SKRIPSI
Diajukan oleh :
Faiz Rafiqi
20130210087
KEPADA
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sawi hijau adalah sayuran daun yang biasanya diolah menjadi tumisan atau
pelengkap makan bakso. Sawi hijau mengandung banyak antioksidan dan memiliki
banyak vitamin, sawi seperti juga sayur hijau lainnya berfungsi sebagai pencegah
kanker (Zatnika, 2010).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2015) produksi sayuran sawi di
indonesia dari tahun 2011 sampai 2013 mengalami kenaikan dari 580.969 ton
menjadi 635.728 ton, namun tahun 2014 sampai 2015 telah mengalami mengalami
penurunan dari 602.468 ton menjadi 580.51 ton. Data tersebut menunjukan bahwa
terjadinya fluktuasi produksi caisin, bahkan telah mengalami penurunan pada tig
tahun terakhir. Penyebab penurunannya produksi caisin disebabkan dalam
budidayanya. Oleh sebab itu perlu adanya perbaikan dan peningkatan teknologi
budidaya pada tanaman sawi caisin.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No.511/Kpts/PD.310/9/2006,
sawi juga termasuk komoditas binaan Direktorat Jenderal Hortikultura (Peraturan
Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor: 48 Permentan/OT.140/10/2009).
Sayuran sawi bisa ditanam di dataran rendah dan dataran tinggi, cukup cahaya
matahari, aerasi tanah baik dan pH tanah 5,5-6 (Endrizal et al., 2010). Sawi bila
ditinjau dari aspek ekonomis dan bisnisnya layak untuk dikembangkan atau
diusahakan untuk memenuhi permintaan konsumen serta adanya peluang pasar.
Kelayakan pengembangan budidaya Sawi antara lain ditunjukkan oleh adanya
keunggulan komparatif kondisi wilayah tropis Indonesia yang sangat cocok untuk
komoditas tersebut, disamping itu, umur panen Sawi relatif pendek yakni 40-50 hari
setelah tanam dan hasilnya memberikan keuntungan yang memadai (Rahman dkk,
2008). Selain itu, aspek teknis, ekonomi dan sosial juga sangat mendukung
pengusahaan sayur di negeri kita. Ditinjau aspek teknis, budidaya Sawi tidak terlalu
sulit (Haryanto dkk, 2006).
Berdasarkan data statistik pertanian secara nasional kemampuan produksi
tanaman sawi Indonesia 8-10 ton/ha. Sedangkan untuk Sulawesi Tenggara produksi
sawi rata-rata 3,74 ton ha-1 dengan luas panen 165 ha (BPS Sulawesi Tenggara,
2010). Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara (2009) produksi
Sawi selama periode tahun 2005 sampai tahun 2008 mengalami penurunan minus
1,44% per tahun, hal ini terjadi karena berkurangnya luas lahan. Pada tahun 2008
produksi Sawi sebesar 77.147 ton, naik sebesar 2.036 ton, bila dibandingkan
produksi Sawi pada tahun 2007 sebesar 75.111 ton. Sawi terdapat hampir di semua
daerah di Sumatera Utara.
Salah satu menurunnya produksi sawi dikarenakan budidaya yang belum
dioptimalkan. Salah satu faktor penting dalam budidaya yang menunjang
keberhasilan hidup tanaman adalah masalah pemupukan. Masalah umum dalam
pemupukan adalah rendahnya efisiensi serapan unsur hara oleh tanaman. Efisiensi
pemupukan N dan K tergolong rendah, berkisar antara 30-40%. Efisiensi
pemupukan P oleh tanaman juga rendah, berkisar 15-20% (Suwandi, 2009).
Tanaman tidak cukup hanya mengandalkan unsur hara dari dalam tanah saja. Oleh
karena itu, tanaman perlu diberi unsur hara tambahan dari luar, yaitu berupa pupuk
(Prihmantoro, 2001). Upaya peningkatan efisiensi penggunaan pupuk dapat
ditempuh melalui prinsip tepat jenis, tepat dosis, tepat cara, tepat waktu aplikasi,
dan berimbang sesuai kebutuhan tanaman (Syafruddin dkk, 2009). Peningkatan
produksi Sawi dapat dilakukan dengan pemupukan. Pemupukan melalui tanah
dapat dilakukan dengan pupuk buatan dan pupuk alami. Berkurangnya subsidi
pupuk dan banyaknya beredar pupuk majemuk alternatif membuat para petani
menjadi bingung hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan petani mengenai
jumlah dan jenis unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Sehingga tidaklah
mengherankan bila penerapan pemupukan tidak diikuti dengan peningkatan
produksi karena hanya memenuhi beberapa unsur hara makro saja, sementara unsur
mikro yang lain tidak terpenuhi. Meskipun dibutuhkan dalam jumlah yang lebih
sedikit, unsur mikro ini tidak kalah pentingnya dengan unsur hara makro sebagai
komponen struktural sel yang terlibat langsung dalam metabolisme sel dan aktivitas
enzim (Lingga dan Marsono, 2007).
