Anda di halaman 1dari 60

1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budidaya tanaman adalah serangkai kegiatan pemeliharaan tanaman mulai
dari penentuan komoditas yang ingin dibudidayakan, media tanam, bahan tanam,
penanaman dan pola tanam, perawatan (pemupukan, pemakaian mulsa,
penyiangan, dan penggunaan green house), pola pertumbuhan, irigasi air,
hingga pemanenan. Budidaya ini biasanya dilakukan pada suatu areal lahan
untuk diambil manfaat dari budidaya tersebut atau hasil panennya guna
memenuhi kebutuhan manusia, kegiatan budidaya ini adalah inti dari usaha
pertanian. Istilah teknik budidaya tanaman artinya adalah proses menhasilkan
bahan pangan serta produk-produk agroindustri dengan memanfaatkan
sumberdaya tumbuhan (Hanum, 2008).
Masalah yang masih kita dapati dalam berbudidaya tanaman sekarang ini
adalah kurangnya keahlian dalam teknik budidaya tanaman yang dapat
menyebabkan hasil produksi tanaman kurang maksimal atau kurang memenuhi
kebutuhan. Selain itu, pesatnya perkembangan penduduk di Indonesia juga
menjadi salah satu masalah karena kebutuhan pangan juga harus diperbanyak
untuk mencukupi kebutuhan pangan di Indonesia. Badan Pusat Statistika (2017)
menyatakan bahwa besar laju pertumbuhan per tahun penduduk di Jawa Timur
pada tahun 1990-2000 adalah 0.70 dan meningkat sebesar 0.06 mejadi 0.76
pada tahun 2000-2010. Dari data tersebut terlihat bahwa semakin bertambahnya
tahun semakin bertambah banyak pula penduduk di Indonesia, sehingga
kebutuhan pangan juga ikut meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk.
Kita lakukan adalah memaksimalkan produksi pangan dalam kualitas
maupun kuantitas dengan cara berbudidaya tanaman dengan baik dan benar.
Contohnya adalah dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman tersebut, seperti pengaruh
penggunaan mulsa pada tanaman dan pengaruh pola tanam monokultur atau
polikultur pada tanaman. Jika teknik budidaya yang diterapkan sudah baik dan
benar maka hasil produksi tanaman dalam kualitas maupun kuantitas akan
maksimal. Maka dari itu, praktikum dasar budidaya tanaman ini penting dilakukan
agar keahlian dan pengetahuan yang didapat tentang berbudidaya tanaman
dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

1
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum Dasar Budidaya Tanaman ini yaitu mengetahui
pengaruh pola tanam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis
serta pengaruh pemulsaan terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman mentimun.

2
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Tanam
Menurut pendapat Kumalasari (2012), yang menyatakan bahwa tanam
merupakan usaha menempatkan bahan tanam berupa benih atau bibit pada
media tanam. Media tanam yang digunakan bisa menggunakan media tanah
maupun media bukan tanah dalam suatu bentuk pola tanam. Hal ini dilakukan
sebagai langkah awal dalam budidaya tanaman. Ada juga pendapat lain dari
Nurmayulis, dkk (2014) yang menyebutkan bahwa tanam merupakan salah satu
usaha menempatkan biji atau benih dengan cara ditugal, sehingga benih atau biji
dapat dimasukkan kedalam lubang tanam tersebut. Hal ini merupakan salah satu
rangkaian dalam proses budidaya tanaman.
2.2 Fungsi dan Macam-Macam Pola Tanam
Menurut Prasetyo (2009), Pola tanam monokultur adalah sistem
penanaman satu jenis tanaman yang dilakukan sekali atau beberapa kali dalam
setahun tergantung jenis tanamannya. Monokultur menjadikan penggunaan
lahan efisien karena memungkinkan perawatan dan pemanenan secara cepat
dengan bantuan mesin pertanian dan menekan biaya tenaga kerja karena wajah
lahan menjadi seragam. Penanaman monokultur menyebabkan terbentuknya
lingkungan pertanian yang tidak mantap. Buktinya tanah pertanian harus diolah,
dipupuk dan disemprot dengan insektisida. Jika tidak, tanaman pertanian mudah
terserang hama dan penyakit. Jika tanaman pertanian terserang hama, maka
dalam waktu cepat hama itu akan menyerang wilayah yang luas. Petani tidak
dapat panen karena tanamannya terserang hama.
Sedangkan menurut Pramono (2010), pada pola tanam monokultur hanya
menanam satu komoditas tertentu pada suatu luasan lahan. Pola monokultur ini
sering dipilih apabila pemilik lahan kurang membutuhkan sumber penghasilan
lainnya. Misalnya untuk tanaman pertanian, dimana pemilik lahan tidak mampu
mengolah lahan secara efektif sehingga memilih pola tanam monokultur.
Keuntungan dari pola tanam ini adalah dengan luasan lahan yang sama
diperoleh hasil panen yang melimah dan seragam. Selain itu, pengelolaan lahan
pertanian juga akan semakin mudah karena komoditas yang ditanam seragam.
Namun, pola tanam monokultur juga memiliki kelemahan yaitu apabila terjadi
serangan hama dan penyakit, penyebarannya lebih mudah meluas. Selain itu,
karena pada pola tanammonokultur komoditas yang ditanam sama, maka

3
kebutuhan akan unsure hara juga sama sehingga terjadi kompetisi antar
tanaman, dan tidak adanya diversifikasi produk pertanian yang dihasilkan.
Menurut Prasetyo (2009) tumpang sari merupakan salah satu bentuk dari
program intensifikasi pertanian alternatif yang tepat untuk memperoleh hasil
pertanian yang optimal. Keuntungan pola tanam tumpang sari selain diperoleh
frekuensi panen lebih dari satu kali dalam setahun, juga berfungsi untuk menjaga
kesuburan tanah. Pola tanam tumpang sari dalam implementasinya harus dipilih
dua atau lebih tanaman yang cocok sehingga mampu memanfaatkan ruang dan
waktu seefisien mungkin serta dapat menurunkan pengaruh kompetitif sekecil-
kecilnya. Tujuan dari pola tanam tumpang sari adalah untuk memanfaatkan
faktor produksi yang dimiliki petani secara optimal (diantaranya keterbatasan :
lahan, tenaga kerja, modal kerja), pemakaian pupuk dan pestisida lebih efisien,
mengurangi erosi, konservasi lahan, stabilitas biologi tanah dan mendapatkan
produksi total yang lebih besar dibandingkan penanaman secara monokultur.
Sedangkan menurut Setyaningrum (2013), pola tanam polikultur adalah
penanaman suatu komoditas yang berbeda dalam suatu luasan lahan tertentu.
Adapun cirri-ciri pola tanam polikultur yaitu, komoditas yang ditanam lebih dari
satu jenis, adanya tanaman utama, dan sebagai upaya pemanfaatan atau
pengefisien suatu lahan. Salah satu jenis polikultur adalah tumpang sari, yaitu
jenis polikultur dengan melakukan penanaman lebih dari satu tanaman baik yang
berumur sama atau berbeda. Waktu penanaman dan pemanenan bisa dilakukan
secara bersamaan, lebih dahulu atau lebih akhir, tetapi yang jelas ada sebagian
yang dipanen secara bersamaan.
2.3 Teknik Budidaya Jagung Manis
Menurut Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2015), menyatakan
tingkat produktivitas jagung di Pulau Jawa cenderung lebih tinggi dibandingkan
dengan di Luar Jawa maupun secara nasional terutama pada kondisi sepuluh
tahun terakhir. Produktivitas jagung di Jawa periode 2005 - 2015 rata-rata
sebesar 45,89 Kuintal/hektar, sementara rata-rata produktivitas di Luar Pulau
Jawa 40,77 Kuintal/hektar, sedangkan produktivitas jagung manis nasional
adalah sebesar 43,42 Kuintal/hektar. Hal ini menunjukkan kondisi tanah di Pulau
Jawa yang lebih subur dari pada Luar Jawa dan kemungkinan lebih banyak
petani jagung menggunakan benih hibrida.

4
Menurut Badan Ketahan Pangan Dan Penyuluh Pertanian Aceh (2009)
teknik cara membudidayakan tanaman jagung manis sebagai berikut:
a. Varietas Unggul
Penggunaan varietas unggul (hibrida maupun komposit) mempunyai
peranan penting dalam upaya peningkatan produktivas jagung. Dalam
memilih varietas dilihat dari potensi hasilnya. Selain itu juga dari ketahanan
dari hama dan penyakit. Ada juga dari ketahanan dalam kekeringan varietas
itu sendiri.
b. Benih Bermutu
Gunakan benih yang bersetrifikat. Sebelum ditanam sebaiknya dilakukan
pengujian daya kecambah benih. Hal tersebut dimaksudkan agar mengetahui
mutu dari biji tersebut baik atau tidak baik. Benih yang baik adalah benih
yang mempunyai daya tumbuh lebih dari 90%.
c. Penyiapan Lahan
Pengolahan tanah untuk penanaman jagung manis dapat dilakukan
dengan 2 cara yaitu olah tanah sempurna (OTS) dan tanpa olah tanah (TOT).
Cara TOT dilakukan bila lahan gembur. Pada perlakuan olah tanah sempurna
ini dengan dilakukan pembajakan tanah yaitu pembalikan tanah. Pada
perlakuan tanpa olah tanah ini tanpa diolah tanahnya sehingga hanya bagian
yang akan ditanami yang dicangkul.
d. Penanaman
Penanaman pada perlakuan tanpa olah tanah (TOT) bisa dilakukan
langsung dicangkul. Tempat menugal benih sesuai dengan jarak tanam.
Pada TOT tidak mengolah semua tanah hanya yang akan ditanami saja yang
dicangkul. Penanaman pada lahan olah tanah sempurna (OTS) cukup ditugal
untuk dibuat lubang tanam sesuai dengan jarak tanam.
e. Pemupukan
Cara pemberian pupuk, ditugal sedalam 5 cm dengan jarak 10 cm dari
batang tanaman. Lalu pupuk tersebut ditutup dengan tanah. Takaran pupuk
bermacam-macam tergantung jenis pupuk. Takaran pupuk untuk tanaman
jagung manis adalah 350-400 kg urea/ha, 100-150 kg SP-36/ha, dan 100-
150kg KCl/ha.

5
f. Penyiangan
Penyiangan sebaiknya dilakukan dua minggu sekali. Dilakukan selama
masa pertumbuhan tanaman jagung manis. Pemupukan yang pertama pada
umur 15 hst. Kemudian pemupukan dilakukan hingga umur 6 mst.
g. Pengedalian Hama dan Penyakit
Penyakit yang banyak dijumpai pada tanaman jagung manis adalah
penyakit bulai, jamur. Pengendalian penyakit bulai dengan perlakuan benih, 1
kg benih dicampur dengan metalaksis 2 gr yang dilarutkan dalam 7,5-10 ml
air. Sementara untuk pengendalian jamur dapat diemprot dengan fungisida
dengan dosis 45 gr per tank isi 15 liter. Hama yang umum mengganggu
pertanaman jagung manis adalah lalat bibit, penggerek batang dan tongkol.
Lalat bibit umumnya mengganggu pada saat awal pertumbuhan tanaman,
oleh karena itu pengendaliannya dilakukan mulai saat tanam.
h. Pengarian (Pada musim kemarau)
Setelah benih ditanam, penyiraman dilakukan secukupnya. kecuali bila
tanah telah lembab. Namun menjelang tanaman berbunga, air yang
diperlukan lebih besar sehingga perlu penyiraman yang lebih intensif. Bila
musim kemarau pengairan perlu dilakukan pengaturan antara lain umur
pertumbuhan, 15 hst, 30 hst, 45 hst, 60 hst, dan 75 hst. Pada fase atau umur
tersebut tanaman jagung manis sangat riskan dengankekurangan air.
2.4 Teknik Budidaya Mentimun
Kementrian Pertanian (2015) menyatakan data produksi mentimun di
Indonesia dari tahun 2009-2014 memiliki rata-rata sebesar 9,918 ton/ha, data
menyatakan rata-rata hasil paling tinggi dialami pada tahun 2009 yaitu sebesar
10,39 ton/ha pada periode 2009-2014 rata-rata hasil panen terus mengalami
fluktuasi, hingga pada tahun 2014 rata-rata hasil panen menjukkan jumlah
sebesar 9,84 ton/ha. Untuk menambah produksi mentimun diperlukan suatu
teknik budidaya mentimun. Menurut Pendapat Andi (2015), yang menyatakan
bahwa teknik membudidayakan mentimun melalui banyak cara, seperti sebagai
berikut:
a. Benih
Jenis benih mentimun dapat di kelompokan ke dalam jenis benih
mentimun hibrida dan non hibrida komersial. Benih mentimun yang baik
ditandai dengan kulit biji yang mengkilap, tidak berbintik-bintik, dan bernas.

