Anda di halaman 1dari 11

FISIOLOGI TUMBUHAN

(JCKK 141) Maret 2021

PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUHAN (ZPT) TERHADAP


PEMBENTUKAN AKAR DAN TUNAS PADA SETEK

SITI NURLIYA

Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,


Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, 70714

ABSTRAK

ZPT merupakan senyawa organik bukan nutrisi tanaman, aktif dalam konsentrasi rendah
yang dapat merangsang, menghambat atau merubah pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. ZPT alami yang bersumber dari ekstrak tanaman dapat menjadi alternatif dan
mudah diperoleh, relatif murah dan aman digunakan serta lebih ramah lingkungan. Zat
pengatur tumbuh terdiri dari golongan sitokinin dan auksin. Auksin mempunyai peran
ganda tergantung pada struktur kimia, konsentrasi, dan jaringan tanaman yang diberi
perlakuan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh ZPT terhadap tunas pada
setek dan akar pada setek. Metode yang digunakan adalah dengan memberi perlakuan
kepada beberapa tanaman, yaitu bunga asoka, bunga kembang sepatu dan bunga mawar.
Pemberian perlakuan yang berbeda dapat mengetahui bagaimana pengarug ZPT terhadap
tumbuhan yang diuji. Perlakuannya adala IAA 100ppm, IAA 200ppm, IBA 100ppm, IBA
200ppm, dan perlakuan kontrol. Setiap tumbuhan (bunga) diberi perlakuan yang sama.
Hasil dari penelitian yang dilakukan adalah pada perlakuan IAA 100ppm, bunga asoka
dan bunga mawar mengalami pertumbuhan pada akar dan tunasnya, pada perlakuan IAA
200ppm hanya bunga kembang sepatu yang mengalami pertumbuhan pada akar dan
tunasnya, pada perlakuan IBA 100ppm hanya bunga asoka yang mengalami pertumbuhan
pada akar dan tunasnya, dan perlakuan dengan menggunakan IBA 200ppm dan perlakuan
kontrol tidak menumbuhkan akar maupun tunas pada semua bunga. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan, ZPT berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Pemberian
konsentrasi yang berbeda juga berpengaruh terhadap pertumbuhan setek dan tunas. Kadar
konsentrasi ZPT yang terlalu tinggi juga menyebabkan hormone tersebut tidak berfungsi
dengan baik bagi tumbuhan.

Kata kunci: Akar, Tunas, ZPT

PENDAHULUAN
ZPT alami yang bersumber dari ekstrak tanaman dapat menjadi alternatif
dan mudah diperoleh, relatif murah dan aman digunakan serta lebih ramah
lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam ekstrak tanaman mengandung
unsur atau komponen hormon tumbuh selain unsur lainnya, seperti hara, vitamin
dan lainnya (Abdullah, 2019). ZPT merupakan senyawa organik bukan nutrisi
tanaman, aktif dalam konsentrasi rendah yang dapat merangsang, menghambat
atau merubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Secara prinsip zat
pengatur tumbuh bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan tanaman
(Rajiman, 2018). Secara sederhana ZPT dapat diartikan sebagai senyawa yang
mempengaruhi proses fisiologi tanaman, pengaruhnya dapat mendorong dan
menghambat proses fisiologi tanaman (Nuryanah, 2004). Zat pengatur tumbuh
berperan aktif untuk mengubah alur pertumbuhan pada sel tanaman dengan cara
FISIOLOGI TUMBUHAN
(JCKK 141) Maret 2021

