Anda di halaman 1dari 40

PENGARUH PEMBERIAN UREA BERBAGAI DOSIS UNTUK

MENGETAHUI PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN


JAGUNG MANIS (Zea mays L. Saccharata)

LAPORAN PRAKTIKUM
Dasar Agronomi (AGT 200)

Oleh :
Nurvi Selvi Arviani
A.2010976
Perlakuan Petak N0 (V)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS DJUANDA
BOGOR
2022
I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang digemari oleh
masyarakat Indonesia. Rasanya yang manis dan kandungan karbohidrat, lemak
serta protein membuat komoditas pertanian yang satu ini terus mengalami
peningkatan angka konsumsi dan permintaan jagung manis.
Peningkatan angka konsumsi dan permintaan ini tentunya ikut
memengaruhi pertumbuhan produksi jagung yang diikuti dengan pertumbuhan
luas panen sejak tahun 104-2018 sekitar 11,13% per tahun, serta pertumbuhan
produktivitas sebesar 1,575 per tahun. Di Indonesia, ada sekitar sepuluk
provinsi yang manjadi sentra dengan penguasaan sekitar 85% produksi
nasional. Bahkan di tahun 2018, Indonesaia tercatat tiga kali melakukan ekspor
jagung. Hal ini tentunya menjadi salah satu peluang besar bagi para produsen
jagung karena pangsa pasar yang terbuka lebar (BKPKP 2018).
Perlu kita ketahui untuk dapat memenuhi konsumsi masyarakat serta
ekspor jagung, tentunya para petani perlu memerhatikan beberapa kondisi yang
dapat menurunkan produktivitas tanaman, salah satunya penggunaan pupuk
bagi tanah. Menurut Badan Pusat Statistik (2020), menjelaskan bahwa
penggunaan pupuk tentunya dapat memperbaiki struktur dari tanah serta
menutrisi tanaman. Pada lapangan, pupuk anorganik lebih banyak digunakan
dibandingkan pupuk organik dalam budidaya tanaman jagung. Pupuk yang
banyak dipakai adalah pupuk urea.
Respon tinggi terhadap pemupukan merupakan salah satu ciri dari
tanaman jagung. Unsur hara N menjadi usur pokok dalam budidaya tanaman
jagung manis. Jika unsur hara N tidak dapat terpenuhi akan menganggu proses
pertumbuhan tanaman sehingga tanaman akan menjadi kerdil, daunnya
menguning serta hasil panen menjadi rendah. Apabila penerapan teknologi
tidak sesuai akan menyebabkan kehilangan N dalam tanah sekitar 40%. Agar
keberadaan N tidak menghilang, diperlukan bahan organik sehingga N yang
terlarut dalam air dapat dipertahankan dengan kemampuan bahan organik yang
dapat menahan air dan kation-kation dalam tanah.
Dosis pupuk yang tepat dalam budidaya juga penambahan kompos
dapat meningkatkan kandungan hara tanaman terutama pada tanaman kering
sehingga ketersediaan hara bagi tanaman jagung dapat tercukupi (Mulyani
2006).
A. Tujuan Praktikum
Penanaman jagung manis dengan pemberian berbagai dosis urea
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan serta hasil dari
tanaman jagung manis.
B. Manfaat Praktikum
Manfaat dari pelaksanaan praktikum ini, yaitu mahasiswa mampu
menganalinis dari hasil pengamatan yang dilakukan mengenai dosis urea yang
baik bagi tanaman jagung untuk hasil panen yang optimal.
II.TELAAH PUSTAKA
A. Sejarah Tanaman
Tanaman jagung pertama kali dikenal oleh bangsa Indian Amerika pada
tahun 1779. Tanaman ini merupakan jenis tanaman yang mempu bertahan pada
iklim sedang hingga panas. Dalam buku harian Columbus, jagung merupakan
makanan pokok bagi masyarakat miskin di Amerika. Seiring dengan
berjalannya waktu, jagung mulai menyebar ke berbagai penjuru dunia dan
memiliki banyak jenis serta dibuat menjadi berbagai olahan (Rochani 2007).
Di Indonesia sendiri, jagung manis mulai dikenal sejak tahun 1970-an
dan terus meningkat angka konsumsinya seiring dengan pertambahan
penduduk serta pola konsumsi nya (Syukur & Rifianto 2013).