6
Selain itu juga daya berkecambahnya diatas 75%. Dengan benih yang baik
tanaman mentimun akan tumbuh dengan baik juga.
b. Lahan
Sebaiknya lahan untuk kebun mentimun bukan bekas tanaman semai.
Hal tersebut dapat mengganggu pertumbuhan tanaman mentimun. Sebelum
ditanami, lahan harus dilakukan penyiangan terlebih dahulu. Tahapan
penyiangan lahan diantaranya:
Buang rumput liar, agar tidak menjadi sarang dan dan hama peyakit.
Lakukan pengolahan lahan dengan cara membajaka dan mencangkul.
Keringkan tanah dengan waktu kurang lebih 2 minggu.
Lakukan kembali pengolahan lahan.
Tanah diberi pupuk kandang.
c. Penanaman
Waktu penanaman buah mentimun yang paling baik adalah pada ahkir
musim hujan (Maret atau April). Selain itu, juga dapat dilakukan pada musim
kemarau. Cara menanam mentimun dapat dilakukan dengan sistem tanam
langsung benihnya atau memindahkan bibit dari persemaian. Memindahkan
bibitpun harus beserta tanah yang dipakai saat persemaian.
d. Pemeliharaan Tanaman
Untuk pemeliharan tanaman ini dapat dilakukan dengan cara:
Penyulaman dan Seleksi Tanaman
Kegiatan penyulaman dapat dilakukan sedini mungkin atau sejak
tanaman hingga umur 15 hari setelah taman. Sementara itu pada sistem
tanam langsung (benih), penyulaman tanaman yang mati atau
tumbuhnya abnormal diganti dengan benih yang baru. Namun di
samping penyulam, juga dilakukan seleksi tanaman. Yaitu dengan cara,
tanaman yang tumbuhnya lemah dicabut dan disisakan satu tanaman
terbaik perlubang tanaman. Sedangkan pada sistem tanam pindah bibit
dari pesemaian, penyulaman dilakukan dengan cara mengganti tanaman
yang mati atau tumbuhnya lemah dengan bibit baru dari pesemaian.
Pengairan
Untuk kegiatan pengairan tanaman ini bisa dilakukan rutin dua kali
sehari (pagi dan sore hari). Terutama pada fase awal pertumbuhan dan
keadaan cuacanya kering dan cara pengairannya disiram dengan
menggunakan alat bantu gembor. Lalu bagi sistem pengairan berikutnya

7
disesuaikan dengan kondisi iklim, asalkan tanahnya dijaga tidak
kekeringan. Apalagi dalam fase pembungaan dan pembuahan, yang
mana keadaan air tanah harus memadai karena jika tanaman mentimun
kekurangan air, akan menyebabkan buahnya menjadi tidak normal
seperti bengkok.
e. Penyiangan
Penyiangan hendak dilakukan bersamaan dengan waktu pemupukan.
Penyiangan ini dapat dilakukan dengan menggunakan alat penyiangan.
Selain itu dapat juga dilakukan dengan langsung mengambilnya. Penyiangan
dengan langsung mengambil harus sampai keakarnya agar tidak tumbuh
kembali.
f. Pemangkasan
Waktu pemangkasan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari. Pada
saat keadaan air dalam tanah jumlahnya memadai, sehingga tidak
menyebabkan kelayuan pada tanaman mentimun. Pemangkasan ini
dimaksudkan agar tanaman dapat tumbuh dengan baik. Selain itu juga
memberikan kesempatan bagian tanaman lain mendapatkan nutrisi.
2.5 Pengertian Mulsa dan Pemulsaan
Menurut Syahfari (2010), mulsa merupakan semua bahan atau material
yang sengaja dihamparkan pada permukaan tanah atau lahan pertanian dengan
tujuan menghalangi penguapan, memperbaiki sifat-sifat tanah, dan juga
mencegah pertumbuhan gulma. Bahan mulsa yang umumnya digunakan di
masyarakat adalah mulsa organic, misalnya jerami padi, alang-alang, dan sekam
padi. Sedangkan jenis mulsa yang satunya adalah sintetik seperti, plastik
polietilen atau plastik hitam perak. Namun, jenis mulsa yang sering digunakan
merupakan jenis mulsa plastik hitam perak.
Menurut Fikri (2012), mulsa ialah bahan atau material dihamparkan di
permukaan tanah atau lahan pertanian untuk melindungi tanah dari kerusakan
yang disebabkan oleh faktor luar. Peletakan bahan tersebut dapat dilakukan
dengan cara dihamparkan atau disebarkan dengan membentuk lapisan dengan
ketebalan tertentu. Mulsa dapat berupa bahan organik seperti seresah ataupun
jerami padi. Selain itu ada juga jenis mulsa yang berasal dari bahan anorganik
seperti mulsa dari plastik polietilen atau mulsa plastik hitam perak.
Menurut Marliah (2011), pemulsaan adalah pemberian bahan atau material
yang digunakan untuk menutupi permukaan tanah atau lahan pertanian dengan

8
maksud dan tujuan tertentu, yang prinsipnya adalah untuk meningkatkan
produksi tanaman. Pemulsaan juga memberikan keuntungan antara lain
menghemat penggunaan air dengan mengurangi laju evaporasi dari permukaan
lahan, memperkecil fluktuasi suhu tanah sehingga menguntungkan pertumbuhan
akar dan mikroorganisme tanah, dan memperkecil laju erosi. Selain itu juga
memiliki keuntungan menekan pertumbuhan gulma. Dengan ditekannya
pertumbuhan gulma, maka tanaman tidak ada persaingan unsurhara.
Menurut Soesanto (2006), pemulsaan merupakan pemberian penutup
tanah pada suatu lahan tanaman budidaya. Pemulsaan sering dilakukan pada
komoditas sayur atau buah, yang pertumbuhannya menjalar di permukaan tanah.
Mulsa yang digunakan dapat berasal dari sisa-sisa bahan organik tanaman
misalnya jerami padi ataupun berasal dari bahan anorganik seperti mulsa plastik
hitam perak. Pemulsaan pada tanah sangat penting peranannya, selain untuk
menjaga kebersihan produk pasca panen, juga dapat menghindari percikan
tanah ketika mussim hujan atau saat dilakukan penyiraman. Adanya percikan
tersebut dapat membantu penyebaran pathogen tular-tanah ke produk pasaca
panen, sehingga produk yang dihasikan tidak bermutu.
2.6 Pngaruh Mulsa Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Menurut pendapat Rizki (2015) yang menyatakan bahwa mulsa
memberikan perngaruh terhadap pertumbuhan tanaman dengan menjaga suhu
tanah lebih stabil dan mampu mempertahankan kelembaban disekitas perakaran
tanaman. Suhu tanah yang rendah mampu mengurangi evapotranspirasi,
menurunkan suhu udara sehingga menekan kehilangan air dari permukaan
tanah. Selain itu, penggunakan mulsa organik juga dapat menambahkan bahan
organik pada tanah. Penambahan bahan organik ini akan memberikan tanaman
untuk mendapatkan unsur hara yang cukup.
2.7 Pola Pertumbuhan Tanaman Jagung
Menurut Syukur (2013) pada proses pertumbuhan tanaman jagung
dibedakan dalam dua stadia pertumbuhan, yaitu fase vegetative dan fase
generative. Fase vegetative meliputi perkecambahan, dilanjutkan dengan fase
pertumbuhan vegetative meliputi, pertumbuhan akar, batang, dan daun yang
cepat, yang akhirnya pertumbuhan vegetative menjadi lambat hingga dimulainya
fase generative. Sedangkan fase generative dimulai dengan pembentukian
primordial, proses pembungaan yang mencakup peristiwa penyerbukan dan
pembuahan. Proses yang terjadi selama terbentuknya primordial hingga terjadi

9
buah dimasukkan ke dalam fase reproduksi. Sedangkan, proses selanjutnya
termasuk fase masak.
Biji yang dikecambahkan, mula-mula secara imbibisi menyerap air dan
udara hingga menyebabkan terjadinya pembengkakan pada biji. Suhu optimum
untuk melakukan perkecambahan berkisar antara 18-200C. pada dasarnya,
proses perkecambahan biji dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada di dalam biji.
Biasanya terjadi pemanjangan bagian dari biji yang pertama yaitu calon akar
pada 2-3 hari setelah tanam (hst). Kemudian diikuti oleh calon batang pada 4-6
hst, dan memanjang pada akhirnya menembus permukaan tanah pada 7-10 hst.
Pada saat tanaman berumur 10 hst tumbuh akar secara permanen yang letaknya
2,5-3 cm dari permukaan tanah. Selanjutnya bagian-bagian tersebut akan
tumbuh secara cepat.

Gambar 1. Tahap Perkecambahan Biji Jagung (Syukur, 2013)


Sedangkan fase generativ tanaman jagung dimulai pada saat dimulainya
penyerbukan. Penyerbukan biasanya dibantu oleh angin yaitu dengan cara
menerbangkan serbuk sari yang telah masak. Kemudian menjatuhkannya pada
tangkai atau pada kepala putik. Pada proses penyerbukan, serbuk sari tida harus
menempel pada kepala putik, bahkan tangkai putiknya pun dapat menyebabkan
proses penyerbukan.
Sebagai tanda bahwa bunga betina siap untuk dibuahi yaitu pada saat
rambut jagung mulai keluar dari pembungkusnya atau kelobotnya. Hal ini
sebagai tanda bunga masak. Sedangkan bunga jantan masak dapat terlihat
setelah bunga mulai Nampak bermekaran. Setelah proses pembuahan
dilanjutkan dengan proses pengisian biji jagung. Pengisian biji jagung secara
bertahap sampai jagung terisi penuh dan masak panen.

10
Gambar 2. Tahap Perkembangan Generatif (Syukur, 2013)
2.8 Pola Pertumbuhan Tanaman Mentimun
Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman yang
buahnya dapat dikonsumsi untuk dibudidayakan, karena mentimun dapat
dipasarkan di dalam negeri dan di luar negeri. Oleh karena itu,, berbagai usaha
dilakukan untuk meningkatkan hasil produksi mentimun. Menurut Samadi dalam
Abdurrazak (2013), jarak tanam untuk tanaman mentimun adalah 30cm x 60cm.
Selain jarak tanam, jumlah benih per lubang juga sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan hasil mentimun. Menurut pendapat Sumpena dalam jurnal
Abdurrazak (2013), budidaya mentimun dianjurkan menggunakan 2 benih per
lubang tanam untuk mendapatkan hasil optimal.
Pola pertumbuhan mentimun meliputi bagian dari akar, batang, daun,
bunga dan buah. Akar tanaman mentimun berakar tunggang dan berakar serabut
dengan kedalaman sekitar 20 cm. Sulur mentimun adalah batang yang
termodifikasi dan apabila menyentuh galah sulur akan melingkarinya. Menurut
Sunarjono (2007), yang menyatakan bahwa dalam 14 jam sulur telah melekat
kuat pada galah atau ajir. Daun mentimun berbentuk bulat dengan ujung daun
runcing, sedangkan bunganya berbentuk terompet, dengan bunga jantan dan
bunga betina terpisah, tetapi masih dalam satu tanaman. Menurut pendapat
Cahyono (2007), yang menyatakan bahwa buah mentimun menggantung dari
ketiak antara daun dan batang, dengan ukuran antara 8-25 cm dan diameter 2,3-
7 cm.

11
Gambar 3. Struktur Daun, Sulur, Bunga Jantan, Bunga Betina, Perkembangan
Benih Menjadi Buah Mentimun (Rukmana, 2002).
2.9 Pengertian Panen dan Pasca Panen
Menurut pendapat Mutiarawati (2007), panen merupakan pekerjaan akhir
dari budidaya tanaman (bercocok tanam), tetapi merupakan awal dari pekerjaan
pasca panen, yaitu melakukan persiapan untuk penyimpanan dan pemasaran.
Panen biasanya ditandai dengan terjadinya perubahan secara fisiologis maupun
morfologis dari tanaman budidaya. Selain itu panen dilakukan dengan kegiatan
mengumpulkan hasil pertanian dari pengolahan tanah. Panen menandakan
berakhirnya kegiatan di lahan.
Ada juga pendapat lain dari Suprapti (2002), yang menyatakan bahwa
pasca panen merupakan kegiatan atau perlakuan terhadap tanaman yang sudah
diambil dari lahan yang menentukan kualitas selanjutnya. Pasca panen dimulai
sejak pemungutan hasil pertanian yang meliputi hasil tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan hingga siap dipasarkan. Pasca panen dilakukan dengan
tujuan agar hasil pertanian siap dan aman digunakan oleh konsumen dan diolah
lebih lanjut oleh industri. Selain itu juga dapat memberikan keawetan produk
sehingga produk tidak rusak ataupun mengalami pembusukan.
2.10 Kriteria Panen
2.10.1 Ciri Panen dan Standar Mutu Pada Jagung Manis
Menurut pendapat Cahyono (2007), yang menyatakan bahwa
tanaman jagung manis yang layak dipanen memiliki ciri-ciri panen yaitu:
Berumur 70-90 hari setelah tanam.
Tongkol atau kelobot mulai mengering yang ditandai dengan adanya
lapisan hitam pada bagian biji.
Biji kering, keras dan mengkilap, apabila ditekan tidak membekas.

