Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan pada tanaman tidak saja diatur oleh faktor lingkungan
tetapi juga oleh hormon. Hormon merupakan senyawa organik yang bekerja
aktif dalam jumlah yang sedikit sekali, ditransformasikan ke dalam seluruh
tubuh tumbuhan dan memepengaruhi pertumbuhan atau proses-proses
fisiologis lainnya. Dengan bantuan hormon, sel-sel tumbuhan dapat diubah
dari unit-unit yang bebas menjadi bagian-bagian yang saling berkaitan
dalam satu kesatuan organisme.
Hormon alami yang terdapat di dalam jaringan stek pada umumnya
kurang memadai. Selain itu aktivitasnya relatif lambat sehingga tidak dapat
langsung berfungsi dengan cepat untuk menginduksi pembentukan akar.
Oleh karena itu diperlukan penambahan hormon yang berasal dari luar
jaringan stek (Wilkins, 2009).
Peran hormon pada tumbuhan; (a) Mempengaruhi pertambahan
panjang batang, diferensiasi dan percabangan akar; (b) Mempengaruhi
pertumbuhan dan mendorong pembelahan sel, dan pertumbuhan secara
umum, mendorong perkecambahan, dan menunda penuaan; (c) Mendorong
perkembangan biji, perkembangan kuncup, pemanjangan batang dan
pertumbuhan daun, mendorong pembungaan dan perkembangan buah,
mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar; (d) Menghambat
pertumbuhan, merangsang penutupan stomata pada waktu kekurangan air,
mempertahankan dormansi.
Manfaat mempelajari hormon auksin banyak diaplikasikan dalam
pemberdayaan tanaman. Perannya sangat penting dalam menghasilkan
tanaman yang sesuai dengan kebutuhan manusia. Misalkan saja manusia
yang ingin mengkonsumsi manfaat buah-buahan seperti semangka namun
enggan untuk memilah-milah bijinya, maka peranan buah auksin membantu
memenuhi keinginan tersebut. Tidak hanya untuk mengurangi pertumbuhan
biji, namun fungsi utamanya justru memaksimalkan pertumbuhan. Tanpa

1
auksin, tumbuhan tersebut akan susah tumbuh. Sehingga hormon auksin ini
bisa digunakan para petani untuk meningkatkan hasil panennya (Soleh,
2013).
Untuk mengetahui proses cara kerja hormon terhadap pertumbuhan
tersebut dilakukan percobaan kali ini. Percobaan kali ini melibatkan
hormone auksin yang sengaja digunakan untuk merangsang pertumbuhan
akar pada tanaman lidah mertua.

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengamati efek perlakuan
hormon terhadap pertumbuhan akar tanaman.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Fitohormon dan Zat Pengatur Tumbuh


Fitohormon atau hormon tanaman adalah senyawa-senyawa organik
tanaman yang terbentuk secara alamiah yang dalam konsentrasi rendah
mempengaruhi proses-proses fisiologis. Proses-proses fisiologis terutama
mengenai proses pertumbuhan, diferensiasi dan perkembangan tanaman
(Fitriani, 2012).
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) merupakan persenyawaan organik
sintetis atau zat buatan manusia yang mempunyai sifat merangsang,
mengatur, mengubah atau menghambat suatu proses fisiologis dalam
tanaman. Zat pengatur tumbuh sangat diperlukan oleh tumbuhan sebagai
komponen medium pertumbuhan dan diferensiasi. Tanpa penambahan zat
pengatur tumbuh dalam medium, pertumbuhan sangat terhambat bahkan
tidak mungkin tidak tumbuh sama sekali. Pembentukan kalus dan organ-
organ ditentukan oleh penggunaan yang tepat dari zat pengatur tumbuh
tersebut. Zat pengatur tumbuh digunakan untuk memacu pertumbuhan
tanaman. Namun, di samping dapat memacu, zat ini pun dapat menghambat
pertumbuhan tanaman yang tidak dikehendaki.Penggunaan zat pengatur
tumbuh dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gugur bunga dan buah,
memperbaiki mutu buah, dan meningkatkan hasil buah (Setiadi, 2006).

2.2 Jenis-Jenis Fitohormon dan Zat Pengatur Tumbuh


Menurut Darmawan (1993), jenis-jenis dari fitohormon antara lain:
1. Auksin adalah fitohormon yang berperan dalam pertumbuhan ujung
tanaman. Auksin dapat ditemukan pada ujung tanaman, ujung akar, dan
bunga. Auksin dapat rusak jika terkena sinar matahari. Karena sisi
tanaman yang terkena matahari akan mengalami denaturasi auksin.
Sehingga pemanjangan selnya tidak sepanjang sel pada bagian yang
tidak terkena matahari.

