ACARA II
POLA TANAM PADA BUDIDAYA TANAMAN SEMUSIM
Oleh :
Nur Annisa Priyati
NIM. A1D017110
Rombongan 5
PJ asisten : Abdullah Bagas Bestari
A. Latar Belakang
Tanam adalah menempatkan tanaman berupa benih atau bibit pada media
tanah maupun selain tanah dalam suatu bentuk pola tanam. Pola tanam merupakan
penyusunan tanaman yang diusahakan dalam satu satuan luas. Hal tersebut dalam
sistem budidaya tanaman merupakan hal yang penting karena dengan pola tanam
tanah, tanaman, dinamika hama dan penyakit, serta aspek sosial ekonomi. Adanya
pemilihan pola tanam yang baik dan tepat, dapat meningkatkan produksi suatu
tanaman budidaya.
Pola tanam secara prinsip dibagi menjadi dua, yaitu pola tanam monokultur
tanaman pada suatu bidang lahan. Pola tanam tumpangsari merupakan penanaman
Pola tanam di daerah tropis, biasanya disusun selama satu tahun dengan
memperhatikan curah hujan, terutama pada daerah atau lahan yang sepenuhnya
tergantung dari curah hujan. Pemilihan jenis atau varietas yang ditanam pun perlu
disesuaikan dengan keadaan air yang tersedia ataupun curah hujan. Setiap pola
dengan tanaman yang akan ditanam dan kondisi lahan yang digunakan. Oleh
karena itu, berdasarkan penjelasan di atas maka perlu dilakukannya praktikum ini
untuk mengetahui pertumbuhan tanaman dengan pola tanam yang berbeda,
B. Tujuan
2. Mampu mengetahui pengaruh perbedaan waktu tanam tanaman sela pada pola
tanam tumpangsari
II. TINJAUAN PUSTAKA
Tanam adalah menempatkan bahan tanam berupa benih atau bibit pada
media tanam baik media tanah maupun bukan media tanah dalam satu bentuk pola
skill, inovavtion, plan and evaluation. Bahan tanam harus diperhatikan agar
diperoleh interaksi yang baik, seperti asal benih/ bibit jelas, bersertifikat, sesuai
Lingkungan tumbuhnya seperti, pahami iklim & cuaca, pahami kebutuhan tumbuh
(Aak, 1993). Menurut Mubyarto (1989), tanam adalah proses pengisian lubang
tanam yang sudah dipersiapkan padalahan budidaya baik menggunakan benih atau
urutan jenis tanaman yang diusahakan pada sebidang lahan dalam kurun waktu
tertentu (biasanya satu tahun). Pengertian pola tanam tersebut ada tiga hal yang
perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu. Pola
tanam di daerah tropis seperti Indonesia, biasanya disusun selama 1 tahun dengan
memperhatikan curah hujan (terutama pada daerah/lahan yang sepenuhnya
tergantung dari hujan). Penentuan pola tanam sangat dipengaruhi ketersediaan air
dan keadaan lingkungan seperti kondisi fisik kimia tanah (Vincent, 1996).
Pola tanam adalah usaha penanaman pada sebidang lahan dengan mengatur
susunan tata letak dan urutan tanaman selama periode waktu tertentu termasuk
masa pengolahan tanah dan masa tidak ditanami selama periode tertentu. Pola
tanam ada tiga macam, yaitu monokultur, rotasi tanaman dan polikultur (Anwar,
2012).
Sistem tanam tumpangsari adalah salah satu usaha sistem tanam dimana
terdapat dua atau lebih jenis tanaman yang berbeda ditanam secara bersamaan
dalam waktu relatif sama atau berbeda dengan penanaman berselang‐seling dan
jarak tanam teratur pada sebidang tanah yang sama. Tumpangsari secara
gagal panen, hemat dalam pemakaian sarana produksi dan mampu meningkatkan
pada perbedaan karakter morfologi dan fisiologi antara lain kedalaman dan
distribusi sistem perkaran, bentuk tajuk, lintasan fotosintesis, pola serapan unsur
hasil tumpangsari yang bersifat sinergis. Selain itu, menurut Odum, (1983)
tanaman yang ditumpangsarikan adalah tanaman dari lain famili dan yang
memneuhi syarat-syarat yaitu berbeda dalam kebutuhan zat hara, hama dan
diketahui mampu memberikan hasil tanaman secara keseluruhan yang lebih tinggi
Pola tanam monokultur adalah sistem penanaman satu jenis tanaman yang
dilakukan sekali atau beberapa kali dalam setahun tergantung jenis tanamannya.
