Anda di halaman 1dari 23

1

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kangkung merupakan salah satu anggota famili Convolvulaceae. Tanaman

kangkung dapat digolongkan sebagai tanaman sayur. Kangkung terdiri dari

beberapa jenis, diantaranya kangkung air (Ipomoea aquatica Forsk), kangkung

darat (Ipomoea reptans Poir), dan kangkung hutan (Ipomoea crassiculatus Rob.)

(Suratman et al., 2000). Kangkung darat (Ipomoea reptans Poir) merupakan

sayuran yang bernilai ekonomi dan persebarannya meluas cukup pesat di daerah

Asia Tenggara. Beberapa negara yang merintis pembudidayaan tanaman

kangkung secara intensif dan komersial adalah Taiwan, Thailand, Filipina, dan

Indonesia.
Kangkung cabut umumnya dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan

dapat menjadi salah satu menu di rumah-rumah makan (Rukmana, 1994).

Kangkung cabut merupakan tanaman yang relatif tahan kekeringan dan memiliki

daya adaptasi luas terhadap berbagai keadaan lingkungan tumbuhan, mudah

pemeliharaannya, dan memiliki masa panen yang pendek (Suratman et al., 2000).

Umumnya tanaman kangkung cabut hanya ditanam dilahan pekarangan dan

sebagian kecil yang ditanam secara intensif dilahan kering, sehingga optimalisasi

produksi kangkung masih kurang. Kangkung memiliki kandungan gizi yang

lengkap, diantaranya protein, lemak, karbohidrat, serat, kalsium, fosfor, zat besi,

natrium, kalium, vitamin A, B, C, dan karoten (Polii, 2009). Selain itu, tanaman

kangkung berfungsi sebagai tanaman obat untuk menyembuhkan sembelit,

menenangkan syaraf, dan obat penyakit wasir (Sawasemariai, 2012). Kebutuhan

sayuran kangkung cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya

kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi dan banyaknya rumah makan yang

menyajikan sayur kangkung sebagai salah satu menu mereka. Produksi kangkung
2

di Indonesia dapat mencapai 50.000-60.000 kg per hektar (Harjadi & Suketi,

1999). Lahan Ha yang ditanami kangkung dalam sekali tanam menghabiskan 5

kg benih kangkung namun menghasilkan produk yang masih kurang dibanding

tanaman lainnya (Parni, 2012). Dari aspek sosial dan ekonomi, tanaman kangkung

darat memiliki prospek yang cukup baik jika dikembangkan ke arah agribisnis.

Kangkung darat menempati urutan ke-14 dari 18 jenis sayur di Indonesia

(Sawasemariai, 2012).
Meski harga sayuran kangkung relatif lebih murah, namun bila

dibudidayakan secara intensif dan berorientasi ke arah agribisnis akan

memberikan keuntungan yang cukup besar bagi petani. Peluang pemasaran

kangkung makin luas karena tidak hanya dapat dijual di pasar-pasar lokal di

daerah, tetapi juga telah banyak dipesan oleh pasar-pasar swalayan. Dengan

masuknya sayuran kangkung ke pasar-pasar swalayan akan menaikkan harga jual

sayuran ini (Taufik, 2012).


Upaya peningkatan produktivitas tanaman kangkung dengan pemupukan

secara umum telah banyak dilakukan meskipun hasilnya belum cukup

memuaskan. Pemupukan dapat melalui akar maupun daun. Pemupukan melalui

akar sering mengalami hambatan, sehingga unsur hara yang diserap tanaman

berkurang, sedangkan pemupukan melalui daun dapat terjadi penyerapan hara

yang lebih cepat dan efektif dibanding melalui akar, sehingga pengaruh pupuk

pada tanaman akan lebih cepat terlihat (Yusrinawati et al., 2000).

Kacang tanah adalah komoditas agrobisnis yang bernilai ekonomi cukup

tinggi dan merupakan salah satu sumber protein dalam pola pangan penduduk

Indonesia. Kebutuhan kacang tanah dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan

dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan gizi masyarakat, diversifikasi


3

pangan, serta meningkatnya kapasitas industri makanan di Indonesia.

(Adisarwanto, 2000).