Selain itu, penggunaan pupuk Anorganik secara terus menerus dapat
merusak tanah sehingga perlu diimbangi dengan pemberian pupuk organik, selain
itu kombinasi pupuk Organik dan Anorganik akan memberikan beberapa
keuntungan yaitu salah satunya dapat mengurangi biaya produksi. Ketergantungan
terhadap pupuk anorganik (Urea) pada berbagai budidaya tanaman perlu
diantisipasi dengan menggunakan bahan/organisme yang dapat menyediakan hara
N. Salah satunya Urine kelinci yang memiliki kandungan N dan berguna bagi
tanaman baik tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Urine kelinci
mengandung N: 2,72%, P:1,1%, K:0,5% (Kusnendar,2013). Oleh karena itu,
peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh dari pemberian kombinasi POC kelinci
dan pupuk urea dengan berbagai jumlah takaran dalam aplikasi pupuk N terhadap
pertumbuhan dan produksi Sawi.
B. Perumusan Masalah
Penggunaan pupuk Anorganik secara terus menerus dapat merusak tanah sehingga
perlu diimbangi dengan pemberian pupuk Organik, selain itu pemberian pupuk
Anorganik dan Organik akan memberikan beberapa keuntungan selain memelihara
tanah juga dapat mengurangi biaya produksi,sehingga peneliti tertarik untuk
meneliti dan mendapatkan imbangan yang terbaik untuk pertumbuhan dan hasil
tanaman sawi.
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk menguji pengaruh pemberian imbangan POC urine kelinci dan pupuk
Urea terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sawi (Brassica juncea L)
2. Mendapatkan imbangan terbaik antara POC urine Kelinci dan pupuk Urea
terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sawi (Brassica juncea L) .
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman sawi
1. Syarat Tumbuh Tanaman Sawi
Tanaman Sawi (Brassica junceaL.) masih satu famili dengan kubis-krop,
kubis bunga, broccoli dan lobak atau rades, yakni famili cruciferae (brassicaceae)
olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama pada sistem
perakaran, struktur batang, bunga, buah (polong) maupun bijinya. Sawi termasuk
ke dalam kelompok tanaman sayuran daun yang mengandung zat-zat gizi lengkap
yang memenuhi syarat untuk kebutuhan gizi masyarakat. Sawi hijau bisa
dikonsumsi dalam bentuk mentah sebagai lalapan maupun dalam bentuk olahan
dalam berbagai macam masakan. Selain itu berguna untuk pengobatan (terapi)
berbagai macam penyakit (Cahyono, 2003).
Klasifikasi Sawi dalam Divisi: Spermatophyta (Rukmana, 2002) sebagai
berikut : Kelas: Angiospermae, Sub-kelas: Dicotyledonae, Ordo: Papavorales,
Famili : Brassicaceae, Genus: Brassica ,Spesies: Brassica Juncea L. Sistem
perakaran sawi memiliki akar tunggang (radix primaria) dan cabang-cabang akar
yang bentuknya bulat panjang (silindris) menyebar kesemua arah dengan
kedalaman antara 30-50 cm. Akar-akar ini berfungsi antara lain mengisap air dan
zat makanan dari dalam tanah, serta menguatkan berdirinya batang tanaman (Heru
dan Yovita, 2003). Batang Sawi pendek sekali dan beruas-ruas sehingga hampir
tidak kelihatan. Batang ini berfungsi sebagai alat pembentuk dan penopang daun
(Rukmana, 2002). Universitas Sumatera Utara Sawi berdaun lonjong, halus, tidak
berbulu dan tidak berkrop. Pada umumnya pola pertumbuhan daunnya berserak
(roset) hingga sukar membentuk krop (Sunarjono,2004).