3
2. Giberelin juga termasuk fitohormon pertumbuhan. Fitohormon ini sering
ditemukan pada biji, kuncup, ujung daun, dan ujung akar. Giberelin
memiliki fungsi antara lain sebagai perangsang pertumbuhan akar,
batang, dan daun, perkecambahan biji, menghentikan dormansi biji,
merangsang pertumbuhan kuncup dan pematangan serbuk sari, dan
perkembangan bunga pada spesies tertentu.
3. Sitokinin, sitokinin lebih cenderung berperan dalam pematangan
endosperma pada suatu tumbuhan. Fungsi lain dari sitokinin adalah
merangsang pertumbuhan embrio, pembelahan sel secara mitosis,
pematangan buah secara alami setelah dipetik dari pohon,
mempertahankan warna daun setelah dipetik dari tumbuhan, merangsang
pertumbuhan lateral atau sekunder, dan diferensiasi sel tumbuhan.
4. Etilen, etilen atau gas etilen memiliki fungsi mempercepat pematangan
buah, respirasi, dan pengguguran daun. Tempat pembentukan etilena
pada buah letaknya berbeda-beda. Ada yang diujung seperti buah
pepaya, ada yang dipangkal seperti buah mangga.
5. Asam Absisat, asam absisat adalah fitohormon yang bersifat inhibitor
atau menghambat. Asam Absisat menghambat pertumbuhan tumbuhan
dan juga merangsang dormansi biji. Namun hal ini dapat
menguntungkan pada tumbuhan yang hidup didaerah empat musim.
Darmawan (1993) juga menjelaskan tentang jenis-jenis ZPT, yaitu :
1. Atonik, atonik merupakan senyawa kimia, juga larutan pekat yang
berwarna kehitaman, tidak beracun sehingga tidak berbahaya bagi
manusia dan hewan, mempunyai bahan aktif "Nitro Aromatik".
2. Sitozime, sitozime dibedakan menjadi 3 jenis, yakni :
a. Sitozime soil+, fungsinya: meningkatkan kesuburan tanah, baik
kimia, fisik maupun biologis dan meningakatkan mikroorganisme
didalam tanah.
b. Sitozime seed+, fungsinya: meningkatkan perkecambahan biji atau
benih dengan tujuan agar perkecambahannya serempak dan
perakarannya kuat.
c. Sitozime crop+.

4
3. Legin (Leguminoceae Inokulant) legin mengandung bakteri rhizobium,
rhizobium menumpang hidup pada bintil akar tanaman kacang-
kacangan, sedangkan fungsi bakteri rhizobium adalah mengikat nitrogen
dari tanah. Legin tidak boleh dicampur pestisida karena dapat
membunuh bakteri rhizobium.

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Kerja Hormon


Hormon dapat dipengaruhi oleh cahaya dan suhu seperti pada hormon
auksin yang dihambat oleh adanya cahaya matahari selain itu, ada faktor lain
yang mempengaruhi kerja hormon yaitu kecepatan sintesis hormon dan
sekresi hormon dan kelenjarnya, sistem transportasi hormon di dalam
plasma (spesifik carrier protein), reseptor hormon khusus yang terdapat pada
organ sasaran yang berbeda dengan letak reseptornya, kecepatan degradasi
hormone, kecepatan perubahan hormon dari bentuk inaktif menjadi bentuk
yang aktif, dan jarak perubahan dari salah satu faktor di atas merupakan
perubahan dari jumlah aktivitas pada organ sasaran (Aqinime, 2011).

5
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum hormone tumbuh dilaksanakan pada hari Rabu, 18
September 2019 pukul 09.10-11.10 WIB bertempat di Laboratorium
Bioteknologi, Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum hormon tumbuh antara lain
cawan petri, gelas jar, gelas ukur, pipet tetes, spatula, gunting, dan polybag.
Bahan yang digunakan pada praktikum hormon tumbuh antara lain
hormon IBA, hormon NAA, lidah mertua, tanah, kohe, dan kompos.

3.3 Cara Kerja


Adapun cara kerja pada praktikum hormon tumbuh adalah sebagai
berikut :
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dibuat campuran tanah, kohe, dan kompos.
3. Dimasukkan campuran tanah, kohe, dan kompos ke dalam 4 polybag.
4. Dipotong lidah mertua sepanjang 18 cm dari bagian atas dan bagian
bawahnya dipotong berbentuk huruf V.
5. Disiapkan larutan kontrol (aquades) kemudian bagian bawah potongan
lidah mertua direndam selama 15 menit lalu dikeringkan juga selama 15
menit.
6. Ditimbang hormon NAA dan IBA seberat 0,02 gram sebanyak tiga kali.
7. Hormon NAA dan IBA yang telah ditimbang dioleskan di bagian bawah
potongan lidah mertua (hormon NAA dan IBA dalam bentuk bubuk) dan
didiamkan selama 15 menit.

