I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Hortikultura merupakan komoditas yang masih memiliki masa depan relatif
cerah berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimilikinya dalam
pemulihan perekonomian Indonesia pada waktu mendatang, sehingga perlu mulai
mengembangkannya sejak saat ini. Jenis tanaman hortikultura terdiri dari tanaman
sayuran, buah-buahan, obat-obatan, maupun tanaman hias (Aryasita, Mukarromah.
2013). Sektor hortikultura mempunyai peran yang strategis dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satu tanaman hortikultura yang mempunyai
nilai ekonomis tinggi dan komersial adalah tanaman cabai merah. Dengan demikian
pertanian hortikultura sudah seharusnya mendapat perhatian yang serius terutama
menyangkut aspek produksi dan pengembangan sistem pemasarannya (Ayu
Andayani, 2016). Sebagian wilayah Provinsi Sumatera Selatan seluas 87.017 km2
merupakan lahan rawa yang tersebar di daerah bagian timur, mulai dari kabupaten
Musirawas, Muba, OKI, Muaraenim, dan Banyuasin. Lahan rawa yang berpotensi
untuk pertanian di Provinsi Sumatera Selatan adalah 1.602.490 ha, terdiri atas lahan
rawa pasang surut 961.000 ha dan rawa non pasang surut atau lebak 641.490 ha.
Sebagian besar lahan rawa tersebut atau sekitar 1,42 juta ha merupakan lahan rawa
gambut.
Universitas Sriwijaya
Cabai (Capsicum annuum L.) berasal dari Meksiko kemudian menyebar ke
daerah Amerika Selatan dan Amerika Tengah serta ke Eropa. Cabai dikonsumsi
dalam bentuk segar, kering atau olahan sebagai sayuran dan bumbu. Daerah sentra
utama cabai keriting adalah Bandung, Brebes, Rembang, Tuban, Rejanglebong,
Solok, Tanah Datar, Karo, Simalungun, Banyuasin dan Pagar Alam. Hal yang sangat
berpengaruh dalam proses budidaya cabai adalah penggunaan varietas. Varietas
adalah suatu jenis atau spesies tanaman yang memiliki karakteristik genotip tertentu
seperti bentuk, pertumbuhan tanaman, daun, bunga dan biji yang dapat membedakan
dengan jenis atau spesies tanaman lain dan apabila diperbanyak tidak mengalami
perubahan (Sepwanti et al., 2016)
Cabai merah (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas
hortikultura yang penting. Banyaknya manfaat pada cabai yang dapat dipergunakan
untuk berbagai keperluan, baik yang berhubungan dengan kegiatan rumah tangga
maupun untuk keperluan lain seperti untuk bahan ramuan obat tradisional, bahan
makanan dan minuman serta industri. Tanaman cabai memiliki kandungan gizi dan
vitamin di antaranya, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin A, B1 dan vitamin
C (Zahroh et al., 2018). Selain digunakan untuk konsumsi rumah tangga dapat
digunakan juga untuk pembuatan obat-obatan dan kosmetik. Cabai merah
mengandung zat-zat gizi yang sangat diperlukan untuk kesehatan manusia. Cabai
merah juga mengandung protein, lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), fosfor (P), besi
(Fe) (Ollo et al., 2019).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan agar mendapatkan peningkatan
produksi cabai merah dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara perbaikan teknik
budidaya yang meliputi varietas unggul, pengaturan jarak tanam dan pemupukan
(Maruapey, 2017). Pemilihan Varietas Laris dapat membantu mewujudkan upaya
diatas karena cabai merah Varietas Laris merupakan salah satu varietas non hibrida
dari jenis cabe merah lokal yang cocok ditanam pada dataran rendah (Zahroh et al.,
2018).
Pada proses budidaya, peningkatan produksi tanaman dapat dilakukan secara
agronomi yaitu melalui pemupukan. Pemupukan dapat dilakukan dengan
menggunakan pupuk anorganik maupun pupuk organik. Pupuk anorganik lebih
banyak digunakan dengan alasan lebih cepat dalam penyediaan unsur hara
dibandingkan dengan pupuk organik. Namun penggunaan pupuk anorganik yang
terus menerus dapat mengganggu keseimbangan kimia tanah sehingga produktifitas
tanah menurun dikarenakan tidak tersedianya bahan organik pada media tanam.
Untuk mengatasi permasalahan penggunaan pupuk anorganik secara berulang, perlu
dilakukannya perbaikan struktur tanah, dalam hal ini pemberian pupuk kandang.