Sawi umumnya mudah berbunga dan berbiji secara alami baik di dataran
tinggi maupun di dataran rendah. Stuktur bunga sawi tersusun dalam tangkai bunga
(inflorescentia) yang tumbuh memanjang (tinggi) dan bercabang banyak. Tiap
kuntum bunga sawi terdiri atas empat helai daun kelopak, empat helai daun
mahkota bunga berwarna kuning cerah, empat helai benang sari dan satu buah putik
yang berongga dua (Rukmana, 2002). Syarat Tumbuh Tanah yang cocok untuk
ditanami sawi adalah tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung bahan
organik (humus), tidak menggenang (becek), tata aerasi dalam tanah berjalan
dengan baik. Derajat kemasaman (pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhannya
adalah antara pH 6 sampai pH 7 (Haryanto dkk, 2006).
Kemasaman tanah sangat berpengaruh terhadap ketersediaan hara didalam
tanah, aktifitas kehidupan jasad renik tanah dan reaksi pupuk yang diberikan ke
dalam tanah. Penambahan pupuk ke dalam tanah secara langsung akan
mempengaruhi sifat kemasamannya, karena dapat menimbulkan reaksi masam,
netral ataupun basa, yang secara langsung ataupun tidak dapat mempengaruhi
ketersediaan hara makro atau hara mikro. Ketersediaan unsur hara mikro lebih
tinggi pada pH rendah. Semakin tinggi pH tanah ketersediaan hara mikro semakin
kecil (Hasibuan, 2010).
Sawi dapat ditanam pada berbagai jenis tanah, namun untuk pertumbuhan
yang paling baik adalah jenis tanah lempung berpasir seperti tanah Andosol. Pada
tanah-tanah yang mengandung liat perlu pengolahan lahan secara sempurna
antaralain pengolahan tanah yang cukup (Suhardi, 1990). Pemberian pupuk organik
sangat baik untuk penyiapan tanah. Sebagai contoh pemberian pupuk kandang yang
baik yaitu 10 ton/ha. Pupuk kandang diberikan saat penggemburan agar cepat
merata dan bercampur dengan tanah yang akan kita gunakan. Bila daerah yang
mempunyai pH terlalu rendah (asam) sebaiknya dilakukan pengapuran. Pengapuran
ini bertujuan untuk menaikkan derajad keasam tanah, pengapuran ini dilakukan
jauh-jauh sebelum penanaman benih, yaitu kira-kira 2 sampai 4 minggu
sebelumnya. Sehingga waktu yang baik dalam melakukan penggemburan tanah
yaitu 2–4 minggu sebelum lahan hendak ditanam. Jenis kapur yang digunakan
adalah kapur kalsit (CaCO3) atau dolo mit (CaMg(CO3)2)
(http://zuldesains.wordpress.com/2008/01/11/budidaya-tanaman-sawi/,2011).
Iklim Curah hujan yang cukup sepanjang tahun dapat mendukung
kelangsungan hidup tanaman karena ketersedian air tanah yang mencukupi. Sawi
hijau tergolong tanaman yang tahan terhadap curah hujan, sehingga penanaman
pada musim hujan masih bisa memberikan hasil yang cukup baik. Curah hujan yang
sesuai untuk pembudidayaan sawi hijau adalah 1000-1500 mm/tahun. Akan tetapi
sawi yang tidak tahan terhadap air yang menggenang (Cahyono, 2003). Sawi pada
umumnya banyak ditanam di dataran rendah. Tanaman ini selain tahan terhadap
suhu panas (tinggi) juga mudah berbunga dan menghasilkan biji secara alami pada
kondisi iklim tropis Indonesia (Haryanto dkk, 2002). Kelembapan udara yang
sesuai untuk pertumbuhan sawi hijau yang optimalberkisar antara 80%-90%.
Kelembapan udara yang tinggi lebih dari 90 % berpengaruh buruk terhadap
pertumbuhan tanaman. Kelembapanyang tinggi tidak sesuai dengan yang
dikehendaki tanaman, menyebabkan mulut daun (stomata) tertutup sehingga
penyerapan gas karbondioksida (CO2) terganggu. Dengan demikian kadar gas CO2
tidak dapat masuk kedalam daun, sehingga kadar gas CO2 yang diperlukan tanaman
untuk fotosintesis tidak memadai. Akhirnya proses fotosintsis tidak berjalan dengan
baik sehingga semua proses pertumbuhan pada tanaman menurun. (Cahyono,
2003).
