerusakan gabah.
2.) Bila gabah telah dirontokkan, maka tahap selanjutnya yang perlu
diperhatikan adalah pengeringan, yaitu:
Gabah dijemur di atas lantai jemur
Ketebalan gabah 5 – 7 cm
Dilakukan pembalikan setiap 2 jam sekali
Pada musim hujan sebaiknya digunakan pengering buatan
Suhu pengering sebaiknya dipertahankan 42o C untuk
mengeringkan gabah yang akan digunakan sebagai benih, serta suhu
50o C untuk gabah yang akan dikonsumsi. Setelah tahap
pengeringan, kegiatan pasca panen lainnya yang perlu mendapat
perhatian adalah penggilingan dan penyimpanan gabah.
3.) Pada tahap penggilingan dan penyimpanan gabah, halhal harus
diperhatikan adalah:
Pengemasan dan pengangkutan pada waktu pemanenan, perontokan,
pembersihan, pengeringan, maupun penyimpanan, dianjurkan
menggunakan karung goni atau plastik yang baik, tidak bocor, bersih,
kuat, dan bebas hama.
Untuk memperoleh beras dengan kualitas tinggi, perhatikan waktu
panen, sanitasi (kebersihan), dan kadar air gabah (12-14 %).
Gabah/beras disimpan dalam wadah yang bersih dalam
lumbung/gudang, bebas hama, dan memiliki sirkulasi udara yang
baik.
Gabah disimpan dengan kadar air kurang dari 14 % untuk konsumsi
dan kurang dari 13 % untuk gabah yang akan digunakan sebagai
benih.
Gabah yang sudah disimpan dalam penyimpanan, jika akan digiling,
dikeringkan terlebih dahulu sampai kadar air 12-14 %.
Sebelum digiling, gabah yang baru dikeringkan diangin-anginkan
terlebih dahulu untuk menghindari butir yang pecah.
III. HASIL INSPEKSI LAPANGAN
Komoditas : Padi
1. Pak Tukimun
2. Syauqi M A
3. M. Ibnu Rizki
4. Dimas Choiri
5. Ichwanda Kukuh
Aspek yang
Y T
No diinspeksi Informasi umum
1 Lahan Status Sertifikasi : √
Konversi : √
Organik tanpa sertifikasi : √
Konvensional : √
Sejarah Apakah produsen punya
SNI Sistem Pertanian √
Organik ?
Apakah informasi yang
ada dalam lembar usulan
sertifikasi akurat?
Apakah peta lahan sesuai
dengan kenyataan?
Apakah sejarah
√
peruntukan lahan benar?
Apakah semua lahan
√
dijadikan organik?
Aspek yang
Y T
No diinspeksi Informasi umum
Apakah semua lahan Petakan sawah
berada dalam satu tidak dalam satu
kesatuan? √ Kawasan,
melainkan
berpencar
Apakah tanaman/ hasil Hasil tanaman
tanaman disimpan di lain disimpan
√
lokasi? digudang
samping rumah
Apakah pernah ditolak Belum pernah
dalam sertifikasi? √ mengajukan
sertifikasi
Sumber air Irigasi √
Tadah hujan √
Lainnya √
2 Pencegahan Tanaman penyangga √
kontaminasi Jalan/parit √
Kolam filterisasi √
Areal terpisah √
Penggunaan peralatan khusus terpisah Penggunaan
peralatan yang
√ dipisahkan dari
peralatan untuk
konvensional
Hasil pengujian lab √
3 Pengelolaan lahan, Penyiapan lahan √
kesuburan tanah dan Usaha pencegahan degradasi √
air Pupuk komersil √
Pupuk organik √
a.) Kotoran ternak segar? √
b.) Asal kotoran? Kotoran ternak
√ yang sudah
difermentasi
c.) Hasil kompos? √
Aspek yang
Y T
No diinspeksi Informasi umum
4 Tanaman dan varietas Benih bersertifikat organik √
Benih hasil budidaya organik Benih yang
digunakan
berasal dari
√
budidaya padi
organic
sebelumnya
Benih komersil √
Transplanting √
5 Manajemen Mempertahankan dan/atau meningkatkan
ekosistem keanekaragaman √
hayati pada luas lahan utama
Inter cropping √
Cover crop √
Rotasi tanam √
lainnya √
6 Pengendalian OPT Pencegahan Pemilihan varietas √
Rotasi tanaman/tumpeng
√
sari
Pengendalian mekanis √
Pemanfaatan musuh
√