Di Indonesia kacang tanah terpusat di Pulau Jawa, Sumatra Utara,

Sulawesi dan kini telah ditanam di seluruh Indonesia. Dari data yang di peroleh

dari BPS (Badan Pusat Statistik) di tiap provinsi di Indonesa pada tahun 2009,

menunjukan bahwa di Indonesia luas areal pertanaman kacang tanah sekitar

628.660 ha dan produksinya sekitar 763.507 Ton. Dari tahun ke tahun luas

areal pertanaman kacang tanah di Indonesia semakin menyempit, pada tahun

2006 seluas 706.753 hektar menjadi 660.480 hektar pada tahun 2007 dan pada

tahun 2009 luas areal pertanamannya sekitar 628.660 hektar. Produksi hasil

kacang tanah dari tahun ke tahun pun menurun seiring berkurangnya lahan

pertanian khususnya luas areal kacang tanah. Pada tahun 2006 produksi hasil

sekitar 838.096 ton, pada tahun 2009 sekitar 763.507 ton selama tahun 2006

sampai 2009 produksi hasil kacang tanah berkurang 74.569 ton, tidak

sebanding dengan makin bertambahnya penduduk dari tahun ke tahun di

Indonesia yang mengakibatkan volume impor kacang meningkat. Dalam

mengatasi permasalahan ini diperlukan teknik produksi berupa teknologi serta

pengetahuan yang baik tentang kacang tanah dan penggunaan benih unggul

untuk memperbaiki tingkat hasil produksi kacang tanah. Dalam pengadaan

teknik produksi dan benih unggul pemerintah perlu ikut andil dalam pendanaan

serta tenaga penyuluh pertanian pada tiap daerah sehingga bangsa kita tidak

perlu lagi impor kacang tanah dari Negara lain (Badan Pusat Statistik, 2010).

Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan salah satu tanaman

hortikultura dari famili Solanaceae yang memiliki nilai ekonomi tinggi (Cahyono,
4

2003). Cabai rawit digunakan sebagai bumbu masakan dan bahan obat (Heyne,

1987). Menurut Rukmana (2002), secara umum buah cabai rawit mengandung zat

gizi antara lain lemak, protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B1,

B2, C dan senyawa alkaloid seperti capsaicin, oleoresin, flavanoid dan minyak

esensial. Kandungan tersebut banyak dimanfaatkan sebagai bahan bumbu masak,

ramuan obat tradisional, industri pangan dan pakan unggas. Produktivitas cabai

rawit di Indonesia rata-rata masih rendah. Pada tahun 2009 produksi cabai rawit

5,07 ton/ha, pada tahun 2010 turun menjadi 4,56 ton/ha, dan pada tahun 2011

produksi menjadi 5,01 ton/ha (Biro Pusat Statistik, 2011). Kendala yang

menyebabkan rendahnya produktivitas cabai di Indonesia adalah gangguan hama

dan penyakit (Semangun, 2000). Beberapa jenis penyakit yang dominan

menyerang cabai adalah antraknosa, layu bakteri dan virus (Syukur et al., 2009).

Penyakit kuning, penyakit bulai dan penyakit kerdil yang disebabkan oleh virus

gemini merupakan penyakit utama yang menyebabkan rendahnya produktivitas

cabai di Indonesia (Sudiono et al., 2005).

Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari pelapukan bahanbahan

organik seperti sisa-sisa tanaman, fosil manusia dan hewan, kotoran hewan, dan

batu-batuan organik yang terbentuk dari tumpukan kotoran hewan selama ratusan

tahun (Simanungkalit et al., 2006). Jenis pupuk organik terbagi menjadi pupuk

organik padat (pupuk kandang, pupuk kompos, dan humus) dan pupuk organik

cair: pupuk kandang cair (Parnata, 2010).


Pemakaian pupuk organik cair dinilai dapat secara cepat mengatasi

kekurangan unsur hara dan mampu menyediakan hara secara cepat (Hadisuwito,

2007). Salah satu alternatif bahan dasar pupuk organik cair dapat berasal dari

ekstrak alga cokelat, yaitu Turbinaria sp. sebab di Indonesia memiliki beragam
5

jenis rumput laut dan diperkirakan ada sekitar 555 jenis rumput laut tersebar di

perairan Indonesia yang belum dimanfaatkan secara optimal (Basmal, 2009).

Pada pupuk kompos fungsi penyedia unsur hara bagi tanaman bersifat

lambat serta konsentrasinya rendah sehingga apabila jumlah kompos padat tidak

cukup banyak maka pasokan unsur hara bagi tanaman harus ditambah dari

kompos cair atau pupuk organik cair. Selain itu, proses pembuatan kompos lebih

lama, sehingga untuk mempercepat diperlukan tambahan mikrobia pengurai

(Suiatna, 2010).

Dalam bercocok tanam, terdapat beberapa pola tanam agar efisien dan

memudahkan kita dalam penggunaan lahan, dan untuk menata ulang kalender

penanaman. Pola tanam sendiri ada tiga macam, yaitu : monokultur, polikultur

(tumpangsari), dan rotasi tanaman. Ketiga pola tanam tersebut memiliki nilai plus

dan minus tersendiri. Pola tanam memiliki arti penting dalam sistem produksi

tanaman.