B. Klasifikasi
Klasifikasi tanaman jagung manis menurut Sepriliyana (2010) sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledon
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Zea
Spesies :Zea mays Saccharata
C. Morfologi
Tanaman jagung termasuk jenis tumbuhan berbunga atau antophyta.
Tanaman ini memiliki biji berkeping satu dan berkembangbiak menggunakan
biji (spermatophyta). Tanaman jagung memiliki akar serabut dengan batang
yang tumbuhan memanjang disebabkan tidak mengalami pertumbuhan
sekunder karena tidak berkambium. Sistem penulangan daun tanaman ini
adalah lurus dan sejajar dengan daun berbentuk pita tipis dan panjang.
Tanaman ini memiliki bunga yang kecil dan ringan dengan serbuk sari yang
banyak. Penyerbukan jagung biasanya dibantu oleh angin (Rochani 2007).
D. Syarat Tumbuh
Dataran tinggi dan dataran rendah pada lahan tegalan atau lahan sawah
dapat dijadikan tempat untuk membudidayakan tanaman jagung. Ketinggian
dataran antara 1000-1800 m dpl dengan ketinggian optimum antara 50-600 m
dpl. Tanah yang baik untuk budidaya tanaman jagung berkisar 5,6-7,5 dan suhu
optimal yaitu 21-34̊ C. penanaman tanaman jagung perlu memerhatikan curah
hujan serta penyebarannya karena tanaman ini membutuhkan air sekitar 100-
140 mm/bulan. Jagung juga memerlukan tanah yang subur agar dapat
berproduksi dengan baik. Hal ini dikarenakan tanaman ini membutuhkan unsur
hara terutama nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) dalam jumlah yang
banyak (Badan Ketahanan dan Penyuluhan Pertanian Aceh 2009).
E. Kandungan Gizi
Biji jagung merupakan salah satu tanaman yang kaya akan karbohidrat
yang sebagian besarnya berada pada endospermium. Karbohidrat ini pada
dasarnya berbentuk pati dan berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada
setiap jenis jagung pati ini tentunya memiliki takaran campuran yang berbeda-
beda dan tidak banyak memengaruhi kandungan gizi, akan tetapi lebih
berpengaruh dalam pengolahannya sebagai bahan pangan. Pada jagung manis,
kandungan amilopektin lebih rendah tetapi mengalami peningkatan
fitoglikogen dan sukrosa (KEMENDAG 2002).
F. Manfaat
Jagung manis memiliki manfaat bagi kesehatan karena kaya gizi karena
mengandung karbohidrat, lemak, dan beberapa vitamin serta mineral. Jagung
manis memiliki indeks glikemik (IG) rendah terutama dalam bentuk jagung
manis rebus dan tumis. Berbeda dengan jagung manis bakar yang miliki indeks
glikemik yang lebih tinggi disebabkan karena proses pengolahan yang
diperkirakan menjadi penyebab tingginya indeks glikemik dibanding olahan
rebus dan tumis. Pemilihan pangan dengan nilai IG rendah dapat bermanfaat
untuk menjaga kestabilan gula darah dan juga dapat dijadikan pilihan untuk
menurunkan ataupun menjaga kestabilan berat badan. Pangan dengan nilai IG
rendah sangat direkomendasikan untuk mempertahankan kesehatan (Syukur &
Rifianto 2013).
G. Teknik Budidaya
Menurut Kementrian Pertanian (2010), teknik budidaya tanaman jagung
manis mencakup langkah-langkah, sebagai berikut :
a. Penyediaan benih
Rangkaian ini merupakan kegiatan penyediaan benih jagung manis
yang bermutu dari varietas yang dianjurkan dalam jumlah yang cukup dan
pada waktu yang tepat. Untuk penanaman jagung manis dianjurkan untuk
memilih benih bermutu tinggi dengan daya kecambah di atas 80%,
memiliki adaptasi yang baik, vigor yang baik, murni, bersih dan sehat. Tak
hanya itu, pemilihan benih harus sesuai dengan iklim, musim tanam,
preferensi pasar dan hindari penggunaan benih yang kedaluarsa.
b. Persiapan lahan
Kegiatan ini yaitu mempersiapkan lahan yang sesuai untuk
pertumbuhan tanaman yang mencakup kegiatan persiapan dan pengolahan
lahan, pemupukan dasar dan pembuatan lubang tanam. Lokasi penanaman
dianjurkan pada lahan yang sebelumnya tidak ditanami oleh tanaman dari
family yang sama. Lahan dibersihkan dari sisa-sisa gulma dan dilakukan
penggemburan tanah. Lalu diberikan pupuk dasar (organik) yang sudah
matang 2 minggu sebelum tanam barulah diberi pupuk anorganik NPK 7-
10 sebelum tanam dengan cara disebar atau disiram. Pembuatan lubang
tanam secara zigzag atau dua baris berhadapan dengan jarak 80x20 cm
atau 75x25 cm untuk varietas berumur dalam dan 50x20 cm atau 50x10
cm untuk varietas berumur genjah.
c. Penanaman
Penanaman dilakukan pada pagi hari atau sore hari agar benih tidak
terpapar sinar matahari secara berlebihan dan dianjurkan untuk melakukan
penanaman di permulaan musim hujan atau pada saat musim hujan. Untuk
mendapatkan keseragaman benih, benih di rendam di dalam air dan ambil
benih yang tenggelam. Lakukan pemisahan waktu tanam antara benih
jantan dan benih betina.
d. Pengairan
Pemberian air ini disesaikan dengan kebutuhan tanaman.
Penyiraman di lakukan dari pakal batang tanaman menggunakna gayung.
Dilakukan sistem leb susia dengan kebutuhan tanaman dengan interval 1
minggu pada musim kemarau. Pada musim hujan, sistem drainase perlu
diperhatikan agar air dapat perjalan dengan lancar agar akar tanaman tidak
terendam terlalu lama.
e. Pemupukan
Dosis pupuk yang digunakan disesuaikan dengan dosis yang telah
dianjurkan. Waktu pengaplikasian pupuk dilakukan pada awal penanaman
dan pemupukan kedua dilakukan pada awal bunga betina keluar.
f. Penyulaman
Penyulaman dilakukan untuk mengganti benih yang mati atau tidak
tumbuh. Penyulaman dilakkan 7-10 hari setelah tanam.
g. Penyiangan
Kegiatan ini dilakukan untuk membersihkan lahan dari gulma-
gulma yang tumbuh yang menjadi saingan tanaman dalam penyerapan
unsur hara. Penyiangan dilakukan setelah tanaman memasuki umur 15
MST dan dilakukan pada waktu pagi atau sore hari. Pada saat penyiangan
diusahakan tidak menganggu perakaran tanaman karena di usia itu
perakaran masih belum kuat.
h. Pembumbunan
Kegiatan ini adalah menambahkan atau menaikkan tanah ke dekat
perakaran agar tanaman dapat tumbuh optimal. Pembumbunan dilakukan
pada masa pemupukan kedua.
i. Pengendalian OPT
Pengedalian ini dilakukan dengan sistem terpadu untuk
menurunkan populasi dari OPT serta intensitas serangannya agar tidak
merugikan baik secara ekonomis maupun bagi lingkungan.
H. Hama Penyakit
Jenis hama penyakit yang biasa menyerang tanaman jagung,
menurut Kementrian Pertanian (2010), antara lain :
a. Lalat bibit
Hama ini meletakkan telurnya di permukaan daun lalu setelah
menetas larva ini akan memakan daun, pangkal daun, dan pangkal
batang. Serangan dari larva lalat bibit ini menyebabkan munculnya
lubang-lubang di seluruh bagian tanaman dan dapat membuat batang
patah. Gejala lain serangan hama ini, yaitu daun berubah warna
menjadi kekuningan, bagian yang terserang mengalami pembusukan
dan tanaman menjadi layu dan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil
atau mati.
b. Ulat pemotong
Gejala serangan hama ini, yaitu tanaman terpotong pada
pangkal batang atau tangkai daun dan ditandain dengan adanya bekas
gigitan yang mengakibatkan tanaman muda roboh.
c. Penggerek batang
Sama seperti lalat bibit, serangga ini akan menaruh telur
mereka di atas permukaan daun lalu larvanya akan memakanbatang
jagung. Tanaman yang terserang hama ini memiliki ciri-ciri timbulnya
lubang pada batang. Selain menyerang batang, hama ini juga
menyerang rambut dan pucuk tongkol buah sehingga menurunkan
tingkat produksi dan menyebabkan gagal panen.
d. Ulat tongkol
Hama ini meletakkan telurnya di daun dan rambut tongkol.
Setelah menetas, telur ini berubah menjadi larva berwarna kuning
dengan kepala hitam. Ulat ini menyerang tongkol tanaman jagung,
sehingga tanaman manjadi busuk.
e. Ulat tanah
Telur hama ini diletakkan pada pangkal tanaman dekat
permukaan tanah. Ulat ini aktif pada senja atau malam hari dan
bersembunyi di permukaan tanah pada permukaan batang di siang
hari. Ulat ini menyerang beberapa bagian vital tanaman seperti batang
dan buah. Hama ini biasanya menyerang tanaman muda.
f. Penyakit bulai
Penyebab penyakit ini adalah cendawan dan menyebabkan
pertumbuhan tanaman terganggu dan tidak berbuah. Serangan yang
hebat menyebabkan tanaman berwarna putih.
g. Hawar daun
Penyakit ini ditandain dengan adanya bercak-bercak kuning
seperti karat daun. Penyakit ini banyak terjadi pada musim hujan
karena kurangnya sinar matahari.
h. Karat hara
Ditandai dengan warna daun yang pucat dan pertumbuhan
tanaman yang kerdil serta tidak menghasilkan buah.
I. Panen dan Pascapanen
Pemanenan dilakukan saat tidak hujan dan biasanya melakukan panen
pada usia 70-90 MST untuk hibrida serta 100-110 MST untuk nonhibrida atau
dengan tingkat kemasakan sebesar ± 80% (KEMENTAN 2010). Jagung yang
telah siap panen biasanya menunjukkan beberapa ciri fisik seperti daun jagung
atau klobot telah kering, berwarna kekuning-kuningan, dan ada tanda hitam di
bagian pangkal tempat melekatnya biji pada tongkol. Pemanenan yang
dilakukan sebelum atau setelah lewat masa masak fisiologis tanaman jagung,
akan memengaruhi kualitas kimia pada biji jagung sehingga kadar protein yang
terkandung akan menurut namun kadar karbohidratnya akan meningkat (Badan
Ketahanan dan Penyuluhan Pertanian Aceh 2009).
Setelah pemanenan jagung, perlu dilakukan proses lanjutan agar jagung
siap disimpan dan dipasarkan. Jagung akan dikupas saat masih menempel pada
batang atau setelah pemetikan. Hal ini dilakukan guna mejaga kadar air di
dalam tongkol dapat diturunkan dan kelembaban di sekitar biji tidak
menimbulkan kerusakan biji yang dapat menyebabkan tumbuhnya cendawan.
Pengeringan jagung dapat dilakukan secara alami atau buatan. Secara alami
biasanya jagung di jemur di bawah sinar matahari sekitar 7-8 hari sampai kadar
air dalam jagung berkisar 9-11%. Secara buatan jagung di keringkan dengan
suhu 38-430̊ C sampai kadar air turun menjadi 12-13%. Setelah jagung kering
dilakukan pemipilan serta penyortiran agar sesuai dengan permintaan pasar.
(KEMENDAG 2002).
III. METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilakukan pada bulan September sampai dengan
Desember 2022 dengan waktu pelaksanaan sebanyak satu minggu sekali pada
masa vegetatif dan tiga kali seminggu pada saat masa generatif.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini, yaitu cangkul, arit,
sprayer, ember, pengaduk, pipet, stick kayu, plang nama perlakuan dan bedeng,
tali rapia, meteran roll, meteran pita, kertas koran dan timbangan digital.
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini, yaitu benih
jagung f1 talenta, pupuk kendang, pupuk NPK, matador, amistratop dan
perekat
C. Pelaksanaan Praktikum
a. Pembersihan lahan
Pelaksanaan praktikum diawali dengan pembersihan lahan dari
gulma serta sisa-sisa tanaman sebelumnya, lalu menggemburkan tanah
untuk dibuat bedengan menggunakan cangkul.
b. Pemupukan Dasar
Panjang serta lebar bedengan diukur untuk nantinya dijadikan acuan
pemberian dosis pupuk. Pemberian pupuk kadang dilakukan pada setiap
bedeng dengan membentuk garis lurus pada tengah bedeng sesuai dengan
dosis anjuran. Untuk perhitungan dosis pupuk kandang, luas bedengan
berbeda hitungan karna tidak dibagi dengan perlakuan, maka luas lahan nya
7,38 m2 (12,3 m x 0,6 m). Perhitungan dosisnya :
𝟕,𝟑𝟖 𝐦𝟐
200 kg/ha = 𝐱 𝟐𝟎. 𝟎𝟎𝟎 = 𝟏𝟒, 𝟕𝟔 𝒌𝒈
𝟏𝟎.𝟎𝟎𝟎

c. Penanaman
Penanaman dilakukan satu minggu setelah pemupukan dasar. Pola
tanam dibuat saling berhadapan dengan pembuatan tugal atau lubang tanam
berkedalaman sekitar 5 cm diisi oleh dua benih. Jarak tanam yang digunakan
adalah 50 x 60 cm. Sebelum lubang berisi benih ditutup diberi furadan
terlebih dahulu.
d. Pemupukan Anorganik
Pemupukan anorganik pada perlakuan N0 dilakukan tanpa dosis dan
hanya menggunakan dosis P, K dan pupuk kendang dengan perhitungan
sebagai berikut :
Perhitungan Dosis Phospat = 200 kg/ha