tidak mantap. Hal ini terbukti dari tanah pertanian harus selalu diolah, dipupuk
al., 2009).
tersebut adalah:
1. Tumpangsari (Intercropping)
Tumpangsari adalah penanaman lebih dari satu tanaman pada waktu atau
periode tanam yang bersamaan pada lahan yang sama (Thahir, 1999).
Pola tanam dengan cara menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain
tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang
panen disisipkan kacang panjang Kegunaan dari sistem ini yaitu pada
tanaman yang ke dua dapat melindungi lahan yang mudah longsor dari hujan
sampai selesai panen pada tahun itu (Bunyamin dan Aqil, 2010).
Penanaman jenis tanaman campuran yang ditanam pada lahan dan waktu
yang sama atau jarak waktu tanam yang singkat, tanpa pengaturan jarak
tanam dan penentuan jumlah populasi. Kegunaan sistem ini dapat melawan
Alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain cangkul, tugal, ajir,
sabit, timbangan analitik, tali raffia, dan alat tulis. Bahan yang digunakan pada
praktikum ini antara lain benih jagung, kacang hijau, kacang panjang, bayam,
terong, kangkung, tomat, daun bawang, pupuk kandang, KCl, urea, dan SP-36.
Alat dan bahan tersebut digunakan demi kelancaran dari proses praktikum pola
B. Prosedur Kerja
kandang
Tanam bersama
Jeda 1 minggu
Jeda 2 minggu
3. Pemeliharaan rutin dilakukan berupa penyiraman, pemupukan, penyulaman,
dan penyiangan
4. Variabel Pengamatan: jumlah daun, tinggi tanaman, bobot basah tajuk, bobot
A. Hasil
A. Tanaman Utama
Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman Utama (cm)
No Perlakuan 2 mst 3 mst 4 mst 5 mst 6 mst 7 mst
1. Monokultur 25,9 34,5 36,2 66,9 106,4 126,4
2. Tanam bersama 24,25 51,02 71 79,5 114,4 88,25
3. Sela 1 mst 27,6 35,9 83,8 94 113 153,4
4. Sela 2 mst 33,1 55,1 86,2 65,4 97,8 124,8
150
Tinggi
Monokultur
100
Tanam bersama
50 Sela 1 mst
Sela 2 mst
0
2 mst 3 mst 4 mst 5 mst 6 mst 7 mst
Waktu
10
Monokultur
Tanam bersama
5
Sela 1 mst
0 Sela 2 mst
2 mst 3 mst 4 mst 5 mst 6 mst 7 mst
Waktu
400
300
200
100
0
Monokultur Tanam bersama Sela 1 mst Sela 2 mst
Pola tanam
Kesimpulan: Berdasarkan grafik diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bobot
tajuk tanaman sela 1 mst menunjukkan angka tertinggi, sedangkan bobot tajuk
tanaman monokultur menunjukkan angka terendah.
60
40
20
0
Monokultur Tanam Sela 1 mst Sela 2 mst
bersama
Pola tanam
Bobot tanaman
600
500
400
Axis Title
300
200
100
0
Monokultur Tanam Sela 1 mst Sela 2 mst
bersama
Pola tanam
B. Tanaman Sela
Tabel 6. Rerata Tinggi Tanaman Sela (cm)
No Perlakuan 2 mst 3 mst 4 mst 5 mst 6 mst 7 mst
1. Monokultur 6,9 15,9 45,6 68,2
sela
2. Tanam 17,01 34,012 50,068 60,6
bersama
3. Sela 1 mst 5,7 20,4 32,6 42,5 62,4
4. Sela 2 mst 8,82 13,8 28,6 49,6 66,5
60
Monokultur
40
Tanam bersama
20
Sela 1 mst
0
Sela 2 mst
2 mst 3 mst 4 mst 5 mst 6 mst 7 mst
Waktu
Kesimpulan: Berdasarkan grafik diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
pertumbuhan tanaman sela menunjukkan tanaman dengan pola tanaman
monokultur 5 mst memiliki data pertumbuhan tertinggi, sedangkan
pertumbuhan tanaman terendah adalah sela 2 mst.