Dengan pola tanam ini berarti memanfaatkan dan memadukan berbagai

komponen yang tersedia (agroklimat, tanah, tanaman, hama dan penyakit,

keteknikan dan sosial ekonomi). Pola tanam di daerah tropis seperti di Indonesia,

biasanya disusun selama 1 tahun dengan memperhatikan curah hujan (terutama

pada daerah/lahan yang sepenuhnya tergantung dari hujan. Maka pemilihan

jenis/varietas yang ditanampun perlu disesuaikan dengan keadaan air yang

tersedia ataupun curah hujan.

Tumpangsari merupakan suatu usaha menanam beberapa jenis tanaman

pada lahan dalam waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam barisan-

barisan tanaman. Penanaman dengan cara ini bisa dilakukan pada dua atau lebih
6

jenis tanaman yang relatif seumur, misalnya jagung dan kacang tanah atau bisa

juga pada beberapa jenis tanaman yang umurnya berbeda-beda. Untuk dapat

melaksanakan pola tanam tumpangsari secara baik perlu diperhatikan beberapa

faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh diantaranya ketersediaan air,

kesuburan tanah, sinar matahari dan hama penyakit.

Penentuan jenis tanaman yang akan ditumpangsarikan dan saat penanaman

sebaiknya disesuaikan dengan ketersediaan air yang ada selama pertumbuhan. Hal

ini dimaksudkan untuk menghindari persaingan (penyerapan hara dan air) pada

suatu petak lahan antar tanaman. Pada pola tanam tumpangsari sebaiknya dipilih

dan dikombinasikan antara tanaman yang mempunyai perakaran yang relatif

dalam dan tanaman yang mempunyai perakaran relatif dangkal.

B. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui dan memahami macam-macam pola tanaman
2. Mengetahui dan memahami pola tanam berdasarkan kondisi lahan
3. Mengetahui dan memahami penetapan awal musim pada tumpang sari
4. Mengetahui contoh-contoh pola tanam
5. Mengetahui keuntungan dan kelemahan pola tanam tumpangsari.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kangkung

Kangkung berasal dari India yang kemudian menyebar ke Malaysia,

Burma,

Indonesia, China Selatan, Australia dan bagian negara Afrika. Kangkimg termasuk

ke dalam famili convolvulaceae atau kangkung-kangkimgan dengan ciri-ciri

batangnya kecil, bulat panjang, bagian dalamnya berlubang, dan bergetah. Selain

itu, kangkung merupakan sumber vitamin A, vitamin C dan mineral seperti zat

besi, kalsium, kalium, dan fosfor (Nazaruddin, 2003). Menurut Palalada (2006)

kangkung dapat diklasifikasikan sebagai berikut :


7

Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Famili : Convolvulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea reptans Poir
Kangkung berfungsi sebagai obat tidur karena dapat menenangkan saraf

Akamya digunakan untuk mengobati penyakit wasir sedangkan zat besi yang

terkandung didalamnya bergima untuk pertumbuhan tubuh. Pada kangkung darat

biji kangkung berfungsi sebagai alat perbanyakan tanaman secara generatif.

Bagian tanaman kangkung yang paling penting adalah batang muda dan pucuk-

pucuknya sebagai bahan sayur-mayur (Rukmana, 1994).

Budidaya Kangkung
Kangkung yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat terdiri dari dua jenis

yaitu kangkung air dan kangkung darat. Kangkung air (Ipomea aquatica) tumbuh

secara alami di sawah, rawa atau parit-parit. Tangkai daunnya panjang, bunganya

berwarna ungu, daunnya lebar dan berwama hijau tua. Kangkimg darat bunganya

berwama putih polos, ujung daun meruncing dan berwama hijau keputih-putihan.

Kangkung ini dapat dipanen satu kali (Nazaraddin, 2003).

Kangkung dapat tumbuh dengan cepat dan memberikan hasil dalam waktu

4 sampai 6 minggu sejak dari pembenihan. Kangkimg mampu beradaptasi dengan

berbagai macam iklim dan kondisi tanah. Temperatur ideal untuk pertumbuhan

kangkung yaitu 25-30C sedangkan temperatur dibawah 10C dapat merusak

sayuran kangkung (Palalada, 2006). Budidaya sayuran ini dapat dilakukan dengan

cara menebarkan benih secara langsung pada media tanaman. Penyiraman,

pemupukan, pencegahan hama dan penyakit perlu diperhatikan untuk memperoleh


8

hasil yang optimal. Sayuran yang terawat dengan baik dapat menghasilkan 10-16

ton/ha dalam setahun (Sutarya dkk, 2002).