menghambatpada waktu fase pertumbuhan vegetative agar dapat merubah


secepatnya muncul fase generative(cepat berbunga dan berbuah) (Nurasari &
Djumali, 2012). Zat pengatur tumbuh terdiri dari golongan sitokinin dan auksin.
Auksin mempunyai peran ganda tergantung pada struktur kimia, konsentrasi, dan
jaringan tanaman yang diberi perlakuan. Pada umumnya auksin digunakan untuk
menginduksi pembentukan kalus, kultur suspensi, dan akar, yaitu dengan memacu
pemanjangan dan pembelahan sel di dalam jaringan kambium. Untuk memacu
pembentukan kalus embriogenik dan struktur embrio somatik seringkali auksin
diperlukan dalam konsentrasi yang relatif tinggi. Zat pengatur tumbuh tanaman
berperan penting dalam mengontrol proses biologi dalam jaringan tanaman.
Perannya antara lain mengatur kecepatan pertumbuhan dari masingmasing
jaringan dan mengintegrasikan bagian-bagian tersebut guna menghasilkan bentuk
yang kita kenal sebagai tanaman. Aktivitas zat pengatur tumbuh di dalam
pertumbuhan tergantung dari jenis, struktur kimia, konsentrasi, genotipe tanaman
serta fase fisiologi tanaman. Dalam proses pembentukan organ seperti tunas atau
akar ada interaksi antara zat pengatur tumbuh eksogen yang ditambahkan ke
dalam media dengan zat pengatur tumbuh endogen yang diproduksi oleh jaringan
tanaman. Penambahan auksin atau sitokinin ke dalam media kultur dapat
meningkatkan konsentrasi zat pengatur tumbuh endogen di dalam sel, sehingga
menjadi “faktor pemicu” dalam proses tumbuh dan perkembangan jaringan.
Untuk memacu pembentukan tunas dapat dilakukan dengan memanipulasi dosis
auksin dan sitokinin eksogen. Kombinasi antara sitokinin dengan auksin dapat
memacu morfogenesis dalam pembentukan tunas. Konsentrasi dan zat pengatur
tumbuh yang dibutuhkan tergantung pada tahapan dalam perkembangan
pembentukan embrio somatik. Tahapan dalam proses embriogenesis somatik
adalah induksi kalus embriogenik, pendewasaan, perkecambahan, pembentukan
kotiledon, dan bibit somatik. Pada tiap tahapan membutuhkan kombinasi auksin
dan sitokinin yang berbeda (Lestari, 2011).
Pertumbuhan pada setek dipengaruhi oleh interaksi faktor genetik dan
faktor lingkungan. Faktor genetik terutama meliputi kandungan cadangan
makanan dalam jaringan setek, ketersediaan air, umur tanaman (pohon induk),
hormon endogen dalam jaringan setek, dan jenis tanaman. Faktor lingkungan yang
mempengaruhi keberhasilan penyetekan antara lain media perakaran, kelembaban,
suhu, intensitas cahaya dan teknik penyetekan. Tingkat ketersediaan hormon
auksin menentukan kemampuan pembentukan akar setek. Oleh sebab itu
pemberian hormon menjadi prosedur tetap dalam banyak teknik setek. Media
merupakan salah satu faktor lingkungan utama yang mempengaruhi pembentukan
akar setek terutama sifat fisik tanah. Media tumbuh yang baik harus dapat
menahan air dan kelembaban tanah, mempunyai aerasi yang baik serta bebas dari
jamur dan patogen. Penggunaan zat pengatur tumbuh akan memberikan hasil yang
efektif apabila ditunjang dengan penggunaan media tanam yang baik, yang
berfungsi untuk menjaga setek tetap pada tempatnya selama pertumbuhan,
menjaga kelembaban agar tetap tinggi dan menyediakan oksigen yang cukup
(Danu et al., 2011). ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) merupakan zat senyawa organik
selain zat hara yang dalam jumlah sedikit dapat mempengaruhi proses fisiologis
bagi tanaman (Marezta, 2009). Zat pengatur tumbuh pada proses kultur jaringan
mutlak digunakan untuk mempercepat produksi tunas atau kalus. Zat pengatur
FISIOLOGI TUMBUHAN
(JCKK 141) Maret 2021