12
Menurut pendapat lain dari Cahyono (2007), yang menyatakan
bahwa standar mutu pada jagung manis di Indonesia tercantum dalam
Standar Nasional Indonesia (SNI), dengan syarat umum meliputi:
Bebas dari hama
Bebas bau busuk, asam, atau bau asing lainnya
Bebas dari bahan kimia seperti, insektisida dan fungisida
Memiliki suhu normal

2.10.2 Ciri Panen dan Standar Mutu Pada Mentimun


Mentimun merupakan salah satu tanaman yang mempunyai daya
adaptasi tinggi. Mentimun dapat tumbuh pada daerah yang memiliki suhu
rendah maupun tinggi, namun pertumbuhan mentimun yang paling
optimum pada iklim kering. Mentimun membutuhkan cukup banyak sinar
matahari, dengan temperatur 21,1C 26,7C dan tidak banyak hujan.
Ketinggian optimum yang baik untuk mentimun adalah pada ketinggian
1.000 1.200 m dpl (Desrosier, 2009).
Buah mentimun siap panen umumnya dapat dipetik 2-3 bulan
setelah tanam. Kriteria buah yang dapat di panen adalah buah telah
mencapai ukuran maksimal dan masih terlihat duri-duri halus yang
menempel pada buah. Buah mentimun dipanen dengan menggunakan
pisau yang tajam, hal ini bertujuan agar tangkai buah tidak terluka dan
dapat cepat berbuah kembali. Mentimun baik dipanen pada pagi hari,
sebelum pukul 09.00. Mentimun umumnya dipanen 3-7 hari sekali
tergantung dari varitas dan ukuran atau umur buah yang dipanen
(Siswadi, 2007).
Mentimun dapat dipanen setelah tanaman berumur 2-3 buan sejak
tanam. Menurut Rukmana (2002) pemilihan sortasi dan klasifikasi pada
mentimun ditentukan oleh beberapa syarat berikut ini :
a. Buah yang kurang baik bentuknya (bengkok), busuk atau rusak
dipisahkan dari buah yang baik.
b. Untuk sasaran pasar swalayan, buah mentimun diklasifikasikan
sesuai kriteria mutu yang diminta konsumen (pasar).
c. Klasifikasi buah mentimun dibedakan tiga kelas, diantaranya (Kelas A:
panjang 16 20 cm, diameter 1.5 cm, bentuk buah bagus, lurus, bulat
dan mulus), (Kelas B: panjang 20 23 cm, diameter 2 cm, bentuk

13
buah bagus, lurus, bulat, dan mulus), (Kelas C: buah afkiran yang
panjang lebih 23 cm). Kriteria permintaan mentimun tergantung selera
konsumen pada masing-masing daerah.
2.11 Tahapan Pasca Panen
Panen adalah rangkaian kegiatan pengambilan hasil budidaya berdasarkan
umur, waktu, dan cara sesuaidengan sifat dan atau karakter produk. Sedangkan
pascapanen adalah rangkaian kegiatan yang dimulai dari pengumpulan hasil
panen, proses penanganan pascapanen hingga produk siap dihantarkan ke
konsumen.Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penanganan panen dan
pascapanen buah antara lain suhu, kelembaban, kandungan gula, respirasi,
etilen,kandungan nutrisi, kesegaran dan keamanan pangan.
Prinsip dasar penanganan pascapanen merupakan rangkaian kegiatan
setelah panen yang dilakukan dalamtahapan dan waktu sesingkat mungkin untuk
menghantarkan produk hortikultura dari lahan produksi ke tangan konsumen
dalam keadaan segar dan baik. Di samping itu diupayakan agar produk sesedikit
mungkin kontak fisik atau dipindahtangankan. Keadaan yang segar dan baik dari
produk hortikultura berkaitan erat dengan karakteristik produk hortikultura yang
bersangkutan sebagaimana tercermin dari sifat-sifat mutu yang tercantum dalam
standar mutu atau persyaratan teknis minimal.
Kegiatan penanganan pasca panen menurut (Samad, 2006):
a. Bongkar Muat
Bongkar muat dilakukan terutama bagi lokasi produksi yang jauh dari
bangsal pasca panen. Bongkar muat merupakan kegiatan memindahkan
produk hasil panen dari tempat pengumpulan sementara ke dalam bangsal
penanganan pasca panen. Bongkar muat dilakukan dengan sangat teliti dan
hati-hati. Hal tersebut dimaksudkan agar produk tetap dalam keadaan baik.
b. Penyejukan atau Pre Cooling
Penyejukan atau Pre Cooling merupakan upaya untuk menghilangkan
panas lapang pada produk yang baru dipanen. Penyejukan harus dilakukan
dengan memperhatikan sirkulasi udara atau air yang baik, merata, waktu
yang cukup dan tidak menggunakan bahan yang dapat mencemari produk.
Dengan adanya penyejukan ini produk lebih tahan lama. Selain itu juga
menjadikan produk lebih segar.

14
c. Penyembuhan Luka atau Curing
Penyembuhan luka pada buah atau sayuran yaitu pendiaman beberapa
waktu agar luka yang terjadi karena perlakuan tersebut dapat menutup.
Kebanyakan luka disebabkan karena pemanenan secara mekanis. Pelukaan
atau kerusakan ini dapat memacu kehilangan air dan meningkatkan
pembusukan oleh mikroorganisme. Oleh karena itu, tahap curing dapat
mengurangi tempat masuknya mikroorganisme pembusuk dengan
mekanisme penyembuhan sendiri pada bagian yang mengalami luka dan
memar.
d. Perompesan atau Trimming
Perompesan yaitu kegiatan memisahkan atau membuang bagian produk
yang tidak diinginkan seperti memotong tangkai, membuang daun, akar, dan
bagian tertentu yang tidak diperlukan. Perompesan sebaiknya menggunakan
cara dan alat yang tidak merusak produk dan menyediakan tempat untuk
menampung sisa-sisa bagian tanaman yang dibuang. Trimming biasanya
dilakukan terhadap produk seperti selada, seladri, sawi, atau kol. Proses
trimming akan mempermudah kegiatan pascapanen selanjutnya.
e. Perbaikan Warna atau Degreening
Perbaikan warna merupakan kegiatan memperbaiki warna buah yang
hijau dan tidak merata menjadi warna kuning atau oranye merata dan cerah.
Perbaikan warna disesuaikan dengan permintaan konsumen. Proses
degreening dilakukan dalam ruangan khusus yang suhu dan kelembabannya
diatur. Waktu yang diperlukan dalam degreening bergantung pada tingkat
kematangan produk dan kandungan zat warnanya.
f. Penyortiran
Penyortiran merupakan kegiatan pemilahan hasil panen yang baik dari
yang rusak atau cacat, yang sehat dari yang sakit, dan benda asing lainnya.
Penyortiran harus dilakukan dengan hati-hati agar hasil panen tidak rusak.
Penyortiran dapat menggunakan alat atau mesin sesuai sifat dan karakteristik
produk hortikultura. Proses penyortiran ini akan memilik produk yang layak
saja, sehingga dapat mengurangi biaya perlakuan pascapanen.
g. Pembersihan
Pembersihan merupakan kegiatan menghilangkan kotoran fisik, kimiawi,
dan biologis. Pembersihan dapat menggunakan alat atau mesin sesuai
dengansifat dan karakteristik produk hortikultura. Pembersihan hasil panen

15
dapat dilakukan dengan pencucian, perendaman, penyikatan, pengelapan,
penampian, pengayakan, dan penghembusan. Air untuk mencuci hasil panen
harus sesuai baku mutu air bersih sesuai dengan peruntukannya agar tidak
terkontaminasi dengan organisme dan bahan pencemar lainnya. Sikat untuk
membersihkan hasil panen harus lembut agar tidak melukai hasil panen. Kain
lap harus bersih dan bebas dari cemaran.
h. Pengeringan
Pengeringan merupakan perlakuan untuk menurunkan kadar air sampai
pada kadar air tertentu atau menghilangkan air pada permukaan kulit produk
hortikultura. Hal tersebut dilakukan guna menjaga kualitas agar tidak mudah
rusak dan dapat disimpan lama. Alat yang digunakan untuk pengeringan
antara lain alat pengering, sinar matahari, oven, blower, dan freeze dryer.
Pengeringan dapat dilakukan dengan cara melalukannya ke dalam
terowongan pengering yang di dalamnya ada udara hangat yang tersirkulasi.
Tujuan pengeringan adalah untuk memperpanjang masa simpan produk.
i. Pengkelasan atau Grading
Pengkelasan atau pemilahan (grading) merupakan kegiatan
pengelompokan produk hortikultura hasil sortasi berdasarkan kriteria yang
telah disepakati atau standar mutu yang digunakan untuk produk hortikultura
yang bersangkutan. Pemilahan produk hortikutura dapat dilakukan secara
manual dengan melibatkan banyak tenaga kerja atau secara mekanis
menggunakan mesin pemilah (grader). Grading untuk setiap produk berbeda-
beda. Tujuan dari grading adalah untuk memberikan nilai jual lebih pada
produk berkualitas tinggi.
j. Perlakuan atau Treatment
Perlakuan merupakan upaya:
a. Melindungi produk dari evapotranspirasi, kontaminasi Organisme
Pengganggu Tumbuhan Karantina dengan perlakuan khusus antara
lainpelapisan, pencelupan, perendaman, pembungkusan, pemanasan,
fumigasi, pemberian bahan tertentu, dan iradiasi
b. Memperbaiki rasa, tampilan, aroma atau mempercepat pematangan jenis
produk hortikultura tertentu.

16
k. Pengemasan
Pengemasan merupakan kegiatan untuk mewadahi dan/atau
membungkus sesuai dengan karakteristik produk. Pengemasan produk
hortikultura dapat dilakukan secara manual maupun mekanis tergantung dari
jumlah dan jenis produk hortikultura yang bersangkutan. Bahan kemasan
dapat terbuat dari bambu, kayu, plastik, karton dan aluminium foil dan bahan
lainnya yang bersih dan bebas cemaran sesuai dengan standar yang
dibutuhkan oleh masing-masing produk. Saat pengemasan juga harus
memperhatikan standarisasi kemasan.
l. Pelabelan
Pelabelan merupakan keterangan tertulis yang diberikan baik kepada
produk hortikultura maupun kemasan yang digunakan sebagai informasi
tentang identitas produk hortikultura yang bersangkutan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Pelabelan bertujuan memberikan identitas
terhadap produk. Proses pelabelan biasanya bersamaan dengan proses
pengemasan. Sasaran konsumen produk yang berlabel kebanyakan untuk
kalangan menengah keatas.
m. Penyimpanan
Penyimpanan merupakan kegiatan untuk mengamankan produk
hortikultura sebelum diproses atau dikirim. Kondisi wadah, ruang, suhu,
kelembaban dan atmosfer penyimpanan disesuaikan dengan karakteristik
produk dan tujuan penyimpanan. Dalam penyimpanan, fasilitas pendingin
diperlukan untuk menjaga suhu agar tetap stabil. Kondisi penyimpanan untuk
setiap produk memiliki standar yang berbeda-beda.
n. Pengangkutan atau Distribusi
Pengangkutan atau distribusi merupakan upaya memindahkan produk
dari tempat pengumpulan sementara ke bangsal pasca panen dan selama
prosesdi dalam bangsal pasca panen, serta dari bangsal pasca panen ke
konsumen. Perencanaan distribusi produk harus mempertimbangkan
berbagai aspek menyangkut perlakuan-perlakuan pada setiap tahapan
distribusi. Laju metabolisme produk selama pendistribusiannya sangat
dipengaruhi oleh suhu. Jika pengelolaan suhu produk dilakukan dengan baik,
maka masa simpan dan masa pemasaranakan maksimum.

17
2.12 Faktor Penyebab Kerusakan Hasil Panen
Dalam kegiatan penanganan panen dan pascapanen memerlukan waktu
yang lama sebelum sampai pada konsumen. Pada waktu penanganan tersebut
dapat terjadi kerusakan yang disebabkan beberapa faktor. Kerusakan tersebut
memacu laju kemunduran yang mengakibatkan berkurangnya waktu simpan
hasil panen. Faktor penyebab kerusakan hasil panen menurut Utama dan Antara
(2012) yaitu:
a. Hilangnya Suplai Air
Saat panen, buah atau sayur sudah tidak menerima suplai air dari
tanaman, namun proses transpirasi masih tetap berlangsung. Transpirasi
setelah panen ini menyebabkan hasil panen mengkerut dan layu. Hasil panen
yang mengkerut dan layu dapat menurunkan kualitas produk. Kualitas produk
yang turun dapat menurunkan harga jualnya juga.
b. Tidak Adanya Tingkat Sinar untuk Fotosintesis
Setelah pemanenan, dilakukan pengemasan terhadap hasil panen dan
disimpan dalam gudang penyimpanan baik dalam ruangan maupun mesin
pendingin. Tempat-tempat tersebut menerima intensitas matahari yang
rendah. Kondisi tersebut dapat mencegah proses fotosintesis. Aakibatnya,
tidak terjadi produksi makanan pada tanaman.
c. Tidak Menempatkan pada Suhu yang Sesuai
Setelah pemanenan, hasil panen akan disimpan pada tempat tertentu.
Hasil panen akan sering menerima perubahan suhu. Suhu pada saat
sebelum panen dan pasca panen dapat berbeda. Perbedaan suhu selama
pasca panen dapat mempercepat laju kemunduran hasil panen.
d. Kerusakan Mekanis
Selama proses pemanenan dapat terjadi kerusakan mekanis yang
menyebabkan perubahan metaboisme pada produk. Ketika produk
mengalami kerusakan, produk akan menghasilkan gas etilen. Gas etilen ini
yang mengendalikan fase pelayuan. Peningkatan etilen pada produk akan
menyebabkan peningkatan laju kemunduran atau kelayuan pada produk.
e. Meningkatkan Kepekaan dan Serangan Mikroorganisme Patogenik
Pada kondisi alami, setelah produk dipanen masih terdapat kemungkinan
untuk terserang berbagai mikroorganisme, baik patogenik maupun
nonpatogenik. Hal tersebut dapat terjadi karena kurang telitinya dalam
memanen. Proses pemanenan dapat membuat tempat untuk patogen

18
melakukan invasi, seperti adanya kerusakan mekanis, fisiologis, dan
kerusakan karena insekta. Semakin banyak kerusakan produk, maka
semakin tinggi kepekatannya terhadap mikroorganisme.