Selain dikenal sebagai tanaman sayuran daerah iklim sedang (sub-tropis)
tetapi saat ini berkembang pesat di daerah panas (tropis). Kondisi iklim yang
dikehendaki untuk pertumbuhan sawi adalah daerah yang mempunyai suhu malam
hari 15,6°C dan siang hari 21,1°C serta penyinaran matahari antara 10-13 jam per
hari (Sastrahidajat dan Soemarno, 1996). Suhu udara yang tinggi lebih dari 210C
dapat menyebabkan sawi hijau tidak dapat tumbuh dengan baik (tumbuh tidak
sempurna). Karena suhu udara yang tinggi lebih dari batasan maksimal yang di
kehendaki tanaman, dapat menyebabkan proses fotosintesis tanaman tidak berjalan
sempurna atau bahkan terhenti sehingga produksi pati (karbohidrat) juga terhenti,
sedangkan proses pernapasan (respirasi) meningkat lebih besar. Akibatnya
produksi pati hasil fotosintsis lebih banyak digunakan untuk energi pernapasan dari
pada untuk pertumbuhan tanaman sehingga tanaman tidak mampu untuk tumbuh
dengan sempurna. Dengan demikian pada suhu udara yang tinggi sawi hijau
pertumbuhannya tidak subur, tanaman kurus, dan produksinya rendah, serta
kualitas daun juga rendah (Cahyono, 2003). Sawi tahan terhadap air hujan, sehingga
dapat di tanam sepanjang tahun. Pada musim kemarau yang perlu diperhatikan
adalah penyiraman secara teratur. Berhubung dalam pertumbuhannya tanaman ini
membutuhkan hawa yang sejuk. lebih cepat tumbuh apabila ditanam dalam suasana
lembab. Akan tetapi tanaman ini juga tidak senang pada air yang menggenang.
Dengan demikian, tanaman ini cocok bila di tanam pada akhir musim penghujan.
2. Penanaman bibit
Setelah bibit berumur 14 hari dengan ciri-ciri jumlah daun 4-5 helai maka
tanaman siap dipindah kedalam media tanam polybag ukuran 6 kg, dengan cara
memindahkan bibit dengan hati-hati sehingga tidak terjadi kerusakan pada akarnya.
3. Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah hal yang penting. Sehingga sangat berpengaruh
dengan hasil yang didapat. Pertama-tama yang perlu diperhatikan adalah
a. Penyulaman
Penyulaman dilakukan ketika ada tanaman yang layu atau mati dengan
umur yang sama agar pertumbuhan seragam.
b. Penyiraman
Penyiraman yang dilakukan setiap hari demi untuk mencukupi kebutuhan
tanaman sawi agar didapatkan hasil yang maksimal. Penyiraman pada tanaman sawi
sangat dipengaruhi oleh media tanam, besar kecilnya tanaman, temperatur
lingkungan, kelembaban, aliran udara. Menyiram tanaman sawi sebaiknya
mengunakan gembor, sehingga butiran air yang keluar dapat teratur, agar tidak
merusak tanaman. Penyiraman yang baik langsung disemprotkan pada bagian
tanahnya, supaya langsung terserap.
c. Pengendalian OPT
Hama yang banyak menyerang tanaman ini adalah jenis kutu atau walang
sangit yang biasanya membuat daun sawi menjadi bolong-bolong. Selain kedua
hama tersebut ada beberapa hama lainnya yaitu ulat, busuk daun dan penyakit
tanaman. Cara penanganannya bisa dilakukan dengan penyemprotan insektisida
7. Panen
Pemanenan sawi pada umur 40 hari dengn ciri-ciri warna hijau tua. Untuk
tanaman pertumbuhannya baik, disetiap satu hektar menghasilkan 1-2 ton sawi
hijau. Cara panen dengan mencabut seluruh tanaman beserta akarnya dengan
berhati-hati agar akar tidak putus ketika dipanen. Waktu panen yang paling baik
adalah pagi atau sore hari agar tidak mengalami kelayuan yang dratis akibat suhu
udara yang panas.
E. Parameter
Parameter yang akan diamati pada penelitian ini diantaranya :
1. Tinggi tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setelah tanaman dipindahkan
kedalam media tanam dan diamati 7 hari sekali dengan cara meletakan pengaris
pada permukaan tanah dengan pangkal tanaman kemudian penggaris diarahkan
keatas sampai pada bagian daun yang tertinggi/panjang.
2. Jumlah daun (helai)
Perhitungan jumlah daun dilakukan saat tanaman mulai dipindahkan dari
penyemaian ke media tanam dalam polybag, pengukuran selanjutnya 1 minggu
sekali, Caranya adalah menghitung semua daun yang membuka sempurna pada
tanaman
3. Luas Daun
Luas daun diamati saat setelah panen dengan cara daun digambar pada
selembar kertas.