tumbuh memeliki beberapa golongan antara lain sitokinin, auksin, dan giberelin.
Selain itu ada zat penghambat pertumbuhan yaitu inhibitor (Marezta, 2009).
Sitokinin dan auksin sintetis yang digunakan pada kultur in vitro sangat banyak.
Secara umum auksin yang sering digunakan yaitu IAA, NAA, dan 2,4
Diklorofenoksi asetat. Sedangkan sitokinin yang sering dipakai yaitu Benzil
Amino Purin dan Tedeazhuron. Sitokinin berperan dalam penggandaan dan
pembentukan tunas, sedangkan auksin berperan dalam pembentukan akar dan
perpanjangan sel (Imelda et al., 2008). Konsep zat pengatur tumbuh diawali
dengan konsep hormon tanaman. Hormon tanaman adalah senyawa – senyawa
organik tanaman yang dalam konsentrasi yang rendah mempengaruhi proses-
proses fisiologis. Proses – proses fisiologis ini terutama tentang proses
pertumbuhan, diferensiasi dan perkembangan tanaman. Untuk mendapatkan hasil
perbanyakan bibit yang baik selain perlu memperhatikan media tumbuh,
diperlukan zat pengratur tumbuh (ZPT) untuk menunjang pertumbuhan dan
perkembangannya. Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik bukan nutrisi,
aktif dalam jumlah kecil yang di sentesiskan pada bagian tertentu tanaman pada
umumnya diangkut pada ke bagian lain tanaman dimana zat tersebut
menimbulkan tanggapan secara biokimia, fisiologis dan morfologis (Marpaung &
Alvan, 2010).
Auksin adalah senyawa yang dicirikan oleh kemampuannya dalam
mendukung terjadinya pemanjangan sel (cell elongation) pada pucuk yang sedang
berkembang. Menurut Rusmin (2011), Mekanisme kerja auksin yaitu
mempengaruhi pelenturan dinding sel, sehingga air masuk secara osmosis dan
memacu pemanjangan sel. Selanjutnya ada kerja sama antara auksin dan giberelin
yang memacu perkembangan jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel
sehingga mendorong pembesaran batang. Giberelin merupakan salah satu ZPT
yang berpengaruh terhadap pembesaran tanaman, sehingga dikatakan bahwa
kemampuan giberelin untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman lebih kuat
dibandingkan dengan auksin apabila diberikan secara tunggal. Peran lain dari
giberelin adalah dalam perkecambahan, terutama dalam pemecahan dormansi.
Mekanismenya yaitu setelah air diimbibisi, terjadi pelepasan giberelin dari embrio
yang kerjanya mengaktifkan enzim-enzim yang berperan dalam memecah
cadangan makanan dalam biji seperti amilase, protease, lipase. Bahan tersebut
akan memberikan energi bagi perkembangan embrio diantaranya radikula yang
akan mendobrak endosperm, kulit biji atau kulitbuah yang menjadi faktor
pembatas perkecambahan. Walaupun giberelin terdapat pada biji namun untuk
perkecambahan diperlukan pemberian giberelin eksogen untuk mengatasi
kekurangan giberelin yang ada pada biji yang akan dikecambahkan. Sitokinin
merupakan salah satu ZPT yang berperan dalam pembelahan sel. Sitokinin alami
dihasilkan pada jaringan yang tumbuh aktif terutama akar, embrio dan buah.
Sitokinin dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kultur sel. Peran
sitokinin ini biasanya bekerja bersama-sama dengan auksin untuk menstimulasi
pembelahan sel dan mempengaruhi lintasan diferensiasi. Menurut Hartman (2002)
dalam Kurniati et al., 2017, permulaan terbentuknya akar tidak hanya
dipengaruhi oleh ZPT auksin, tetapi juga oleh sitokinin dan giberelin dan
sejumlah kofaktor pembentuk akar lainnya. Apabila konsentrasi sitokinin
berimbang dengan konsentrasi auksin, maka pertumbuhan tunas, daun dan akar
FISIOLOGI TUMBUHAN
(JCKK 141) Maret 2021

akan seimbang. Sitokinin juga bekerja sama dengan giberelin dalam peristiwa
pemecahan dormansi biji. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaryh ZPT
terhadap pembentukan akar pada setek serta pengaruh ZPT terhadap pembentukan
tunas dan setek.

METODE
Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah 9 gelas beaker 100 ml, 9
cup air mineral, penggaris dan silet atau cutter.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah air, IAA dan IBA
dengan konsentrasi 100 ppm dan 200 ppm, tanah/top soil, batang tanaman asoka
(Ixora grandiflora), kembang sepatu dan batang tanaman mawar masing-masing
3 batang tanaman.

Cara Kerja
Pertama-tama pada percobaan ini yaitu menyiapkan terlebih dahulu larutan
ZPT berupa IAA dan IBA dengan konsentrasi masing-masing ZPT adalah 100
ppm dan 200 ppm, serta air murni sebagai kontrol dengan volume masing-masing
sebanyak 100 mL, kemudian menuangkannya ke dalam gelas beaker yang telah
disediakan. Tahap kedua yaitu merendam batang setek untuk tiap jenis tanaman di
dalam masing-masing gelas beaker yang berisi ZPT selama ± 1 jam lalu
meniriskannya. Kemudian, tahap ketiga adalah menyiram top soil dalam pot
sedikit demi sedikit sampai basah merata, setelah itu tunggu sampai air tidak
menetes dari lubang pada bagian bawah pot. Tahap keempat yaitu dilanjutkan
dengan menanam setek batang masing-masing tanaman pada media dengan
menyisakan beberapa daun. Tahapan terakhir yaitu mengamati pertumbuhannya
setiap hari selama 4 minggu dan menyiramnya dengan air sedikit demi sedikit jika
media tampak kering.

