Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN FISIOLOGI TUMBUHAN

HORMON DAN REGULATOR PADA TANAMAN

Disusun Oleh:
Nurvi Selvi Arviani (A.2010976)

PRODI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS DJUANDA
2022
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Zat pengatur tumbuhan alau hormon (fitohormon) tumbuhan mcrupakan


senyawa organik bukan hara yang dalam jumlah scdikit dapat memacu,
menghambat dan dapat merubah proses lisiologi tumbuhan. Zat Pengatur Tumbuh
memberikan kontribusi penting dalam dunia pcrtanian. Pemahaman tcntang fungsi
dan peran hormon terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah hal
yang wajib untuk dipelajari karena penggunaan hormon tersebut harus dilakukan
dengan tepat.
Hormon tumbuhan adalah sekumpulan senyawa organik, baik yang terbentuk
secara alami maupun buatnn manusia. ZPT dalarn kadar yang sangat sedikit mampu
memberikan efek atau reaksi secara biokimia, fisiologis dan morfologis. ZPT
berfungsi untuk mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan maupun pergerakan
taksis tanaman dengan cara memacu, menghambat atau mengubahnya. ZPT bukan
termasuk hara atau nutrisi, perbedaan pada fungsi, bentuk maupun senyawa
penyusunnya.
Tumbuhan mampu memproduksi ZPT sendiri (endogen) untuk
mempengaruhi pertumbuhannya. Selain itu, tumbuhan juga bisa dipengaruhi oleh
hormon dari luar (eksogen). Hormon eksogen merupakan bahan kimia sintetik
buatan manusia yang memiliki peran sama seperti hormon endogen.
Terdapat 5 jenis ZPT alami yang dikenal secara luas, diantaranya auksin, sitokinin
giberelin, etilen, dan asam absisat (abscisic acid/ABA). Sedangkan dari yang
sintetis ada IAA, inhibitor, dan lain-lain. Dari 5 jenis itu kemudian dibagi lagi
menjadi 3 jenis berdasarkan sifatnya, yaitu:
1. Penghambat pertumbuhan: asam absisat (ABA) dan inhibitor
2. Pendukung peltumbuhan tanaman (positif): auksin, sitokinin, dan giberelin.
3. Pendukung maupun penghambat pertumbuhan: etilen
Auksin
Auksin merupakan zat pengatur tumbuh yang berperan dalarn pembesaran
sel, menstimulasi pembelahan sel dalam menginisiasi pembentukan akar adventif
dan juga berperan dalam pembelahan sel pada kambium. Pada konsentrasi tertentu,
auksin dapat mendorong fase perkembangan tetapi akan menghambat bila
konsentrasinya dinaikkan. Suatu konsentrasi yang mendorong pembesaran sel pada
pucuk mungkin dapat menghambat pembesaran sel pada akar dari turnbuhan yang
sama. Sifat kerja auksin ini bergantung pada kepekaan jaringan, konsentrasi auksin
endogen di dalam jaringan atau keadaan fisiologis lain dari jaringan.
Sitokinin
Sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang banyak didapatkan pada
organ muda terutarna ujung akar. Sitokinin berfungsi dalam memacu pembelahan
sel, menunda penuaan daun, dan meningkatkan aktivitas wadah penampung hara.
Selain itu, sitokinin juga memacu perkembangan kloroplas dan sintesis klorofil
sehingga proses penuaan dapat ditunda.
Giberelin
Seperti halnya auksin, peran giberclin pada tingkat sel dcngan cara
mempengaruhi sejumlah proses fisiologi yang belum dapat diterangkan secara
jelas. Pada beberapa peristiwa peran giberelin itu meningkatkan sintesis RNA dan
proteinPembentukan enzim hidrolase merupakan efek giberelin yang paling besar,
sehingga berbeda dengan auxin, giberelin mampu memacu penguraian bahan
organik cadangan misalnya pada biji Yang berkecambah atau kuncup dorman yang
tumbuh kembali. Peran giberelin terlihat nyata bila terdapat bersama dengan
hormon Iain, misalnya pembentukan enzim amilase pada perkecambahan biji
merupakan kerjasama giberelin dengan sitokinin.
Absisin (Asam Absisat)
Absisin menghambat sintesis RNA karena efek alosterik. Absisin juga
memacu produksi senyawa karbohidrat yang akan disimpan sebagai cadangan
makanan. Absisin menghambat kerja ATPase, sehingga transport zat hara pada
membran terhambat. Absisin juga menghambat masuknya ion K+ ke dalam sel
penutup stoma, sehingga stomata menutup. Absisin merupakan hormon yang
menyebabkan tumbuhan mampu mempertahankan diri terhadap kekeringan. Pada
jaringan tua, absisin memacu sintesis etilen.
Gas Etilen
Sifat etilen yang lipofil tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap enzim
atau protein struktural dan kromosom. Diduga hanya bagian membran plasma yang
bersifat lipid tempat kerjanya sehingga transport zat hara dan bahan organik pada
membran ini berubah. Etilen mampu menghambat transport auksin di dalam
parenkim. Proses ini menjadi penyebab terjadinya pengguguran daun dan buah.
Pengaruh etilen diduga juga berhubungan dengan persaingannya dengan C02 untuk
memperoleh titik ikat yang sama, sehingga etilen mampu mempengaruhi enzim
secara tidak langsung. Hal ini terlihat misalnya terjadinya pacuan etilen terhadap
aktivitas enzim fenilalanin amoniumlyase dan selulase di zona pengguguran pada
tangkai daun. Pengaruh pemberian etilen sangat berkurang bila pada saat yang
sama diberikan C02.
1.2 Tujuan
1. Melihat pengaruh radix dalam perkecambahan dan pertumbuhan akar
2. Untuk melihat bahwa sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang
berperan dalam perlambatan proses senescence
II TINJAUAN PUSTAKA