6
8. Hormon NAA dan IBA yang telah ditimbang dibuat pasta dengan
diteteskan 2 tetes aquades, kemudian dioleskan pada bagian bawah
potongan lidah mertua, dan didiamkan selama 15 menit.
9. Hormon NAA dan IBA yang telah ditimbang dibuat dalam bentuk cair,
kemudian bagian bagian bawah potongan lidah mertua direndam selama
15 menit lalu dikeringkan juga selama 15 menit.
10. Keempat lidah mertua ditanam pada media tanam yang sudah disiapkan
dan dilakukan pengamatan terhadap jumlah akar dan panjang akar
setelah 3 mst.

7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Akar Lidah Mertua
Kelompok Perlakuan Jumlah Panjang Keterangan
(Hormon) Akar Akar (cm)
1 Kontrol 3 0,7 Tumbuh
NAA bubuk 0 0 Busuk
NAA cair 4 0,5 Tumbuh
NAA pasta 0 0 Busuk
2 Kontrol 0 0 Akar belum tumbuh
NAA bubuk 0 0 Busuk
NAA cair 12 1 Tumbuh
NAA pasta 0 0 Busuk
3 Kontrol 4 0,5 Tumbuh
NAA bubuk 0 0 Akar belum tumbuh
NAA cair 0 0 Akar belum tumbuh
NAA pasta 0 0 Busuk
4 Kontrol 19 1-2 Tumbuh
IBA bubuk 0 0 Busuk dan kering
IBA cair 7 0,5 Tumbuh
IBA pasta 0 0 Busuk
5 Kontrol 6 0,8 Tumbuh
IBA bubuk 0 0 Busuk
IBA cair 40 2,2 Tumbuh
IBA pasta 0 0 Busuk
6 Kontrol 16 0,2-1,2 Tumbuh
IBA bubuk 0 0 Busuk
IBA cair 37 0,3-1,7 Tumbuh
IBA pasta 0 0 Busuk

8
4.2 Pembahasan
Secara besar hormon tanaman mempengaruhi proses-proses fisiologi.
Proses-proses fisiologis yang dipengaruhi sebagaian besar ialah
pertumbuhan diferensiasi perkembangan termasuk pembungaan,
perkecambahan, pembiakan, dan lain-lain. Hormon biasanya aktif dalam
kosentrasi yang sangat kecil untuk mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Zat pengatur tumbuh di dalam sel akan berdifusi
dari sel satu ke sel yang lain melalui plasmodesmata hingga sampai ke sel
tujuan untuk menerima respon zat pengatur tumbuh tersebut. Peristiwa yang
diinisiasi oleh hormon secara umum dijelaskan dalam 3 tahap, pertama
penangkapan sinyal awal kedua jalur transduksidan induksi.
Pada praktikum ini dilakukan percobaan dengan menggunakan hormon
auksin golongan NAA dan IBA untuk memacu pertumbuhan akar tanaman
lidah mertua. Hormon auksin adalah satu hormon yang tidak terlepas dari
proses pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. Menurut Goerge
(1984), auksin di dalalm media berperan untuk merangsang pertumbuhan
kalus, merangsang permbesaran sel serta pertumbuhan akar dan mengatur
morfogenesis. Hal ini sejalan juga dengan pendapat Kusumo (1984) bahwa
salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan stek berakar yaitu dengan
memberikan hormon tumbuh sehingga dapat meningkatkan keberhasilan
pembiakan. Satu diantara hormon tumbuh yang sering digunakan adalah
IBA, adalah suatu hormon tumbuh guna merangsang perakaran dari
golongan auksin yang bersifat lebih baik dan efektif daripada jenis lainnya.
Heryana (2011) juga menyetujui bahwa auksin berperan dalam
pembentukan akar. Ia menyatakan bahwa auksin berperan mengatur
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, termasuk inisiasi akar lateral
dan respon gaya gravitasi. Fungsi auksin (IBA dan NAA) adalah
menginduksi kalus, mendorong perpanjangan sel, pembelahan sel,
differensiasi jaringan xilem dan floem, penghambatan mata tunas
samping, absisi (pengguguran daun), aktivitas kambium, dan
pembentukan akar atau tunas.