HASIL

Tabel 1. Tinggi Kecambah (cm)

Asoka Kembang Sepatu Mawar


Perlakuan

Akar Tunas Akar Tunas Akar Tunas

IAA 100ppm 8 6 0 0 7 3

IAA 200ppm 0 0 5 8 0 0

IBA 100ppm 5 6 0 0 0 0

IBA 200ppm 0 0 0 0 0 0

Kontrol 0 0 0 0 0 0

Jumlah 13 12 5 8 7 3
FISIOLOGI TUMBUHAN
(JCKK 141) Maret 2021

PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian dan pengamatan yang telah dilakukan didapatkan


hasil seperti table yang ada di atas. Dapat dilihat bahwa hasil dari pemberian ZPT
bagi tumbuhan menjdikan tumbuhan berbeda-beda dalam merespon ZPT tersebut.
Beberapa perlakuan diberikan dalam penelitian yang dilakukan. Perlakuan yang
dilakukan adalah dengan menambahkan ke setiap tanaman IAA 100ppm, IAA
200ppm, IBA 100ppm, IBA 200ppm dan perlakuan control. Hasil dari penelitian
tersebut adalah perlakuan IAA 100ppm ditambahkan pada bunga Asoka dan
ternyata akar bunga tersebut tumbuh sebanyak 8 buah dan tunasnya sebanayk 6
buah, kemudian ditambahkan pada bunga kembang sepatu baik akar maupun
tunasnya tidak tumbuh atau bisa disebut perlakuan ini pada kembang sepatu tidak
memberikan efek. Pada bunga mawae perlakuan ini menumbuhkan akar sebanyak
7 buah dan tunas sebanyak 3 buah. Perlakuan kedua yaitu IAA 200ppm diberikan
kepada bunga Asoka dan tidak memberikan hasil atau respon yang baik, diberikan
kepada bunga kembang sepatu dan menumbuhkan akar sebanyak 5 buah dan tunas
sebanyak 8 buah, diberikan kepada bunga mawar dan hasilnya sama dengan
bunga asoka tidak dapat menumbuhkan akar maupun tunas. Perlakuan ketiga
yaitu IBA 100ppm. Perlakuan ini diberikan kepada ketiga bunga yang sama yaitu
bunga asoka, bunga kembang sepatu dan bunga mawar. Hasilnya adalah ternyata
perlakuan tersebut hanya ada pengaruh terhadap bunga asoka yaitu menumbuhkan
akarnya 5 dan tunasnya 6, dan pada bunga kembang sepatu dan bunga mawar
tidak ada pengaruh dalam pertumbuhan akar maupun tunas. Perlakuan selanjutnya
yaitu IBA 200ppm yang diberikan kepada bunga yang sama yaitu bunga asoka,
bunga kembang sepatu dan bunga mawar. Ternyata hasilnya tidak memberikan
pengaruh sama sekali terhadap ketiga bunga yang diuji baik pada akar maupun
tunasnya. Perlakuan yang terakhir adalah perlakuan control yaitu tidak
menggunakan hormone apapun pada perlakuan ini. Ternyata hasilnya juga tidak
memberikan pengaruh terhadap bunga yang diuji sebagaimana halnya pada uji
perlakuan pe,berian IBA 200ppm. Pada percobaan ini akar dan tunas setiap
tumbuhan berbeda dalam merespon hormone ZPT yang diberikan.
Penggunaan konsentrasi yang berbeda ini dilakukan untuk
membandingkan hasil yang didapat. Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat
diketahui bahwa IAA dan IBA merupakan zat pengatur tumbuh yang berupa
auksin. Menurut Mulyono (2010) menjelaskan bahwa, pada konsentrasi auksin
tertentu dapat menaikkan tekanan osmotik, peningkatan permeabilitas sel terhadap
air, pengurangan tekanan pada dinding sel, meningkatkan sintesis protein,
meningkatkan plastisitas, dan pengembangan dinding sel. Sehingga dalam hal ini
peranan auksin adalah mendorong perpanjangan sel (elongation cell) dengan cara
memengaruhi metabolisme dinding sel.. Hal tersebut dikarenakan pada dasarnya
zat pengatur tumbuh pada dasarnya adalah senyawa organik bukan hara yang
mana dalam jumlah tertentu dapat aktif merangsang, menghambat, ataupun
merusak pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Jika dibandingkan dengan
teori yang ada antara IAA dan IBA maka dapat dikatakan IBA lebih baik
keefektifan bekerjanya dibandingkan dengan IAA walaupun keduanya juga
termasuk ke dalam zat pengatur tumbuh. Menurut penelitian Danu dkk. (2011) zat
pengatur tumbuh yang optimal untuk pembentukan sistem perakaran stek adalah
FISIOLOGI TUMBUHAN
(JCKK 141) Maret 2021