𝟏,𝟒𝟕𝟔 𝐦𝟐
= 𝐱 𝟐𝟎𝟎 𝐤𝐠⁄𝐡𝐚 𝐱 𝟏. 𝟎𝟎𝟎 = 𝟐𝟗, 𝟓𝟐 𝐠𝐫𝐚𝐦⁄𝟏, 𝟒𝟕𝟔 𝐦𝟐
𝟏𝟎.𝟎𝟎𝟎

Perhitungan Dosis Kalium = 100 kg/ha


𝟏,𝟒𝟕𝟔 𝐦𝟐
= 𝐱 𝟏𝟎𝟎 𝐤𝐠⁄𝐡𝐚 𝐱 𝟏. 𝟎𝟎𝟎 = 𝟏𝟒, 𝟕𝟔 𝐠𝐫𝐚𝐦⁄𝟏, 𝟒𝟕𝟔 𝐦𝟐
𝟏𝟎.𝟎𝟎𝟎

e. Penyulaman
Penyulaman dilakukan pada MST 1 dengan menganti kembali benih
yang tidak tumbuh maupun yang mati.
f. Penyiangan
Penyiangan dilakukan setiap minggu guna menghindari perhambatan
tumbuhan karena merebutkan unsur hara dengan gulma yang tumbuh di
sekitarnya.
g. Pemanenan
Pemanenan dilakukan setelah 4 bulan masa panen yang dilakukan
pada akhir bulan Desember.
h. Denah Lahan
I N2 N3 N1 N0 N4
II N4 N3 N1 N0 N4
III N4 N0 N3 N2 N1
IV N2 N4 N3 N1 N0
V N4 N0 N2 N1 N3
VI N3 N4 N1 N0 N2
VII N0 N1 N2 N3 N4
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Pada praktikum kali ini, diperoleh hasil pengukuran N0 pada bedeng 5
secara vegetatif dan generatif yang disajikan dalam bentuk tabel. Data yang ada
di dalam table merupakan data yang sudah diolah dari data mentah sebelumnya

a. Data Vegetatif Tanaman Jagung


Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada MST 2 sampai MST 9
dengan cara pengukuran dari pangkal tanaman jagung sampai ujung daun
terpanjang. Setelah data diolah, diperoleh hasil bahwa tinggi tanaman terus
meningkat setiap minggunya dengan hasil pengukuran terakhir pada MST 9
sebesar 189,6 cm.

Tabel 1. Data Vegetatif Tinggi Tanaman Jagung

Minggu Setelah Tinggi


No Tanam Tanaman
(MST)
1 2 28,22 cm
2 3 37,4 cm
3 4 62,4 cm
4 5 84,7 cm
5 6 113,8 cm
6 7 142,7 cm
7 8 168 cm
8 9 189,6 cm
Keterangan : data sudah diolah (rerata) per MST

Pengukuran jumlah daun juga dilakukan pada MST 2 sampai MST 9.


Setelah pengolahan data, diperoleh hasil bahwa helai daun bertambah 1
helai setiap minggunya dan bertambah dua helai pada MST 6 dengan jumlah
11 helai. Jumlah helai daun konstan sejak MST 6 sampai MST 9 yaitu 11
helai.
Tabel 2. Data Vegetatif Jumlah Daun Tanaman Jagung

Minggu Setelah Jumlah


No Tanam Daun
(MST)
1 2 5 helai
2 3 6 helai
3 4 8 helai
4 5 9 helai
5 6 11 helai
6 7 11 helai
7 8 11 helai
8 9 11 helai
Keterangan : data sudah diolah (rerata) per MST

Pengukuran luas daun menggunkan metode gravimetri. Pengambilan


luas daun ini dilakukan saat tanaman jagung sudah memasuki masa
generatif atau berbunga dengan mengambil salah satu daun pada tanaman
jagung untuk melakukan pengukuran.

Tabel 3. Data Vegetatif Luas Daun Tanaman Jagung

No Keterangan Hasil
1 Panjang Kertas 98,7 cm
2 Lebar Kertas 14,54 cm
3 Luas Kertas 1445,46 cm2
4 Bobot Awal Kertas 6,6 gram
5 Bobot Akhir Kertas 4 gram
6 Jumlah Keseluruhan 868,2 cm2
Keterangan : data sudah diolah (rerata)

Pengukuran diameter batang diambil pada saat jagung memasuki masa


generatif dan hanya dilakukan satu kali saja,

Tabel 4. Data Vegetatif Diameter Batang Tanaman Jagung

No Sample Diameter
Batang
1 1 7 cm
2 2 6 cm
3 3 7 cm
4 4 6 cm
5 5 7 cm
Rata-Rata 6,6 cm
Keterangan : data hanya satu sehingga rerata di olah di tabel
b. Data Generatif Tanaman Jagung

Pengambilan data generatif berkelobot dilakukan setelah pemanenan


tanaman jagung pada akhir bulan Desember. Pengukuran dilakukan tanpa
memisahkan tongkol dan kelobotnya.

Tabel 5. Data Generatif Bekelobot Tanaman Jagung

No Keterangan Jumlah
1 Bobot Tongkol 410,2 gram
2 Panjang Tongkol 33,8 cm
3 Diameter 21,6 cm
4 Bobot Efektif 5,9 kg
Keterangan : data sudah diolah (rerata)

Sama halnya dengan pengambilan data generatif berkelobot bedanya,


pengambilan data dilakukan dengan memisahkan tongkol jagung dengan
kelobotnya. Dari table di bawah ini dapat kita ketahui dengan jelas bahwa
ada perbedaan yang nyata antara ukuran berkelobot dan tanpa kelobot

Tabel 6. Data Generatif Tanpa Kelobot Tanaman Jagung

No Keterangan Jumlah
1 Bobot Tongkol 283 gram
2 Panjang Tongkol 19,4 cm
3 Diameter 17,4 cm
Keterangan : data sudah diolah (rerata)

Setelah kelobot jagung dipisahkan dari tongkol, dilakukan


penimbangan kelobot per sample.

Tabel 7. Data Generatif Bobot Kelobot Tanaman Jagung

No Sample Jumlah
1 1 127 gram
2 2 112 gram
3 3 134 gram
4 4 93 gram
5 5 100 gram
Rata-Rata 113,2
gram
Keterangan : data hanya satu sehingga rerata di olah di tabel

Perhitungan jumlah biji dan baris tanaman jagung dilakukan dengan


beberapa teknik dan rumus guna mempermudah perhitungan biji dan baris.
Tabel 8. Data Generatif Jumlah Biji dan Baris Tanaman Jagung

No Keterangan Jumlah
1 Jumlah Baris 14 biji
2 Jumlah Biji per Baris 38 biji
3 Jumlah Biji per 543 biji
Tongkol
Keterangan : data sudah diolah (rerata)

B. Pembahasan
Setelah didapatkan hasil yang direpresentasikan oleh tabel pada bab
sebelumnya, dilakukan pembahasan lebih lanjut mengenai perbedaan hasil
pengukuran vegetatif dan generatif pada bedeng V dari lima perlakuan yang
berbeda. Pembahasan ini menitik beratkan perbedaan hasil pengukuran N0
dengan perlakuan N lainnya.
a. Fase Vegetatif
Fase vegetatif tanaman jagung dimulai dengan Fase Vegetatif
Awal (VA) setelah tanaman terlihat Fase VE (kecambah). Fase ini
berlangsung saat tanaman berumur 4-5 hari dalam kondisi lembab atau
berumur 14 hari setelah tanam dalam kondisi kering . Fase selanjutnya
adalah fase V1-V5 dimana jumlah daun yang terbuka sudah sempurna dan
berjumlah 3-5 daun. Fase ini terjadi ketika tanaman berumur 4-18 hari
setelah berkecambah (BPS 2020).
Fase V6-V10 berlangsung saat jagung berumur 18-35 hari setelah
berkecambah. Pada fase ini jumlah daun terbuka sempurna berkisar antara
6-10 daun dengan titik tumbuh sudah berada di atas permukaan tanah dan
perkembangan akar serta penyebarannya dalam tanah sangat cepat.
Pemanjangan batang juga meningkat dengan cepat pada fase ini. Fase
vegetatif yang terakhir adalah Fase V11-Vn dengan jumlah daun terbuka
sempurna berjumlah 11 sampai dengan daun terakhir 15-18 daun. Fase ini
berlangsung saat tanaman sudah mencapai umur 35-30 hari setelah
berkecambah. Tanaman tumbuh dengan cepat dengan akumulasi bahan
kering yang juga meningkat dengan cepat. Pada fase ini tanaman akan
sangat sensitive terhadap cekaman air dan kekurangan hara sehingga
kekurangan dua unsur ini akan memengaruhi hasil (Lee 2007).
1.) Tinggi Tanaman