Pupuk kandang dianggap dapat memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah seperti
dapat meningkatkan kegiatan jasad renik dalam membantu proses dekomposisi bahan
Universitas Sriwijaya
organik. Setiap jenis pupuk kandang yang berbeda tentunya mengandung unsur hara
yang berbeda (Wijayanti et al., 2013). Pemilihan pupuk organik sangat penting untuk
pertumbuhan tanaman cabai merah, jenis pupuk organik yang diharapkan dapat
memperbaiki sifat-sifat tanah dan hasil tanaman adalah pupuk kandang sapi. Pupuk
kandang sapi didapatkan dari hasil fermentasi alami bahan organik yang dapat
digunakan sebagai pupuk untuk meningkatkan kesuburan tanah sehingga bisa
memperbaiki pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah. Menurut (Prasetya, 2014)
Kualitas pupuk pupuk kandang sapi tergantung dari bahan bakunya seperti pupuk
kandang, jerami, serasah atau sisa makanan sapi dan lain sebagainya.
Pupuk kandang memiliki sifat yang alami dan tidak merusak tanah,
menyediakan unsur makro (nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, dan belerang) dan
mikro (besi, seng, boron, kobalt, dan molibdenium). Selain itu, pupuk kandang
berfungsi untuk meningkatkan daya tahan terhadap air, aktivitas mikrobiologi tanah,
nilai kapasitas tukar kation dan memperbaiki struktur tanah. Pengaruh pemberian
pupuk kandang secara tidak langsung memudahkan tanah untuk menyerap air.
Pemakaian pupuk kandang sapi dapat meningkatkan permeabilitas dan kandungan
bahan organik dalam tanah, dan dapat mengecilkan nilai erodobilitas tanah yang pada
akhirnya meningkatkan ketahanan tanah terhadap erosi (Yuliana et al., 2015).
Budidaya terapung bersifat ramah lingungan karena menyesuaikan dan
beradaptasi dengan lingkungan yang ada dan efisien karena tidak perlu menyiram
tanaman. Budidaya sayuran sistem pertanian terapung prospektif dikembangkan
berdasarkan pernyataan petani yang berminat terhadap penggunaan pertanian
terapung yang diintroduksikan. Salah satu hal yang menarik bagi petani adalah
kemudahan dalam pengoperasian dan pemeliharaan alat serta kemudahan
membuatnya. Di samping itu petani juga optimis sistem pertanian terapung ini dapat
dikembangkan oleh petani setempat. Pada lahan rawa lebak, tidak dapat diprediksinya
tinggi air menjadi kendala utama untuk budidaya terutama sayuran. Oleh karena itu
pertanian terapung menjadi bentuk adaptasi petani terhadap banjir yang datang setiap
tahun. Bila mereka tetap memakai lahan konvensional, banjir akan menghancurkan
tanaman mereka. Dengan lahan apung, bila ada banjir, tanaman akan tetap terapung
tidak diterjang banjir (Hasbi et al., 2017).
Budidaya tanaman sistem terapung dapat menjadi salah satu altenatif solusi
yang dapat dikembangkan di lahan tergenang (Siaga, Lakitan. 2021). Sistem budidaya
terapung yang digunakan pada penelitian ini dengan memanfaatkan rakit terapung
batang bambu yang ramah lingkungan pada budidaya tanaman cabai merah.
Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
berbagai dosis pupuk kandang sapi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai
merah (Capsicum annum L. var. Laris).
Universitas Sriwijaya
I.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hasil optimum pada berbagai dosis
pupuk kandang sapi pada pertumbuhan dan produksi tanaman cabai merah
(Capsicum annum L. var. Laris).
I.3. Hipotesis
Diduga pemberian berbagai dosis pupuk kandang sapi mampu meningkatkan
pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah (Capsicum annum L. var. Laris) pada
sistem terapung.
Universitas Sriwijaya
II. METODE PENELITIAN
II.1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan di Embung Universitas Sriwijaya Kecamatan
Indralaya Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Penelitian dilaksanakan pada bulan
Mei sampai bulan Agustus 2022.
II.2. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Alat Tulis, 2)
Baki, 3) Cangkul, 4) Ember, 5) Jangka Sorong, 6) Neraca analitik, 7) Leaf Area
Meter, 8) Oven, 9) Penggaris, 10) Pot Tray, 11) Rakit apung, dan 12) Smartphone.
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Air, 2) Benih
Cabai merah Varietas Laris, 3) Kapur pertanian, 4) Polybag, 5) Pupuk Kandang Sapi,
6) Pupuk TSP, Urea, Zk, dan KCL 7) Tanah.