IBA 200 ppm. Akan tetapi, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa semakin
tinggi tingkat konsentrasi IBA yang diberikan pada stek, maka akan semakin
berkurang pertumbuhan dan perkembangan akarnya sehingga pemberian IBA
dengan konsentrasi tinggi dapat menghambat pertumbuhan stek. Berdasarkan
jurnal Ramadhan dan Ashari (2016) mengutip dari Zuryanisa, salah satu untuk
meningkatkan keberhasilan stek tunas adalah dengan penggunaan zat pengatur
tumbuh (ZPT) yang tepat. Keberhasilan suatu tanaman dalam pertumbuhan
dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik berkaitan
dengan pewarisan sifat tanaman yang berasal dari tanaman induknya sedangkan
faktor lingkungan berkaitan dengan kondisi lingkungan dimana tanaman tersebut
tumbuh. Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi tingkat keberhasilan
stek adalah penambahan zat pengatur tumbuh sintetis. ZPT akan merangsang
pertumbuhan suatu tanaman dalam membantu pembentukan fitohormon yang ada
didalam tanaman dan menggantikan fungsi dan peran hormon. Menurut pendapat
Hidayanto et al., (2003), bahwa kandungan karbohidrat yang terdapat pada bahan
stek merupakan faktor utama untuk perkembangan primordial tunas dan akar,
dengan cadangan makan yang cukup maka stek akan mampu membentuk tunas
baru. Persentase tanaman bertunas menunjukkan akumulasi pertumbuhan suatu
tanaman. Pada dasarnya tanaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya
memiliki waktu berbeda-beda tergantung dari kemampuan tanaman tersebut untuk
melakukan pertumbuhan serta faktor eksternal yang mempengaruhinya.
Banyaknya tunas pada suatu tanaman menunjukkan kemampuan tanaman dalam
membentuk organ baru. Proses metabolisme dalam tanaman dipengaruhi beberapa
faktor baik faktor dari dalam tanaman semisal kondisi bahan tanam dan
kandungan senyawa dalam tanaman, sedangkan faktor dari luar tanaman meliputi
zat pengatur tumbuh serta kondisi lingkungan semisal suhu, intensitas cahaya,
ataupun kelembaban. Berdasarkan Penelitian Basri et al., (2013), bahwa Faktor
lain yang mempengaruhi pertumbuhan tunas ialah kondisi lingkungan yang
mendukung, seperti kelembaban yang cukup akan mempercepat tumbuh tunas.
Panjang tunas akan mempengaruhi berat suatu tanaman. Penambahan hormon
pengatur tumbuh dapat mengontrol perkembanagan jaringan meristem sehingga
akan berakibat pemanjangan sel, dengan penambahan konsentrasi zat pengatur
tumbuh yang sesuai dapat membantu pertumbuhan tanaman karena hormon
tumbuh merupakan salah satu komponen yang dibutuhkan dalam proses
pertumbuhan tanaman selain karbohidrat dan nitrogen. Hal tersebut diperkuat
dengan pendapat Mashudi et al., (2008), bahwa cadangan zat makanan yang
terdapat didalam organ stek merupakan penumpukan hasil fotosintesa. Auksin
eksogen mampu memicu pembelahan, pembesaran,dan pemanjangan sel, apabila
pemberiannya berada pada batas konsentrasi optimum. Berdasarkan hasil
penelitian, perlakuan IAA lebih berpengaruh terhadap tumbuhan dalam
menumbuhkan akar dan tunasnya. Seperti pada pemberian IAA 100ppm
menumbuhkan tunas dan akar pada asoka dan mawar, pemberian IAA 200ppm
menumbuhkan tunas dan akar pada kembang septum dan IBA 100 ppm
menumbuhkan tunas dan akar pada asoka. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pemberian IAA dengan kadar tertentu dapat menumbuhkan akar dan tunas dengan
lebih opimal pada tumbuhan yang diuji.
Berbagai macam ZPT yang umumnya digunakan untuk mengatur tumbuh
FISIOLOGI TUMBUHAN
(JCKK 141) Maret 2021