B. Kacang tanah

Tanaman kacang tanah termasuk dalam famili papilionaceae dengan ordo

Rosales. Sistematika tanaman kacang tanah digolongkan kepada :


Diviso : Spermatophyta
Subdiviso : Angiospermae
Klass : Dicotyledoneae
Famili : Papilionaceae
Genus : Arachis
Spesies : Arachis hypogaea ( Marzuki, 2007)
Kacang tanah berakar tunggung dengan akar cabang yang tumbuh tegak

lurus. Akar cabang ini mempunyai bulu akar yang bersifat sementara dan

berfungsi sebagai alat penyerap hara. Bulu akar ini dapat mati dan dapat juga

menjadi akar permanen. Jika tetap permanen, akar akan berfungsi terus sebagai

penyerap hara tanaman dari dalam tanah. Kadang polongnya mempunyai alat

penghisap, seperti bulu akar yang dapat menyerap hara makanan pula.

Kacang tanah memiliki akar serabut dan tumbuh ke bawah sedalam 20

cm.Selain itu juga memiliki akar serabut juga mempunyai akar lateral

sepanjang 5-25 cm. Pada akar serabut dan lateral terdapat bulu akar. Fungsi

bulu akar untuk menghisap air dan unsur hara. Bintil - bintil akar terdapat pada

akar lateral dan mengandung bakteri rizobium yang mampu mengikat unsur

nitrogen dari udara sehigga menambah kesuburan tanah (Rahmadi.dkk, 1990).

Batang tanaman kacang tanah berbentuk perdu yang tingginya 30-50 cm.

Dilihat dari tipe pertumbuhan batangnya, dibedakan menjadi dua tipe yaitu tipe

tegak dan menjalar. Tipe tegak berumur lebih genjah (100-120 hari) dan

kematangan polongnya seragam. Tipe menjalar berumur panjang (150-180)

dan kematangan polongnya tidak seragam. Potensi hasil tipe menjalar


9

perbatanganya lebih banyak tetapi produksi persatuan luasnya lebih sedikit

(Nurwidada, 1998).

Daun kacang tanah berdaun majemuk bersirip genap terdiri atas empat

anak daun dengan tangkai daun agak panjang. Helaian anak daun ini bertugas

menerima cahaya matahari sebanyak banyaknya. Daun kacang tanah mulai gugur

pada akhir masa pertumbuhan dan dimulai dari bagian bawah. Selain

berhubungan dengan umur, gugur daun kadang ada hubungannya dengan faktor

penyakit ( Suhaeni, 2007 ).


Percabangan kacang tanah tipe tegak umunya lurus atau sedikit miring ke

atas. Petani lebih menyukai tipe tegak sebab umur panennya pendek, 100 120

hari. Selain itu, buahnya hanya beruas ruas pada pangkal utama dan cabangnya.

Tiap polong berrbiji antara 2-4 butir sehingga masaknya bias bersamaan. Tanaman

kacang tanah yang termasuk tipe ini adalah subspecies fastigiata.

Kacang tanah tipe menjalar cabang cabangnya tumbuh ke samping.

Tetapi ujung ujungnya mengarah ke atas. Panjang batang utamanya antara 33 -

66cm. Tipe ini umumnya antara 5-7 bulan atau sekitar 150-200 hari. Tiap ruas

yang berdekatan dengan tanah akan menghasilkan buah sehingga masaknya

tidak bersamaan. Tiap polong umunya berbiji dua butir. Tanaman kacang tanah

yang termasuk tipe ini adalah subspecies hypogaea (Soemaatmadja, 1993).

Kacang tanah mulai berbunga kira kira pada umur 4-5 minggu. Bunga

keluar pada ketiak daun. Bentuk bunganya sangat aneh. Setiap bunga seolah olah

bertangkai panjang berwarna putih. Tangkai ini sebenarnya bukan tangkai bunga

tetapi tabung kelopak. Mahkota bunga berwarna kuning. Bendera dari mahkota

bunganya bergaris garis merah pada pangkalnya. Umur bunganya hanya satu

hari, mekar di pagi hari dan layu pada sore hari (Nasir, 2002).
10

Bunga kacang tanah dapat melakukan penyerbukan sendiri dan bersifat

geotropis positif. Penyerbukan terjadi sebelum bunganya mekar. Sepanjang

malam tabung kelopak tumbuh memanjang sampai mencapai panjang maksimum

yakni 7 cm. beberapa jam setelah penyebukanbarulah terjadi pembuahan.