9
Pada percobaan yang dilakukan dengan perbanyakan daun stek adalah
perbanyakan vegetatif dengan cara memotong daun tanaman menjadi lalu
ditanam pada media tanam. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
keberhasilan stek dengan menggunakan tambahan hormon auksin NAA dan
IBA. Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan pertumbuhan stek
yaitu media perakaran, suhu, kelembapan, dan cahaya. Media perakaran
berfuungsi sebagai pendukung stek selama pembentukan akar, memberi
kelembapan pada stek, dan memudahkan aerasi. Selanjtunya adalah faktor
dari dalam tanaman. Kondisi fisiologis tanaman mempengaruhi penyetekan
adalah umur bahan stek, jenis tanaman adanya tunas, dan daun muda pada
stek dan zat pengatur tumbuh.
Pada pengamatan yang dilakukan, hasil menunjukkan bahwa beberapa
tanaman lidah mertua mengalami pembusukan, kekeringanm dan layu pada
saat dicabut dari media tanam. Hal ini tidak sesuai dengan literatur dan
penelitian para ahli baik penggunaan hormon IBA dan NAA. Hal ini
diperkuat dengan pendapat Sulastiana (2007) bahwa penggunaan IBA
mampu meningkatkan jumlah akar primer dan sekunder setelah 2 bulan
diaktimasi. Dengan penambahan auksin IBA dari luar maka auksin di dalam
tanaman menjadi lebih tinggi sehingga pertumbuhan akar menjadi lebih
cepat. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Sherrington (1996), bahwa
apabila di dalam tanaman perbandingan kosentrasi auksin lebih besar dari
sitokinin maka akan mengakibatkan stimulasi pada pembentukan akar. Dari
praktikum yang dilakukan diduga karena IBA dan NAA yang digunakan
terlalu rendah atau sedikit sehingga akar tidak terpacu untuk pertambahan
akar. Penurunan konsentrasi hormon IBA dan NAA bisa terjadi karena
penambahan air (pada lidah mertua yang direndam dalam media hormon
NAA dan IBA dalam bentuk cair) yang terlalu banyak sehingga kosentrasi
IBA dan NAA menurun. Menurut Lakitan (1995) pengaplikasian IBA dan
NAA yang terlalu tinggi dapat menghambat pertunasan, sedangkan bila
terlalu rendah hormon auksin ini tidak efektif untuk merangsang
pertumbuhan akar.

10
Pembusukan pada bagian potongan juga dipengaruhi oleh pemilihan
tempat pemotongan yang sembarangan. Seharusnya memilihan tempat
pemotongan harus berada di bawah dekat perakaran. Faktor lainnya juga
menyebabkan gagalnya pertumbuhan akar pada stek daun lidah mertua
adalah pemberian air yang berlebih pada tanah sehingga menyebabkan
bagian bawah stek lidah mertua busuk. Faktor human error yaitu karena
tidak terontrolnya tanaman dalam pemberian air dan pelakuan di
lingkungannya yang kurang tepat. Menurut Syahid (2014) faktor lain yang
mempengaruhi pertumbuhan akar adalah respon jaringan terhadap
pemberian auksin maupun konsentrasi yang diaplikasikan berbeda
untuk setiap tanaman.
Dari hasil pengamatan, hormon NAA menunjukkan respon yang
kurang baik dibandingkan dengan hormon IBA. Untuk sampel pengamatan
kelompok 1 pada perlakuan direndam NAA cair menghasilkan 4 akar
dengan panjang akar 0,5 cm. Namun, untuk perlakuan dengan larutan
kontrol menghasilkan 3 akar dengan panjang 0,7 cm. Hasil pada sampel
NAA cair kelompok 1 sama dengan hasil pengamatan sampel NAA kontrol
kelompok 3. Pertumbuhan paling baik dengan hormon NAA ditunjukkan
dengan hasil pertumbuhan sampel NAA cair kelompok 2, yang
menghasilkan 12 akar dengan panjang akar 1 cm. Pertumbuhan dengan
hormon NAA kebanyakan memberikan hasil berupa lidah mertua busuk. Hal
ini dapat terjadi karena kelebihan atau kekurangan air, dan suhu yang tinggi.
Dari hasil pengamatan didapatkan juga bahwa hormon IBA sangat
mempengaruhi pertumbuhan akar secara nyata, namun masih ada beberapa
lidah mertua yang busuk yang disebabkan oleh kurang tepatnya pemberian
air dan suhu yang tinggi. Pertumbuhan akar dengan hormon IBA hanya
berhasil pada perlakuan cair (dilihat dari data pada tabel). Pertumbuhan akar
lidah mertua dengan larutan kontrol juga terbilang baik. Pertumbuhan akar
lidah mertua yang paling baik ditunjukkan oleh hasil pengamatan sampel
IBA cair kelompok 5 yang menghasilkan 40 akar dengan panjang 2,2 cm.
Namun, pertumbuhan akar lidah mertua sampel IBA cair kelompok 4 lebih

