Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu ciri organisme adalah tumbuh dan berkembang. Tumbuhan tumbuh
dari kecil menjadi besar dan berkembang dari satu sel zigot menjadi embrio
kemudian menjadi satu individu yang mempunyai akar, batang dan daun. Akar
sebagai organ penting bagi tumbuhan, walaupun tidak memiliki tunas aksiler, akar
dapat menghasilkan percabangan atau akar-akar sekunder. Akar tumbuh tidak saja
memanjang oleh aktivitas meristem pucuk akar, tetapi juga membesar oleh
aktivitas jaringan kambium.
Proses perkembangan dan pertumbuhan bagian tubuh tumbuhan tidak lepas
dari pengaruh zat kimia tertentu berupa protein yang disebut hormon. Hormon
dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit, tetapi akan merusak jika ada dalam
mumlah yang banyak. Konsentrasi hormon yang amat rendah pada tumbuhan
maka hormon pertama yang ditemukan yaitu asam indolasetat baru dapat
diketahui. Hormon dapat menyebabkan begitu banyak respon, bila diberikan dari
luar kepada tumbuhan, maka oleh banyak orang hormon itu dianggap sebagai
satu-satunya hormon tumbuh.
Hormon tumbuhan (phytohormones) secara fisiologi adalah penyampai pesan
antar sel yang dibutuhkan untuk mengontrol seluruh daur hidup tumbuhan,
diantaranya perkecambahan, perakaran, pertumbuhan, pembungaan dan
pembuahan. Sebagai tambahan, hormon tumbuhan dihasilkan sebagai respon
terhadap berbagai faktor lingkungan kelebihan nutrisi, kondisi kekeringan, cahaya,
suhu dan stress baik secara kimia maupun fisik. Oleh karena itu ketersediaan
hormon sangat dipengaruhi oleh musim dan lingkungan.
Hormon adalah molekul-molekul yang kegiatannya mengatur reaksi-reaksi
metabolik penting. Molekul-molekul tersebut dibentuk di dalam organisme
dengan proses metabolik dan tidak berfungsi didalam nutrisi.

1
1.2 Tujuan
Tujuan diadakannya praktikum ini yaitu agar mahasiswa dapat mengamati
efek perlakuan hormon terhadap pertumbuhan akar tanaman.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Hormon


Hormon tumbuhan disebut juga fitohormon, yaitu zat yang dapat
menggiatkan sel karena diperlukan unutk pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Hormon tumbuhan yang sudah dikenal adalah sebagai berikut : auksin
(IAA), sitokinin, giberelin, asam absisat (ABA), etilen, asam traumalin, kalin,
oligosakarin dan brasinosteroid (Santoso, 2007).
Hormon tumbuhan adalah suatu zat yang dibentuk pada salah satu bagian
tumbuhan dan dapat mempengaruhi bagian lainnya. Hormon pada tumbuhan
hanya diproduksi dalam jumlah kecil. Berdasarkan fungsinya terdapat lima
macam fitohormon. Dari kelima macam tersebut, dapat disederhanakan kembali
menjadi dua, yaitu hormon yang bersifat memicu pertumbuhan dan perkembangan
serta hormon yang bersifat menghambat pertumbuhan dan perkembangan
(Furqonita dan Biomed, 2007).
Hormon tumbuhan adalah senyawa organik yang disintesis di salah satu
bagian tumbuhan dan dipindahkan ke bagian lain, dan pada konsentrasi yang
sangat rendah mampu menimbulkan suatu respon fisiologis (Salisbury, 1995).
Orang pertama yang memperkenalkan istilah hormon dalam fisiologi
tumbuhan yaitu Fitting pada tahun 1910, dan sejak itu istilah hormon terus
digunakan untuk memberi batasan senyawa organik khusus yang terdapat secara
alami dengan fungsi pengaturan dalam tumbuhan (Harjadi, 2009).
Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan antara
lain genetik yang membawa sifat menurun, enzim yang mempercepat reaksi kimia
dalam tubuh makhluk hidup, dan hormon yang merupakan zat pengatur tubuh.
Hormon sendiri terbagi menjadi dua. Hormon pemicu pertumbuhan antara lain
auksin, giberelin dan sitokinin. Sedangkan hormon penghambat pertumbuhan
antara lain asam absisat, gas etilen, hormon kalin, dan asam traumalin (Oktaviani,
2010).