alami
Pengendalian Organik : √
(dosis) Nabati : √
Hayati : √
Komersil : √
7 Pasca panen Unit pengolahan produk organik di
√
lapang
Pembersihan alat √
Kepemilikan alat √
Penggunaan bahan terlarang √
8 Penyimpanan Hanya digunakan untuk peroduk organik √
Dalam kondisi baik √
Penyimpanan bahan terlarang √
Aspek yang
Y T
No diinspeksi Informasi umum
Kemungkinan masuknya hama √
9 Manajemen memahami standar pertanian organik √
menunjukkan komitmennya untuk
√
mengikuti standar
bukti bahwa semua tahapan operasi
√
dikelola secara baik
IV. PEMBAHASAN
A. Verifikasi Sejarah Lahan
Pada observasi yang dilakukan menggunakan metode wawancara langsung
kepada petani didapatkan data bahwa lahan dengan luasan 7.000 – 8.000 m2 yang
sebelumnya digunakan sebagai lahan budidaya padi konvensional. Petani melakukan
konversi lahan dengan pelan-pelan mengurangi penggunaan bahan kimia beralih
dengan hayati dan organic, pada akhirnya pada tahun 2015 sudah menggunakan bahan
nabati dan organic untuk budidaya padi.
B. Verifikasi Dokumen Pertanian Organik
Responden tidak memiliki dokumen apapun yang berkaitan dengan pertanian
organik
C. Menilai Konversi Lahan
Status lahan budidaya padi organic sudah dikonversi sejak pada tahun 2015.
Masa konversi dimaksudkan agar cemaran ataupun residu bahan yang dilarang
berkurang dalam tanah setelah masa konversi. Masa konversi juga dimaksudkan untuk
merubah sikap petani/pelaku atau masa adaptasi (penyesuaian) petani/pelaku dari
kebiasaan bertani konvensional ke bertani organik. Lahan yang sedang menjalani masa
konversi merupakan seluruh luasan lahan yang ada. Pertanian organik didasarkan pada
penggunaan bahan input eksternal secara minimal, serta tidak menggunakan pupuk dan
pestisida sintetis. Upaya pencegahan kontaminasi pada lahan belum dilakukan sama
sekali. Hal ini dapat dilihat dari belum adanya buffer zone yang memenuhi standar, baik
berupa tanaman penyangga ataupun tanaman pembatas dengan tinggi tanaman dan
varietas berbeda ataupun dengan luasan tertentu seperti yang tercantum dalam SNI
6729:2016 tentang pertanian organik. Pencegahan kontaminasi melalui udara belum
berlangsung sama sekali karena lahan yang ada di sekeliling lahan yang sedang
dikonversi masih merupakan lahan konvensional yang masih menggunakan pestisida
sintetis.
D. Menilai Pengelolaan Kesuburan Tanah
Penyiapan lahan dilakukan dengan cara mekanis dan bukan menggunakan cara
pembakaran. Lahan disiapkan sesuai dengan peruntukannya sebagai lahan untuk
budidaya tanaman padi. Upaya pencegahan degradasi dilakukan dengan membuat parit
di setiap petak sawahnya. Sebagai upaya pemeliharaan kesuburan tanah, koresponden
menggunakan limbah tanaman padi dibiarkan di petakan sawah untuk jadi kompos dan
menggunakan pupuk kotoran hewan yang sudah difermentasi terlebih dahulu. Masih
diperlukan pengambilan sampel tanah untuk diuji di laboratorium yang berstandar
KAN sebagai upaya untuk mengetahui bahan yang terkandung di dalam tanah karena
irigasi yang digunakan dengan irigasi tersier yang irigasinya berasal dari petakan sawah
yang digunakan budidaya padi secara konvensional
E. Benih dan Pemilihan Varietas
Penyiapan benih dilakukan dengan tahap penyortiran di awal, yaitu dengan
menggunakan air garam dan setelah dilakukan perendaman dengan air garam
dilanjukan dengan perendaman meggunakan PGPR selama 24 jam sebelum disemai.