Asra., et al (2020) menjelaskan, hormon memiliki peran sebagai regulator


pertumbuhan yang sangat esensial. Hormon sendiri terbagi menjadi dua bagian,
yaitu hormon promoter sebagai perangsang pertumbuhan dan perkembangan suatu
tanaman (auksin, sitokinin, giberelin, dan etilen) dan hormon inhibitor sebagai
penghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan (asam asbsisat).
Pemberian hormon secara eksogen (dari luar) tidak selalu memberikan efek yang
positif terhadap tumbuhan, sebab hormone tersebut dapat menganggu
keseimbangan hormone endogen pada tumbuhan sehingga pemberian hormon perlu
diperhatikan tingkat konsentrasinya. Hormon terdiri dari beberapa jenis, antara lain:
1. Auksin
Hormon in pada awalnya hanya digunakan untuk menyebut
golongan senyawa kimia yang memiliki peran mendorong terjadinya
pemanjangan pada kuncup tanaman yang sedang berkembang. Istilah ini
kemudian dipergunakan untuk menyebut zat kimia yang meningkatkan
pemanjangan dari suatu koleoptil. Hormon auksin memiliki fungsi ganda
pada tanaman dikotil dan monokotil. Pembesaran dan pemanjangan sel di
bagian marismatematik dipicu oleh hormon auksin menyebabkan hormon
ini digolongkan ke dalam ZPT pengatur pertumbuhan dan perkembangan.
Auksin dapat dihambat kerjanya dengan penyinaran oleh matahari.
Beberapa macam hormon auksin, yaitu asam 4-kloroindoasetat (4-Kloro
IAA), asam fenil asetat (PAA) dan asam indolbutirat (IBA). Di tahun 1930
Went menemukan rumus kimia auksin dan dari hasil penemuannya tersebut
dibuatlah auksin sitesis seperi Nepthalen acetic acid (NAA), 2-methyl-4-
clorophenoxyaceric acid (MCPA) dan 2,4-dichloropenoxyacetic acid (2,4-
D), asam-3-amino-2,5- diklorobenzoat (kloramben/amiben), asam-4-
amino-3,5,6-trikloro-pikonat (tordon/pikloram).
2. Sitokinin
Sitokinin merupakan senyawa yang memiliki struktur seperti adenin
yang mana mampu memacu terjadinta pembelahan sel. Hormon ini juga
terdapat pada lumut, alga merah, dan alga coklat. Sitokinin terbagi menjadi
dua bagian, yaitu sitokinin alami (zeatin dan kinetin) dan sitokinin sintetik
(BAP, Thidiauzuron, dan 2-iP). BAP merupakan jenis sitokinin yang paling
sering digunakan dan akan berkerja aktif jika diberikan pada bagian tunas
(pucuk) dan akan mendorong proliferasi tunas.
3. Giberelin
Giberelin merupakan hormon yang memiliki pengaruh dalam proses
perkembangan dan perkecambahan pada suatu tanaman saat berkerjasama
dengan matahari. Giberelin mampu merangsang pembentukan enzim
amilase yang merupakan enzim yang berperan dalam pemecahan senyawa
amilum di dalam endosperm. Giberelin pertama klai ditemukan pada jamur
Giberella fujicuroi yang disebut giberelin A yang terdiri atas 6 jenis, yaitu
GA1, GA2, GA3, GA4, GA7 dan GA9.
4. Etilen
Etilen merupakan hormon tumbuhan yang secara general berbeda
dengan hormon auksin, sitokinin dan giberelin. Etilen berbentuk gas dengan
struktur kimia dari hormon yang lebih sederhana
5. Asam absisat