25
20 Monokultur sela
15 Tanam bersama
Sela 1 mst
10
Sela 2 mst
5
0
2 mst 3 mst 4 mst 5 mst 6 mst 7 mst
200
Bobot (gr)
15
5 mst
10
6 mst
5
7 mst
0
MonokulturTanam
sela bersama
Sela 1 mst Sela 2 mst
Perlakuan
Kesimpulan: Berdasarkan grafik diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bobot
akar pada tanaman sela menunjukkan tanaman bersama memiliki data
pertumbuhan tertinggi, sedangkan pertumbuhan tanaman terendah adalah sela
2 mst.
150
5 mst
100
6 mst
50 7 mst
0
Monokultur sela Tanam bersama Sela 1 mst Sela 2 mst
Waktu
B. Pembahasan
dengan menanam suatu jenis tanaman pada satu areal tertentu. Selain itu dalam
hal perawatan dan memanen dapat dilakukan dengan sangat cepat, karena
menggunakan bantuan mesin pertanian serta mampu menekan biaya tenaga kerja.
tanaman, seperti penyakit dan hama tanaman. Tanaman yang sering dijadikan
penanaman monokultur ialah jagung, padi dan juga gandum karena sangat
Monokultur adalah sistem budi daya pada suatu areal lahan yang ditanami
dengan satu jenis tanaman saja. Perkembangan hama dan penyakit cenderung
lebih mudah terjadi pada pola tanam monokultur karena sumber makanan bagi
hama dan patogen selalu tersedia (Rosya dan Winarto, 2013). Menurut Prasetyo et
al. (2009), pola tanam monokultur adalah sistem penanaman satu jenis tanaman
yang dilakukan sekali atau beberapa kali dalam setahun tergantung jenis
tanamannya.
yang membudidayakan berbagai jenis tanaman pada lahan yang sama, artinya
pada satu lahan dapat ditanami berbagai macam tanaman tidak hanya satu jenis
Selain itu penanaman polikultur adalah salah satu dari prinsip permakultur.
Namun penanaman polikultur membutuhkan tenaga yang banyak karena pada satu
Polikultur merupakan sistem budidaya tamanan pada suatu areal lahan yang
sama dalam satu tahun ditanami dengan beberapa jenis tanaman, baik yang
ditanam dalam waktu yang bersamaan atau waktu yang sedikit berbeda. pola
tanam polikultur yang diikuti dengan rotasi tanaman, dapat memutus siklus hidup
hama dan patogen termasuk nematoda (Rosya dan Winarto, 2013). Menurut Barus
(2015) polikultur adalah menanam lebih dari satu jenis tanaman pada lahan yang
sama pada waktu yang simultan. Beberapa pola tanam dalam sistem polikultur
pertama atau yang lebih dikenal dengan faktor internal yaitu faktor yang berasal
dari tubuh tanaman itu sendiri yang meliputi sifat gen dan hormon tumbuhan.
Faktor kedua atau yang lebih dikenal dengan faktor eksternal merupakan faktor-
1. Cahaya matahari
2. Suhu (temperatur)
amber makanan bagi organisme tanah. Bahan organik sebagai sumber hara
total sulfur.
4. Presipitasi
Meliputi semua air yang jatuh dari atmosfir ke permukaan bumi, berupa
hujan, salju, kabut dan embun. Faktor hujan yang dapat mempengaruhi
hujan dan efektivitas hujan. Jumlah dan distribusi hujan sangat berpengaruh
5. Kelembaban
Kelembaban udara pada umumnya dinyatakan dalam kelembaban relatif yang
6. Angin
Angin sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, terutama angin yang tidak
terlalu kencang karena angin atau udara yang bergerak merupakan penyedia
memperhatikan arah angin. Apabila arah barisan tegak lurus dengan arah
merupakan salah satu faktor lingkungan yang paling serius di bidang pertanian
Kualitas yang tinggi dari tanaman akan didapatkan apabila faktor lingkungan
sudah baik. Oleh karena itu perlu adanya penentuan faktor lingkungan dalam
menambahkan, hasil produksi yang diperoleh dari suatu tanaman dipengaruhi oleh
banyak faktor, faktor yang paling signifikan adalah faktor genotip dari tanaman,
faktor tersebut.