19
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Dasar Budidaya Tanaman ini dilaksanakan pada bulan April
hingga bulan Mei 2017 yang bertempat di Jalan Bunga Kertas, Jatimulyo,
Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan saat praktikum Dasar Budidaya Tanaman diantaranya
yaitu ada cangkul yang digunakan untuk mengolah tanah yang akan ditanami
jagung dan mentimun. Ada cetok yang digunakan untuk mengolah lahan serta
tugal yang digunakan untuk melubangi tanah. Penggaris yang berfungsi untuk
mengukur tinggi tanaman. Ada Tali rafia yang digunakan untuk menandai sampel
agar tidak tertukar dan juga untuk menali batang mentimun pada ajir. Bambu
berfungsi untuk ajir atau tempat melilitnya mentimun. Botol sprayer digunakan
untuk tempat meyiram mentimun saat tanaman masih kecil. Gunting digunakan
untuk memotong buah mentimun dari tangkainya dan juga ada cutter yang
berfungsi untuk memotong buah mentimun. Timbangan buah digunakan untuk
menimbang berat buah mentimun. Ember digunakan untuk tempat air. Ada juga
Kaleng bekas yang digunakan untuk melubangi mulsa.
Bahan yang digunakan saat praktikum Dasar Budidaya Tanaman
diantaranya yaitu ada MPHP (Mulsa Plastik Hitam Perak) sebagai bahan penutup
tanah. Ada air sebagai bahan menyiram tanah. Ada bibit timun dan bibit jagung
manis sebagai bahan tanam dan sampel pengamatan perkembangan dan
pertumbuhannya. Ada juga pupuk urea, pupuk KCl, dan pupuk SP36 sebagai
bahan pemupukan tanaman jagung manis dan mentimun. Selain itu juga ada
tanah, cocopeat, dan pupuk kandang sebagai media tanam tanaman jagung
manis dan mentimun. Pupuk kandang sendiri digunakan dalam persemaian
tanaman mentimun. Ada juga polybag sebagai tempat pupuk kandang saat
persemaian tanaman mentimun.

20
3.3 Metode Pelaksaan
3.3.1 Budidaya Tanaman Jagung Manis
3.3.1.1 Persiapan Lahan
Hal pertama yang dilakukan untuk persiapan lahan pada
budidaya jagung adalah menyiapkan alat dan bahan. Sebelum
melakukan pengolahan lahan terlebih dahulu membuat plotingan
dengan ukuran 4 meter x 3 meter untuk membuat petak tanam.
Setelah itu membuat bedengan jarak 45 cm dari petak tanam.
Kemudian pengolahan tanah diawali dengan membersihkan lahan
dari gulma, kemudian dilanjutkan dengan pencangkulan tanah
sedalam kurang lebih antara 15-20 cm, kemudian diratakan,
dengan tujuan agar air tidak mengalami penggenangan. Setelah itu
membuat lubang tanam, Kemudian menyirami tanah agar mudah
dalam membuat lubang tanam. Selanjutnya menentukan jarak
tanam dengan jarak 70 cm antar bedengan dan 30 cm untuk jarak
antar tanaman. Kemudian memberi cocopeat pada lubang yang
sudah diberi biji.
3.3.1.2 Penanaman
Hal pertama yang harus dilakukan pada penanaman benih
jagung adalah menyiapkan alat dan bahan. Kemudian menyirami
tanah agar mudah dalam membuat lubang tanam. Menentukan
jarak tanam dan membuat lubang tanam. Isikan cocopeat pada
lubang tanam yang telah dibuat. Memasukkan biji jagung pada tiap
lubang yang berisi cocopeat. Menutup kembali lubang yang berisi
cocopeat. Menyirami tiap hari. Jumlah benih yang dimasukkan 2 biji
per lubang, hal tersebut bertujuan untuk mengantisipasi adanya biji
yang tidak tumbuh.
3.3.1.3 Pemupukan
Hal pertama yang harus dilakukan pada kegiatan pemupukan
pada budidaya tanaman jagung adalah menyiapkan alat dan bahan.
Pada tanaman jagung saat 7 hst dan 28 hst pemberian pupuk urea
dengan dosis sebesar 9660 gram per petak yaitu dengan cara
memasukan pupuk ke dalam lubang yang dibuat sekitar dari lubang
tanam, dan pemberian pupuk KCl pada 7 hst dengan dosis sebesar
14490 gram perpetak yaitu dengan cara memasukan pupuk ke

21
dalam lubang yang dibuat sekitar dari lubang tanam. Kemudian
menutup lagi dengan menggunakan tanah agar pupuk tidak
menguap.
3.3.1.4 Perawatan
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan pada kegiatan
budidaya jagung ini adalah penyiangan, penjarangan, dan
pembumbunan, serta penyiraman. Penyiangan gulma dilakukan
dengan cara mencabut gulma yang tumbuh disekitar tanaman
jagung. Sedangkan penjarangan dilakukan untuk mengurangi
banyaknya tanaman pada satu lubang tanam. Biasanya dipilih salah
satu tanaman yang bagus dari kedua tanaman itu. Penjarangan
dilakukan karena pada saat penyemaian ditanam dua benih pada
setiap lubang tanamnya dengan tujuan untuk mengantisipasi tidak
tumbuhnya benih. Penjarangan dilakukan dengan cara
menggunting tanaman jagung sampai pangkalnya, kemudian hasil
potongan tanaman jagung tersebut dibuang. Pembubunan
dilakukan dengan cara menambahkan tanah atau memadatkan
tanah disekitar tanaman jagung, kemudian menekan tanah disekitar
tanaman. Tujuan pembubunan adalah untuk menegakkan posisi
tanaman jagung ketika tanah disekitar tanaman jagung telah terkikis
oleh air hujan. Penyiramanya itu pemberian air pada tanaman
budidaya yang dilakukan setiap hari saat pagi atau sore hari.
3.3.1.5 Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan pada praktikum budidaya
tanaman jagung adalah pengamatan jumlah daun, tinggi tanaman,
malai jagung, diameter tongkol, dan panjang tongkol. Pengamatan
jumlah daun pada jagung dilakukan dengan cara menghitung
banyak sedikitnya jumlah daun pada sampel yang diambil,
kemudian mencatat hasil pengamatan dan dokumentasikan.
Pengamatan tinggi tanaman jagung dilakukan dengan cara
mengukur tinggi tanaman jagung mulai dari batang yang berada di
permukaan tanah sampai titik tumbuh tanaman jagung, kemudian
mencatat hasil pengamatan dan dokumentasikan. Pengamatan
tinggi tanaman jagung yaitu dengan menggunakan penggaris atau

22
meteran untuk mengukur tinggi tanaman jagung dan mencatat hasil
pengamatan.
Pengamatan malai jagung yang dilakukan adalah mengamati
pertumbuhan malai yaitu dengan mengamati pertumbuhannya tepat
pada ujung tanaman dan melihat hari dimana kemunculan malai
dari sampel tanaman jagung. Diameter tongkol, mengukur diameter
tongkol dengan menggunakan meteran jahit dengan cara
menempelkan meteran jahit pada permukaan tongkol sehingga
diperoleh keliling tongkol, lalu cari diameter tongkol menggunakan
data yang telah diketahui. kemudian mencatat hasil dan
mendokumentasikan.
3.3.1.6 Panen
Pemanenan jagung dilakukan dengan cara memilih tongkol
jagung yang sudah siap dipanen. Tongkol jagung yang sudah siap
panen adalah tongkol yang ujungnya sudah terisi penuh, selain itu
warna dari biji jagung telah menguning atau pilih tongkol jagung
yang mempunyai rambut jagung berwarna kecoklatan. Kemudian
potong atau tarik tongkol untuk melepaskan tongkol dari tanaman
jagung.

3.3.2 Budidaya Tanaman Mentimun


3.3.2.1 Persiapan Lahan
Hal pertama yang dilakukan dalam persiapan lahan pada
budidaya tanaman mentimun adalah menyiapkan alat dan bahan.
Sebelum pengolahan lahan dilakukan terlebih dahulu membuat
plotingan dengan ukuran 2,4 meter x 3,75 meter untuk membuat
petak tanam. Kemudian tanah digemburkan dengan menggunakan
cangkul sedalam kurang lebih 20 cm 30 cm. Kemudian di bagi
menjadi 2 bedeng, dengan ukuran bedengan masing masing
adalah 1,2 meter x 3,75 meter dengan tinggi bedengan 15 cm..
Satu bedengannya di beri mulsa dan yang satunya non mulsa.
Kemudian memasang mulsa pada salah satu bedengan. Setelah itu
memanaskan kaleng susu dan menempelkannya pada mulsa
hingga berlubang sesuai jarak tanam. Selanjutnya adalah menanam
bibit baby vanesa di lubang yang ditentukan.

23
3.3.2.2 Pembibitan
Pembibitan dilakukan dengan cara menyiapkan bibit timun
dengan jenis baby vanessa yang berjumlah 70 bibit timun dan
siapkan 35 polybag plastik kecil seperti ukuran pada plastik
pembungkus pada es lilin kecil. Kemudian masukkan bibit pada
polybag tersebut sebanyak 2 buah bibit tiap polybag untuk
mengantisipasi apabila salah satu bibit tidak tumbuh. Lalu buat dua
lubang dengan jari dengan jarak yang agak sedikit jauh pada
polybag. Masukkan bibit tersebut lalu tutup dengan tanah.
Kemudian sirami setiap hari dan keluarkan dari tempat pembibitan
agar terkena sinar matahir, perlakuan tersebut bertujuan untuk
menghindari terjadinya etiolasi pada timun sehingga saat
dipindahkan ke lahan tanaman timun mampu menahan tekanan dari
angin dan air hujan. Kemudian setelah berumur 2 mst tanaman
tersebut di pindahkan atau ditanam di lahan. Bibit timun yang akan
ditanam dilahan dipilih yang paling baik dari bibit timun yang ada
agar timun yang ditanam dilahan dapat berproduksi secara
maksimal.
3.3.2.3 Penanaman
Hal pertama yang dilakukan sebelum penanaman alangkah
baiknya tanah digemburkan dan disiram air agar mudah dalam
membuat lubang tanam. kemudian menyiapkan bahan, benih
mentimun yang telah berumur 2 mst dipindahkan ke lahan, sebelum
dipindahkan benih tersebut dibagi menjadi dua bagian.bagian yang
mulsa dan tanpa mulsa, setiap lubang tanam diisi dua benih untuk
mengantisipasi tidak tumbuhnya benih yang lain. Setiap
penanaman diberi jarak agar apabila sudah tumbuh kanopi anatar
tanaman tidak saling bertabrakan dan agar tidak terjadi perebutan
nutrisi.
3.3.2.4 Pemupukan
Hal pertama yang harus dilakukan pada pemupukan tanaman
timun adalah menyiapkan alat dan bahan. Memberikan pupuk Urea
pada tanaman mentimun pada 7 hst, 14 hst, dan 28 hst dengan
dosis sebanyak 5542,5 gram per petak yaitu dengan cara
memasukan pupuk ke dalam lubang yang dibuat sekitar 5 cm dari

24
lubang tanam, Lalu pemberian pupuk KCl pada tanaman mentimun
saat 7 hst, 14 hst, dan 28 hst dengan pemberian dosis sebesar
2660,4 gram per petak yaitu dengan cara memasukan pupuk ke
dalam lubang yang dibuat sekitar 5 cm dari lubang tanam. Setelah
itu masukan pupuk kedalam lubang yang telah dibuat kemudian
metutupi lubang dengan tanah kembali.
3.3.2.5 Perawatan
Hal pertama yang harus dilakukan dalam perawatan tanaman
mentimun pada budidaya tanaman mentimun adalah menyiapkan
alat dan bahan. Kemudian Mencabuti gulma di sekitar lubang
tanam tanaman timun perlakuan mulsa dan mencabuti gulma pada
lahan budidaya tanaman mentimun tanpa mulsa. Selain itu
menyirami tanaman mentimun setiap hari. Dan juga penjarangan
dengan mencabut satu tanaman timun pada satu lubang tanam
yang awalnya berisi dua tanaman. Serta memberikan pupuk
dengan cara di tanam di sekitar lubang tanam mulai pratanam
tanaman mentimun sampai 4 mst setelah tanam.
3.3.2.6 Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan pada praktikum budidaya
tanaman timun adalah pengamatan jumlah daun, panjang tanaman,
bunga timun, jumlah buah, bobot segar, dan pengamatan gulma.
Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan cara menghitung
banyak sedikitnya jumlah daun pada sampel yang diambil,
kemudian mencatat hasil pengamatan dan dokumentasikan.
Pengamatan panjang tanaman dilakukan dengan cara mengukur
panjang tanaman mulai dari batang yang berada di permukaan
tanah sampai sulur yang paling tinggi, kemudian mencatat hasil
pengamatan dan dokumentasikan. Pengamatan tinggi tanaman
yaitu dengan menggunakan penggaris atau meteran untuk
mengukur tinggi tanaman jagung dan mencatat hasil pengamatan.
Pengamatan bunga yang dilakukan adalah mengamati
pertumbuhan bunga yaitu dengan mengamati pertumbuhannya
melihat hari dimana kemunculan bunga tersebut dari sampel
tanaman timun, setelah itu menghitung bunga jantan dan betina
pada sampel. Kemudian catat hasil yang didapat. Pengamatan

25
jumlah buah dilakukan dengan cara menghitung buah yang ada
pada setiap sampel, lalu catat hasilya. Untuk pengamatan bobot
segar, buah yang sudah dipanen timbang beratnya menggunakan
timbangan lalu catat hasil yang diperoleh. Untuk pengamatan
gulma dilakukan dengan cara menghitung gulma yang ada disekitar
tanaman sabil mencabutnya. Setelah selesai identifikasi gulma dan
catat hasil yang diperoleh.
3.3.2.7 Panen
Pemanenan buah mentimun dilakukan dengan cara
mensortasi yaitu menentukan tanaman timun yang sudah siap
panen. Kemudian menggunting pangkal batang pada buah
mentimun. Kemudian memberi nama atau tanda pada hasil panen
dari tiap sampel pada perlakuan mulsa maupun non mulsa.
3.4 Parameter Pengamatan
3.4.1 Tanaman Jagung Manis
3.4.1.1 Presentase Tumbuh
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menentukan
parameter persentase tumbuh yaitu menyiapkan alat dan bahan.
Setelah itu mengamati tanaman jagung yang tumbuh pada saat
sebelum dilakukan penyulaman dan catat hasilnya. Setelah selesai
hitung jumlah jagung yang tumbuhh lalu dibagi total keseluruhan
taman jagung (jumlah lubang) dan dikali 100% sehingga didapat
persentase tanaman jagung. Setelah itu catat hasil. Kemudian
amati jagung yang tumbuh setelah penyulaman Setelah selesai
hitung lagi jumlah jagung yang tumbuhh lalu dibagi total
keseluruhan taman jagung (jumlah lubang) dan dikali 100%
sehingga didapat persentase tanaman jagung. Setelah itu catat
hasil.
3.4.1.2 Tinggi Tanaman
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menentukan
tinggi tanaman jagung yaitu menyiapkan alat dan bahan. Setelah itu
ukur tinggi tanaman menggunakan penggaris atau menggunakan
meteran jahit dari ujung tanah sampai ke batas pertumbuhan
tanaman. Setelah itu tulis hasil pengamatan dan dokumentasikan.
Ulangi langkah tersebut pada setiap sampel pengamatan.

