Disusun Oleh:
Nurvi Selvi Arviani (A.2010976)
2.1 Selada
2.1.1 Sejarah
Wild type selada adalah Lactucaserriola yang menyebar di seluruh wilayah
Eropa dan Asia dengan iklim sedang. Selada sendiri dibudidayakan pertama kali di
Mesir Kuno dan dimanfaatkan bijinya untuk bahan dasar pembuatan minyak.
Perkembangan selada dilakukan pada zaman itu sampai akhirnya tanaman selada
dimanfaatkan sebagai tanaman yang dikonsumsi daunnya. Budidaya tanaman ini
sudah dilakukan sejak tahun 2680 SM. Tanaman selada bahkan diukir di dinding
makam kuno dengan visual berbentu seperti selada romaine modern dalam bentuk
yang besar. Tanaman ini kemudia menyebar ke Romawi dengan nama “lactuca” dan
“lettuce” dalam bahasa inggris. Pada tahun 50 M seorang petani Romawi
mendeskripsikan beberapa varietas dari selada yang mungkin menjadi salah satu
nenek moyang dari selada yang kita kenal sekarang (Jose 2012).
2.1.2 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman
Menurut Cahyono (2019) tanaman selada masuk ke dalam divisi
Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, Ordo Asterales,
gamili Asteraceae, genus Lactuca dan spesies Lactusa sativa.
Daun tanaman sealda memliki bentuk, ukuran dan warna yang beragam
tergantung pada varietasnya. Tangkai pada daun selada bertulang menyirip dan
lebar. Daun selada umumnya memiliki ukuran panjang 20-15 cm dan lebar 15 cm.
Batang tanaman selada bersifat tegap, kokoh dan kuat dengan diameter berkisar
antara 5,6-7 cm (Pracaya 2011). Menurut Sa’adah (2018) tanaman selada memiliki
tipe akar serabut dan memiliki akar tunggang pada selada yang ditanam dari biji.
2.1.3 Syarat Tumbuh
Tanaman selada memiliki pertumbuhan yang baik apabila ditanam di dataran
tinggi dengan pH tanah sekitar 5 – 6,5. Waktu tanam terbaik selada pada akhir
musim hujan (Kementan 2019). Suhu optimal bagi pertumbuhan selada sekitar 15̊
C-20̊ C dengan ketinggian 500 – 2000 mdpl (Pracaya dan Kartika 2016).
2.1.4 Kandungan Gizi dan Manfaat
Pada 100 gram selada mengandung beberapa kandungan gizi seperti protein,
karbohidrat, vitamin (B kompleks, C, A D, E dan K), mineral (kalsium, zinc,
potassium), asam lemak dan asam amino. Kandungan kalori yang kecil pada selada
cocok untuk diet. Selain itu selada juga mengandung antioksidan dan antiinflamasi.
Melalui beberapa penelitian kandungan senyawa lactucin dan lactucopirin pada
tanaman selada menunjukkan potensi terapeutik yang bermanfaat bagi kesehatan
manusia (Anilakumar et al. 2017).
2.2 Kailan
2.2.1 Sejarah
Secara umum Brassica oleracea terbagi atas 6 grup, yaitu: kale (var.
acephala) yang mencakup kale hijau dan sejenisnya; kubis (var. capitata, var.
sabauda, var. bullata) mencakup kubis-kubisan dan sejenisnya; kohlrabi (var.
gongylodes); kale berbunga (var. botrytis, var. italica) mencakup kembang kol,
brokoli dan sejenisnya; kale semak bercabang (var. fruticosa) dan Chinese kale (B.
alboglabra). Tetua dari ke enam grup ini diketahui berasal dari Eropa Barat. Kailan
sendiri masuk ke dalam grup Chinese kale (Pua dan Douglas 2004).
2.2.2 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman
Menurut Samadi (2013) taksonomi kailan adalah sebagai berikut: famili
Brassicaeae, genus Brassica dan spesies Brassica oleracea L. Cahyono (2019)
mengatakan kailan memiliki batang sejati yang pendek, tegap, kokoh, berbuku-
buku dan kuat dengan diameter 3-4 cm. Tanaman kailan memiliki akar serabut dan
tunggang dengan kedalaman 20-50 cm. Bunga tanaman ini berwarna putih dan
memiliki tangkai bunga yang panjang (Cahyono 2019).
2.2.3 Syarat Tumbuh
Kailan tumbuh baik dengan suhu udara berkisar 15̊ C - 25̊ Cdengan ketinggian
daerah 300 – 1900 mdpl. Kelembaban optimal bagi pertumbuhan kailan sekitar
60%-90% dengan curah hujan 1000 – 1900 mm/tahun (Cahyono 2019).
2.2.4 Kandungan Gizi dan Manfaat
Tanaman kailan mengandung senyawa flavanoid dan phenol. Selain itu
tanaman ini juga mengandung vitamin C, betakaroten dan mineral lainnya yang
dibutuhkan oleh tubuh (Kopta et al. 2018).
2.3 Nutrisi AB mix
Menurut Nugraha et al. (2015) nutrisi AB mix merupakan jenis pupuk yang
tebagi menjadi dua larutan yaitu stock A dan stock B yang dilarutkan pada air. Pada
larutan AB mix terdapat kandungan unsur hara makro (N, P, K, S, Ca) dan mikro
(Mn, Cu, Zn, Cl, Cu, Na dan Fe) yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman (Hidayanti dan Kartika 2019).
2.4 Hidroponik Rakit Apung
Rakit apung merupakan sistem hidroponik sederhana yang memanfaatkan
lahan yang tergenang. Pada sistem rakit apung, tanaman ditempatkan secara
terapung di atas nutrisi secara terus menerus (Halim 2016). Fadhilah et al. (2019)
menjelaskan bahwa hidroponik rakit apung memiliki keuntungan dibanding sistem
hidroponik lainnya karena lebih simple, mudahnya perawatan instalasi dan murah.