II.3. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Rancangan Acak
Kelompok (RAK) yang terdiri dari 4 taraf perlakuan dan 3 ulangan kemudian setiap
ulangan terdapat 2 tanaman. Sehingga terdapat 24 unit perlakuan. Berikut merupakan
perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini :
Penelitian ini menggunakan empat perlakuan yaitu:
S0 = Kontrol
S1= Pupuk Kandang Sapi dengan dosis 300 g/polybag
S2= Pupuk Kandang Sapi dengan dosis 600 g/polybag
S3= Pupuk Kandang Sapi dengan dosis 900 g/polybag
Universitas Sriwijaya
II.5.2. Persiapan Media Tanam
Media yang digunakan adalah tanah Top Soil yang berasal dari ATC Fakultas
Pertanian, Universitas Sriwijaya, Kecamatan Indralaya, Ogan Ilir. Media tanah
dibersihkan dari sisa-sisa akar dan sampah dengan tujuan untuk membersihkan tanah
dari material lainya. Sebelum digunakan media tanam dicek pH jika kondisi pH di
bawah normal maka akan diberikan kapur pertanian dengan dosis 5 g/polybag,
selanjutnya Pemberian pupuk kandang sapi sesuai dengan dosis perlakuan pemberian
pupuk kandang sapi pada media tanam yang akan digunakan. Dosis pupuk kandang
sapi yaitu S0 = Kontrol, S1= Pupuk kandang sapi 300 g/pot, S2= Pupuk kandang
sapi 600 g/pot, dan S3= Pupuk kandang sapi 900 g/pot. Pupuk kandang sapi diaduk
dengan merata, campuran campuran tanah tersebut kemudian dimasukkan kedalam
planterbag dan dimasukkan kedalam polybag yang akan ditanam di kebun percobaan
Fakultas Pertanian.
II.5.3. Penanaman
Bibit cabai merah ditanam ke dalam media pada umur 25 hari, masing – masing
polybag berukuran 5 kg yang telah disiapkan dengan kedalaman 2-3 cm. Sebelum
dilakukan penanaman, media tanam disiram terlebih dahulu.
II.5.4. Pemupukan
Pupuk diberikan adalah pupuk TSP dengan dosis 100 kg/ha diberikan 7 hari
setelah tanam, kemudian Urea 100 kg/ha, Zk 300-400 kg/ha, dan KCL 100 kg/ha
diberikan pada umur 4,7 dan 10 minggu setelah tanam (mst) masing masing 1/3
dosis.
II.5.5. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan pengendalian gulma serta
pengendalian hama dan penyakit. Pada media tanam tiap tanaman dilakukan
pengendalian gulma yang dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang
tumbuh disekitar tanaman. Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan dengan
cara manual yaitu memotong bagian tanaman yang terserang hama.
II.5.6. Pemanenan
Panen dilakukan pada saat buah menunjukkan ciri umum kematangan, yaitu
buah telah berwarna merah. Kemudian buah dipetik langsung menggunakan tangan.
Universitas Sriwijaya
Jumlah daun yang dihitung penambahan setiap helai daun yang keluar.
pengukuran dilakukan setiap satu minggu sekali.
II.6.3. Umur Berbunga
Umur berbunga dihitung berdasarkan jumlah hari sejak tanaman dipindah
tanam sampai tanaman menghasilkan bunga pertama.
II.6.4. Berat Segar Tanaman (g)
Berat basah tanaman sayuran ditimbang setelah panen, dengan menggunakan
timbangan analitik. Bagian tanaman yang akan timbang adalah akar, batang, buah,
dan daunnya.
II.6.5. Berat Kering (g)
Bobot kering tanaman yaitu bobot kering semua bagian tanaman. Kemudian
dilakukan pengovenan dengan suhu 105ºC selama 1 x 24 jam, lalu ditimbang dengan
menggunakan neraca analitik.
II.6.6. Luas daun (cm)
Pengukuran luas daun dilakukan dengan menggunakan metode leaf area meter,
pengukuran dilakukan dengan cara daun tanaman dipetik dan diletakkan pada suatu
bidang datar yang berwarna terang.
II.6.7. Berat Buah per Tanaman
Berat buah diperoleh dengan menimbang seluruh buah yang dihasilkan per
tanaman sejak awal panen hingga panen terakhir.
II.6.8. Diameter Buah (cm)
Diameter buah diukur menggunakan jangka sorong pada bagian terbesar buah
yang diambil dari buah sampel setiap tanaman untuk setiap kali panen.
II.6.9. Panjang Buah
Panjang buah dihitung berdasarkan panjang buah yang diambil dari buah
sampel untuk setiap kali panen.
Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Sriwijaya
Biology, 1(1):50.
DENAH PENELITIAN
S1 S3 S2
S3 S0 S3
S2 S1 S0
S0 S2 S1
Keterangan :
Universitas Sriwijaya