3
Gambar 1. Struktur hormon tumbuhan
2.2 Hormon Pemicu Pertumbuhan
Berikut adalah macam-macam hormon pemicu tumbuhan (Santoso, 2007) :
1. Auksin (IAA)
Auksin pertama kali ditemukan oleh Fritsz Went (1928) pada ujujng koleoptil
sejenis gandum (Avena sativa). Struktur auksin ialah asam indolasetat (indoleaetic
acid) atau dikenal dengan IAA. Fungsi auksin dalam tubuh tumbuhan terutama
membantu proses pemanjangan koleoptil, pembelahan sel kambium pembuluh,
dan mempengaruhi diferensiasi (perubahan bentuk) pembuluh xilem. Auksin juga
berfungsi dalam meningkatkan aktivitas pembentukan akar adventif pada batang
yang telah dipotong. Benih yang sedang berkembang juga mensitesis auksin.
Auksin juga berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan buah pada banyak
tumbuhan.

Gambar 2. Struktur hormon auksin

4
2. Sitokinin
Sitokinin merupakan hormon tumbuhan yang dihasilkan dalam jaringan yang
sedang tumbuh secara aktif seperti akar, embrio, dan buah. Hormon ini pertama
kali ditemukan oleh Folke Skoog dan Carlos O. Miller di University of Wisconin.
Hormon ini memacu pembelahan sel tanaman tembakau dalam kultur dengan cara
menambahkan sampel AND (asam deoksiribonukleat) yang sudah membusuk.
Disebut sitokini karena hormon ini merangsang sitokinesis (pembelahan sel).
Sitokinin alami pada tumbuhan yang sudah diisolasi ialah zeatin, karena hormon
ini pertama kali diisolasi dari tumbuhan jagung (Zea mays). Selain berperan dalam
pembelahan sel, kerja sama antara sitokinin dan auksin dapat mengendalikan
proses difresiansi, yaitu pembentukan tubas dan akar.

Gambar 3. Struktur hormon sitokinin

3. Giberelin
Giberelin pertama kali ditemukan oleh saintis jepang E. Kurosawa (1926).
Kurosawa berhasil mengisolasi zat dari jamur Gibberella fujikuroi yang
menyerang padi. Zat tersebut menyebabkan terjadinya pemanjangan ruas-ruas
batang padi secara berlebihan sehingga mudah rebah. Selain berfungsi dalam
pemanjangan, giberelin juga terlibat dalam proses pembungaan, perkecaambahan
biji, dormansi, dan pembentukan buah tanpa penyerbukan. Akibatnya buah
menjadi besar dan tidak berbiji.

5
Gambar 4. Struktur hormon giberelin

2.3 Hormon Penghambat Tumbuhan


Berikut adalah contoh macam-macam hormon penghambat tumbuhan
(Santoso, 2007):
1. Asam absisat (ABA)
Hormon absisat pada tumbuhan dihasilkan pada ujung tunas batang yang
berfungsi memperlambat pertumbuhan dan perkembangan daun, kemudia
mengarahkan bakal daun tersebut berkembang menjadi sisik yang melindungi
tunas selama musim dingin. Selain itu, hormon ini juga menghambat pembelahana
sel kambium sehingga menghambat pertumbuhan sekunder batang. Hormon ABA
juga dihasilkan oleh biji dan berfungsi dalam proses dormansi biji sehingga
menghambat biji berkecambah. Pada tumbuhan yang kekurangan air, hormon
ABA akan berakumulasi di daun dan berperan dalam memacu daun untuk
menutup stomata agar mengurangi penguapan air.