Asam absisat merupakan hormon yang berkeja menghambar
pertumbuhan dan bersifat antagonis dengan golongan hormon lainnya
teritama auksin dan giberelin. Asam absisat akan meningkat pada tanaman
ketika tanaman mengalami fase stress dan turun ketika stress tanaman
hilang.
III METODELOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum dilaksanakan pada tanggal 15 Juni 2022 pada pukul 13.00 WIB
bertempat di Laboratorium Universitas Djuanda Bogor
3.2 Alat dan Bahan
Untuk percobaan uji biologis radix pada pertumbuhan akar alat dan bahan yang
diperlukan, yaitu 105 biji kacang hijau 10 ml larutan baku radix, kertas
merang/saring dan 6 buah cawan petri
Untuk uji coba sitokinin dan senescence pada daun tanaman alat dan bahan yang
diperlukan, yaitu daun tanaman kondisi segar, radix dengan konsentrasi
0,0;0,01;0,1;1,0;10;100 mg/L, aquades, 5 cawan petri dan cork borer.
1.3 Metode Pelaksanaan
Pada praktikum kali ini 2,4-D dengan 100 ppm diganti dengan radix 900 ppm.
Untuk menurukan ppm dari radix dilakukan dengan cara 11 ml radix dicampur
dengan 100 ml air atau aquades.
1.3.1 Prosedur Uji Biologis Radix Pada Pertmbuhan Akar
1. Kertas saring diletakkan selembar pada setiap cawan petri dari 6 cawan petri
2. Dari larutan baku radix buat masing-masing 10 ml larutan-larutan radix
dengan konsentrasi sebagai berikut: 0,0; 0,01; 0,1; 1,0; 10; dan 100 mg/l
3. Cawan petri ditandai dengan angka 1 sampai dengan 6. Lalu 10 ml lanıtan
radix dituangkan ke dalam masing-masing cawan. Konsentrasi radix yang
ada pada masing-masing cawan dicatat.
4. 15 biji kacang hijau diletakan dalam masing-masing cawan petri. Lalu
disimpan di tempat gelap selama 5 hari
5. Pada akhir percobaan panjang akar primer setiap kecambah diukur. Setelah
itu dihitung panjang rata-rata pada masing-masing perlakuan
6. Buatlah grafik yang memperlihatkan hubungan antara konsnetrasi radix
dengan panjang akar primer sehingga dapat diketahui pengaruh dari
pemakaian radix dalam perrtumbuhan akar.
1.3.2 Prosedur Uji Sitokinin Pada Daun Tanaman
1. Potongan daun tanaman dipersiapkan dengan ukuran proporsional
menggunakan cork borer masing-masing 5 potongan daun untuk 5
perlakuan percobaan
2. Larutan perlakuan disiapkan yang terdiri dari aquades dan larutan kinetin (:
0,0; 0,01; 0,1; 1,0; 10; dan 100 mg/l) masing-masing 10 mL dalam cawan
petri
3. Larutan ditempatkan pada masing-masing potogan daun kemudian tutup
cawan petri agar jangan terjadi interaksi dengan lingkungan
4. Dilakukan pengataman perubahan warna daun selama satu minggu
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1 Hasil
1.1.1 Hasil Uji Biologis Radix Pada Pertmbuhan Akar
Tabel 1. Jurmlah Tumbuh dan Daya Berkecambah
Konsentrasi Jumlah Tumbuh Daya Berkecambah
0,0 12 80%
0,01 13 86%
0,1 11 73%
1,0 15 100%
10 15 100%
100 14 90%

Grafik 1. Rata-Rata Panjang Kecambah

Rata-Rata Panjang
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
0 0,01 0,1 1 10 100
Satuan mg/L