Bibit padi yang siap dipindah ke lahan pada umur 10 – 15 hari. Benih yang digunakan
varietas lokal yaitu Mentik Cianjur yang berasal dari budidaya padi organic sebelumnya.
Benih yang digunakan untuk 1000 m2 sebanyak 3 kg.
F. Menilai Pengelolaan Pengairan
Air yang digunakan untuk mengairi lahan merupakan air yang dialirkan
langsung dari irigasi tersier dan tidak melalui kolam filterisasi dengan spesifikasi
seperti yang tercantum pada SNI 6729:2016 tentang pertanian organik. Air yang masuk
merupakan air aliran dari beberapa lahan sebelumnya yang kemungkinan besar sudah
tercemar oleh residu baik dari pestisida maupun pupuk anorganik. Tidak terdapat
tanaman yang dapat membantu mengurangi residu pada air seperti eceng gondok
ataupun bambu di dalam lokasi lahan. Masih diperlukan pengambilan sampel air untuk
diuji di laboratorium yang berstandar KAN sebagai upaya untuk mengetahui
kontaminan yang terkandung di dalamnya
G. Menilai Pupuk Organik
Pupuk organik yang digunakan berupa kotoran ternak yang sudah difermentasi
yang diperoleh dari peternakan di sekitar lahan. Akan tetapi peternakan tersebut
bukanlah merupakan peternakan yang telah tersertifikasi organik, sehingga masih
terdapat kemungkinan pakan dari ternak masih mengandung kontaminan yang tidak
diizinkan oleh standar pertanian organik. Sehingga masih diperlukan untuk uji lab
pupuk kotoran ternak yang digunakan untuk melihat apakah sesuai dengan Peraturan
Menteri Pertanian Nomor: 70/Permentan/SR.140/10/2011
H. Menilai Pengendalian OPT
Pengendalian OPT yang dilakukan yaitu dengan penyemprotan agensi hayati
yang dicampur dengan pupuk cair. Pada 1 kali musim dapat dilakukan penyemprotan
agensi hayati sebagai tindakan preventive atau pencegahan sebanyak 4 kali dengan
menggunakan sprayer.
I. Penilai Pengelolaan Panen
Pemanenan dilakukan ketika tanaman padi telah berumur 3,5 bulan dengan
mesin pemanen padi (combine). Hasil panen seluas 1000 m2 sebanyak 6 – 7 kwintal
gabah basah dan menghasilkan 3,5 kwintal beras. Gabah yang dihasilkan dari sawah
langsung dilakukan pengangkutan ke Gudang untuk dilakukan penjemuran sekaligus
penyortiran dari sisa sisa tanaman padi yang ikut tercampur dengan gabah, selanjutnya
dilakukan penjemuran selama 2 – 3 hari tergantung intensitas sinar cahaya matahari.
Penyimpanan setelah penjemuran ditempatkan terpisah dari padi yang yang ditanam
secara konvensional. Pengemasan dengan plastik dengan berat beras 2 kg, 5 kg, 25 kg.
Penjualan yang dilakukan ada pembeli yang mengambil sendiri ke rumah
Jadwal Kegiatan
Hari pelaksanaan
No Ruang lingkup Instrumen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
SNI 19-19011-2005
Panduan Teknis
Menyusun rencana Penerapan Jaminan
1 Mutu Produk Pangan
pelaksanaan inspeksi
KAN No 902 tahun
2006
SNI 6729:2016
Kesepakatan
2
pelaksanaan
SNI 6729:2016
3 Penilaian lahan
64/Permentan/OT.140/
5/2013
Penilaian
4 SNI 6729:2016
benih/bahan tanam
5 Penilaian pestisida SNI 6729:2016
SNI 6729:2016
6 Penilaian pupuk 70/Permentan/SR.140/
10/2011
SNI 6729:2016
Penilaian SNI 7313:2008
7
panen/pascapanen SNI 7387:2009
SNI 7385:2009
Menyusun laporan
8 SNI 6729:2016
inspeksi
LAMPIRAN
Surdianto, Y. dan Sutrisna, N. 2015. Petunjuk Teknis Budidaya padi Organik. BPTP Jawa
Barat