tanaman diantaranya IAA (Indole-3-Acetic Acid), IBA (Indole Butiric Acid), NAA
(Naphtalene Acetic Acid), GA3 (Gibberellic Acid), BAP (Benzil Amino Purine),
dan Rootone-F. Zat pengatur tumbuh sangat diperlukan sebagai komponen
medium bagi pertumbuhan dan diferensiasi. Tanpa penambahan zat pengatur
tumbuh dalam medium, pertumbuhan sangat terhambat bahkan tidak mungkin
tidak tumbuh sama sekali. Hormon auksin adalah hormon pertumbuhan pada
semua jenis tanaman lain dari hormon ini adalah IAA atau Asam Indol Asetat.
Hormon auksin ini terletak pada ujung batang dan ujung akar, fungsi dari
hormone auksin ini adalah membantu dalam proses mempercepat pertumbuhan
baik pertumbuhan akar maupun pertumbuhan batang (Campbell, 2004). Tidak
jauh berbeda dari IAA, IBA juga berfungsi untuk meningkatkan persentase stek
yang berkat, mempercepat pertumbuhan akar, serta untuk menyegeramkan
munculnya akar. Hormone IBA juga berfungsi untuk mendorong pembelahan sel
dengan cara memengaruhi dinding sel epidermis. ZPT pada tumbuhan melalui
serangkaian mekanisme dalam prosesnya. Contohnya adalah auksin. Keberadaan
auksin pada sel menyebabkan semakin meningkatnya permeabilitas sel terhadap
air sehingga tekanan dinding sel menurun dimana hal tersebut menyebabkan
dinding sel melunak yang ditandai dengan pecahnya kulit biji sehingga air dapat
masuk ke dalam sel yang menyebabkan bertambahnya volume sel. Trasnport
auksin pada sel tanaman bersifat polar, yaitu dari atas ke bawah. Menurut
hipotesis pertumbuhan asam, pompa proton yang terletak di dalam membran
plasma memiliki peranan penting dalam respon sel-sel tumbuhan terhadap
keberadaan auksin. Saat auksin disintesis oleh sel, pH dinding sel menurun
dimana pengasaman dinding sel ini mengaktifkan enzim ekspansin yang
memecahkan ikatan hidrogen yang terdapat di antara mikrofibril selulosa sehingga
melonggarkan serat-serat dinding sel. Dengan begitu air dari lingkungan dapat
masuk ke dalam sel secara osmosis dan menyebabkan penambahan volume sel.
Ketika sel mulai bervolume dinding sel akan mengaktifkan enzim extensin yang
berfungsi untuk merekatkan kembali mikrofibril selulosanya, perlahan-lahan
auksin akan mengalir melalui jaringan floem ke sel yang ada di bawahnya dan
melakukan mekanisme yang sama dengan sel sebelumnya sehingga terjadilah
pembesaran suatu jaringan. Sementara itu, sitokinin memacu pembelahan sel biji
dimana ketika rasio antara auksin dan sitokinin seimbang akan tumbuh sel-sel
meristem yang terus membelah dan berkembang membentuk organ. Secara
sinergis, meningkatnya konsentrasi auksin di dalam sel merupakan stimulus untuk
aktivasi sitokinin. Aktifnya sitokinin diikuti dengan aktifnya enzim yang
menaikkan laju sintesis protein yang merupakan protein pembangun sel sehingga
terbentuklah sel-sel baru yang pada akhirnya terdiferensiasi menjadi organ
tertentu. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kombinasi penggunaan zat
pengatur tumbuh (ZPT) auksin dan sitokinin mempengaruhi pertumbuhan
eksplan. Jika rasio sitokinin dan auksin relatif seimbang maka eksplan akan
membentuk massa sel yang bersifat meristematik dan terus melakukan
pertumbuhan. Penambahan auksin dengan konsentrasi tinggi mempunyai efek
menghambat pertumbuhan jaringan yang disebabkan terdapat persaingan dengan
auksin endogen untuk mendapatkan tempat kedudukan penerima sinyal membran
sel sehingga penambahan auksin dari luar tidak memberikan pengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan sel .
FISIOLOGI TUMBUHAN
(JCKK 141) Maret 2021