1.1.2 Hasil Uji Sitokinin Pada Daun Tanaman


Pada hasil uji sitokinin tidak terjadi perubahan warna daun dalam jumlah
besar. Pada perlakuan kontrol cairan mulai memasuki daun dan membuat daun
terlihat layu.
1.2 Pembahasan
Daya perkecambahan biji kacang hijau pada tiap perlakuan konsentrasi
terbilang sangat besar. Dapat kita lihat pada tabel 1 bahwa daya berkecambah dari
seluruh perlakuan memeperoleh rata-rata persentase 88%. Hal ini menunjukan
pengaruh dari giberelin yang meningkatkan daya kecambah pada biji kacang hijau.
Hal ini sejalan dengan Tetuko et., al (2015) yang menyatakan hormon giberelin 100
ppm mampu memberikan hasil terbaik dalam meningkatkan persentase
perkecambahan dan laju perkecambahan. Pemberian giberelin mampu
meningkatkan persentase perkecambahan sebesar 28% dan laju perkecambahan
45%.
Pada tabel 1 dapat dilihat konsentrasi 0,1 dan 10 mL radix mendapat
persentase daya berkecambah yang paling besar diantara yang lain. Penggunaan
konsentrasi giberelin dan lama perendaman biji berpengaruh nyata terhadap
perkecambahan, tinggi kecambah, dan panjang akar kecambah (Polhaipessy 2014).
Selain dipengaruhi oleh keberadaan giberelin pada ZPT radix, adanya
kandungan auksin pada ZPT ini juga ikut memengaruhi daya perkecambahan pada
biji kacang hijau. Pada grafik 1 juga dapat kita lihat bahwa kosentrasi 100 ml
memiliki rata-rata panjang kecambah paling tinggi diantara konsentrasi lainnya.
Adnan et al., (2017) menjelaskan konsentrasi auksin memiliki pengaruh yang nyata
terhadap daya berkecambah, potensi tumbuh, indeks vigor, tinggi kecambah dan
panjang akar benih. Tetuko et al., dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa
kombinasi antara giberelin 200 ppm dan auksin 100 ppm berpengaruh dalam
peningkatan tinggi tanaman.

Gambar 1. Kecambah Uji Radix


Pada praktikum ini pengukuran kecambah dilakukan dari ujung akar hingga
ke ujung batang dan tidak dilakukan pengukuran terkonsentrasi pada akarnya.
Meskipun tidak ada pengukuran panjang terkonsentrasi pada akar, penggunaan
radix secara nyata mampu meningkatkan panjang akar.
Gambar 2. Penampang Daun Uji Sitokinin
Pada pengamatan uji sitokinin terhadap perlambatan proses senescence
dihasilkan bahwa tidak terjadi perubahan warna daun secara jelas. Pada gambar 1
bagian yang dilingkari merupakan sampel kosentrasi kontrol. Terlihat bahwa air
mulai masuk ke dalam daun. Tidak adanya perubahan warna ini mengindikasikan
bahwa klorofil pada daun terkikis secara lambat. Kinetin merupakan ZPT yang
efektif dalam meninda senensen daun karena pemberian kinetin mampu
meningkatkan klorofil dan protein dalam daun segingga senesen tanaman dapat
diperlambat. Selain meningkatkan klorofil dan protein, peningkatan kosentrasi
kinetin mampu meningkatkan transpirasi tanaman. Penundaan senesen ini mampu
memperpanjang usia tanaman akan tetapi tidak mampu memperbaiki pertumbuhan
serta hasil pada beberapa tanaman terutama yang sedang mengalami fase
kekeringan (Faozi et al., 2006).
V KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan bahwa
konsentrasi 0,1 dan 10 ml merupakan konsentrasi dengan daya kecambah yang
paling tinggi diantara kosentrasi lainnya. Secara nyata, auksin dan giberelin mampu
meningkatkan daya kecambah, tinggi tanaman serta panjang akar. Pada uji sitokinin
dibuktikan bahwa penggunaan sitokinin mampu menunda proses senesen daun.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan. Juanda, R. Zaini, M. 2017. Pengaruh Konsentrasi Dan Lama Perendaman
Dalam Zpt Auksin Terhadap Viabilitas Benih Semangka (Citurullus Lunatus)
Kadaluarsa. Jurnal Agrosamudra. 4(1): 45-57.
Asra, R. Samarlina, A. Silalahi, M. 2020. Hormon Tumbuhan. UKI Press.
Faozi, K. Yudono, P. Indradewa, D. 2006. Penggunaan Sitokinin Untuk Menunda
Senesen Daun Tanaman Kedelai yang Mengalami Kekeringan Selama Fase
Reproduktif. Jurnal Ilmu Pertanian. 13(1): 64-76.
Polhaupessy, S. 2014. Pengaruh Konsentrasi Giberelin Dan Lama Perendaman
Terhadap Perkecambahan Biji Sirsak (Anonna muricata L.). Jurnal
Biopendix. 1(1): 71-76.
Tetuko, A. Parman, S. Izzati, M. 2015. Pengaruh Kombinasi Hormon Tumbuh
Giberelin dan Auksin terhadap Perkecambahan Biji dan Pertumbuhan
Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Mull. Arg.). Jurnal Biologi. 4(1): 1-11.

Anda mungkin juga menyukai