DATA TINGGI PER PELAKUAN 9 MST


250

N0 N1 N2 N3 N4

200
TINGGI TANAMAN (cm)

150

201,4
206
198,8
193,6
189,6
100

180,4
177,4
181
172,4
162,4

168
148,2
146,5
151
142,7
123,7
117,2
116,4
113,8
110,3
95,9
92,3
50
87,6
84,7
82,6
71,1
69,8
63,3
62,4
58,5
42,4
37,4
36,6
35,4
41
29,5
28,2
20,9
24,5
16,8

0
MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST 9
Grafik 1. Data Rerata Tinggi Per MST
Berdasarkan data pada Grafik 1, menunjukkan bahwa perlakuan
dosis N0 pada MST 2 sampai MST 6 terus meningkat melampaui N1
(dosis 150 kg/ha) dan N3. Hal ini diduga diakibatkan oleh karakter dari
media tanam tanah inseptisol. Mulyani et. al (2001) dalam penelitiannya
menemukan adanya fluktuasi kadar N-amonium pada larutan tanah
inseptisol yang disebabkan oleh kadar liat dan KTK tinggi. Fluktuasi ini
menyebabkan terjadinya pengikatan serta pelepasan ammonium akibat
adanya proses keseimbangan. Pada MST 9 tinggi terendah dicapai oleh N0
dengan tinggi 189,6 cm. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kriswantoro
et.al (2016), didapatkan hasil terendah dari perlakuan kombinasi pupuk
prganik O2P1, dimana pupuk organic digunakan sekitar 3,75 kg/petak
tanpa pemberian pupuk NPK.

Perlakuan N0P4 (tanpa NPK dan pupuk organik 2 kg/1 m2)


mendapatkan rerata tinggi terendah sebesar 171 cm jika dibandingkan
dengan perlakuan N1P4, N2P4 dan N3P4 dengan rerata tingg 172 cm, 175
cm, dan 200 cm (Raksun et.al 2021).

Tabri (2010), dalam penelitiannya memperoleh hasil tinggi tanaman


jagung tanpa menggunakan pupuk N dan hanya menggunakan pupuk P
dan K memperoleh hasil tinggi tanaman sebesar 115,47 pada jagung
hibrida. Walaupun tidak memiliki tinggi yang lebih dibanding perlakuan
N lainnya, N0 tetap dapat tumbuh dengan selisih tinggi yang tidak terlalu
besar. Hal ini terjadi dikarenakan pengaplikasian pupuk P, K dan pupuk
organik. Solihin et al. (2019), menjelaskan perlakuan N dan P tunggal
tanpa dosis K bagi tanaman jagung memengaruhi tinggi tanaman jagung
menjadi lebih rendah dibanding dengan yang menggunakan dosis K.

2.) Jumlah Daun

DATA JUMLAH DAUN PER PELAKUAN 9 MST


N0 N1 N2 N3 N4

14

12

10

8
12,6
12,4

12,2
11,8
11,6

11,6

11,6

11,6

11,6
12

6
11,4
11,4

11,4

11,4
11,2

11,2

11,2
11,1

10,8
10,6

11
10,2
10
10
9,2

9,2
8,6
8,4
8,2
7,8

4
6,8
6,6

6,6
6,4
6
5,4
5,2
4,6
5
5

0
MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST 9

Grafik 2. Data Vegetatif Jumlah Daun Per MST


Pada Grafik 2 diperoleh data terjadi kenaikan rata-rata jumlah daun
pada setiap perlakuan di MST 2 sampai MST 7 dan terjadi penurunan pada
MST 8 lalu naik kembali di MST 9. Hal ini dipengaruhi oleh faktor
lingkungan yaitu angin. Terpaan angin yang kencang membuat beberapa
daun jagung patah. Beberapa daun di bagian pangkal batang juga
mengering dan digantikan dengan daun baru.

Aprilyanto et. al (2016) menjelaskan bawah pemberian dosis NPK


dengan dosis 350 kh ha +225 kh ha + 150 kg dengan tingkat populasi
tanaman 40.000 lebih tinggi dalam meningkatkan jumlah daun pada
tanaman jagung dibanding dengan dosis rekomendasi (250 kg/ha + 220
kg/ha + 100/kg ha). Pada MST 9 N0 terbilang mendapatkan nilai yang
tinggi dengan rata-rata jumlah daun sebesar 11,8 walaupun tidak
menggunakan pupuk N. Penggunaan KCL dengan dosis 100 kg/ha
menghasilkan rata-rata lebih besar dibandingkan dengan KCL dosis
standar yaitu sebesar 13,73 pada MST 8 (Dona dan Guntoro 2008).

3.) Luas Daun

DATA VEGETATIF LUAS DAUN TANAMAN JAGUNG


1400
1149,4
1200
1000 868,2
800
533,2 555,1
600 479,9
400
200
0
N0 N1 N2 N3 N4

Grafik 3. Data Vegetatif Luas Daun Per Perlakuan


Berdasarkan Grafik 3 diperoleh hasil nilai tertinggi pada N1 (dosis
150 kg/ha) dan terlihat adanya perbedaaan yang cukup besar antara N1
(dosis 150 kg/ha) dan N0. Luas daun dipengaruhi oleh jarak tanaman dan
dosis pupuk pada umur 30,45, dan 60 MST. Pada usia tersebut terjadi
interaksi antara kedua faktor tersebut (Aprilyanto et. al 2016). Dona dan
Guntoro (2008) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa perlakuan dosis
pupuk K memiliki pengaruh terhadap peubah indeks luas daun. Pada
pemberian pupuk K hingga dosis 100 kg/ha terus mengalami peningkatan
namun menurun pada pemberian dosis K sebesar 200 kg/ha.
4.) Diameter Batang

DATA VEGETATIF DIAMETER BATANG TANAMAN


JAGUNG
6,8 6,6 6,6
6,6 6,4 6,4
6,4
6,2 6
6
5,8
5,6
N0 N1 N2 N3 N4

Grafik 4. Data Vegetatif Rata-rata Diameter Per Perlakuan


Pada Grafik 4 didapatkan hasil amatan bahwa N0 memiliki nilai
rata-rata yang sama dengan N3. Pada penelitian Raksun et. al (2021),
menyatakan bahwa pada perlakuan N0P4 (tanpa NPK dan pupuk organik
2 kg/1 m2) memiliki nilai terendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya
yang memiliki dosis N dengan P4 lainnya. Ia juga menyimpulkan bahwa
perbedaan dosis NPK dan pupuk organik sangat berpengaruh terhadap
diameter jagung manis. Hal ini berbeda dengan data yang disajikan dalam
Grafik 4. Perbedaan ini terjadi diduga karena adanya pencucian N dalam
tanah akibat curah hujan yang terbilang tinggi pada daerah penanaman
jagung. Mulyani (2001) mengatakan bahwa pupuk nitrogen merupakan
pupuk yang labil dan diperkirakan banyak hilang karena terbawa aliran
permukaan (run-off), menguap (volatilization), dan meresap ke bawah
(leching).