26
3.4.1.3 Jumlah Daun
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menentukan
jumlah daun yaitu menyiapkan alat dan bahan. Setelah itu hitung
jumlah daun yang ada. Setelah selesai catat hasil. Kemudian
dokumentasikan hasil pengamatan daun tadi. Ulangi langkah
tersebut pada setiap sampel pengamatan.
3.4.1.4 Waktu Muncul Bunga
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menentukan
jumlah bunga yaitu menyiapkan alat dan bahan. Setelah itu amati
pertumbuhan dan perkembangan pada jagung. Saat terihat muncul
bunga pada jagung catat berapa hst bunga tersebut muncul, lalu
dokumentasi. Ulangi langkah tersebut pada setiap sampel
pengamatan.
3.4.1.5 Panjang Tongkol Jagung Manis
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menentukan
panjang tongkol jagung manis yaitu menyiapkan alat dan bahan.
Setelah itu ukur tinggi tanaman menggunakan penggaris dari ujung
tongkol bawah sampai ke ujung tongkol paling atas. Setelah itu tulis
hasil pengamatan dan dokumentasikan. Ulangi langkah tersebut
pada setiap sampel pengamatan.
3.4.1.6 Diameter Tongkol Jagung Manis
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menentukan
diameter tongkol jagung manis yaitu menyiapkan alat dan bahan.
Setelah itu ukur diameter tanaman menggunakan meteran jahitdan
tulis kelilingnya lalu cari panjang diameternya dari data yang
diketahui. Setelah itu tulis hasil pengamatan dan dokumentasikan.
Ulangi langkah tersebut pada setiap sampel pengamatan.

3.4.2 Tanaman Mentimun


3.4.2.1 Presentase Tumbuh
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menentukan
parameter persentase tumbuh yaitu menyiapkan alat dan bahan.
Setelah itu mengamati tanaman timun yang tumbuh saat hari
terakhir penyemaian dan catat hasilnya. Setelah selesai hitung
jumlah timun yang tumbuhh lalu dibagi total keseluruhan taman

27
timun dan dikali 100% sehingga didapat persentase tanaman timun.
Setelah itu catat hasilnya.
3.4.2.2 Panjang Tanaman Tanaman
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menentukan
panjang tanaman timun yaitu menyiapkan alat dan bahan. Setelah
itu ukur panjang tanaman menggunakan penggaris atau
menggunakan meteran jahit dari ujung tanah sampai ke ujung sulur
paling atas. Setelah itu tulis hasil pengamatan dan dokumentasikan.
Ulangi langkah tersebut pada setiap sampel pengamatan.
3.4.2.3 Jumlah Daun
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menentukan
jumlah daun yaitu menyiapkan alat dan bahan. Setelah itu hitung
jumlah daun yang ada dan setelah selesai catat hasil. Lalu
dokumentasi kegiatan pengamatan tersebut. Ulangi langkah
tersebut pada setiap sampel pengamatan.
3.4.2.4 Waktu Muncul Bunga
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menentukan
waktu muncul bunga yaitu menyiapkan alat dan bahan. Setelah itu
amati pertumbuhan dan perkembangan pada tanaman samapai
muncul bunga. Pada saat muncul bunga, catat berapa hst bunga
tersebut muncul pada taman timun lalu dokumentasi. Ulangi
langkah tersebut pada setiap sampel pengamatan.
3.4.2.5 Jumlah Bunga Mentimun
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menentukan
jumlah bunga yaitu menyiapkan alat dan bahan. Setelah itu hitung
jumlah bunga yang ada. Kemudian catat hasil dan dokumentasi.
Ulangi langkah tersebut pada setiap sampel pengamatan.
3.4.2.6 Jumlah Buah Mentimun
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menentukan
jumlah buah yaitu menyiapkan alat dan bahan. Setelah itu hitung
jumlah buah yang ada. Setelah selesai catat hasil dan dokumentasi.
Ulangi langkah tersebut pada setiap sampel pengamatan.
3.4.2.7 Bobot Segar Buah Mentimun
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menentukan
bobot segar buah mentimun yaitu menyiapkan alat dan bahan.

28
Ambil buah timun yang berasal dari tanaman sampel. Setelah itu
timbang buah mentimun. Kemudian catat hasilnya.
3.4.2.8 Pengamatan Gulma Mentimun
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menentukan
parameter pengamatan gulma adalah menyiapkan alat dan bahan.
Setelah itu menghitung gulma yang tumbuh disekitar tanaman timun
lalu mecabutnya. Setelah selesai mendokumentasi dan
mengidentifikasi gulma tersebut dengan cara mencocokannya
dengan yang ada di buku identifikasi. Lalu catat hasilnya.

29
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Tanaman Jagung Manis
4.1.1.1 Presentase Tumbuh
Persentase tumbuh pada tanaman jagung dengan pola tanam
polikultur memiliki persentase tumbuh saat sebelum disulam 73%
dan setelah disulam persentase tumbuhnya 100%. Sedangkan
persentase tumbuh pada pola tanam monokultur persentase
tumbuh saat sebelum disulam 89% dan setelah disulam persentase
tumbuhnya 100%.
4.1.1.2 Tinggi Tanaman
Berikut adalah tabel data hasil pengamatan tinggi tanaman
jagung manis:
Tabel 1. Perbandingan Rata-Rata Tinggi Tanaman Jagung Manis
Tinggi Tanaman (cm)
Pola Tanam
4 mst 5 mst 6 mst 7 mst 8 mst
Polikultur 16,8 36,6 60,2 97 132,8
Monokultur 37,5 57 62,6 103,5 114,7
Berdasarkan diatas terlihat rata-rata panjang tanaman jagung
yang menggunakan pola tanam monokultur dan polikultur keduanya
sama sama mengalami kenaikan. Namun pertambahan tinggi
tanaman jagung tiap minggunya memiliki selisih yang berbeda dari
kedua pola tanam tersebut. Pada pola tanam monokultur selisih
pertambahan tinggi tanaman paling besar terjadi pada minggu ke 7
dengan selisih 35,8 cm dan selisih yang paling kecil pada minggu
ke 4 drngan selisih 19,8. Sedangkan tinggi tanaman jagung pada
pola tanam monokultur memiliki selisih pertambahan tinggi tanaman
paling besar terjadi pada minggu ke 6 dengan selisih 40,9 cm dan
selisih yang paling kecil terjadi pada minggu ke 5 dengan selisih 5,6
cm.

30
Berikut merupakan grafik perbandingan rata-rata tinggi
tanaman jagung manis monokultur dan polikultur :

Tinggi Tanaman Jagung (cm)


140
120
Tinggi Tanaman (cm)
100 Tinggi Tanaman
Jagung (cm)
80 Polikultur
60 Tinggi Tanaman
Jagung (cm)
40
Monokultur
20
0
4 mst 5 mst 6 mst 7 mst 8 mst
Umur Tanaman (mst)

Gambar 4. Perbandingan Rata-Rata Tinggi Tanaman Tanaman


Jagung Manis Monokultur dan Polikultur
4.1.1.3 Jumlah Daun
Berikut adalah tabel data hasil pengamatan jumlah daun
tanaman jagung manis:
Tabel 2. Perbandingan Rata-Rata Jumlah Daun Tanaman Jagung
Manis
Jumlah Daun (helai)
Pola Tanam
4 mst 5 mst 6 mst 7 mst 8 mst
Polikultur 9,4 9,8 12 12,8 13,6
Monokultur 7,8 9 10 9,8 8,8
Berdasarkan diatas terlihat rata-rata jumlah daun tanaman
jagung yang menggunakan pola tanam monokultur dan polilultur
keduanya memiliki perbedaan. Pada pola tanam polikultur daun
terus bertambah tiap minggunya, sedangkan pada pola tanam
monokultur tidak demikian. Pada pola tanam polikultur jumlah daun
paling banyak ada pada minggu ke 8 sedangkan jumlah daun paling
sedikit ada pada minggu ke 4. Sementara pada tanaman jagung
dengan pola tanam monokultur jumlah daun paling banyak ada
pada minggu ke 6-7 sedangkan jumlah daun paling sedikit ada pada
minggu ke 4.

31
Berikut merupakan grafik perbandingan jumlah daun pada
tanaman jagung manis monokultur dan polikultur:

Jumlah Daun Jagung


16
14
12
Jumlah Daun

10 Jumlah Daun Jagung


Polikultur
8
Jumlah Daun Jagung
6 Monokultur
4
2
0
4 mst 5 mst 6 mst 7 mst 8 mst
Umur Tanaman (mst)

Gambar 5. Perbandingan Jumlah Daun pada Tanaman Jagung


Manis Monokultur dan Polikultur
4.1.1.4 Waktu Muncul Bunga
Pada pola tanam monokultur tanaman jagung manis muncul
bunga pada 7 mst. Begitu pula pada pola tanam polikultur muncul
bunga pada 7 mst.
4.1.1.5 Panjang Tongkol Jagung Manis
Berikut adalah tabel data hasil pengamatan panjang tongkol
tanaman jagung manis:
Tabel 3. Perbandingan Rata-Rata Panjang Tongkol Tanaman
Jagung Manis
Panjang Tongkol (cm)
Pola Tanam
4 mst 5 mst 6 mst 7 mst 8 mst
Polikultur - - - - 23
Monokultur - - - - 18,15
Panjang tongkol jagung manis pada pola pertanaman
monokultur rata-rata adalah 23 cm. Tongkol tanaman jagung manis
muncul pada 8 mst. Sedangkan pada pola pertanaman polikultur
rata-rata adalah 18,15 cm. Tongkol tanaman jagung manis muncul
pada 8 mst juga.

32
4.1.1.6 Diameter Tongkol Jagung Manis
Berikut adalah tabel data hasil pengamatan diameter tongkol
tanaman jagung manis:
Tabel 4. Perbandingan Rata-Rata Jumlah Daun Tanaman Jagung
Manis
Diameter Tongkol (cm)
Pola Tanam
4 mst 5 mst 6 mst 7 mst 8 mst
Polikultur - - - - 3,56
Monokultur - - - - 3,64
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa diameter tongkol pada
pola pertanaman polikultur di minggu ke 8 adalah 3,56 dan pada
pada pola pertanaman monokultur di minggu ke 8 adalah 3,64

4.1.2 Tanaman Mentimun


4.1.2.1 Presentase Tumbuh
Persentase tumbuh pada tanaman jagung manis dengan pola
tanam mulsa memiliki persentase tumbuh saat sebelum disulam
50% dan setelah disulam persentase tumbuhnya 81%. Sedangkan
persentase tumbuh pada pola tanam tanpa mulsa persentase
tumbuh saat sebelum disulam 37,5% dan setelah disulam
persentase tumbuhnya 69%.
4.1.2.2 Panjang Tanaman
Berikut adalah tabel data hasil pengamatan panjang tanaman
mentimun:
Tabel 5. Perbandingan Rata-Rata Panjang Tanaman Mentimun
dengan Perlakuan Tanpa Mulsa dan Penggunaan Mulsa
Plastik Hitam Perak (MPHP)
Panjang Tanaman (cm)
Perlakuan
4 mst 5 mst 6 mst 7 mst
Tanpa Mulsa 35,4 61 75,3 97,6
MPHP 43,8 78,2 93,7 101,4
Berdasarkan diatas terlihat rata-rata panjang tanaman
mentimun (Cucumis sativus L.) yang tanpa menggunakan mulsa
berbeda dengan tanaman yang menggunakan mulsa plastik hitam
perak (MPHP). Mentimun yang menggunakan mulsa plastik hitam