Sistem tumpangsari persyaratan yang harus dipenuhi diantaranya habitus
tanaman harus berbeda, sistem perakaran dangkal dan dalam; umur tanaman
genjah dan dalam; bentuk daun geometris erek dan geometris horizontal;
kebutuhan cahaya tinggi dan rendah; fase generatif berlainan, lebih awal atau
dan fisiologi antara lain kedalaman dan distribusi sistem perkaran, bentuk tajuk,
adalah tanaman dari lain famili dan yang memneuhi syarat-syarat yaitu berbeda
dalam kebutuhan zat hara, hama dan penyakit kepekaaan terhadap toksin dan
faktor-faktor lain yang mengendalikan yang sama pada waktu yang berbeda.
tanaman lain yang lebih pedek atau baru ditanam. Tanam sisip dapat
mikro, tanam sisip mendapatkan hasil yang lebih tinggi. Gardner et al. (1991)
auksin karena cahaya lebih sedikit pada tegakan yang ternaungi, karena
batang secara seragam; tetapi cahaya dapat menembus ke dalam dan akibatnya
akan merusak atau mengalirkan uksin ke arah lain dari yang terkena cahaya.
Akibatnya pemanjangan batang berjalan jauh lebih cepat di sisi yang jauh dari
cahaya. Reaksi ini memerlukan cahaya dengan intensitas rendah sekali, jadi
produksi yang berbeda. Waktu penyisipan sebagai faktor tunggal yang diteliti
mikro yang berbeda, dalam hal ini waktu penyisipan berpengaruh terhadap
intensitas cahaya yang diterima akibat adanya efek naungan dari tegakan
kekurangan cahaya akan mempunyai jumlah sel yang lebih sedikit dengan kondisi
habitus tanaman yang lebih tinggi daripada tanaman yang memperoleh banyak
memperhatikan waktu yang tepat untuk ditanam sesuai dengan umur panen dari
setiap tanaman yang ditanam. Menurut Bunyamin dan Aqil (2010), waktu tanam
dari tanaman sisip yaitu pada saat panen. Tanam sisip pada saat panen
mikro, tanam sisip pada saat panen mendapatkan hasil yang lebih tinggi.
baik pada tanaman, karena pupuk kandang mengandung unsur hara lebih
kompleks dan lebih tersedia selama siklus hidup tanaman, baik unsur hara mikro
dan makro lain selain unsur N, P, dan K. Selain pupuk kandang mampu
(1990) dalam penelitiannya adalah pemberian satu kali saat tanam atau dua kali
saat tanam dan satu bulan setelah tanam. Pupuk N dalam sistem tumpangsari yang
diletakkan didekat jagung baik yang ditabur maupun yang diletakkan dalam alur
masih tetap tersedia bagi kedelai atau diserap kedelai. Tumpangsari baris tunggal
kebutuhan nitrogen non legume tanpa membuatnya juga tersedia bagi legume.