Penyerbukan silang secara alami sangat kecil, kira - kira 0,5%. Penyerbukan

sendiri sering disebut penyerbukan tertutup (Sutopo, 1998).


Kacang tanah berbuah polong. Polongnya terbentuk setelah terjadi

pembuahan. Bakal buah tersebut tumbuh memanjang. Inilah yang disebut

ginofora yang menjadi tangkai polong. Cara pembentukan polong adalah mula -

mula ujung ginofora yang runcing mengarah ke atas. Setelah tumbuh. Ginofora

tersebut melengkung ke bawah dan masuk ke dalam tanah. Setelah menembus

tanah, ginofora mulai membentuk polong. Pertumbuhan memanjang ginofora

memanjang terhenti setelah terbentuk polong. (Sitompul.dkk, 1995).

Polong polong kacang tanah berisi antar 1 sampai dengan 5 biji. Biji

kacang tanah berkeping dua dengan kulit ari berwarna putih, merah atau ungu

tergantung varitasnya. Ginofora tidak dapat membentuk polong jika tanahnya

terlalu keras dan kering atau batanya terlalu tinggi (Allard, 2005).

C. Cabai Rawit

Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) memiliki beberapa nama daerah

antara lain : di daerah jawa menyebutnya dengan lombok japlak, mengkreng,

cengis, ceplik, atau cempling. Dalam bahasa Sunda cabai rawit disebut cengek.

Sementara orang-orang di Nias dan Gayo menyebutnya dengan nama lada limi

dan pentek. Secara internasional, cabai rawit dikenal dengan nama thai pepper

(Tjandra, 2011). klasifikasi cabai rawit adalah sebagai berikut :


Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
11

Class : Magnoliopsida

Order : Solanales

Family : Solanaceae
Genus : Capsicum
Species : Capsicum frutescens L.

Karakteristik morfologi cabai rawit

Cabai rawit adalah tanaman perdu yang tingginya hanya sekitar 50-135

cm. tanaman ini tumbuh tegak lurus ke atas. Akar cabai rawit merupakan akar

tunggang. Akar tanaman ini umumnya berada dekat dengan permukaan tanah dan

melebar sejauh 30-50 cm secara vertikal, akar cabai rawit dapat menembus tanah

sampai kedalaman 30-60 cm. Batangnya kaku dan tidak bertrikoma. Daunnya

merupakan daun tunggal yang bertangkai. Helaian daun bulat telur memanjang

atau bulat telur bentuk lanset, dengan pangkal runcing dan ujung yang menyempit

Letaknya berselingan pada batang dan membentuk pola spiral (Tjandra, 2011).

Bunga cabai rawit terletak di ujung atau nampak di ketiak, dengan tangkai

tegak ( Steenis et al., 2002). Hal ini juga didukung oleh penyataan Tjandra (2011),

yang mengatakan bahwa bunga cabai rawit keluar dari ketiak daun. Warnanya

putih atau putih kehijauan, ada juga yang berwarna ungu. Mahkota bunga

berjumlah 4-7 helai dan berbentuk bintang. Bunga dapat berupa bunga tunggal

atau 2-3 letaknya berdekatan. Bunga cabai rawit ini bersifat hermaprodit

(berkelamin ganda). Buah buni bulat telur memanjang, buah warnanya merah,

rasanya sangat pedas, dengan ujung yang mengangguk 1,5-2,5 cm. Buah cabai

rawit tumbuh tegak mengarah ke atas. Buah yang masih muda berwarna putih

kehijauan atau hijau tua. Ketika sudah tua menjadi hijau kekuningan, jingga.
12

Syarat Tumbuh

1 Iklim

Temperatur merupakan suatu syarat tumbuh tanaman kacang tanah, cabai

dengan kangkung. Temperatur sangat erat hubungannya dengan ketinggian

semakin tinggi suatu daerah maka suhu akan semakin turun (Suprapto, 2006 ).

2 Tanah

Kacang tanah, cabai rawit dengan kangkung dapat tumbuh di berbagai

macam tanah yang penting tanah itu dapat menyerap air dengan baik dan

mengalirkannya kembali dengan lancar. Pada tanah berat , kacang tanah cabai

rawit dengan kangkung masih dapat tumbuh asalkan pengolahan tanah dilakukan

dengan sempurna, tetapi waktu pemanenan harus hati hati, jangan sampai banyak

polong yang ketinggalan dalam tanah, serta pencabutan kangkung dan

memanenan cabai yang membutuhkan kehati-hatian (Sutopo, 1998).

3 Varietas

Gen-gen tidak dapat menyebabkan berkembangnya karakter terkecuali jika

mereka berada pada lingkungan yang sesuai dan sebaliknya tidak ada pengaruh

terhadap berkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan

lingkungan terkecuali jika gen yang diperlukan ada.