4. Panjang Akar
Panjang akar diukur saat setelah panen dengan cara menggunakan penggaris
dari pangkal akar sampai ujung akar
5. Berat Segar akar (g)
Pengamatan berat akar dilakukan pada saat setelah panen bagian yang
dipotong dari bagian pangkal tanaman dan lalu ditimbang.
6. Berat Kering akar (g)
Pengamatan kering akar dilakukan setelah di oven pada suhu ± 800 C sampai
berat konstan
7. Berat Segar tajuk (g)
Pengamatan ini dilakukan pada saat panen dan dicuci terlebih dahulu
akarnya tanaman dan dianginkan sebentar, lalu ditimbang.
8. Berat kering tajuk (g)
Berat kering tajuk dilakukan setelah tanaman dipanen semua lalu ditimbang
setelah itu dikering anginkan beberapa hari lalu di oven selama 24 jam.
9. Produksi Tanaman (ton/ha)
Hasil tanaman sawi hijau dihitung melalui konfersi dari hasil berat segar
tajuk/tanaman ke berat segar tajuk/hektar
F. Analisis data
Data yang diperoleh dianalisis sidik ragam atau Analysis of Variance
(ANOVA) dengan taraf nyata α = 5%. Hasil sidik ragam yang menunjukan
perbedaan antara perlakuan dinyatakan uji lanjut dengan uji jarak ganda Duncan
Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf α = 5%. Hasil analisis ditampilkan
dalam bentuk tabel dan gambar.
Lampiran 1. LAY OUT
E2 B1 E3 C3 F1 A1
E1 C2 A3 D3 D2 F2
C1 B2 A2 B3 D1 F3
A. 100% N Urea
B. 80% N Urea + 20% N POC Urine kelinci
C. 60% N Urea + 40% N POC Urine kelinci
D. 40% N Urea + 60% N POC Urine kelinci
E. 20% N Urea + 80% N POC Urine kelinci
F. 100% N POC Urine kelinci
1, 2, 3 : ulangan
Keterngan :
1 2 3
UNIT
PERLAKUAN
1, 2, 3 : tanaman sampel
Lampiran 2.
DATA PERHITUNGAN
1. Kebutuhan Pupuk
Asumsi:
Pupuk kandang : 20 ton/ha
Urea : 250 kg/ha
SP-36 : 100 kg/ha
KCl : 75 kg/ha
BV : 1,3 gram/cm3
Berat tanah/ha : 2.600.000 kg
Jumlah tanaman/ha : 444.444 tanaman/ha
Berat tanah/polybag : 6 kg
Kedalaman olah : 20 cm
Jarak tanam : 15 cm x 15 cm
Kandungan Urine kelinci.
N : 2.72 %
P : 1.1 %
K : 0.5 %
Sehingga didapatkan kebutuhan pupuk per polybag sebesar:
A. Rumus:
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛/ℎ𝑎 𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛/𝑝𝑜𝑙𝑦𝑏𝑎𝑔
=
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ/ℎ𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ/𝑝𝑜𝑙𝑦𝑏𝑎𝑔
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛/ℎ𝑎
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛/𝑝𝑜𝑙𝑦𝑏𝑎𝑔 = × 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ/𝑝𝑜𝑙𝑦𝑏𝑎𝑔
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ/ℎ𝑎
𝐵𝐸𝑅𝐴𝑇
BV = 𝑉𝑂𝐿𝑈𝑀𝐸
= 2,6.106 kg
10.000
∑ tanaman = 0.15 𝑥 0.15 = 444.444 𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛
2,6.106
Berat tanah/polybag =
4,4.105
260
= = 5,90 kg
4,4
20.000 𝑘𝑔
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑃𝐾 = × 6𝑘𝑔
444.444 𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛
3. Pupuk Urea
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛/ℎ𝑎
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑈𝑟𝑒𝑎 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛/ℎ𝑎
250 𝑘𝑔
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑈𝑟𝑒𝑎 =
444.444
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑈𝑟𝑒𝑎 = 0,00057𝑘𝑔 = 0,57𝑔𝑟𝑎𝑚
4. Kebutuhan N/ Tanaman
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛/ℎ𝑎
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑆𝑃 − 36 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛/ℎ𝑎
100 𝑘𝑔
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑆𝑃 − 36 =
444.444 𝑘𝑔
6. Pupuk KCL
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛/ℎ𝑎
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐾𝐶𝐿 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛/ℎ𝑎
75 𝑘𝑔
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐾𝐶𝐿 = × 6𝑘𝑔
444.444
C. Perlakuan
1) A = 100% Urea
𝑈𝑟𝑒𝑎 100% = 0,57𝑔𝑟𝑎𝑚