33
putih (MPHP) lebih baik pertumbuhannya dibandingkan dengan
tanaman mentimun yang tidak menggunakan mulsa. Panjang
tanaman mentimun yang menggunakan mulsa pada 7 mst
mencapai 101,4 cm, sedangkan pertumbuhan panjang tanaman
yang tidak menggunakan mulsa hanya mencapai 97,6 cm. Selisih
panjang tanaman mentimun tanpa mulsa dari 4 mst hingga 5 mst
adalah 25,6 cm dan persentase panjangnya adalah 72%, lalu selisih
panjang tanaman mentimun dari 5 mst hingga 6 mst adalah 14,3 cm
dan persentase panjangnya adalah 23%, selisih panjang tanaman
mentimun dari 6 mst hingga 7 mst adalah 22,3 cm dan persentase
panjangnya adalah 29%. Selisih panjang tanaman mentimun
perlakuan mulsa dan tanpa mulsa pada akhir pengamatan yaitu
pada 7 mst adalah 3,8 cm. Berikut merupakan grafik perbandingan
panjang tanaman mentimun dengan perlakuan mulsa dan tanpa
mulsa.
Berikut merupakan grafik perbandingan panjang tanaman
mentimun dengan perlakuan mulsa dan tanpa mulsa:

120

100
Panjang Tanaman (Cm)

80

60
Tanpa mulsa
40 mulsa

20

0
2mst 3mst 4mst 5mst 6mst 7mst
Umur Tanaman (mst)

Gambar 6. Perbandingan Rata-Rata Panjang Tanaman Mentimun


dengan Perlakuan Tanpa Mulsa dan Penggunaan Mulsa
Plastik Hitam Perak (MPHP)

34
4.1.2.3 Jumlah Daun
Berikut adalah tabel data hasil pengamatan jumlah daun
tanaman mentimun:
Tabel 6. Perbandingan Jumlah Daun Tanaman Mentimun dengan
Perlakuan Tanpa Mulsa dan Penggunaan Mulsa Plastik
Hitam Perak (MPHP)
Jumlah Daun (helai)
Perlakuan
4 mst 5 mst 6 mst 7 mst
Tanpa Mulsa 12,6 18 24,8 25,6
MPHP 12,2 23,2 27,8 33
Berdasarkan data diatas terlihat bahwa pertumbuhan jumlah
daun pada tanaman mentimun (Cucumis sativus) yang tanpa
menggunakan mulsa berbeda dengan tanaman yang menggunakan
mulsa plastik hitam perak (MPHP). Mentimun yang menggunakan
mulsa plastik hitam perak (MPHP) lebih banyak pertumbuhan
daunnya dibandingkan dengan jumlah daun tanaman mentimun
yang tidak menggunakan mulsa. Pertumbuhan jumlah daun yang
menggunakan mulsa plastik hitam perak (MPHP) mencapai 33 helai
daun pada 7 mst, sedangkan jumlah daun yang tidak menggunakan
mulsa plastik hitam putih hanya mencapai 25,6 helai daun.
Berikut merupakan grafik perbandingan rata-rata jumlah daun
pada tanaman mentimun dengan penggunaan mulsa dan tanpa
mulsa:

30
Jumlah Daun tanaman

25
20
15
tanpa mulsa
10
mulsa
5
0
2mst 3mst 4mst 5mst 6mst 7mst
Umur Tanaman (mst)

Gambar 7. Perbandingan Rata-Rata Jumlah Daun Mentimun


dengan Perlakuan Tanpa Mulsa dan Penggunaan
Mulsa Plastik Hitam Perak (MPHP)

35
4.1.2.4 Waktu Muncul Bunga
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada tanaman
mentimun dengan perlakuan mulsa bunga jantan mulai muncul
pada 29 hst kemudian muncul bunga betina pada 30 hst. Bunga
jantan dan betina memiliki perbedaan pada bakal buah yaitu bunga
betina memiliki bakal buah sedangkan bunga jantan tidak memiliki
bakal buah. Setelah bunga betina muncul penyerbukan mulai
terjadi, tepatnya pada 32 hst. Setelah penyerbukan buah mulai
muncul pada 35 hst. Untuk tanaman mentimun dengan perlakuan
non mulsa munculnya bunga sama-sama diawali dengan bunga
jantan yang muncul pada 30 hst. Kemudian disusul bunga betina
yang mulai muncul pada 33 hst dan penyerbukan terjadi pada 35
hst. Setelah penyerbukan ini terjadi, buah mulai muncul pada 38
hst.
4.1.2.5 Jumlah Bunga
Berikut adalah tabel hasil pengamatan jumlah bunga tanaman
mentimun:
Tabel 7. Perbandingan Rata-Rata Jumlah Bunga (Jantan dan
Betina) Tanaman Mentimun dengan Perlakuan Tanpa
Mulsa dan Penggunaan Mulsa Plastik Hitam Perak
(MPHP)
Jumlah Bunga
Perlakuan
Jenis 4 mst 5 mst 6 mst 7 mst
Tanpa Mulsa Jantan 3,2 6 4 2
Betina 5,8 10 6,4 4
MPHP Jantan 5,6 19,8 11,4 4
Betina 4,6 9 4,4 4
Berdasarkan tabel tersebut jumlah bunga jantan dari tanaman
mentimun dengan penggunaan mulsa pada 5 mst meningkat
drastis. Namun minggu seterusnya selalu menurun. Hal ini juga
terjadi pada bunga betina, jumlah bunga selalu menurun kecuali
pada 5 mst. Jumlah bunga jantan pada perlakuan tanpa mulsa juga
menurun, pada bunga betina juga menurun. Kedua bunga tersebut
hanya meningkat pada umur 5 mst.

36
4.1.2.6 Jumlah Buah Mentimun
Berikut adalah tabel hasil pengamatan jumlah buah tanaman
mentimun:
Tabel 8. Perbandingan Jumlah Buah Tanaman Mentimun dengan
Perlakuan Tanpa Mulsa dan Penggunaan Mulsa Plastik
Hitam Perak (MPHP)
Jumlah Buah
Perlakuan
4 mst 5 mst 6 mst 7 mst
Tanpa Mulsa - - 5 6
MPHP - - 9 10
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa buah
mentimun dipanen waktu berumur 6 dan 7 minggu setelah
tanam(mst). Jumlah buah dari perlakuan mulsa dan tanpa mulsa
juga berbeda. Pada 7 mst timun dengan perlakuan tanpa mulsa
jumlahnya bertambah 1 menjadi 6 buah. Hal ini juga terjadi pada
tanaman mentimun dengan perlakuan mulsa plastik hitam perak
(MPHP). Jumlah buah mentimun bertambah 1 buah menjadi 10
buah. Hal ini memberikan dugaan sementara bahwa penggunaan
mulsa jauh lebih baik dari penggunaan tanpa mulsa dari segi jumlah
buahnya.
4.1.2.7 Bobot Segar Buah Mentimun
Berikut adalah tabel hasil pengamatan bobot segar buah
mentimun:
Tabel 9. Perbandingan Rata-Rata Jumlah Bobot Segar Buah
Tanaman Mentimun dengan Perlakuan Tanpa Mulsa
dan Penggunaan Mulsa Plastik Hitam Perak (MPHP)
Jumlah Bobot (kg)
Perlakuan
4 mst 5 mst 6 mst 7 mst
Tanpa Mulsa - - 0,205 0,2656
MPHP - - 0,289 0,368
Berdasarkan tabel bobot buah segar tanaman mentimun
dapat dilihat terdapat dua perlakuan, perlakuan tanpa mulsa dan
perlakuan mulsa plastik hitam perak (MPHP). Terdapat perbedaan
bobot buah antara keduanya, tanaman mentimun dengan perlakuan
mulsa mempunyai bobot lebih berat daripada bobot tanaman

37
mentimun tanpa mulsa. Perbandingan bobot buah mentimun pada 6
mst antara menggunakan mulsa dan tanpa mulsa sebesar 0,08 kg.
Sedangkan perbandingan bobot tanaman mentimun tanpa pada 7
mst antara pemakaian mulsa dan tanpa mulsa sebesar 0,1024 kg.
4.1.2.8 Pengamatan Gulma
Berikut merupakan keberadaan gulma pada setiap
perlakuan,baik perlakuan tanpa mulsa maupun perlakuan mulsa:
Tabel 10. Keberadaan Gulma Pada Perlakuan Tanpa Mulsa
No Spesies Gulma Jumlah Dokumentasi
1. Mecardonia procumbens 184

2. Cleome rutidospermae 164

3. Echinochloa crussgalli 130

38
4. Physalis minima L. 178

5. Cyperus rotundus 104

6. Portulaca oleacea 155

7. Phyllantus niruri 140

39
Pada tabel keberadaan gulma pada tanaman mentimun tanpa
perlakuan penggunaan mulsa bisa dilihat bahwa terdapat banyak
jenis gulma pada perlakuan tersebut. Hal ini menandakan bahwa
tanpa penggunaan mulsa menyebabkan tumbuhnya bibit gulma
karena kelembaban tanah rendah dan suhu tanah yang tinggi. Hal
ini berbeda dari perlakuan yang menggunakan mulsa karena hanya
beberapa gulma yang ditemukan. Data ini juga membuktikan bahwa
penggunaan mulsa lebih efektif dari ancaman gulma dibandingkan
tanaman mentimun yang tanpa mulsa. Dengan begitu, tanaman
mentimun cocok menggunakan mulsa dibandingkan yang tanpa
menggunakan mulsa.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Pola Tanam Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung
Manis
Berdasarkan data hasil praktikum dapat diketahui bahwa persentase
tumbuh tanaman jagung manis dengan pola tanam monokultur memiliki
persentase lebih tinggi dari pada tanaman jagung manis dengan pola
tanam polikultur. Hasil data yang diperoleh berbanding terbalik dengan
literatur yang ada. Menurut Catharina (2009) pola tanam polikultur lebih
menguntungkan dibandingkan pola tanam monokultur karena pada pola
tanam polikultur jagung manis memperoleh N dari tanaman kacang
kacangan sehingga pertumbuhan jagung manis lebih maksimal. Kesalahan
ini terjadi diduga karena pada lahan yang digunakan untuk pola tanam
polikultur banyak ditumbuhi gulma akibatnya terjadi persaingan untuk
mendapatkan unsur hara antara jagung manis dan sehingga pertumbuhan
jagung manis sedikit terhambat. Hal ini sesuai dengan Pujisiswanto (2008)
dalam Alvionita (2015) yang menyatakan bahwa tanaman jagung
merupakan tanaman yang sangat peka terhadap adanya kompetisi gulma.
Adanya kompetisi gulma pada tanaman jagung mampu mempengaruhi
pertumbuhan tanaman mencapai 16-56%. Hal tersebut juga mempengaruhi
panjang tanaman jagung pada pola tanam polikultur.
Panjang tanaman pada pola tanam polikultur lebih pendek daripada
pada tanaman jagung manis dengan pola tanam monokultur. Jika
pertumbuhan tanaman jagung manis terganggu maka tinggi tanaman
jagung manis juga akan terhambat karena N juga berpengaruh nyata pada

40
panjang tanaman. Menurut Nurdin (2008) unsur N, P, K sangat
berpengaruh nyata pada tinggi tanaman. Sehingga apabila tanaman
kekurangan unsur tersebut maka tinggi tanaman akan terhambat.
Sementara untuk jumlah daun pada pola tanam polikultur memiliki
jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan pola tanam monokulur, hal ini
disebabkan karena pada tanaman polikultur ada tanaman kacang hijau
yang dapat mengikat N sehingga kebutuhan tanaman terhadap unsur N
dapat terpenuhi. Unsur N membantu tanaman dalam proses fotosintesis
sehingga proses pembentukan daun lebih cepat. hal ini sejalan dengan
Rahmah (2014) adanya nitrogen mempercepat proses fotosintesis
sehingga pembentukan daun menjadi lebh cepat.
Untuk waktu bunga pada pola tanam polikultur dan monokultur tidak
berbeda nyata dikarenakan pupuk yang digunakan menggunakan pupuk
dan takaran dosis yang sama. Pemberian pupuk yang mengandung pupuk
N, P, K dapat membuat pembentukan bunga pada tanaman jagung
menjadi cepat. Menurut Nurdin (2008) hara di dalam tanah belum mampu
menyuplai hara seseuai kebutuhan tanaman, terutama untuk mempercepat
umur berbunga betina oleh karenan itu pemberian pemupukan lengkap
(NPK) dapat memper cepat munculnya bunga betina.
Sementara untuk diameter jagung manis tidak berbeda nyata antara
pola tanam polikultur dan pola tanam monokultur yang memiliki perbedaan
nyata yaitu pada panjang tongkol tanaman jagung manis, pola tanam
polikultur memiliki tongkol yang lebih panjang dibandingkan pola tanam
monokulur, hal ini sejalan dengan literatur yang ada. Menurut Jumin (2002)
dalam Marliah (2009) menyatakan bahwa pola tanam tumpang sari
ditujukan untuk membuat keadaan lingkungan (hara, air, dan sinar
matahari) sebaik baiknya agar diperoleh hasil yang maksimal. Jika
kebutuhan akan hara, air, dan sinar matahari sesuai dengan yang
dibutuhkan tanaman maka tanaman akan mampu berproduksi secara
maksimal.