D. Tumpang Sari

1. Pola Tanam

Beberapa pola tanam yang biasa diterapkan adalah sebagai berikut:

Tumpang sari (Intercropping), melakukan penanaman lebih dari 1 tanaman (umur

sama atau berbeda). Contoh : kacang tanah, cabai rawit dengan kangkung darat.
13

Tumpang gilir (Multiple Cropping), dilakukan secara beruntun sepanjang tahun

dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan

maksimum. Contoh: jagung muda, padi gogo, kacang tanah, ubi kayu.Tanaman

Bersisipan (Relay Cropping): pola tanam dengan cara menyisipkan satu atau

beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang

bersamaan atau waktu yang berbeda). Contoh: jagung disisipkan kacang tanah,

waktu jagung menjelang panen disisipkan kacang panjang.Tanaman Campuran

(Mixed Cropping): penanaman terdiri atas beberapa tanaman dan tumbuh tanpa

diatur jarak tanam maupun larikannya, semua tercampur jadi satu Lahan efisien,

tetapi riskan terhadap ancaman hama dan penyakit. Contoh: tanaman campuran

seperti jagung, kedelai, ubi kayu.

2. Pola Tanam Rotasi

Pola tanam rotasi merupakan pola tanam yang dikembangkan dengan cara

mengganti setiap musim tanaman budidaya yang bertujuan untuk meningkatkan

produktivitas lahan pertanian.

3. Teknik Pola Tanam Pergiliran Tanaman Pada Pertanian


Polikultur (Tumpangsari)

Polikultur (disebut Juga tumpangsari) adalah penanaman dua

tanaman secara bersama-sama atau dengan interval waktu yang singkat, pada

sebidang lahan yang sama. Tumpangsari merupakan sistem penanaman tanaman

secara barisan di antara tanaman semusim dengan tanaman tahunan. Tumpangsari

ditujukan untuk memanfaatkan lingkungan (hara, air dan sinar matahari) sebaik-

baiknya agar diperoleh produksi maksimum. Sistem tumpangsari dapat diatur

berdasarkan : Sifat-sifat perakaran dan Waktu penanaman


14

Tujuan dari pada tanaman tumpangsari adalah :

Memanfaatkan tempat-tempat yang kosong


Menghemat pengolahan tanah
Memanfaatkan kelebihan pupuk yang diberikan kepada tanaman

utamanya
Menambah penghasilan tiap kesatuan luas tanah
Memberikan penghasilan sebelum tanaman utama menghasilkan.

Pengukuran sifat-sifat perakaran sangat perlu untuk menghindarkan

persaingan unsur hara, air yang berasal dari dalam tanah. Sistem perakaran yang

dalam ditumpangsarikan dengan tanaman yang berakal dangkal. Tanaman

monokotil yang pada umumnya mempunyai sistem perakaran yang dangkal,

karena berasal dari akar seminal dan akar buku. Sedangkan tanaman dikotil pada

umumnya mempunyai sistem perakaran dalam, karena memiliki akar tunggang.

Dalam pengaturan tumpang sari tanaman monokotil dengan tanaman dikotil dapat

dilakukan kalau dipandang dari sifat perakarannya, misalnya tumpang sari jagung

dengan jeruk manis. Jeruk manis dapat tumbuh dengan baik, sedangkan tanaman

jagung tumbuh subur tanpa mengganggu kehidupan jeruk manis.

III. BAHAN DAN METODE


A. Tempat dan Waktu
15

Praktikum ini dilaksanakan dilahan praktikum yang telah disediakan oleh

fakultas pertanian Universitas Islam Riau. Jalan Kaharuddin Nasution Km 11.

kelurahan Simpang Tiga, Kecamatan Bukit Raya. Kegiatan selam 4 bulan

terhitung dari bulan September sampai bulan December 2016

B. Bahan dan Alat

Bahan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah pupuk

kandang, bibit Kacang tanah, bibit Cabai rawit, dan bibit Kangkung, Urea, KCL,

TSP. Sedangkan alat yang digunakan adalah cangkul, gembor, mesin rumput,

meter , kamera dan alat-alat tulis lainnya.

C. Pelaksanaan Praktikum

1. Pembukaan lahan

Dilaksanakan pada tanggal 09 september 2016 lahan dekat Fakultas

dengan luas lahan 6 x 1.2 meter. Pengerjaan olah lahan di laksanakan pada

tanggal 21 september 2016. Pembersihan lahan menggunakan mesin rumput

dan cangkul.