Gambar 5. Sturktur hormon ABA

6
2. Etilen
Etilen merupakan senyawa berbentuk gas yang dapat memengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Etilen dihasilkan oleh tumbuhan
untuk proses senesens (penuaan). Peran etilen dalam proses senesens terutama
pematangan buah dan pengguguran daun (absisi).

Gambar 6. Struktur hormon etilen

3. Asam traumalin
Asam traumalin ditemukan oleh Haberland dengan mengamati tanaman yang
dilukai kemudian bagian tersebut dicuci bersih. Asam traumalin (hormon luka)
dihasilkan tanaman untuk memperbaiki kerusakan atau luka yang terjadi pada
tubuhnya agar tertutup kembali. Kemampuan untuk mengganti bagian-bagan yang
rusak disebut restitusi (regenerasi).
4. Kalin
Kalin merupakan hormon yang merangsang pembentukan organ tanaman.
Berdasarkan organ yang dibentuknya, hormon kali dibagi menjadi : rhizokalin
(akar), kaulokalin (batang), filokalin (daun), dan antokalin (bunga).
5. Oligosakarin dan brainosteroid

7
Oligosakarin merupakan gula berantai pendek yang dihasilkan oleh dinding
sel dan berperan dalam pertahanan tubuh tumbuhan terhadap patogen, membantu
mengatur pertumbuhan, diferensiasi seluler, dan perkembangan bunga. Sedangkan
brainosteroid merupakn hormon yang strukturalnya steroid dan pertama kali
diisolasi dari famili Brassicaceae. Hormon ini berperan dalam proses
pertumbuhan normal.

Gambar 7. Struktur hormon brainosteroid

2.3 Hormon NAA dan IBA


Penggunaan NAA dan IBA lebih baik daripada IAA. Auksin NAA dan IBA
memiliki sifat kimia yang lebih stabil dan mobilitasnya di dalam tanaman rendah,
sedangkan IAA dapat tersebar ke tunas-tunas dan menghambat pertumbuhan dan
perkembangan tunas tersebut. NAA memiliki kisaran konsentrasi yang sempit,
sedangkan IBA memiliki kisaran konsentrasi yang lebih fleksibel (Kusumo, 1984).
Pemberian auksin NAA dan IBA dalam jumlah tertentu pada berbagai spesies
tanaman yang berbeda dapat memberikan respon yang bervariasi. Pemberian
auksin pada konsentrasi yang tepat dapat memacu perakaran namun pada
konsentrasi tinggi dapat bersifat toksik bagi tanaman (Hartman, 1990).
A. Indole Acetic Acid (IAA)
Asam indole acetic acid, juga dikenal sebagai IAA, adalah senyawa
heterosiklik yang phytohormone yang disebut auksin. Ini padat berwarna
mungkin adalah auksin tanaman yang paling penting. Molekul ini berasal dari
indol, mengandung kelompok karboksimetil (asam asetat). IAA diproduksi dalam
sel-sel di puncak (tunas) dan daun muda tanaman. Sel tumbuhan terutama
mensintesis IAA dari tryptophan tetapi juga dapat menghasilkan secara mandiri