4.2.2 Pengaruh Pemulsaan Terhadap Tanaman Mentimun


Berdasarkan data dan grafik dapat diketahui bahwa panjang tanaman
mentimun dengan perlakuan mulsa rata-rata lebih tinggi daripada panjang
tanaman mentimun tanpa perlakuan mulsa. Pemulsaan dapat

41
meningkatkan kualitas pertumbuhan tanaman serta dengan dilakukannya
pemulsaan dapat mengubah atau memodifikasi kondisi tanah tempat
tumbuh tanaman. Air yang sudah ada di dalam tanah akan tertahan lebih
lama oleh keberadaaan mulsa. Air tersebut dapat digunakan dengan baik
oleh tanaman untuk kegiatan penyerapan hara dan transpirasi. Dampak
kondisi demikian adalah peningkatan pertumbuhan tanaman. Menurut Joko
(2016) penggunaan mulsa dapat meningkatkan kualitas pertumbuhan
tanaman. Akibat perlakuan ini terjadi penambahan tinggi dan lingkar batang
tanaman. Air yang ada dalam tanah akan tertahan lebih lama oleh
keberadaan mulsa. Air tersebut akan digunakan oleh tanaman untuk
kegiatan penyerapan hara dan transpirasi. Dampak kondisi demikian
adalah peningkatan pertumbuhan tanaman
Pada parameter jumlah daun tanaman mentimun dengan perlakuan
mulsa lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan tanpa mulsa.
Pertumbuhan daun pada tanaman mentimun perlakuan mulsa lebih baik
dibanding dengan tanpa mulsa.Hal ini terjadi karena pertumbuhan akar
pada tanaman dengan perlakuan mulsa akan lebih baik dibandingkan
tanpa mulsa, sehingga akan terjadi peningkatan fotosintesis yang akan
membantu pertumbuhan daun. Menurut Wijaya (2008) mulsa memberikan
kelembapan tanah yang optimal bagi aktivitas mikroba, sehingga bahan
organik yang dihasilkan dapat digunakan langsung oleh tanaman. Bahan
organik ini akan meningkatkan unsur nitrogen yang nantinya akan
membentuk helai daun yang luas dengan kandungan klorofil yang tinggi.
Pada parameter pengamatan jumlah bunga, berdasarkan data yang
didapat bunga mulai muncul pada tanaman mentimun baik di mulsa atau
non mulsa dimulai dari 4 mst, pada fase ini terlihat tanaman mentimun
mulai memasuki masa generatifnya. Menurut Bertua (2012) ada dua faktor
yang mempengaruhi kecepatan berbunga pada tanaman, pertama faktor
eksternal (lingkungan) yaitu cahaya matahari yang berperan penting dalam
fotosintesis, apabila cahaya matahari ini sesuia maka akan mempengaruhi
kecepatan berbunga suatu tanaman dan ketersediaan unsur hara di dalam
tanah yang berhubungan dengan suplai energi dan bahan pembangung
bagi proses pembentukan dan perkembangan bunga. Kedua yaitu faktor
internal (genetik), apabila umur minimum suatu tanaman sudah terpenuhi
maka tanaman akan berbunga. Sedangkan untuk jumlah bunga sendiri,

42
rata-rata jumlah bunga pada perlakuan mulsa lebih banyak dibandingkan
dengan perlakuan tanpa mulsa, hal ini terjadi karena penggunaan mulsa
dapat meningkatkan laju pertumbuhan tanaman mulai dari vase vegetatif
sampai pada fase generatife tanaman. Berdasarkan penelitian Alridiwirsah
(2010) penggunaan mulsa memberikan hasil yang tertinggi untuk panjang
tanaman dan fase pembungaan tanaman. Hal ini disebabkan oleh adanya
perbedaan suhu dalam sistem perakaran, sehingga pada tanaman yang
diberikan perlakuan mulsa memiliki aktifitas penyerapan hara yang lebih
baik yang berdampak pada pemenuhan nutrisi bagi tanaman tersebut.
Parameter selanjutnya adalah jumlah gulma pada penggunaan mulsa
dan tanpa penggunaan mulsa, hal ini juga dimaksudkan untuk
membandingkan efektif manakah pada tanaman mentimun. Selain itu,
dapat dilihat seperti pada data penggunaan mulsa lebih efektif untuk
tanaman mentimun. Selain panjang dan jumlah daun yang melebihi dari
perlakuan tanpa mulsa, namun tingkat pertumbuhan gulma juga berkurang
drastis dibandingkan dengan tanaman timun yang tidak menggunakan
mulsa. Hal ini dikarenakan, mulsa yang menutupi sebagian tanah
menghalangi cahaya matahari yang akan masuk ke dalam tanah sehingga
membuat tanah menjadi lembab dan tidak memberikan ruang dan
kesempatan bagi gulma untuk tumbuh. Seperti menurut Syahfari (2010)
perlakuan pengendalian gulma yaitu dengan mulsa memberikan pengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan gulma dimana mulsa akan
mempengaruhi cahaya yang akan sampai ke permukaan tanah dan
menyebabkan kecambah-kecambah gulma serta beberapa jenis gulma
dewasa mati.
Pada parameter pengamatan jumlah buah dan bobot buah rata-rata
jumlah bobot buah seger tanaman mentimun dengan perlakuan mulsa lebih
tinggi daripada bobot buah mentimun tanpa perlakuan mulsa hal ini
dikarenakan penggunaan mulsa akan menyediakan kondisi yang optimal
bagi pertumbuhan buah. Dari hasil penelitian Frans dkk (2015) aplikasi
mulsa menghasilkan bobot panen segar tertinggi diduga karena aplikasi
sungkup proses fotosintesis lebih optimal, ini kemudian akan membantu
meningkatkan suplai hara yang berpengaruh langsung bagi pertumbuhan
dan hasil tanaman.

43
5. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
setiap tanaman jagung manis mengalami pertumbuhan yang berbeda-beda, hal
ini dipengaruhi oleh kegiatan sistem pola tanam monokultur dan polikultur yang
telah diterapkan. Persentase tumbuh pada tanaman jagung manis dengan sistem
pola tanam monokultur lebih tinggi dibandingkan dengan sistem pola tanam
polikultur. Hasil data yang diperoleh berbanding terbalik dengan literatur yang
ada. Hal ini diduga karena lahan pada sistem pola tanam polikultur banyak
ditumbuhi gulma akibatnya terjadi persaingan perebutan unsur hara antara
tanaman jagung dan tanaman pengganggu tanaman atau gulma.
Pada tanaman mentimun juga mengalami pertumbuhan yang berbeda-
beda, hal ini dipengaruhi oleh kegiatan pemberian mulsa dan tanpa mulsa yang
diterapkan. Pemakaian mulsa pada tanaman mentimun nyata meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman mentimun. Hasil yang didapatkan
dengan pemakain mulsa lebih baik dibandingkan tanaman mentimun tanpa
mulsa. Pada tanaman mentimun tanpa mulsa, pertumbuhan gulma disekitar
tanaman lebih banyak dibandingkan dengan tanaman mentimun yang
menggunakan mulsa. Hal ini disebabkan tanah yang memakai mulsa, membuat
pertumbuhan gulma terhalang. Akibatnya tanaman yang ditanam akan bebas
tumbuh tanpa kompetisi dengan gulma dalam penyerapan hara mineral tanah..
Sehingga didapatkan hasil yang lebih baik pada penggunaan mulsa.
5.2 Saran
Dalam melakukan praktikum budidaya tanaman, perlu diperhatikan
perawatannya, terutama dalam pemberian pupuk dan penyiangan. Penyiangan
sangat penting agar gulma tidak bersaing dengan tanaman budidaya, karena
tanaman akan kekurangan unsurhara sehingga menyebabkan tanaman budidaya
mengalami kerusakan atau bahkan mati. Penyulaman dan penyiraman juga perlu
diperhatikan agar pertumbuhan tanaman menjadi baik dan perlunya ketelitian
dalam mengamati tanaman agar data yang dihasilkan sesuai.

44
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrazak. 2013. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Mentimun (Cucumis sativus


L.) Akibat Perbedaan Jarak Tanam dan Jumlah Benih Per Lubang Tanam.
Jurnal Agrista 17 (2): 55-59
Alridiwirsah. 2010. Respon Pertumbuhan dan Produksi Semangka Terhadap
Pupuk kandang dan Mulsa Cangkang Telur. Agrium 16 (2)
Alvionita, Chintya, Ayu. 2015. Pengaruh Jenis dan Kerapatan Gulma terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.). Jurnal
Penelitian Pertanian Terapan 16 (1): 6-13 ISSN 1410-5020
Amin, Andi, Rusdayani. 2015. Mengenal Budidaya Mentimun Melalui Pemanfaat
Media Informasi. Jurnal Jupiter 14 (1)
Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Aceh. 2009. Budidaya
Tanaman Jagung Manis. Aceh : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
Bertua. 2012. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Ayam Terhadap Pertumbuhan
dan Hasil Mentimun (Cucumis sativus L.) Pada Tanah Ultisol. ISSN: 2302-
6472 1 (4) Oktober-Desember 2012. Program Studi Agroekoteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Jambi
Cahyono, Bambang. 2007. Jagung Manis, Teknik Budidaya dan Analisis Usaha
Tani Semarang: CV Aneka Ilmu
Desrosier, N. W. 2009. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Fikri. 2012. Upaya Peningkatan Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Kedelai
(Glycine max) Melalui Aplikasi Mulsa. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada
Frans, Yunus, Dkk. 2015. Pengaruh Pemberian Sungkup Plastik dan Mulsa
Terhadap Dinamika Kadar Air, Suhu Tanah dan Produksi Bawang Merah
pada Tanah Beririgasi Teknis. Jurnal Agroland 22 (1): 33-40
Hanum, C.2008. Teknik Budidaya Tanaman Jilid 1 untuk SMK. Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen
Jakarta: Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan
Nasional.
Helda, Syahfari. 2010. Pengaruh Mulsa Terhadap Perkembangan Gulma Pada
Tanaman Mentimun. ZIRAAAH 27 (1): 16-21
Joko, S. Basuki. 2016. Peranan Mulsa Dalam Meningkatkan Pertumbuhan dan
Produksi cabai melalui kondisi fisik di dalam tanah. PARTNER (2): 73-77
Jumin, H. B. 2002. Agronomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Kementrian Pertanian. 2015. Statistik Produksi Hortikultura. Direktorat Jendral
Hortikultura.
Kumalasari, Devy. 2012. Tanam dan Pola Tanam. Yogyakarta: Kanisius.
Nurmayulis, A, A. Fatmawaty dan D. Andini. 2014. Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Buncis Tegak (Phaseolus vulgaris L.) Akibat Pemberian Pupuk
Kotoran Hewan dan Beberapa Pupuk Organik Cair. Agrologia 3 (2)
Marliah. 2011. Pengruh Pemberian Pupuk Organic Dan Jenis Mulsa Organic
Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Kedelai. Jurnal Floratek 6: 162-201

45
Mutiarawati. 2007. PenangananPascaPanenHasilPertanian. Bandung: UNPAD
Press
Pujisiswanto, Hidayat. 2008. Analisis Pertumbuhan Gulma, Tanaman dan Hasil
Jagung dengan Berbagai Populasi Kacang Tanah dan Kacang Hijau dalam
Sistem Tumpang Sari. Agrista Edisi Khusus (1)
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2015. Outlook Komoditas Pertanian
Subsektor Tanaman Pangan : Jagung. Kementrian Pertanian.
Pramono. 2010, Pengelolaan Hutan Jati Rakyat. Bogor: CIFOR
Prasetyo. 2009. Produktivitas Lahan Dan Nkl Pada Tumpang Sari Jatrak Pagar
Dan Tanaman Pagar. Bengkulu: Jurnal Akta Agrosia 12 (1): 51-55
Rencana Strategis Kementrian Pertanian Tahun 2015-2019. Kementrian
Pertanian Republik Indonesia.
Rizki, Tri. Abd. Hadid dan Hidayati Masud. 2015. Pengaruh Berbagai Jenis
Mulsa Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Dua Varietas Tanaman Kacang
Panjang (Vigna unguiculata L.). e-J. Agrotekbis 3 (5): 579-584.
Rukmana, R. 2002. Budidaya Mentimun. Yogyakarta: Kanisius
Samad, M Yusuf.2006. Pengaruh Penanganan Pasca Panen Terhadap Mutu
Komoditas Hortikutura. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia 8 (1)
Setyaningrum. 2013. Jahe. Depok: Penebar Swadaya
Siswadi, 2007. Penanganan Pasca Panen Buah-Buahan dan Sayuran. Jurnal
Inovasi Pertanian 6
Soesanto, M. 2006. Penyakit Pasca Panen. Yogyakarta: Kanisius
Sunarjono, H. H. 2007. Bertanam 30 JenisSayur. Jakarta: Penebar Swadaya
Halaman 109-114
Suprapti. 2002. Teknologi Pengolahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius
Syahfari, Helda. 2010. Pengaruh Mulsa Jerami Terhadap Perkembangan Gulma
Pada Tanaman Mentimun (Cucucmis Sativus L). Samarinda: Jurnal
ZIRAAAH 27: 16-21
Syukur. 2013. Jagung Manis. Jakarta: Penebar Swadaya
Utama, I. M. dan Nyoman, S. A. 2013. Pasca Panen Tropika: Buah dan Sayur.
Denpasar: Universitas Udayana.
Wijaya, K. A. 2008. Nutrisi Tanaman. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher

46
LAMPIRAN

1. Dokumentasi Kegiatan

Pembibitan Mentimun Pengolahan pada Lahan


Mentimun

Penyiangan Gulma Pengolahan pada Lahan


Sebelum Pengolahan Jagung
Lahan

Pembuatan Jarak Tanam Penanaman Benih Jagung

47
Pemberian Cocopeat Pada Pemupukan Pra Tanam
Lubang Tanam yang diberi pada Tanaman Jagung
Benih Jagung

Pemberian Mulsa dan Penyulaman Tanaman


Melubangi Mulsa Mentimun

Penyiraman Tanaman Pemberian Tanda Sampel


Mentimun Pengamatan pada
Tanaman Jagung

48
2. Perhitungan Pupuk
Luas lahan tanaman jagung = 966 m2
Jarak tanam tanaman jagung = 70 cm x 30 cm = 2100 cm = 21 m
Luas Lahan 966 m2
Populasi = = = 46
Jarak Tanam 21 m2