b. Fase Generatif
Fase generatif tanaman jagung dimulai dengan fase tasseling atau
fase pembungaan jantan pada umur 42-49 hari. Pada fase ini, tanaman
sudah mencapai tinggi yang maksimum dan mulai terjadi pengisian serbuk
sari. Fase selanjutnya adalah R1 (silking). Fase ini terjadi ketika tanaman
jagung sudah berusia 55-56 hari dimana rambut tanaman sudah muncul.
Terjadi penyerbukan ketika serbuk sari jatuh ke rambut tongkol dan
membuahi bakal biji sekitar 24 jam. Stress, kelembaban atay kekurangan
nutrisi akan membuat proses penyerbukan menjadi buruk. Penyerapan N
dan P pada fase ini juga berlangsung dengan cepat dan penyerapan unsur
K hampir selesai. Fase selanjutnya adalah R2 (blister) yang terjadi sekitar
12 hari setelah R1. Pada fase ini biji jagung berwarna putih dan
mengandung cairan bening. Terjadi perubahan warna rambut tongkol
menjadi gelap dan kering. Ukuran tongkol mendekati ukuran penuh.
Pengirigasian dapat dilakukan jika perlu guna memastikan kelembaban
yang cukup untuk produksi biji-bijian. Fase selanjutnya yaitu R3 (milk)
terjadi sekitar 20 hari setelah R1. Pada fase ini kernel jagung mulai
menguning pada bagian luar tetapi berisi cairan putih susu di bagian
dalamnya. Sebagian besar kernel juga sudah mulai tumbuh pada tongkol.
Tingkat stress pada R1, namun hasil pengurangan masih dapat terjadi
karena adanya pengurangan jumlah kernel yang akhirnya memengaruhi
berat kernel. Fase selanjutnya adalah R4 (dough) yang terjadi sekitar 26
hari setelah R1. Kernel mulai menebal dan konsisten dengan warna pucat
pada bagian dalamnya. Fase selanjutnya yaitu R5 (dent) yang terjadi
sekitar 36 hari setelah R1. Pada fase ini embrio benih sudah matang secara
morfologis dan sebagian besar kernel sudah penyok serta lapisan pati telah
terbentuk dan berkembang di bawah kernel. Tahap terakhir yaitu R6
(physiological maturity) yang terjadi 55 hari setelah R1. Pada fase ini
semua kernel telah mencapai berat kering maksimum dan garis pati telah
maju sepenuhnya ke kernel. Ujung dan lapisan hitam (black layer) sudah
terbentuk di bawah layer (Lee 2007, Ransom 2020).
1.) Data Berkelobot
a.) Bobot Tongkol

DATA BOBOT TONGKOL BERKELOBOT (gram)


480
463,8
454,6
460
440 427,2 431,6

420 410,2

400
380
N0 N1 N2 N3 N4

Grafik 5. Data Generatif Rata-rata Bobot Tongkol Berkelobot


Per Perlakuan
Berdasarkan data dari Grafik 5, diperoleh hasil bahwa
perlakuan N4 (dosis 600 kg/ha) dengan dosis 600 kg/ha memiliki hasil
bobot tongkol berkelobot tertinggi dan perlakuan N0 mendapatkan
hasil terendah.

Rachman et. al (2008) menyatakan adanya pengaruh nyata


terhadap bobot basah tongkol jagung dengan kelobot akibat dari
perlakuan kombinasi bahan organik dan pupuk NPK. Penelitian
Pusparini et al (2008) bobot tongkol berkelobot dengan dosis npk 400
kg/ha mendapatkan hasil 352,80 gram. Hidayah et al. (2016), dalam
penelitiannya juga menyatakan reaksi antara unsur hara dari urea dan
pupuk kandang ayam menyumbangkan unsur hara N dan P yang mana
kedua unsur tersebut sangat penting bagi proses pembentukan tongkol
dan juga pengisian biji.

Berat tongkol berkelobot juga dipengaruhi oleh bobot kelobot


itu sendiri. Menurut Dona dan Guntoro (2008) dalam penelitiannya
menjelaskan bahwa perlakuan dosis pupuk KCl memiliki pengaruh
terhadap peubah bobot brangkasan (kelobot).

b.) Panjang Tongkol

DATA PANJANG TONGKOL BERKELOBOT (cm)


60 54
49
50 44
39
40 33,8
30
20
10
0
N0 N1 N2 N3 N4

Grafik 6. Data Generatif Rerata Panjang Tongkol Berkelobot


Per Perlakuan
Berdasarkan Grafik 6, diperoleh data bahwa panjang tongkol
berkelobot pada perlakuan N0 memiliki nilai terendah. Pada
penelitian yang dilakukan Pusparini et al. menjelaskan bahwa
panjang tongkol terpanjang sekitar 22,77 cm dengan penggunaan
dosis NPK sebesar 400 kg/ha. Hal ini menunjukkan bahwa
penambahan N mempengaruhi panjang tongkol berkelobot.

c.) Diameter Tongkol

22,5 DATA DIAMETER TONGKOL BERKELOBOT (cm)


22 22
22
21,6
21,5
20,9 21
21

20,5

20
N0 N1 N2 N3 N4

Grafik 7. Data Generatif Rata-rata Diameter Tongkol Berkelobot


Per Perlakuan
Berdasarkan Grafik 7, diperoleh data terjadi fluktuasi diameter
tongkol berkelobot pada N0 sampai N4 (dosis 600 kg/ha). Mengacu
pada Grafik 7, adanya kenaikan serta turunnya diameter batang
berkelobot diduga karena adanya tongkol jagung yang panjang namun
diameternya rendah ataupun sebaliknya. Dugaan selanjutnya karena
lapisan dari kelobot tongkol yang berbeda-beda sehingga
menyebabkan fluktuasi yang tidak sesuai dengan kenaikan panjang
tongkol berkelobot Grafik 7.

Pupuk urea memiliki pengaruh terhadap bobot kering


brangkasan. Urea akan diserap oleh akar dalam bentuk nitrat atau
ammonium yang memiliki pengaruh dalam percepatan pertumbuhan,
antara lain pertambahan ukuran panjang atau tinggi tanaman,
pembentukan cabang dan daun baru yang diekspresikan dalam bobot
kering tanaman (Affandi et al. 2014). Surtinah (2005) menjelaskan
bahwa kelobot merupakan modifikasi dari daun.

Nilai N1 (dosis 150 kg/ha) dan N3 (dosis 450 kg/ha) yang


lebih kecil dibandingkan dengan N0 diduga terjadi karena unsur N
tidak terserap oleh tanaman karena adanya proses pencucian N oleh
air saat hujan.

d.) Bobot Petak Efektif

7
DATA BOBOT PETAK EFEKTIF BERKELOBOT (kg)
6,3
5,9
6
4,9 5
5 4,2
4
3
2
1
0
N0 N1 N2 N3 N4

Grafik 8. Data Generatif Bobot Petak Efektif Berkelobot Per


Perlakuan
Berdasarkan Grafik 8, diperoleh hasil bahwa perlakuan N0
lebih besar dibandingkan perlakuan N2 (dosis 300 kg/ha) sampai N4
(dosis 600 kg/ha) berbeda pada Grafik 5 dimana bobot tongkol
terkecil dimiliki oleh N0. Diduga bobot sampel memiliki bobot yang
berat namun dalam keseluruhan petak per pelakuan tongkol jagung
tidak sebesar bobot sampel sehingga bobot petak dengan perlakuan
N2 (dosis 300 kg/ha) sampai N4 (dosis 600 kg/ha) memiliki hasil yang
rendah.

Bobot petak efektif tentunya diperngaruhi oleh panjang serta


diameter jagung pertanaman. Mengacu pada Grafik 3, luas daun pada
perlakuan N2 (dosis 300 kg/ha) sampai N4 (dosis 600 kg/ha) lebih
kecil dibandingkan dengan luas daun dari perlakuan N0 dan N1 (dosis
150 kg/ha) sehingga proses fotosistesis menghasilkan hasil yang
rendah. Legwaila et al. (2013), dalam penelitiannya menjelaskan
bahwa hasil tanaman memiliki kaitan yang erat dengan laju fotosinteis
daun dan area daun yang aktif memiliki peran yang penting dalam
fiksasi karbon. Modifikasi daun dengan melakukan pemangkasan dan
menyisakan daun yang aktif dalam proses fotosintesis dapat
meningkatkan bobot tongkol dibanding tanpa melakukan
pemangkasan (Herlina dan Fitriani 2017).

2.) Data Tanpa Kelobot


a.) Bobot Tongkol

DATA BOBOT TONGKOL TANPA KELOBOT (gram)


320 313,6
307
310
300 294,6
287,6
290 283
280
270
260
N0 N1 N2 N3 N4

Grafik 10. Data Generatif Rat-raata Bobot Tongkol Tanpa Kelobot Per
Perlakuan
Berdasarkan data dari Grafik 11, bobot tongkol tanpa kelobot
tertinggi diperoleh oleh perlakuan N3 (dosis 450 kg/ha)dengan dosis
450 kg/ha dan bobot tongkol tanpa kelobot terendah adalah perlakuan
N0. Hal ini terjadi karena pada perlakuan N0 tidak dilakukan dosis N
dan hanya menggunakan pupuk kendang dan dosis P dan K sebesar 200
kg/ha dan 100 kg/ha. Dosis NPK 300 kg/ha menghasilkan bobot
tongkol tanpa kelobot sebesar 362 gram. Bobot ini lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan dosis 200 kg/ha dan 400 kg/ha
(Pusparini et. al 2018).

Pengaplikasian pupuk kandang sebesar 18 ton/ha pupuk


kandang ayam ditambah dengan 7,5 kg/ha KCl menghasilkan rerata
berat tongkol tanpa kelobot tertinggi dengan berat 158,25 gram
(Situmorang 2010). Subekti et al. (2008) juga menambahkan bahwa
pemberian dosis pupuk yang tepat sangat perlu dilakukan guna
menyeimbangkan unsur hara yang ada pada tanah sehingga nantinya
pertumbuhan dan perkembangan tanaman berjalan dengan baik.