8
dari tryptophan. Kimia, dapat disintesis dengan reaksi indol dengan asam glikolat
dengan adanya dasar pada 250 ° C (Kadir, 2007).
IAA memiliki efek yang berbeda, seperti semua auksin lakukan, seperti
merangsang pemanjangan sel dan pembelahan sel dengan semua hasil berikutnya
untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Ada yang lebih murah dan
metabolik stabil analog auksin sintetis di pasar untuk digunakan dalam
hortikultura, seperti asam indole-3-butirat (IBA) dan asam 1-naphthaleneacetic
(NAA) (Kadir, 2007).
Studi IAA tahun 1940-an menyebabkan perkembangan herbisida fenoksi
asam 2,4-ichlorophenoxyacetic (2,4-D) dan asam 2,4,5-triklorofenoksiasetik
(2,4,5-T). Seperti IBA dan NAA, 2,4-D dan 2,4,5-T metabolik dan lingkungan
yang lebih stabil analog IAA. Namun, ketika disemprotkan pada tanaman dicot
luas daun, mereka mendorong cepat, pertumbuhan yang tidak terkendali, akhirnya
membunuh mereka. Pertama kali diperkenalkan pada tahun 1946, ini herbisida
yang digunakan secara luas dalam pertanian pada pertengahan 1950-an (Saleh,
2003).
Senyawa ini terdapat cukup banyak di ujung koleoptil tanaman oat ke arah
cahaya. Dua mekanisme sintesis IAA yaitu pelepasan gugus amino dan gugus
karboksil akhir dari rantai triphtofan. Enzim yang paling aktif diperlukan untuk
mengubah tripthofan menjadi IAA terdapat di jaringan muda seperti meristem
tajuk, daun serta buah yang sedang tumbuh. Semua jaringan ini kandungan IAA
paling tinggi karena disintesis di daerah tersebut (Saleh, 2003).
IAA terdapat di akar pada konsentrasi yang hampir sama dengan di bagian
tumbuhan lainnya. IAA dapat memacu pemanjangan akar pada konsentrasi yang
sangat rendah. IAA adalah auksin endogen atau auksin yang terdapat dalam
tanaman. IAA berperan dalam aspek pertumbuhan dan perkembangan tanaman
yaitu pembesaran sel yaitu koleoptil atau batang penghambatan mata tunas
samping, pada konsentrasi tinggi menghambat pertumbuhan mata tunas untuk
menjadi tunas absisi (pengguguran) daun aktivitas dari kambium dirangsang oleh
IAA pertumbuhan akar pada konsentrasi tinggi dapat menghambat perbesaran
sel-sel akar (Saleh, 2003).
B. Napthalene Acetic Acid (NAA)

9
Napthalene Acetic Acid (NAA) adalah hormon sintetis pada tanaman dari
golongan auksin dan merupakan bahan dalam perakaran produk hortikultura untuk
perbanyakan tanaman secara komersial. NAA adalah agen perakaran dan
digunakan untuk perbanyakan vegetatif tanaman dari batang dan pemotongan
daun. Hal ini juga digunakan untuk kultur jaringan tanaman. Hormon NAA dan
tidak terbentuk secara alami, dan sama seperti semua auksin yang merupakan
racun bagi tanaman pada konsentrasi tinggi. (Zasari, 2015).
NAA masuk dalam auksin eksogen sehingga dapat menggantikan hormon
IAA (auksin endogen). NAA berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan
perakaran dan mendorong pertumbuhan stek dari tanaman berkayu dan tanaman
berbatang lunak. Penambahan auksin pada konsentrasi yang rendah pada media
akan mendorong pembentukan akar adventif, sedangkan pada konsentrasi tinggi
cenderung membentuk kalus terhadap pertumbuhan akar (Zasari, 2015).
C. Indole Butyric Acid (IBA)
Indole-3-butyric acid (IBA) adalah auksin yang dapat diperoleh dalam bentuk
auksin sintetik yang digunakan secara luas di pertanian. IBA ditemukan secara
luas di tubuh tumbuhan. IBA memiliki perbedaan dengan IAA pada panjang
rantai samping yang dimilikinya. IBA memiliki rantai samping yang mengandung
tambahan 2 gugus CH2 (Litwack, 2005).
Biosintesis IBA dapat dilakukan dengan 3 jalur: (1) Jalur yang analog dengan
jalur biosintesis IAA via jalur triptofan (indole dan serin) menggunakan
glutamate-γ-semialdehyde daripada serine, (2) dengan β-oksidasi via reaksi yang
mirip dengan yang ditemukan pada biosintesis asam lemak, (3) jalur non-triptofan
yang mirip dengan mutan maize orange pada pericarp untuk sintesis IAA (Epstein,
1993).
IBA berfungsi melalui konversi menjadi IAA. IBA berperan dalam
pembentukan akar dan pada umumnya lebih efektif daripada IAA dalam inisiasi
akar. IBA memiliki aktivitas auksin yang rendah, tetapi stabil dan insensitive pada
sistem enzim pendegradasi. IBA lebih stabil daripada IAA pada kondisi variasi
cahaya dan temperatur serta dapat aktif lebih lama daripada IAA. IBA berfungsi
memalui konversi menjadi IAA secara in vivo dengan β-oksidasi yang dilakukan
oleh peroksisome (Litwack, 2005).