11
rendah dibandingkan perlakuan dengan larutan kontrolnya yang
menghasilkan 19 akar dengan panjang akar 1-2 cm.
Hormon IBA ternyata bisa dibentuk melalui proses biosintesis yang
dijelaskan oleh Epstein (1993) yang menyatakan bahwa biosintesis IBA
dapat dilakukan dengan 3 jalur: (1) jalur yang analog dengan jalur
biosintesis IAA via jalur triptofan (indole dan serin) menggunakan
glutamate-γ-semialdehyde daripada serine, (2) dengan β-oksidasi via reaksi
yang mirip dengan yang ditemukan pada biosintesis asam lemak, (3) jalur
non-triptofan yang mirip dengan mutan maize orange pada pericarp untuk
sintesis IAA.

12
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
pemberian hormon tumbuh pada tanaman sangat berpengaruh terhadap
percepatan pertunasan dan perakaran seperti pada praktikum yang dilakukan
menggunakan hormon auksin. Hormon auksin akan merangsang
pertumbuhan kalus, merangsang permbesaran sel serta pertumbuhan akar
dan mengatur morfogenesis.
Pada percobaan menggunakan tanaman lidah mertua terjadi
pembusukan, kekeringan, dan layu. Hal ini dapat disebabkan karena
pemberian hormon yang sedikit, pemberian air yang kurang tepat, dan suhu
lingkungan atau faktor lingkungan lainnya. Didapatkan juga bahwa hasil
pertumbuhan akar lidah mertua yang paling baik ditunjukkan dengan hasil
sampel IBA cair kelompok 5 yang menghasilkan 40 akar dengan panjang
akar 2,2 cm.

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan adalah kosentrasi dari hormon auksin harus
sesuai dengan kebutuhan dari tanaman itu. Selain itu juga perawatan harus
terkontrol sehingga praktikum berjalan lancar dengan data yang sesuai.

13
DAFTAR PUSTAKA

Aqinime. 2011. Hormon Tumbuhan. Medan: Universitas Sumatera Utara Press.


Darmawan. 1983. Dasar-Dasar Ilmu Fisiologi Tanaman. Jakarta: Gramedia.
Epstein, E. 1993. Indole-3-butyric Acid in Plants: Occurence, Synthesis,
Metabolism, and Transport. Journal of Physiologia Plantarum. Vol. 2
(88).
Fitriani. 2012. Zat Pengatur Tumbuh. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press.
George, Litwack. 1984. Plant Hormones. Amsterdam: Gulf Professional
Publishing.
Heryana, Nana. 2011. Pengaruh Indole Butyric Acid (IBA) dan Napthalene Acetic
Acid (NAA) terhadap Keberhasilan Grafting Tanaman Pala. Jurnal Buletin
Ristri. Vol. 2 (3).
Kusumo. 1984. Zat Pengatur Tumbuh. Jakarta: CV. Yasaguna.
Lakitan, Benyamin. 1995. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Setiadi. 2006. Bertanam Cabai. Bogor: Penebar Swadaya.
Sherrington. 1996. Plant Growth and Development. San Diego: Academic Press.
Soleh, R. 2013. Hormon pada Tumbuhan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sulastiana. 2007. Pengaruh Beberapa Kosentrasi Aklimatisasi Sansiveria
Menggunakan Dua Media Tanaman. Lampung: Universitas Lampung
Press.
Syahid, Sitti Fatimaj. 2014. Pengaruh Auksin IBA dan NAA terhadap Induksi
Perakaran Inggu (Ruta graveolens L.) In Vitro. Jurnal Littri. Vol. 20 (3).
Wilkins, M. B. 2009. Fisologi Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara.

14
LAMPIRAN

Gambar 1. Kaca pembesar Gambar 2. Kaca preparat Gambar 3. Proses


pengamatan
bakteri kamar
mandi

Gambar 4. Bakteri Gambar 5. Perhitungan bakteri


dalam ruangan

Gambar 6. Cawan petri Gambar 7. Mikroskop binokuler Gambar 8.


Bakteri kamar
mandi

Gambar 9. Covered glass Gambar 10. Pipet tetes

Gambar 11. Tisu Gambar 12. Bakteri luar ruangan

15

Anda mungkin juga menyukai