Rekomendasi pupuk jagung :


SP-36 Pra tanam = 150 kg/ha
Urea 7 Hst = 100 kg/ha
Urea 28 Hst = 100 kg/ha
KCl 7 Hst = 150 kg/ha
Luas lahan tanaman mentimun = 739 m2
Jarak tanam tanaman mentumun = 60 x 45 cm = 2700 cm = 27 m
Luas Lahan 739 m2
Populasi = Jarak Tanam = 27 m2
= 27,4 = 27

Rekomendasi pupuk mentimun :


SP-36 Pra tanam = 250 kg/ha
Urea 7 Hst = 75 kg/ha
Urea 14 Hst = 75 kg/ha
Urea 28 Hst = 75 kg/ha
KCl 7 Hst = 36 kg/ha
KCl 14 Hst = 36 kg/ha
KCl 28 Hst = 36 kg/ha

a. Tanaman Jagung
SP-36 Pra Tanam
Luas Lahan
Kebutuhan pupuk per petak = x rekomendasi pupuk
Luas 1 ha
966 m2
= x 150 kg/ha
10000 m2

= 0,0966 x 150 kg/ha


= 14,49 kg
= 14490 gr
Kebutuhan pupuk per petak
Kebutuhan pupuk pertanaman =
Populasi Tanaman
14490 gr
= 46

= 315 gr per tanaman

49
Urea 7 Hst (Hari setelah tanam)
Luas Lahan
Kebutuhan pupuk per petak = x rekomendasi pupuk
Luas 1 ha
966 m2
= x 100 kg/ha
10000 m2

= 0,0966 x 100 kg/ha


= 9,66 kg
= 9660 gr
Kebutuhan pupuk per petak
Kebutuhan pupuk pertanaman =
Populasi Tanaman
9,66 gr
= 46

= 210 gr per tanaman


Urea 28 Hst (Hari setelah tanam)
Luas Lahan
Kebutuhan pupuk per petak = x rekomendasi pupuk
Luas 1 ha
966 m2
= x 100 kg/ha
10000 m2

= 0,0966 x 100 kg/ha


= 9,66 kg
= 9660 gr
Kebutuhan pupuk per petak
Kebutuhan pupuk pertanaman =
Populasi Tanaman
9,66 gr
= 46

= 210 gr per tanaman


KCl 7 Hst (Hari setelah tanam)
Luas Lahan
Kebutuhan pupuk per petak = x rekomendasi pupuk
Luas 1 ha
966 m2
= x 150 kg/ha
10000 m2

= 0,0966 x 150 kg/ha


= 14,49 kg
= 14490 gr
Kebutuhan pupuk per petak
Kebutuhan pupuk pertanaman =
Populasi Tanaman
14490 gr
= 46

= 315 gr per tanaman

50
b. Tanaman Mentimun
SP-36 Pra tanam
Luas Lahan
Kebutuhan pupuk per petak = x rekomendasi pupuk
Luas 1 ha
739 m2
= x 250 kg/ha
10000 m2

= 0,0739 x 250 kg/ha


= 18,475 kg
= 18475 gr
Kebutuhan pupuk per petak
Kebutuhan pupuk pertanaman =
Populasi Tanaman
18475 gr
= 27

= 684,26 gr per tanaman


Urea 7 Hst (Hari setelah tanam)
Luas Lahan
Kebutuhan pupuk per petak = x rekomendasi pupuk
Luas 1 ha
739 m2
= x 75 kg/ha
10000 m2

= 0,0739 x 75 kg/ha
= 5,5425 kg
= 5542,5 gr
Kebutuhan pupuk per petak
Kebutuhan pupuk pertanaman =
Populasi Tanaman
5542,5 gr
= 27

= 415,69 gr per tanaman


Urea 14 Hst (Hari setelah tanam)
Luas Lahan
Kebutuhan pupuk per petak = x rekomendasi pupuk
Luas 1 ha
739 m2
= x 75 kg/ha
10000 m2

= 0,0739 x 75 kg/ha
= 5,5425 kg
= 5542,5 gr
Kebutuhan pupuk per petak
Kebutuhan pupuk pertanaman =
Populasi Tanaman
5542,5 gr
= 27

= 415,69 gr per tanaman

51
Urea 28 Hst (Hari setelah tanam)
Luas Lahan
Kebutuhan pupuk per petak = x rekomendasi pupuk
Luas 1 ha
739 m2
= x 75 kg/ha
10000 m2

= 0,0739 x 75 kg/ha
= 5,5425 kg
= 5542,5 gr
Kebutuhan pupuk per petak
Kebutuhan pupuk pertanaman =
Populasi Tanaman
5542,5 gr
= 27

= 415,69 gr per tanaman


KCl 7 Hst (Hari setelah tanam)
Luas Lahan
Kebutuhan pupuk per petak = x rekomendasi pupuk
Luas 1 ha
739 m2
= x 36 kg/ha
10000 m2

= 0,0739 x 36 kg/ha
= 2,6604 kg
= 2660,4 gr
Kebutuhan pupuk per petak
Kebutuhan pupuk pertanaman =
Populasi Tanaman
2660,4 gr
= 27

= 98,53 gr per tanaman


KCl 14 Hst (Hari setelah tanam)
Luas Lahan
Kebutuhan pupuk per petak = x rekomendasi pupuk
Luas 1 ha
739 m2
= x 36 kg/ha
10000 m2

= 0,0739 x 36 kg/ha
= 2,6604 kg
= 2660,4 gr
Kebutuhan pupuk per petak
Kebutuhan pupuk pertanaman =
Populasi Tanaman
2660,4 gr
= 27

= 98,53 gr per tanaman

52
KCl 28 Hst (Hari setelah tanam)
Luas Lahan
Kebutuhan pupuk per petak = x rekomendasi pupuk
Luas 1 ha
739 m2
= x 36 kg/ha
10000 m2

= 0,0739 x 36 kg/ha
= 2,6604 kg
= 2660,4 gr
Kebutuhan pupuk per petak
Kebutuhan pupuk pertanaman =
Populasi Tanaman
2660,4 gr
= 27

= 98,53 gr per tanaman

3. Data Pengamatan per Minggu (Jagung Manis dan Mentimun)


a. Prosentase Tumbuh
Tanaman Jagung Manis
- Polikultur:
35
Sebelum disulam = 48 x 100% = 73%
48
Sesudah disulam = 48 x 100% = 100%
- Monokultur:
43
Sebelum disulam = 48 x 100% = 89%
48
Sesudah disulam = 48 x 100% = 100%

Tanaman Mentimun
- Mulsa:
8
Sebelum disulam = 16 x 100% = 50%
13
Setelah disulam = 16 x 100% = 81%
- Non mulsa:
6
Sebelum disulam = 16 x 100% = 37,5%
11
Setelah disulam = x 100% = 69%
16

53
b. Tanaman Jagung Manis
1. Pola Tanam Polikultur
Pengamatan Tinggi Tanaman Jagung Manis
Tinggi Tanaman Jagung Manis (cm)
Sampel
4 mst 5 mst 6 mst 7 mst 8 mst
1 17 29 56 87 136

2 15,5 25 62 101 134

3 17,5 35 61 102 135

4 18 48 63 96 130

5 16 46 59 99 129

Pengamatan Jumlah Daun Tanaman Jagung Manis


Jumlah Daun Tanaman Jagung Manis (helai)
Sampel
4 mst 5 mst 6 mst 7 mst 8 mst
1 9 10 13 14 14

2 10 11 13 13 14

3 10 10 12 13 15

4 10 9 11 12 12

5 8 9 11 12 13

Panjang Tongkol Tanaman Jagung Manis


Panjang Tongkol Tanaman Jagung Manis (cm)
Sampel
4 mst 5 mst 6 mst 7 mst 8 mst
1 - - - - 24

2 - - - - -

3 - - - - 23

4 - - - - 20

5 - - - - 23

54
Waktu Muncul Malai
Sistem Tanam
Sampel
Monokultur (P2) Polikultur (P1)
1 - 53 hst
2 51 hst 52 hst
3 53 hst 51 hst
4 53 hst 51 hst
5 - 52 hst

Diameter Tongkol Tanaman Jagung Manis


Sistem Tanam
Sampel
Monokultur (P2) Polikultur (P1)
1 3.75 4,14 cm

2 5 3,18 cm

3 3 3,13 cm

4 3.2 3,82 cm

5 3.25 3,5 cm

2. Pola Tanam Monokultur


Tinggi Tanaman (Cm)
Sampel 4 Mst 5 Mst 6 Mst 7 Mst 8 Mst
1 34,5 cm 46 cm 50 cm 50,5 cm 54 cm
2 43 cm 66 cm 72 cm 132 cm 140 cm
3 37 cm 53 cm 58 cm 98 cm 140,5 cm
4 47 cm 69 cm 74 cm 149 cm 150 cm
5 36 cm 51 cm 59 cm 88 cm 89 cm

55
Jumlah Daun (Helai)
Sampel 4 Mst 5 Mst 6 Mst 7 Mst 8 Mst
1 8 8 7 6 6
2 8 10 12 12 9
3 8 10 11 11 10
4 8 9 11 11 11
5 7 8 9 9 8

PanjangTongkol
Sampel 4 Mst 5 Mst 6 Mst 7 Mst 8 Mst
1 - - - - 21.75
2 - - - - 28
3 - - - - 14
4 - - - - 16.5
5 - - - - 10.5

Diameter Tongkol
Sampel 4 Mst 5 Mst 6 Mst 7 Mst 8 Mst
1 - - - - 3.75
2 - - - - 5
3 - - - - 3
4 - - - - 3.2
5 - - - - 3.25

56
c. Tanaman Mentimun
Data Pengamatan Panjang Tanaman Mentimun Perlakuan
Tanpa Mulsa
Panjang Tanaman (cm)
Sampel
4 mst 5 mst 6 mst 7 mst
Tanaman 1 31,7 56 71,7 91
Tanaman 2 28 55 68 88,3
Tanaman 3 45 73 83 114
Tanaman 4 37.9 64 79 100
Tanaman 5 34,4 57 74,8 94,7
Rata-Rata 35,4 61 75,3 97,6

Data Pengamatan Jumlah Bunga Mentimun Perlakuan Tanpa


Mulsa
Jumlah Daun (helai)
Sampel
4 mst 5 mst 6 mst 7 mst
Tanaman 1 16 22 29 30
Tanaman 2 13 19 26 27
Tanaman 3 14 20 27 29
Tanaman 4 12 18 24 25
Tanaman 5 8 11 18 17
Rata-Rata 13 19 22 25

57
Data Mentah Pengamatan Jumlah Bunga Mentimun Perlakuan
Tanpa Mulsa
Jumlah Bunga
Sampel Jenis
4 mst 5 mst 6 mst 7 mst
Jantan 1 3 2 0
Tanaman 1
Betina 3 8 5 3
Jantan 3 6 3 3
Tanaman 2
Betina 6 11 7 4
Jantan 7 12 6 1
Tanaman 3
Betina 11 16 9 3
Jantan 2 4 2 3
Tanaman 4
Betina 3 7 5 6
Jantan 3 5 7 3
Tanaman 5
Betina 6 8 6 4
Jantan 3 6 4 2
Rata-Rata
Betina 6 10 7 4

Data Pengamatan Panjang Tanaman Mentimun Dengan Mulsa


Panjang Tanaman (cm)
Sampel
4 mst 5 mst 6 mst 7 mst
Tanaman 1 39 71 92.5 97
Tanaman 2 52 88 101 111
Tanaman 3 42 82 98 109
Tanaman 4 52 65 87 94
Tanaman 5 34 85 90 96
Rata-Rata 43,8 78,2 93,7 101,4

58
Data Pengamatan Jumlah Daun Mentimun Dengan Mulsa
Jumlah Daun (helai)
Sampel
4 mst 5 mst 6 mst 7 mst
Tanaman 1 9 20 26 37
Tanaman 2 15 31 33 36
Tanaman 3 14 26 34 41
Tanaman 4 9 17 21 24
Tanaman 5 14 22 25 27
Rata-Rata 12 23 27 33

Data Pengamatan Jumlah Bunga Mentimun Perlakuan Mulsa


Jumlah Bunga
Sampel Jenis
4 mst 5 mst 6 mst 7 mst
Jantan 6 18 8 2
Tanaman 1
Betina 3 8 2 3
Jantan 8 26 16 6
Tanaman 2
Betina 4 12 8 5
Jantan 4 17 9 3
Tanaman 3
Betina 6 10 4 3
Jantan 7 22 15 6
Tanaman 4
Betina 4 8 3 4
Jantan 3 16 9 3
Tanaman 5
Betina 6 7 5 5
Jantan 7 20 12 4
Rata-Rata
Betina 6 9 6 3

59
Data Berat Buah Segar Mentimun
No Mulsa Non mulsa (kg)
1 0,310 0,230

2 0,280 0,195

3 0,130 0,220

4 0,230 0,230

5 0,355 0,150

6 0,360 -

7 0,290 -

8 0,390 -

9 0,255 -

Jumlah 2,600 1,025

Rata - 0,289 0,205


Rata

Data Berat Buah Segar Mentimun


No Mulsa Non Mulsa (kg)
1 0,288 0,310

2 1,030 0,238

3 0,320 0,126
4 0,330 0,340

5 0,288 0,260

6 0,190 0,320

7 0,340 -

8 0,290 -

9 0,330 -

10 0,326 -

Jumlah 3,680 1,594

Rata- 0,360 0,265


Rata

60

Anda mungkin juga menyukai