10
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Kegiatan hormon tumbuh mata kuliah Fisiologi Tanaman dilaksanakan pada
hari Kamis,19 September2019 pukul 07.00 WIB di Laboratorium Pertanian,
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3.2 Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan pada kegiatan praktikum hormon tumbuh adalah
cawan petri, gunting, spatula, alumunium foil, penggaris, gelas plastik, gelas
beaker, pipet tetes, meraca, sendok dan label. Bahan yang digunakan yaitu lidah
mertua, polibag, pupuk kompos, hormon tumbuh NAA dan IBA, tanah, air biasa
dan aquades.

3.3 Cara Kerja


Adapun cara kerja dalam praktikum ini yaitu :
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Disiapkan hormon auksin dalam 4 bentuk (cair, bubuk, padat, dan pasta).
3. Lidah mertua dipotong sepanjang 20 cm dengan ujung berbentuk V sebanyak
4 buah.
4. Dicampurkan tanah dan kompos.
5. Tanah yang sudah dicampur kompos dimasukan ke dalam polybag dan diberi
label sesuai perlakuan.
6. Lidah mertua (1) direndam dalam air selama 15 menit.
7. Lidah mertua (2) direndam pada larutan hormon auksin NAA selama 15
menit dalam bentuk cair.
8. Ujung lidah mertua (3) dilumuri dengan hormon auksin NAA dalam bentuk
bubuk.
9. Ujung Lidah mertua (4) dilumuri dengan hormon auksin NAA dalam bentuk
pasta.
10. Lidah mertua ditanam pada tanah dalam polybag sesuai perlakuan.

11
11. Setelah 7 HST tanaman lidah mertua diamati.

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Akar Lidah Mertua
Kelompok Perlakuan Jumlah Panjang keterangan
(Hormon) akar akar
1 Kontrol 0 0 Tidak tumbuh
NAA bubuk 0 0 Tidak tumbuh
NAA cair 0 0 Tidak tumbuh
NAA pasta 0 0 Tidak tumbuh
2 Kontrol 1 0,3 Tumbuh
NAA bubuk 0 0 Tidak tumbuh
NAA cair 3 0,3 Tumbuh
NAA pasta 0 0 Tidak tumbuh
3 Kontrol 0 0 Tidak tumbuh
NAA bubuk 0 0 Tidak tumbuh
NAA cair 0 0 Tidak tumbuh
NAA pasta 0 0 Tidak tumbuh
4 Kontrol 0 0 Tidak tumbuh
IBA bubuk 0 0 Tidak tumbuh
IBA cair 1 0,1 Tumbuh
IBA pasta 0 0 Tidak tumbuh
5 Kontrol 0 0 Tidak tumbuh
IBA bubuk 0 0 Tidak tumbuh
IBA cair 1 0,2 Tumbuh
IBA pasta 0 0 Tidak tumbuh
6 Kontrol 9 1 Tumbuh
IBA bubuk 0 0 Tidak tumbuh
IBA cair 12 2 Tumbuh
IBA pasta 0 0 Tidak tumbuh