2. Penanaman

Kegiatan penanaman kacang tanah dengan kangkung dilaksanakan pada

tanggal 03 november 2016. Sebelum melakukan penanaman di lakukan

penyemaian tanaman cabai rawit yang waktu nya bersamaan dengan

pembukaan lahan. Yang di lakukan dekat bedengan serta di naungi dengan

dedaunan kering yang benih nya tersebut di semai dengan polibag ukuran kecil.
16

3. Pemupukan

Terjadi pada waktu pengolahan lahan dengan pupuk kompos atau

pupuk kandang yang telah di fermentasi terlebih dahulu, sedangkan setelah

masa tanam di tumpang sarikan di beri pupuk tambahan untuk penambahan

unsur hara yang di butuhkan oleh tanaman.

4. Pemeliharaan

a. Penyiraman dilakukan sekali sehari bila tidak ada hujan, untuk

menjaga kelembapan tanah penyiraman dialakukan pada pagi hari.

Dan dilakukan secara terus menerus sampai panen.

b. Penyisipan dilakukan pada benih yang tidak tumbuh, penyisipan

dilakukan seminggu setelah tanam, tujuannya agar seragamnya

pertumbuhan tanaman dan tidak saling memperebutkan unsur hara

karena keragaman tanaman.

c. Pada praktek ini penyiangan gulma dilakukan sekali dalam dua

minggu sampai tanaman panen. Penyiangan dilakukan secara

manual dengan menyabuti gulma yang ada disekitar tanaman

jagung tersebut.

D. Parameter Pengamatan

Pengukuran Tinggi Tanaman ( cm ) Pengamatan pengukuran tinggi

tanaman dilakukan 2 hari sekali setelah tanam. Pada pola tanaman tumpang

sari pada tanaman kangkung cabut/darat, cabai rawit dan kacang tanah.
17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Pengukuran Tinggi Pada Tanaman Kacang Tanah

Tanggal Tinggi Tanaman Kacang Tanah Total Rerata


I II III IV V

23/11/16 6 5 6 6 7 30 cm 6 cm
07/12/1 9 12 11 9 13 53 cm 10,8 cm

6
14/12/1 12 16 14 13 22 85 cm 17 cm

Daya tumbuh benih merupakan kemampuan benih (biji) untuk tumbuh

membentuk individu baru. Daya tumbuh benih yang baik berkisar 85% s/d > 90%.

Pada proses pertumbuhan benih tanaman kacang tanah dapat dibedakan dalam dua

stadia pertumbuhan yaitu :

1. Stadia vegetatif

Pada stadia vegetatif ini meliputi fase berkecambah, dilanjutkan dengan

fase pertumbuhan vegetatif; akar, batang, dan daun yang cepat, yang akhirnya

pertumbuhan vegetatif menjadi lambat hingga dimulainya stadia generatif.

2. Stadia generatif

Pada stadia ini dimulai dengan pembentukan primordial, proses

pembungaan yang mencakup peristiwa penyerbukan dan pembuahan. Proses yang

terjadi selama terbentuknya primordial hingga terjadi buah dimasukkan dalam


18

fase reproduksi. Sedangkan proses selanjutnya termasuk fase masak yang dimulai

dari perkembangan biji atau buah hingga biji siap dipanen.

B. Pengukuran Tinggi Pada Tanaman Cabai Rawit

Tanggal Tinggi Tanaman Cabai Rawit Total Rerata


I II III IV
23/11/16 5 4 5 4 18 cm 4,5 cm
14/12/16 6 7 7 6 25 cm 6,25 cm

Hasil dari 4 sample benih cabai rawit hampir sama dalam hal keseluruhan,

yakni antara 4-5 dan 6-7 cm. total tinggi pengukuran pertama 18 cm dengan rerata

4,5 cm sedangkan pengukuran ke dua dengan total 25 cm dengan rerata 6,25 cm.

C. Pengukuran Tinggi Pada Tanaman Kangkung Darat

Tanggal Tinggi Tanaman Kangkung Darat (Sample) Total Rerata


I II III IV V VI VII
30/11/16 4 2 3 3 5 2 2 21 cm 3 cm
02/12/16 6 6 5 5 6 5 4 37 cm 5,2 cm
05/12/16 8 7 8 6 7 7 6 49 cm 7 cm
08/12/16 11 11 10 9 12 11 8 72 cm 10,2 cm
11/12/16 14 13 12 11 14 13 10 87 cm 12,4 cm
14/12/16 17 16 12 15 15 15 12 102 cm 14,5 cm

Hasil kesuluhan pada pola tanam tumpang sari kangkung darat/cabut

sangat bervariasi, dari banyak nya benih yang di tanam hanya 7 tanaman yang di

ukur tingi tanaman nya mungkin karna ke-7 sample telah mewakili dari banyak

nya sample yang ada. Pengukuran tinggi tanaman di lakukan 2 hari sekali dan

tiap-tiap tanaman memiliki pertumbuhan tinggi sekitar 2-3 cm per 2 hari nya.