Apabila pupuk diletakkan dalam alur, kedelai dapat menyerap pupuk N lebih
banyak daripada jika pupuk ditabur merata ke seluruh petak dan diaduk dengan
tanah lapisan atas. Ketersediaan pupuk N dan serapan pupuk N lebih tinggi jika
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada kegiatan praktikum pola tanam pada
tanaman semusim pada Tanaman Utama bahwa pada grafik yang terlampir
variabel tinggi tanaman utama dengan pola tanam tanaman sela 1 mst, sedangkan
tinggi tanaman paling rendah adalah pola tanam tanaman bersama. Hasil
daun tanaman utama dengan pola tanam monokultur paling tinggi dengan rata-
rata, sedangkan jumlah daun paling rendah adalah pola tanam sela 2 mst. Hasil
perbedaan waktu tanam pada tanaman utama diperoleh bobot tajuk tanaman
paling tinggi pada pola tanam sela 1 mst, sedangkan bobot tajuk tanaman paling
rendah pada pola tanam monokultur. Hasil pengukuran variabel bobot akar
berdasarkan grafik didapatkan bahwa bobot akar tanaman paling tinggi pada pola
tanam sela 2 mst, sedangkan bobot akar tanaman paling rendah pada pola tanam
didapatkan bahwa bobot tanaman paling tinggi pada pola monokultur, sedangkan
bobot tanaman paling rendah pada pola tanam bersama. Hasil diatas menunjukkan
bermanfaat untuk memperkecil terjadinya kompetisi pada tanaman. Hal ini sesuai
menurut Surtinah et al. (2016), tumpangsari dari dua jenis tanaman menimbulkan
interaksi, akibat masing-masing tanaman membutuhkan ruangan yang cukup
sistem tumpang sari ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Sistem tumpang
karena itu untuk mengurangi kompetisi itu maka perlu pengaturan waktu tanam
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada kegiatan praktikum pola tanam pada
tanaman semusim pada tanaman sela hasil pengukuran variabel tinggi tanaman
berdasarkan grafik didapatkan bahwa tinggi tanaman paling tinggi pada pola
tanam tanaman monokultur 5 mst, sedangkan tinggi tanaman paling rendah pada
pola tanam tanaman sela 2 mst. Hasil pengukuran variabel jumlah daun
tanaman sela diperoleh jumlah daun tertinggi pada pola tanam sela 2 mst,
sedangkan jumlah daun terendah pada pola tanam bersama. Hasil pengukuran
variabel bobot tajuk berdasarkan grafik didapatkan bahwa bobot tajuk tanaman
paling tinggi pada pola tanam tanam bersama, sedangkan bobot tajuk tanaman
paling rendah pada pola tanam sela 2 mst. Hasil pengukuran variabel bobot akar
berdasarkan grafik didapatkan bahwa bobot akar tanaman paling tinggi pada pola
tanam sela 1 mst, sedangkan bobot tajuk tanaman paling rendah pada pola tanam
didapatkan bahwa bobot tanaman paling tinggi pada pola tanaman bersama,
sedangkan bobot tanaman paling rendah pada pola tanam sela 2 mst. Hasil
tersebut menyatakan bahwa pada pola tanam monokultur sela merupakan sistem
yang mendapatkan hasil produktifitas yang rendah dibanding dengan tanam
bersama. Menurut Sektiwi et al. (2013), perlakuan model tanam dan waktu tanam
terhadap seluruh parameter pengamatan. Hal ini disebabkan karena dalam sistem
Sesuai dengan pernyataan Guritno (2011) bahwa sistem tanam tumpangsari dapat
permukaan kanopii daun dan sistem perakaran antara tanaman yang diusahakan
A. Kesimpulan
digunakan teknik yang tepat. Pola tanam jenis ini harus memperhatikan waktu
tanam dan jarak tanam agar mendapatkan hasil yang lebih optimal.
Bunyamin, Z., dan M. Aqil. 2010. Analisis iklim mikro tanaman jagung (Zea
mays. L) pada sistem tanam sisip. Prosiding Pekan Sereralia Nasional, 294-
300.
Gardner, F.P., R.B. Pearce and R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Jouyban, Z. 2012. The Effects of Salt Stress on Plant Growth. Engineering and
Applied Sciences, 2(1): 7-10.
Prasetyo, E. I. Sukardjo dan H. Pujiwati. 2009. Produktivitas lahan dan NKL pada
tumpang sari jarak pagar dengan tanaman pangan. Jurnal Akta Agrosia,
12(1): 51 – 55.
Rosya, A., dan Winarto. 2013. Keragaman komunitas fitonematoda pada sayuran
lahan monokultur dan polikultur di Sumatera Barat. Jurnal Fitopatologi
Indonesia, 9(3): 71-76.
Sektiwi, A. T., N. Aini, dan H. T. Sebayang. 2013. Kajian model tanam dan
waktu tanam dalam system tumpangsari terhadap pertumbuhan dan
produksi benih jagung. Jurnal Produksi Tanaman, 1(3): 59-70.