Hormon IBA digunakan karena perbanyakan stek mempunyai beberapa


kendala, yaitu zat tumbuh tidak tersebar merata sehingga pertumbuhan stek tidak
seragam. IBA memiliki kandungan kimia yang lebih stabil dan daya kerjanya
lebih lama sehingga dapat memacu pembentukan akar. IBA yang diberikan pada
stek akan tetap berada pada tempat pemberiannya sehingga tidak menghambat
pertumbuhan dan perkembangan tunas. Hal ini pernah diteliti oleh Ramadiana
(2008) menunjukkan bahwa pemberian IBA pada stek lidah mertua (Sansevieria
trifasciata var. Lorentii) dengan konsentrasi 2000 ppm mampu menghasilkan
pertumbuhan akar terbaik pada pengukuran waktu muncul akar dan jumlah akar
daripada IBA dengan konsentrasi 0 ppm, 1000 ppm, dan 4000 ppm. Sementara itu
penelitian yang dilakukan oleh Nababan (2009) menunjukkan bahwa pemberian
hormon IBA pada stek ekaliptus dengan konsentrasi 2000 ppm akan memberikan
hasil terbaik dibanding pemberian hormon dengan konsentrasi 0, 500, 1000, 4000,
dan 8000 ppm. Pada panelitian yang dilakukan oleh Asl, Shakueefar, dan
Valipour (2012) menunjukkan bahwa pemberian IBA pada stek Bougainvillea sp.
dengan konsentrasi 2000 ppm mampu menghasilkan pertumbuhan akar terbanyak
dibandingkan dengan konsentrasi 0 ppm, 3000 ppm, dan 4000 ppm. Selain itu
juga didukung oleh hasil uji pendahuluan yang menggunakan hormon IBA dengan
konsentrasi 0, 500, 1000, 2000, dan 4000 ppm, dimana konsentrasi yang
menghasilkan pertumbuhan akar optimal pada stek batang tanaman buah naga
adalah konsentrasi 2000 ppm. Jadi semakin banyak konsentrasi IBA yang berikan
belum tentu lebih merangsang pertumbuhan tunas dan akar [ada tanaman.
Perangsangan pengakaran merupakan salah satu aplikasi penggunaan auksin
dalam perbanyakan vegetatif yaitu dengan cara stek. Dalam tanaman perkebunan
dan hortikultura, penyediaan bahan tanaman melalui stek merupakan hal yang
umum. Stek adalah bahan perbanyakan yang diambil dari organ tanaman dan
dirangsang untuk membentuk akar atau tunas agar menjadi tanaman baru. Akar
yang terbentuk pada stek batang disebut akar adventif. Akar adventif dari tanaman
berbatang lunak pada umumnya berasal dari sel parenkim yang terdapat di sekitar
jaringan pembuluh. Sel-sel parenkim ini dapat menjadi sel meristem, yaitu sel
yang aktif membelah diri. Sel-sel meristem ini kemudian berkembang menjadi
bakal akar (primordia) yang akan menebus kulit batang untuk membentuk akar
yang sesungguhnya. Dalam primordia akar, juga terbentuk jaringan pembuluh
yang tersambung dengan jaringan pembuluh batang di dekatnya. Pada tanaman
berkayu, akar dapat berasal dari sel-sel floem sekunder yang masih muda,
kambium, atau empulur. Jadi pada umumnya, akar berasal dari dalam batang
(Harjadi, 2009). Menurut Gardner et al., (1991), respon auksin berhubungan
dengan konsentrasinya. Konsentrasi yang tinggi bersifat menghambat, yang dapat
dijelaskan sebagai persaingan untuk mendapatkan peletakan pada tempat
kedudukan penerima, yaitu penambahan konsentrasi meningkatkan kemungkinan
terdapatnya molekul yang sebagian melekat menempati tempat kedudukan
penerima, yang menyebabkan kurang efektifnya gabungan tersebut. Di samping
itu, respon sangat bervariasi tergantung pada kepekaan organ tanaman. Hal ini
sesuai dengan pendapat Wudianto (1991) dan Kusumo (1990), yang
mengemukakan bahwa manfaat dari hormon sangat tergantung dari dosis yang
diberikan, jika dosisnya tepat akan sangat membantu dan didapatkan sistem
perakaran yang baik dalam waktu relatif singkat. Namun jika dosisnya tidak
FISIOLOGI TUMBUHAN
(JCKK 141) Maret 2021

sesuai maka justru akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan akar. Pada
tanaman juga terdapat hormone endogen, yaitu hormone ZPT yang dihasilkan
langsung oleh tanaman. Hormone endogen terkadang tidak maksimal dalam
pertumbuhan tunas dan akar, oleh karena itu dibantu dengan ZPT seperti IAAdan
IBA agar hasilnya maksimal. Penggunaan hormone eksogen seperti IAA dan IBA
dapat memacu hormone endogen dalam tanaman agar lebih bekerja maksimal.
Pertumbuhan dan perkembangan biji dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
lingkungan, nutrien, gen dan hormon. Hormon merupakan senyawa yang
dihasilkan tanaman secara endogen, dalam jumlah sedikit dapat meningkatkan
ataupun menghambat pertumbuhan tanaman. Rasio hormon pada setiap biji
berbeda – beda, sehingga perlu ditambahkan hormon dari luar (ZPT) untuk
mengetahui hormon dalam biji tersebut sudah cukup atau masih memerlukan
tambahan hormon eksogen dalam memacu pertumbuhan dan perkembangan biji.
Selain hormone endogen dan eksogen, konsentrasi juga berpengaruh terhadap
pertumbuhan akar maupun tunas, jika konsentrasi yang diberikan melebihi batas
maksimum, maka hormone eksogen yang diberikan tidak bekerja dengan
maksimal atau terhambat.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat dari praktikum ini adalah:

1. ZPT merupakan hormone yang dapat mempercepat pertumbuhan pada


tanaman terutama pada akar dan tunas. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, maka didapatkan hasil bahwa kadar atau jumlah konsentrasi
yang diberikan pada tunas atau akar bisa merespon dengan baik atau tidak
tergantung factor hormone itu sendiri dan juga factor internal dari
tumbuhan yang diuji. ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) dengan konsentrasi
tertentu dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, baik itu
menghambat, maupun mempercepat proses pertumbuhan. ZPT yang
diberikan terlalu berlebihan dapat menghambat proses pertumbuhan
tanaman itu sendiri.
2. Zat pengatur tumbuh tanaman terdiri dari 5 kelompok, yaitu auksin,
giberelin, sitokinin, etilen, dan asam absisat.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, W. (2019). Pengaruh ekstrak tanaman sebagai sumber zpt alami
terhadap pertumbuhan setek tanaman lada (piper nigrum l.). Jurnal Agrotek.
3 (1): 1-9.
Basri, H., Zainuddin, & Syakur A. (2013). Aklimatisasi Bibit Tanaman Buah
Naga (Hylocereus undatus) Pada Tingkatan Naungan Berbeda. Jurnal
Agrotekbis. 1(4) : 339-345.
Campbell, Neil A. (2004). Biologi. Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta : Erlangga.
FISIOLOGI TUMBUHAN
(JCKK 141) Maret 2021

Danu, A., Subiakto & Putri K. P. (2011). Uji stek pucuk damar (Agathis
loranthifolia Salisb.) pada berbagai media dan zat pengatur tumbuh. Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 8(3).
Imelda, M., Wulansari, A & Poerba Y. S. (2008). Regenerasi Tunas dari Kultur
Tangkai Daun Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume). Biodiversitas. 9
(3): 173-176.
Harjadi, S. S. (2009). Zat Pengatur Tumbuhan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Kurniati F, Sudartini T, & Hidayat D. (2017). Aplikasi berbagai bahan ZPT alami
untuk meningkatkan pertumbuhan bibit kemiri sunan (Reutealis trisperma
(Blanco) Airy Shaw). Jurnal Agro 4(1): 40-49.
Lestari, E. G. (2011). Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan
Tanaman melalui Kultur Jaringan. Jurnal AgroBioge. 7 (1).
Marezta, D. T. (2009). Pengaruh Dosis Ekstrak Rebung Bambu Betung
(Dendrocalamus asper Backer ex Heyne) Terhadap Pertumbuhan Semai
Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen). Departemen Silvikultur
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Marpaung, & Alvan J. (2010). Respon Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh Giberelin
Terhadap Perkecambahan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq).
Tugas Akhir. Budidaya Perkebunan. Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian
Agrobisnis Perkebunan, Medan.
Mashudi, Adinugraha H. A., Setiadi D. & Ariani A. F. (2008). Pertumbuhan
tunas tanaman Pulai pada beberapa tinggi pangkasan dan dosis pupuk NPK.
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 2 (2): 1-9.
Mulyo, D. (2010). Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Auksin: Indole Butiric Acid
(IBA) dan Sitokinin: Benzil Amino Purine (BAP) dan Kinetin Dalam
Elongasi Pertunasan Gaharu (Aquilaria beccariana). Jurnal Sains dan
Teknologi Indonesia. 12(1) :1-7.
Nurnasari E, Djumali. (2012). Respon Tanaman Jarak Pagar (Tatropa curcas L)
Terhadap Lima Dosis Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Asam Naftalen Asetat
(NAA). Agrovigor. 5 (1) : 26 – 33.
Nuryanah. (2004). Pengaruh NAA, GA3 dan Ethepon Terhadap Ekspresi Seks
Pepaya (Carica Papaya L.). Skripsi. Departemen budidaya pertanian.
Fakultas pertanian. IPB.
Rajiman. (2018). Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Alami terhadap Hasil dan
Kualitas Bawang Merah. Seminar Nasional. 2(1) : 327-335.
FISIOLOGI TUMBUHAN
(JCKK 141) Maret 2021

Rusmin, D. (2011). Pengaruh Pemberian GA3 Pada Berbagai Konsentrasi dan


Lama Inbibisi Terhadap Peningkatan Viabilitas Benis Puwoceng
(Pimpinella pruatjan Molk.). Jurnal Littri. 17(3).

Anda mungkin juga menyukai