V. PENUTUP
19

A. Kesimpulan

Pola tanam tumpangsari merupakan pola tanam polikultur dengan

menanam lebih dari satu jenis tanaman pada suatu hamparan lahan dalam periode

waktu tanam yang sama. Peningkatan pendapatan dan produktivitas tanaman

kangkung, cabai dan kacang tanah dapat dicapai melalui penerapan pola tanam

tumpangsari karena dari segi usaha tani teknik pola tanam yang dari segi

usahatani mampu memberikan nilai tambah dan mengurangi risiko kegagalan

panen serta meningkatkan C-organik tanah dan sifat kimia tanah lainnya sehingga

produktivitas tanaman dapat kembali meningkat. Pola tanam tumpangsari

kangkung, cabai dan kacang tanah adalah merupakan pola tumpangsari yang

sangat baik karena antara kedua tanaman saling menunjang terhadap

pertumbuhan, teknik pemeliharaan dan OPT yang ada juga sama sehingga

memudahkan dalam pengendalian.

B. Saran

Di harapkan praktikum yang di laksanakan ini dapat bermanfaat

kedepannya serta di tahun yang akan datang memulai praktikum dengan cepat

atau sesuai waktunya agar pelaksanaan pemanenan dapat di lakukan sebelum

pembutan laporan di mulai dan mendapatkan hasil yang sesuai dan signifikan.

DAFTAR PUSTAKA
20

Anggara, R. 2009. Pengaruh Kangkung Darat (Ipomea reptans Poir.) Terhadap


Efek Sedasi
Djarwaningsih, T. 1984. Jenis- jenis Cabai di Indonesia, dalam Penelitian
Peningkatan Pendayagunaan Sumber Daya Alam, hlm 232-235.
Harpenas, Asep & R. Dermawan. 2010. Budidaya Cabai Unggul. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Hewindati, Yuni Tri dkk. 2006. Hortikultura. Universitas Terbuka. Jakarta.
Jumin, Hasan Basri. 1998. Dasar-dasar Agronomi. Jakarta : Rajawali.
Marzuki, H. A. Rasyid, Soeprapto. 2004. Bertanam Kacang Hijau. Jakarta :
Penebar Swadaya.
Najiyati, Sri. 1992. Palawija, Budidaya, dan Analisis Usaha Tani. Jakarta :
Penebar Swadaya.
Rismunandar. 1983. Bertanam Sayur sayuran. Terate. Bandung.
Rukmana, R. 1994. Bertanam Kangkung. Kanisius Yogyakarta.
Sunaryono, H., dan Rismunandar. 1984. Kunci Bercocok Tanam Sayur-sayuran
Penting Di Indonesia. CV. Sinar Baru. Bandung.
Selviningsih, Lina. 2006. Kajian berbagai padatan tanam terhadap pertumbuhan
dan pertumbuhan dan hasil dua kultivar tanaman kangkung darat (Ipomoea
reptans Poir). Prosiding seminar.
Sumaryono. 1984. Kunci Bercocok Tanam Sayur-Sayuran Penting di
Indonesia.Seminar. Indonesia.
Sunaryo, Hendro. 1984. Pengantar Pengetahuan Dasar Hortiklutura (Produksi
Hortikultura I). Bandung : Sinar Baru Bandung.
Sunarjono, H. 2003. Bertanam 30 Jenis Sayuran. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tjahjadi, Nur. 1991. Bertanam Cabai. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Yusrinawati, A., dkk. 2006. Pengaruh pemberian beberapa macam pupuk daun
terhadap pertumbuhan dan hasil tiga varietas kangkung darat (Ipomoea
reptans) di lahan pasir pantai. Prosiding seminar skripsi. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.

DOKUMENTASI
21

Lahan tempat melakukan Kegiatan Praktikum pola tanam Tumpang sari

Tanaman Kangkung yang di Tum pang sarikan dengan Cabai dan Kacang Tanah
22

Tanam Kacang Tanah yang telah berumur sekitar 2 minggu.

Tanaman Cabai Rawit yang telah beumur dan sedang tahap pengukuran.
23

Tanaman Kangkung cabut/darat yang telah berumur dan sedang tahap pengukuran

Tanaman Kacang Tanah yang telah berumur dan sedang tahap pengukuran

Anda mungkin juga menyukai