III BAHAN DAN METODE
Jumlah daun tanaman selada pada baki menunjukkan perbedaan nyata antara
perlakuan P1 (2,5 ml/l) dan P3 (7,5 ml) dengan perlakuan P2 (5 ml). Sedangkan
pada perlakuan P1 (2,5 ml/l) dengan P3 (7,5 ml) tidak memiliki perbedaan yang
nyata. Jika dilihat dari nilai rerata jumlah daun selada tertinggi terdapat pada
perlakuan P2 (5 ml) diikuti dengan perlakuan P1 (2,5 ml/l) dan P3 (7,5 ml). Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari et al. (2022) bahwa perlakuan
AB mix dengan dosis 5 ml/l memiliki rata-rata jumlah daun terbanyak.
Bobot panen dalam wadah baki pada perlakuan P1 (2,5 ml/l) memiliki
perbedaan yang nyata terhadap perlakuan P2 (5 ml/l) akan tetapi tidak berbeda
nyata terhadap perlakuan P3 (7,5 ml/l). perlakuan dengan rerata tertinggi diperoleh
oleh perlakuan P2 (5 ml/l) diikuti oleh perlakuan P3 (7,5 ml) dan P1 (2,5 ml/l). Pada
wadah paralon bobot panen menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh nyata.
Tabel 2. Rata-rata bobot panen tanaman selada
Perlakuan Bobot Panen
(gram)
Baki
2,5 ml/l 68,7a
5 ml/l 87,7b
7,5 ml/l 76,4ab
Paralon
1,5 ml/l 36,85
3 ml/l 37,9
4,5 ml/l 42,2
6 ml/l 29,8
Ket: Nilai rata-rata pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
menurut uji BNT pada taraf 5%
4.2 Kailan
Berdasarkan hasil pada tabel diketahui bahwa perbedaan dosis pada tanaman
dalam baki dan paralon tidak berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman,
jumlah daun, dan lebar tajuk. Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ali et al. (2021) yang menyatakan bahwa konsentrasi AB mix
berpengaruh terhadap parameter tumbuh seperti tinggi tanaman dan jumlah daun.
Tabel 3. Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun dan lebar tajuk tanaman kailan pada
umur 6 MST
Perlakuan Tinggi tanaman Jumlah daun Lebar Tajuk
(cm) (helai) (cm)
Baki
2,5 ml/l 16,45 7,38 37,23
5 ml/l 15,93 8,63 40,25
7,5 ml/l 14,23 8,38 40,10
Paralon
1,5 ml/l 9,1 6,1 24,49
3 ml/l 12,35 6,6 26,3
4,5 ml/l 12,2 7,3 29,55
6 ml/l 10,1 6,4 24,8
Ket: Nilai rata-rata pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
menurut uji BNT pada taraf 5%
Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa rata-rata tinggi tanaman kailan pada baki
lebih tinggi dibandingkan rata-rata tinggi tanaman kailan pada paralon. Secara
visual tanaman kailan pada paralon lebih kecil dibandingkan dengan tanaman
kailan pada baki (Gambar 1). Hal ini diduga karena konsentrasi yang kurang
optimal bagi tanaman kailan. Ginanjar et al. (2021) menjelaskan konsentrasi yang
sesuai bagi tanaman kailan tentunya akan menunjang pertumbuhan dan
perkembangan kailan dengan baik.
(a) (b)
Gambar 1. Tanaman kailan (a) Budidaya pada baki (b) budidaya pada paralon
Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa bobot panen dalam wadah baki dan paralon
pada berbagai dosis memiliki perbedaan yang nyata. Perlakuan P1 (2,5 ml/l)
memliki perbedaan yang nyata terhadap perlakuan P3 (7,5 ml/l) tetapi tidak berbeda
nyata dengan perlakuan P2 (5 ml/l).
Perlakuan Bobot Panen
(gram)
Baki
2,5 ml/l 91,8a
5 ml/l 95,6a
7,5 ml/l 129,13b
Paralon
1,5 ml/l 94,6ab
3 ml/l 166,9c
4,5 ml/l 146,75bc
6 ml/l 83,6a
Ket: Nilai rata-rata pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
menurut uji BNT pada taraf 5%
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulan bahwa, pada
budidaya selada pada baki parameter jumlah daun dan bobot panen memiliki
pengaruh yang nyata dengan jumlah daun dan bobot panen terbesar diperoleh pada
perlakuan P2 (5 ml/l). pada budidaya kailan diperoleh hasil bahwa seluruh
parameter vegetatif tidak memiliki pengaruh nyata, akan tetapi memliki pengaruh
yang nyata pada parameter bobot panen. Bobot panen terbesar pada wadah baki
diperoleh pada perlakuan P3 (7,5 ml/l) dan pada wadah paralon pada perlakuan P3
(4,5 ml/l)
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono B. 2019. Kailan: Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Semarang:
CV Aneka Ilmu.
Cahyono B. 2019. Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani Selada. Semarang: CV
Aneka Ilmu.
Faddhillah R, Dwiratna K, Amaru. 2019. Kinerja sistem fertigasi rakit apung pada
budidaya tanaman kangkung (Ipomoea reptans Poir.). Jurnal Pertanian 6(1):
165-179.
Nugraha U, Susila D. 2015. Sumber sebagai hara pengganti AB mix pada budidaya
sayuran daun secara hidroponik. Jurnal Hort. Indonesia 6(1): 11-19.
Samadi B. 2013. Budidaya Intensif Kailan Secara Organik dan An-organik. Jakarta:
Pustaka Mina.