13
4.2 Pembahasan
Laporan kali ini akan membahas tentang praktikum sebelumnya yaitu
mengenai Hormon Tumbuh. Menurut Santoso (2007), hormon tumbuhan disebut
juga fitohormon, yaitu zat yang dapat menggantikan sel karena diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Zat pengatur tumbuh pada tanaman
terdiri dari lima kelompok yaitu auksin, sitokinin, giberelin, asam absisat, dan
etilen.
Untuk itu pengamatan yang dilakuakan pada praktikum ini ialah
menggunakan tanaman lidah mertua, yang akan disteak dengan diberikan
perlakuan dengan hormon auksin. Menurut Fetter (1998) yang menyatakan bahwa,
Auksin berfungsi dalam proses pembesaran sel (perpanjangan koleoptil atau
batang), menghambat mata tunas samping, berperan dalam pengguguran daun,
aktivitas dari pada kambium, dan berperan dalam pertumbuhan akar. Sehingga
cocok digunakan untuk mengsteak lidah mertua dengan hormon auksin untuk
pertumbuhan akar dan juga pembesaran sel.
Terdapat golongan pada hormon auksin seperti IAA (Indolacetic Acid), NAA
(NaphtaleneaceticAcid), dan IBA (Indolebutyric Acid). Menurut pendapat dari
Hartman et.al (1997) menyatakan, zat pengatur tumbuh yang paling berperan pada
pengakaran stek adalah Auksin. Auksin yang biasa dikenal yaitu indole-3-acetic
acid (IAA), indolebutyric acid (IBA) dan nepthaleneacetic acid (NAA). IBA dan
NAA bersifat lebih efektif dibandingkan IAA yang meruapakan auksin alami,
sedangkan zat pengatur tumbuh yang paling berperan dalam pembentukan tunas
adalah sitokinin yang terdiri atas zeatin, zeatin riboside, kinetin, isopentenyl
adenin (ZiP), thidiazurron (TBZ), dan benzyladenine (BA atau BAP). Selain
auksin, absisic acid (ABA) juga berperan penting dalam pengakaran stek. Dalam
praktikum ini kita hanya menggunakan NAA (NaphtaleneaceticAcid) dan IBA
(Indolebutyric Acid).
Hasil pengamatan panjang lidah mertua juga sama seperti akar yaitu dengan
menggunakan empat perlakuan. Kelompok satu hasil yang didapatkan untuk
perlakuan kontrol, pasta, cair, dan bubuk yaitu tidak tumbuh. Kelompok dua hasil
yang didapatkan pada perlakuan kontrol, pasta, cair, dan bubuk lidah mertua yaitu
pada perlakuan kontrol dan cair, pada kontrol terdapat jumlah akar 1 panjang akar

14
0,3 lalu pada cair jumlah akar 3 dan pada panjang akar 0,3. Pada kelompok tiga
hasil yang didapatkan pada perlakuan kontrol, pasta, cair, dan bubuk yaitu tidak
tumbuh. Sedangkan pada kelompok empat hasil yang didapatkan pada perlakuan
kontrol, cair, pasta, dan bubuk yaitu pada perlakuan cair, terdapat jumlah akar 1
panjang akar 0,1. Kelompok lima hasil yang didapatkan pada perlakuan kontrol,
bubuk, cair dan pasta yaitu pada perlakuan cair, terdapat jumlah akar 1 panjang
akar 0,2. Kelompok enam hasil yang didapatkan pada perlakuan kontrol, cair,
pasta dan bubuk yaitu pada perlakuan control dan cair, pada control terdapat
jumlah akar 9 panjang akar 0,2 lalu pada cair jumlah akar 12 dan pada panjang
akar 2.
Hasil pengatamatan pada lidah mertua dengan empat perlakuan ada yang
berhasil dan ada yang tidak. Seharusnya dengan pemakaian hormon NAA dan
IBA akan lebih efektif dibandingkan dengan menggunakan hormon IAA. Hormon
NAA dan IBA akan meningkatkan pertumbuhan akar dengan baik dan lebih
efektif dalam inisiasi akar. Hal ini sesuai dengan penjelasan dari Litwack (2005)
“IBA berperan dalam pembentukan akar dan pada umumnya lebih efektif
daripada IAA dalam inisiasi akar” dan Zasari (2015) “NAA berfungsi untuk
meningkatkan pertumbuhan perakaran dan mendorong pertumbuhan stek dari
tanaman berkayu dan tanaman berbatang lunak”. Dan dapat dianalisis ketika
konsentrasi enzim IAA terlalu tinggi maka tumbuhan tidak dapat tumbuh hal ini
sesuai dengan pernyataan Saleh, (2003) IAA terdapat di akar pada konsentrasi
yang hampir sama dengan di bagian tumbuhan lainnya. IAA dapat memacu
pemanjangan akar pada konsentrasi yang sangat rendah. IAA adalah auksin
endogen atau auksin yang terdapat dalam tanaman.
IAA berperan dalam aspek pertumbuhan dan perkembangan tanaman yaitu
pembesaran sel yaitu koleoptil atau batang penghambatan mata tunas samping,
pada konsentrasi tinggi menghambat pertumbuhan mata tunas untuk menjadi
tunas absisi (pengguguran) daun aktivitas dari kambium dirangsang oleh IAA
pertumbuhan akar pada konsentrasi tinggi dapat menghambat perbesaran sel-sel
akar. `hormon auksin ini terletak pada ujung batang dan ujung akar, fungsi dari
hormone auksin ini adalah membantu dalam proses mempercepat pertumbuhan
baik pertumbuhan akar maupun pertumbuhan batang. Auksin juga menginisiasi