Winaso S (2005) juga menambahkan bahwasanya dengan


peningkatan pupuk N juga ikut meningkatkan serapan unsur hara P
yang ada di dalam tanah karena pemberian pupuk kendang, bila
pertumbuhan generatif baik tentunya akan meningkatkan serapan yang
baik pula sehingga hasil atau bobot tanama jagung akan maksimal.

b.) Panjang Tongkol

DATA PANJANG TONGKOL TANPA KELOBOT (cm)


20
19,8
19,6
19,4
19,2
19
18,8
18,6
18,4
18,2
N0 N1 N2 N3 N4

Grafik 11. Data Generatif Rata-rata Panjang Tongkol Tanpa


Kelobot Per Perlakuan
Berdasarkan data Grafik 12, diperoleh hasil bahwa nilai N0 lebih
besar dibandingkan N4 (dosis 600 kg/ha). Hal ini terjadi diduga karena
patahnya daun sehingga harus dipangkas pada beberapa titik yang tidak
tepat mengakibatkan fotosintesis tidak berjalan dengan baik.
pemangkasan daun atas dapat mengurangi jumlah daun yang
berfotosintesis sehingga menyebabkan asimilat yang diterima oleh
tongkol juga berkurang sehingga panjang tongkol menjadi rendah
dibanding dengan tidak melakukan pemangkasan. Heidari (2012) juga
menyatakan bahwa intensitas pemangkasan daun bagian atas dapat
menurunkan panjang dan diameter tongkol jagung tanpa perlakuan
tanpa pemangkasan.
c.) Diameter Tongkol

DATA DIAMETER TONGKOL TANPA KELOBOT (cm)


19
18,4
18,5
18 17,8
17,6
17,4
17,5
17 16,8
16,5
16
N0 N1 N2 N3 N4

Grafik 12. Data Generatif Rata-rata Diameter Tongkol Tanpa


Kelobot Per Perlakuan
Berdasarkan Grafik 13, didapatkan data adanya penurunan
nilai pada diameter tongkol tanpa kelobot pada semua perlakuan. Hal
ini diduga terjadi karena adanya pengupasan lapisan kelobot sehingga
nilai diameter tongkol menurun. Asghari (2014) dalam penelitiannya
menjelaskan diameter tongkol dipengaruhi nyata oleh suplemen dari
nitrogen. Penerapan nitrogen dapat meningkatkan diameter tongkol
sebesar 6%. Nilai pada N2 (dosis 300 kg/ha) yang lebih kecil daripada
N0 diduga karena adanya hilang N akibat pencucian oleh air.
Nurmegawati et al. (2007) dalam penelitiannya menjelaskan, bahwa
sebagian N terangkut saat panen, sebagian kembali lagi menjadi
residu tanaman dan hilang melalui pencucian.

3.) Data Jumlah Biji dan Baris


a.) Jumlah Baris

DATA JUMLAH BARIS


16 15,8
15,5
15
14,4
14,5
14 13,8
13,6 13,6
13,5
13
12,5
N0 N1 N2 N3 N4

Grafik 13. Data Generatif Rata-rata Jumlah Baris


Berdasarkan Grafik 15, diperoleh data bahwa terjadi fluktuasi.
Pusparini et. al (2018) pada penelitiannya hasil tertinggi jumlah baris
ada pada dosis NPK 300 dengan hasil 15,90. Suratmini (2009)
mempekuat bahwa pupuk NPK di bawah 300 kh ha memiliki hasil yang
rendah dibanding dengan dosis 300 kg ha. Hal ini tentunya tidak serupa
dengan kejadian pada lapang dimana N0 memiliki nilai yang lebih besar
dibandingkan dengan dosis N1 (dosis 150 kg/ha) dan N2 (dosis 300
kg/ha).
Dugaan lainnya yaitu karena adanya naungan dari daun tanaman
yang berdampingan membuat fotosintesis tidak berjalan dengan baik
pada fase generatif sehingga jumlah baris pada tanaman berkurang.
Mengacu pada Grafik 2, perlakuan N2 (dosis 300 kg/ha) memiliki luasa
daun yang rendah. Hal ini juga memengaruhi hasil pengisian biji.
Surtinah (2005) menjelaskan terhambatnya perkembangan daun dapat
menyebabkan sempitnya permukaan untuk proses fotosintesissehingga
fotosintat yang dihasilkan juga lebih sedikit. Permukaan luas daun yang
lebih kecil juga mengakibatkan proses transpirasi yang sedikit sehingga
proses penyerapan hara oleh akar terbilang kecil.
b.) Jumlah Biji per Baris

DATA JUMLAH BIJI PER BARIS


39,6
40
38,2 38,2 38,4
38
36,2
36

34
N0 N1 N2 N3 N4

RATA-RATA SELURUH MST

Grafik 14. Data Generatif Rata-rata Jumlah Biji per Baris


Berdasarkan Grafik 16, data jumlah biji per baris nilai N0 lebih
besar dibandingkan dengan nilai N1. Hal ini diduga karena unsur P
dalam perlakuan N1 (dosis 150 kg/ha) kurang terserap dengan
sempurna pada masa generatif sehingga terjadi penurunan jumlah biji
per baris. Hidayah et al. (2016) menyatakan bahwa peranan unsur hara
N dan P seimbang pada masa vegetatif tetapi ketika memasuki masa
generatif peran P lebih dominan karena dibutuhkan dalam proses
pembentukan bunga, buah dan biji.

Selain itu dugaan lainnya yang menyebabkan hasil dari N1


(dosis 150 kg/ha) lebih kecil dibanding N0 adalah banyaknya daun
yang tidak aktif berfotosintesis atau ternaungi oleh daun tanaman
sebelahnya. Surtinah (2005), menjelaskan pemangkasan daun tanpa
diimbangi dengan pemberian Urea akan menurunkan berat kering biji
saat panen.

c.) Jumlah Biji per Tongkol

DATA JUMLAH BIJI PER TONGKOL


700
600,2
600 543 561,8
518,6
491,2
500

400

300

200

100

0
N0 N1 N2 N3 N4

RATA-RATA SELURUH MST

Grafik 15. Data Generatif Rata-rata Jumlah Biji per Tongkol


Berdasarkan Grafik 17, diperoleh data bahwa nilai perlakuan
N0 memiliki rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan N1 (dosis 150 kg/ha) dan N2 (dosis 300 kg/ha). Hal ini
terjadi diduga karena daun tua mulai tertutup oleh tajuk-tajuk di
atasnya sehingga nutrisi yang yang dihasilkan tidak terlalu banyak.
Pemangkasan daun yang tidak aktif melakukan fotosisntesis (tua)
akan mentransfer hasil asimilat lebih besar ke bagian tongkol.
Naungan dari bunga jantan juga diduga menghambat proses
fotosistesis pada daun aktif. Pada masa pembuahan akan membentuk
bakal biji dan setelah proses itu selesai, bunga jantan tidak lagi
memiliki peranan yang penting dann bahkan keberadaannya akan
menambah organ tanaman pengguna hasil fotosistesis dari daun.
Pemotongan 50% daun bawah dan bunga jantan meningkatkan bobot
pipilan kering per tanaman jagung dibandingkan tanpa melakukan
pemangkasan (Herlina dan Fitria 2017).

Surtinah (2005) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa


pemotongan bunga jantan (tasel) tanaman jagung memberikan hasil
bobot kering pipilan per tanamna lebih besar dibandingkan tanpa
melakukan pemangkasan. Hal ini terjadi diduga karena pemangkasan
menyebabkan fitohormon mengarahkan pertumbuhan ke bagian
cabang dan terhentinya asimilat ke bunga jantan sehingga asimilat
hanya dikirim ke bagian generatif yang membutuhkan yaitu biji.
V.SIMPULAN DAN SARAN/IMPLIKASI

A. Simpulan

Dari pembahasan mengenaik hasil praktikum dapat kita tarik


kesimpulan bahwa dosis N memengaruhi laju perkembangan dan pertumbuhan
fase vegetatif. Laju pertumbuhan dan perkembangan N0 ditopang oleh
kandungan N pada tanah serta interaksi antara KCL, P dan juga pupuk
kandang. Pada fase generatif, unsur hara yang berkerja baik dalam
pembentukan tongkol buah maupun pengisian biji adalah unsur N dan P.
Adanya fluktuasi pada setiap perlakuan dipengaruhi oleh fakor iklim hujan,
karena hujan menyebabkan unsur N mengalami proses pencucian dan hilang
terbawa aliran air. Kurangnya kadar N memengaruhi fisiologis tanaman
sehingga terhambatnya proses fotosistesis. Faktor iklim lain seperti angin juga
ikut andil dalam fluktuasi nilai yang terjadi pada setiap perlakuan.