15
pemanjangan sel dengan cara mempengaruhi pengendoran atau pelenturan
dinding sel. Auksin memacu protein tertentu yang ada di membran plasma sel
tumbuhan untuk memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ ini mengaktifkan
enzim tertentu sehingga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai
molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang
akibat air yang masuk secara osmosis. Setelah pemanjangan ini, sel terus tumbuh
dengan mensintesis kembali material dinding sel dan sitoplasma.
Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa menunjukkan pemberian IBA pada
lidah mertua memberikan hasil yang baik untuk perumbuhan akar dibandingkan
pemberian NAA. Sedangkan untuk pemeberian IBA yang cepat untuk
pertumbuhan dengan perlakuan cair karena dapat mempercepat proses
pemanjangan akar. Menurut literatur dari Firmansyah dan Kamsinah (2014) yang
menyatakan bahwa, salah satu jenis zat pengatur tumbuh sintetik yang banyak
digunakan untuk stek tanaman adalah IBA (Indole Butyric Acid) karena sifat
kimianya stabil serta memiliki kisaran konsentrasi lebar untuk merangsang
perakaraan. Untuk pengamatan lidah mertua yang tidak tumbuh terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi dalam pertumbuhanya seperti nurtisi, air, cahaya,
oksigen, suhu, dan kelembaban. Sedangkan menurut Paun et.al (2010) yang
berpendapat bahwa, faktor lingkungan tumbuh stek yang cocok sangat
berpengaruh pada terjadinya regenerasi akar dan pucuk. Lingkungan tumbuh atau
media pengakaran seharusnya kondusif untuk regenerasi akar yaitu cukup lembab,
evapotranspirasi rendah, drainase dan aerasi baik, suhu tidak terlaru dingin atau
panas, tidak terkena cahaya penuh (200-100 W/m2) dan bebas dari hama atau
penyakit.

16
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Simpulan yang didapat dari praktikum kali ialah bahwa sebuah hormon
emrupak suatu faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman. Hormon
yang dipakai pada praktikum kali ini yaitu hormon IAA dan IBA. Dan dapat
dilihat dari 9 sampel IBA (cair, pasta, dan bubuk) serta 0 sampel IAA (cair, padat,
bubuk) bahwa pertumbuhan akar lidah buaya menggunakan IBA terbukti lebih
berhasil dibanding hormon IAA.

5.2 Saran
Saran yang dapat saya berikan yaituu agar prkatikan lebih memperhatikan
lagi saat penjelasan berlangsung, dan lebih hati-hati saat praktikkum berlangsunng.
Karena keteledoran dapat menyebabkan kecelakaan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Epstein, E. & Ludwig, J. 1993. Indole-3-butyric Acid in Plants:Occurence,