B. Saran
Perlu dilakukan peninjauan ulang mengenai wilayah tanam guna
meningkatkan hasil tanaman. Selain itu perawatan serta pengamatan yang lebih
intensif perlu dilakukan agar hasil amatan tidak mengalami ketimplangan.
DAFTAR PUSKATA

Affandi A, Hamim H, dan Nurmauli N. 2014. Pengaruh Pemupukan Urea dan


Teknik Defoliasi pada Produksi Jagung (Zea mays L.) Varietas Pioneer 7.
Jurnal Agrotek Tropika. 2(1): 89-94.

Apriliyanto W, Baskara M, dan Guritno Bambang. 2016. Pengaruh Populasi


Tanaman dan Kombinasi Pupuk N, P, K pada Produksi Tanaman Jagung
Manis (Zea mays saccharate Sturt.). Jurnal Produksi Tanaman. 4 (6): 438-
446.

Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian Aceh. 2009. Budidaya Tanaman
Jagung. Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian. (On-line)
https://nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/modul/27-
Brosur%20Jagung1.pdf (Diakses pada 1 Februari 2022).

Badan Ketahanan Pangan Kementrian Pertanian RI (BKPKP RI). 2018. Pasokan


dan harga Pangan: Surplus, RI Ekspor Jagung. Badan Ketahanan Pangan
Kementrian Pertanian RI. (On-line) http://bkp.pertanian.go.id/detail-
kategori/detail-buku/buletin-pasokan-dan-harga-pangan-februari-2018
(Diakses pada 1 Februari 2022).

Badan Pusat Statistik (BPD). 2020. Analisis Produktivitas Jagung dan Kedelai di
Indonesia 2020 (Hasil Survei Ubinan). Badan Pusat Statistik. (On-line)
https://www.bps.go.id/publication/2021/07/27/16e8f4b2ad77dd7de2e53ef2/
analisis-produktivitas-jagung-dan-kedelai-di-indonesia-2020--hasil-survei-
ubinan-.html (Diakses pada 30 Januari 2022).

Dona J dan Guntoro D. 2008. Pengaruh Kalium Terhadap Pertumbuhan, Produksi


dan Kualitas Jagung Muda (Zea mys L.). Makalah Seminar. Departemen
Agronomi dan Holtilkultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Heidari H. 2012. Effect of Defoliation Intensity on Maize Yield Components and


Seed Germination. Life Science Journal. 9(4): 1591-1598.
Heidari, H. 2012. Effect of defoliation intensity on maize yield components and
seed germination. Life Science Journal. 9(4): 1594- 1598.

Herlina N dan Fitriani W. 2017. Pengaruh Presentase Pemangkasan Daun dan


Bunga Jantan Terhadap Hasil Tanaman Jagung (Zea mays L.). Jurnal
Biodjati. 2(2): 115-125.

Hidayah U, Puspitorini P, dan Setya A. 2016. Pengaruh Pemberian pupuk Urea dan
Pupuk Kandang Ayam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung
Manis (Zea mays Saccharata Sturt. L) Varietas Gendis. Jurnal Viabel
Pertanian. 10(1): 1-19.

Kementrian Perdagangan (Kemendag). 2002. Profil Komoditas Jagung.


Kementrian Perdagangan. (On-line) https://ews.kemendag.go.id/sp2kp-
landing/assets/pdf/120116_ANK_PKM_DSK_Jagung.pdf (Diakses 30
Januari 2022).

Kementrian Pertanian (Kementan). 2010. Standar Operasional Prosedur (SOP)


Jagung Manis. Kementrian Pertanian. (On-line)
https://kikp.pertanian.go.id/pustaka/uploaded_files/temporary/DigitalCollect
ion/N2NjYWRjZDMxMzFlY2EzOWNjMmFlZThlMTQ4Yzg2ZmVjZTU2
ZmI5Nw==.pdf (Diakses pada 1 Februari).

Kriswantoro H, Safriyani E, dan Bahri S. 2016. Pemberian Pupuk Organik dan


Pupuk NPK pada Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharate Sturt). Jurnal
Klorofil. 1(1): 1-6.

Lee C. 2007. Corn Growth and Development. (On-line).


https://graincrops.ca.uky.edu/files/corn/CornGrowthStages_2011.pdf
(Diakses pada 4 Februari 2022)

Legwila M, Mathowa T, dan Jotia E. The Effect of Defoliation on Growth and Yield
of Sorghum (Sorghum bicolor (L) Moench) variety – segaolane. Agricukture
and Biology Journal Of North America. 4 (6): 594-599.

Mulyani S, Suryadi S, dan Haryanto. 2001. Dinamika Hara Nitrogen pada Tanah
Sawah. Jurnal Tanah dan Iklim. 19: 14-24.
Pusparini G, Yunus A, dan Harjoko D. 2018. Dosis Pupuk NPK Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil jagung Hibrida. Jurnal Agrosains. 20 (2) : 28-33.

Rachman I, Djuniwatim dan Idris. 2008. Pengaruh Bahan Organik dan Pupuk NPK
Terhadap Serapan Hara dan Produksi Jagung di Inceptisol Ternate. Jurnal
Tanah dan Lingkungan. 10 (1): 7-13.

Rachman, I.A., S. Djuniwati, dan K. Idris. 2008. Pengaruh Bahan Organik dan
Pupuk NPK Terhadap Serapan Hara dan Produksi jagung di Inceptisol
ternate. Jurnal Tanah dan Lingkungan. 10: 7-13

Raksun A, Merta W, Mertha G, dan Ilhamdi L. 2021. Response of Sweet Corn (Zea
mays L. Saccharata) Growth on the Treatment of Organis and NPK Fertilizer.
Jurnal Biologi Tropis. 21 (1): 131-139.

Ransom J. 2020. Corn Growth and Management Quick Guide. (On-line).


https://www.ag.ndsu.edu/publications/crops/corn-growth-and-management-
quick-guide (Diakses pada 4 Februari 2022).

Rochani, S. 2007. Bercocok Tanam Jagung. Azka Press. Bogor. 60 hal.

Sepriliyana W. 2010. Analisis Potensi Hasil dan Kualitas Hasil Beberapa Varietas
Jagung (Zea mays L.) sebagai Jagung Semi (Baby Corn). Skripsi. Departemen
Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Situmorang R. 2020. Pengaruh Pupuk Kandang Ayam dan Pupuk Kalium (KCl)
pada Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis (Zea mays saccharata L.).
Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.

Solihin E, Sudirja R, dan Kamaludin N. 2019. Aplikasi Pupuk Kalium dalam


Meningkatkan Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea mays L.).
Jurnal Agrikultura. 30 (2): 40-45.

Suratmini P. 2009. Kombinasi Pemupukan Urea dan Pupuk Organik pada Jagung
Manis di Lahan Kering. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 28(2): 83.88.

Surtinah. 2005. Akibat Pemangkasan Tasel dan Daun di Bawah Tongkol Terhadap
Produksi Biji Jagung (Zea mays, L). Jurnal Buana Sains. 5(1): 65-73.
Surtinah. 2005. H9ubungan Pemangkasan Organ Bagian Atas Tanaman Jagung
(Zea mays, L) dan Dosis Urea Terhadap Pengisian Biji. Jurnal Ilmiah
Pertanian. 1(2): 27-35.

Syukur M dan Rifianto A. 2013. Jagung Manis. Penebar Swadaya Perum Bukit
Permai. Jakarta Timur. 130 hal.

Tabri F. 2010. Pengaruh Pupuk N, P, K terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung


Hibrida dan Komposit pada Tanah Inseptisol Endoaquepts Kabupaten Barru
Sulawesi Selatan. Prosiding Pekan Serelia Nasional. Balai Penelitian
Tanaman Serelia.

Valikelari F dan Asghari R. 2014. Maize Yield and yield Components Affected By
Defoliation rate and Applying Nitrogen and Vermicompost. Indian Journal
of Fundamental. 4(4): 396-403.

Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava
Media. Yogyakarta.
MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST 9
Perlakuan Sampel
Jml.Daun Tinggi Jml.Daun Tinggi Jml.Daun Tinggi Jml.Daun Tinggi Jml.Daun Tinggi Jml.Daun Tinggi Jml.Daun Tinggi Jml.Daun Tinggi
1 5 28,5 cm 7 37,0 cm 9 64,5 cm 9 95,0 cm 11 125,0 cm 11 156,5 cm 11 183,0 cm 12 203,0 cm
2 5 27,0 cm 6 45,0 cm 8 59,5 cm 8 81,5 cm 10 109,0 cm 12 134,5 cm 10 160,0 cm 12 186,0 cm
N0 3 5 25,5 cm 6 30,0 cm 8 64,0 cm 11 86,5 cm 12 124,0 cm 12 159,0 cm 12 182,0 cm 12 195,0 cm
4 5 33,0 cm 7 36,0 cm 7 55,0 cm 8 72,5 cm 11 95,0 cm 12 120,0 cm 11 145,0 cm 12 177,0 cm
5 5 27,1 cm 7 39,0 cm 9 69,0 cm 10 88,0 cm 12 116,0 cm 11 143,5 cm 11 170,0 cm 11 187,0 cm
1 5 24,0 cm 7 44,0 cm 10 76,0 cm 11 98,0 cm 11 127,0 cm 12 162,0 cm 12 194,0 cm 13 210,0 cm
2 5 24,0 cm 7 39,0 cm 9 47,0 cm 11 93,0 cm 12 122,0 cm 12 154,0 cm 11 183,0 cm 12 204,0 cm
N1 3 5 19,0 cm 5 38,0 cm 7 52,0 cm 10 72,0 cm 11 99,0 cm 13 138,0 cm 11 165,0 cm 12 193,0 cm
LAMPIRAN

4 5 19,5 cm 5 31,0 cm 8 53,0 cm 10 69,0 cm 11 96,0 cm 13 137,5 cm 10 165,0 cm 11 184,0 cm


5 5 18,0 cm 6 31,0 cm 8 64,5 cm 9 81,0 cm 11 107,5 cm 13 141,0 cm 12 180,0 cm 12 203,0 cm
1 5 17,0 cm 7 40,0 cm 8 70,0 cm 11 97,0 cm 13 121,5 cm 13 157,8 cm 10 183,0 cm 11 203,0 cm
Lampiran 1. Data Mentah Petak MST

2 5 26,2 cm 5 21,0 cm 6 47,0 cm 12 85,0 cm 12 118,5 cm 13 155,0 cm 11 185,0 cm 12 210,0 cm


N2 3 5 24,5 cm 7 36,0 cm 9 59,5 cm 9 73,5 cm 11 102,0 cm 12 134,0 cm 11 163,0 cm 11 183,0 cm
4 5 25,0 cm 6 35,0 cm 8 63,0 cm 9 85,0 cm 10 112,0 cm 12 146,0 cm 11 176,0 cm 11 205,0 cm
5 6 30,0 cm 7 45,0 cm 8 77,0 cm 9 97,3 cm 11 128,0 cm 12 162,0 cm 11 195,0 cm 11 206,0 cm
1 5 18,0 cm 7 45,5 cm 8 63,0 cm 10 101,0 cm 11 121,0 cm 11 157,0 cm 12 184,0 cm 13 203,0 cm
2 5 18,0 cm 7 46,0 cm 9 73,5 cm 9 88,5 cm 11 99,0 cm 12 132,0 cm 11 161,0 cm 11 185,0 cm
N3 3 5 18,0 cm 6 35,7 cm 9 73,0 cm 12 82,0 cm 12 139,0 cm 12 188,0 cm 11 176,0 cm 11 198,0 cm
4 3 14,0 cm 7 41,5 cm 10 73,0 cm 10 99,0 cm 13 123,5 cm 12 163,0 cm 11 190,0 cm 11 207,0 cm
5 5 16,0 cm 7 43,4 cm 10 73,0 cm 12 109,0 cm 11 136,0 cm 11 172,0 cm 12 194,0 cm 12 206,0 cm
1 5 28,3 cm 7 42,0 cm 8 67,5 cm 11 92,5 cm 12 119,0 cm 12 152,5 cm 12 183,0 cm 12 200,0 cm
2 4 24,5 cm 5 31,5 cm 8 56,5 cm 7 75,0 cm 10 82,5 cm 9 96,0 cm 10 105,0 cm 13 145,0 cm
N4 3 6 32,0 cm 7 45,0 cm 9 75,0 cm 11 98,5 cm 11 129,5 cm 13 169,5 cm 12 190,0 cm 13 209,0 cm
4 6 33,3 cm 7 46,6 cm 9 77,0 cm 10 97,0 cm 12 123,5 cm 11 160,0 cm 12 191,0 cm 11 205,0 cm
5 6 29,5 cm 7 44,7 cm 9 73,0 cm 11 98,5 cm 12 131,5 cm 12 163,0 cm 12 193,0 cm 12 209,0 cm
Lampiran 2. Data Mentah Luas Daun

DATA LUAS DAUN


PETAK 5
BOBOT BOBOT JUMLAH
LUAS
PANJANG LEBAR KERTAS KERTAS KESELUR
PERLAKUAN SAMPEL KERTAS
(cm) (cm) AWAL AKHIR UHAN
(cm2)
(gram) (gram) (cm2)
1 105 15,5 1627,5 7 4 930,0
2 104,5 12 1254 5 2 501,6
N0 3 79 11,2 884,8 4 4 884,8
4 105,5 13 1371,5 7 5 979,6
5 99,5 21 2089,5 10 5 1044,8
1 88,5 14 1239 7 6 1062,0
2 89,5 15 1342,5 5 5 1342,5
N1 3 93 16,5 1534,5 7 6 1315,3
4 86 11,5 989 5 4 791,2
5 103 16 1648 8 6 1236,0
1 96 14 1344 6 2 448
2 96,5 17,5 1688,8 8 4 844,4
N2 3 83 13 1079 5 2 431,6
4 78,5 15,5 1216,8 5 2 486,7
5 78,5 14,5 1138,3 5 2 455,3
1 78,5 15 1177,5 5 2 471
2 74 10,5 777 3 2 518
N3 3 78,5 14 1099 5 2 439,6
4 95 17 1615 7 4 922,9
5 78,5 13,5 1059,8 5 2 423,9
1 89 13 1157 5 2 462,8
2 78,5 14,5 1138,3 5 2 455,3
N4 3 92,5 11,5 1063,8 5 2 425,5
4 83 15 1245 5 2 498
5 90 15,5 1395 5 2 558
Lampiran 3. Data Mentah Diameter Batang

REKAPAN DIAMETER BATANG


BEDENG V
1 7,0 cm
2 6,0 cm
N0 3 7,0 cm
4 6,0 cm
5 7,0 cm
1 6,0 cm
2 7,0 cm
N1 3 6,0 cm
4 6,0 cm
5 7,0 cm
1 6,0 cm
2 7,0 cm
N2 3 5,0 cm
4 7,0 cm
5 7,0 cm
1 7,0 cm
2 6,0 cm
N3 3 7,0 cm
4 6,0 cm
5 7,0 cm
1 6,0 cm
2 5,0 cm
N4 3 7,0 cm
4 6,0 cm
5 6,0 cm
DATA BEDENG V
Bobot Panjang Diameter Bobot Bobot Panjang Diameter Jumlah
Tongkol Tongkol Tongkol Petak Tongkol Tongkol Tongkol Bobot Jumlah Biji Per
Jumlah
Perlakuan Sampel Berkelob Berkelob Berkelob Efektif Tanpa Tanpa Tanpa Kelobot Biji Per Tongkol
Baris
ot ot ot Bekelobot Kelobot Kelobot Kelobot (gram) Baris (baris x
(gram) (cm) (cm) (kg) (gram) (cm) (cm) biji)
1 483 31 23 342 19 18 127 15 42 630
2 384 33 21 256 20 16 112 13 43 559
N0 3 475 34 23 5,9 327 20 18 134 16 36 560
4 344 35 20 235 19 19 93 14 34 476
5 365 36 21 255 19 16 100 14 36 490
1 502 37 22 ,7 316 19 18 151 14 36 504
2 388 38 20,7 265 19 17 117 12 25 300
N1 3 382 39 21 6,3 277 18 18 87 14 35 476
4 384 40 20 250 20 17 103 14 43 588
Lampiran 4. Data Mentah Setelah Panen

5 480 41 22 330 20 19 142 14 42 588


1 410 42 22 290 19 17 99 14 37 518
2 491 43 23,6 327 20 17 146 15 39 585
N2 3 405 44 21 4,9 265 21 16 132 13 40 520
4 402 45 21 284 18 17 105 14 35 490
5 450 46 22,6 307 21 17 134 12 40 480
1 460 47 21,6 378 19 18 123 16 38 592
2 390 48 20,6 265 21 17 114 18 34 612
N3 3 468 49 20,6 5 319 18 19 135 16 38 608
4 425 50 21,7 258 18 16 147 14 41 574
5 530 51 24,7 348 19 18 172 15 41 615
1 512 52 23 334 21 19 168 14 39 663
2 202 53 17 137 14 15 58 12 30 312
N4 3 520 54 23 4,2 362 21 18 151 14 42 574
4 496 55 23 338 20 19 132 15 42 630
5 589 56 24 364 18 21 209 14 45 630
Lampiran 5. Foto Kegiatan

Anda mungkin juga menyukai