Synthesis, Metabolism, and Transport. Physiologia Plantarum (88): 1-6.
Firmansyah, F. S, dan Kamsinah, R. 2014. Pengaruh Pemberian IBA dan
Komposisi Media Terhadap Pertumbuhan Stek Sansevieria cylindrica var.
patula. Scripta Biologica. 1 (2) : 161-165.
Furqonita, Deswaty dan M. Biomed. 2007. Seri IPA Biologi SMP. Surabaya :
Quadra.
Hardji, S. S. 2009. Zat Pengatur Tubuh Tanaman. Jakarta : Soeroengan.
Hartman, H. T., et al. 1990. Plant Propagation. New Jersey: Hall Int. Inc.
Kadir, 2007. Indole Acetic-Acid (IAA). Surabaya: Gramedia.
Litwack, G. 2005. Plant Hormones. Gulf Professional Publishing. Elsevier.
Amsterdam. p 119-120.
Oktaviani, Devi. 2010. Skenario Indah-Nya. Jakarta: Kompas Gramedia.
Paun, O., R. M. Bateman., F. M. Fay., Hedren., Civeyrel, L. dan M. W. Chase.
2010. Stable Epigenetic Effects Impact Adaption in Allopolyploid Orchids
(Dactylorhiza Orchidaceae). Mol Biol Evol. 27 (11) : 2465-2473.
Saleh, M.S., 2003. Asam Indole Acetic Acid. Magelang: Surya Indah.
Salisbury, Frank B dan Ross, Cleon W. 2002. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3.
Bandung: Penerbit ITB.
Santoso, Begot. 2007. Biologi . bekasi : Interplus.
Zasari, Maera. 2015. Pengaruh Indolebutyric Acid (IBA) Dan Naphthalene Acetic
Acid (NAA) Terhadap Node Cutting Lada Varietas Lampung Daun Lebar.
Jurnal Pertanian dan Lingkungan. Vol.8 No. 2.

18
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Fisiologi Tanaman
yang berjudul “Hormon Tumbuh” dengan tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Dalam pembuatan laporan ini, penulis berterimakasih kepada Ibu Eltis Panca
Ningsih, SP., M.Si sebagai Dosen Pengampuserta kepada saudari Resty
Fristikawati dan Indah Permata Sari sebagai Asisten Lababoratoriumyang
membantu dalam mengerjakan dan penyusunan tugas laporan ini.
Harapanya pada laporan praktikum ini dapat berguna untuk banyak orang,
terutama bagi para pembaca. Sehingga bisa dapat dijadikan sebagai bahan dalam
referensi dan pembelajaran guna menabah ilmu pengetahuan. Semoga dalam
laporan ini adanya kritik dan saran yang membangun. Agar dalam penyusunan
kedepanya dapat lebih baik serta benar.

Serang, Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1.Latar Belakang ......................................................................................1
1.2.Tujuan....................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1. Pengertian Hormon ............................................................................ 3
2.2.Hormon Pemicu Pertumbuhan .............................................................4
2.3. Hormon Penghambat Pertumbuham ...................................................6
2.4. Hormoj NAA dan IBA ........................................................................8
BAB III METODE PRAKTIKUM .....................................................................11
3.1.Waktu dan Tempat .............................................................................11
3.2.Alat dan Bahan ....................................................................................11
3.3.Cara Kerja ...........................................................................................11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................13
4.1.Hasil ....................................................................................................13
4.2.Pembahasan .........................................................................................14
BAB V PENUTUP ................................................................................................17
5.1.Simpulan..............................................................................................17
5.2.Saran ....................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................18
LAMPIRAN ..........................................................................................................19

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Pengamatan Akar Lidah Mertua .....................................................10

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur hormon tumbuhan ............................................................. 4


Gambar 2. Struktur hormon auksin .................................................................... 4
Gambar 3. Struktur hormon sitokinin ................................................................ 5
Gambar 3. Struktur hormon giberalin ................................................................ 6
Gambar 3. Struktur hormon ABA ...................................................................... 6
Gambar 4. Struktur hormon etilen ..................................................................... 7
Gambar 5. Struktur gambar brainosteroid .......................................................... 8

iv
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI TANAMAN
“HORMON TUMBUH”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Fisiologi Tanaman

Disusun oleh:
Nama : Salma Cholqiyah Syafardani
NIM : 4442180088
Kelas : III C
Kelompok : 4 (empat)

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2019

Anda mungkin juga menyukai