Anda di halaman 1dari 22

1

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pisang adalah tumbuhan yang termasuk dalam famili Musaceae yang
merupakan komoditas bernilai ekonomi tinggi di Indonesia. Propinsi Kalimantan
Selatan merupakan salah satu daerah produksi dan wilayah potensial
dikembangkannya tanaman pisang. Oleh karena jenisnya yang beranekaragam
pisang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat mulai dari bentuknya yang berupa
pangan seperti pisang goreng, jumput-jumput pisang, kolak pisang, dan lain
sebagainya. Pisang juga dimanfaatkan dalam pembuatan kerajinan rakyat seperti
anyaman topi, tas, dan lainnya.
Jenis pisang yang dikenal di Kalimantan Selatan antara lain pisang
menurun (kapok), pisang mauli (uli), pisang talas dan pisang raja. Pisang kepok
dan talas sering dikonsumsi oleh masyarakat dalam bentuk kolak pisang atau
pisang goring, sedangkan pisang mauli (uli) sering dihidangkan sebagai pencuci
mulut dalam acara selamatan dan perkawinan.
Indonesia dikenal sebagai kawasan pusat asal usul pisang di dunia. Negara
ini juga punya varietas pisang yang lebih banyak dari pada negara lain. Tapi, walau
demikian, Indonesia hanya bisa masuk peringkat ke tujuh dunia sebagai negara
produsen pisang. Di Asia, Indonesia juga menjadi produsen pisang dan memenuhi
kebutuhan 50% pisang di Asia. Tapi, walau demikian, menurut James Dale dalam
makalahnya, "Banana for the 21st Centuries: Pushing Back the Threat of
Extinction", menyebut: produksi pisang Indonesia masih kalah dengan produksi
pisang di India yang mencapai 26,2 juta ton pertahun dan Uganda yang mencapai

10,5 juta ton. Pada tahun 1995, produksi pisang di negeri kita hanyalah 3,8 juta ton
dan pada tahun 2012 telah meningkat hingga 6,1 juta ton. Pisang merupakan
komoditas yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia, karena sekitar
45% konsumsi buah-buahan adalah pisang. Buah pisang, dari yang mentah, hingga
yang telah diolah dapat mempertinggi nilai ekonominya. Berdasarkan data dari
Departemen Pertanian Republik Indonesia, neraca perdagangan pisang di
Indonesia mencapai US$10.000 juta atau kurang lebih 240.000 ton.
Kendala pengadaan bibit unggul secara konvensional adalah sulit
mendapatkan bibit

yang berkualitas dalam jumlah besar dalam waktu yang

singkat. Salah satu keunggulan perbanyakan tanaman melalui teknik kultur


jaringan adalah sangat dimungkinkan mendapatkan bahan tanam dalam jumlah
besar dalam waktu singkat (Priyono et al., 2000).
Dalam kultur jaringan pisang, sampai saat ini yang banyak dikenal adalah
kultur dengan eksplan bonggol. Apabila dibandingkan dengan jantung pisang
maka mendapatkannya lebih mudah dan jumlah eksplan yang di dapat lebih
banyak bahkan mencapai 200 eksplan setiap jantung pisang, serta lebih kecil
resikonya terhadap kontaminasi sebab bukan berasal dari tanah dan tertutup rapat.
Gandasil D cocok digunakan pada fase vegetatif, saat tanaman dalam masa
pertumbuhan dan pemulihan setelah berbuah. Makna D dari Gandasil D adalah
daun, dengan pemberian pupuk ini maka pertumbuhan yang diutamakan adalah
daun, terlihat dari kandungan Nitrogen (N) yang lebih dominan dibandingkan
unsur dan senyawa lainnya

Nutrisi yang terkandung didalam Gandasil-D ialah Nitrogen (N) = 20%,


Fosfat(P205)=15%, Kalium(K20)=15%. Magnesium (MgSO4) = 1% dan Sisanya
adalah unsur dan senyawa seperti Mangan (Mn), Boron (B), Tembaga (Cu), Kobalt
(Co), Seng (Zn), juga vitamin untuk menunjang pertumbuhan tanaman Aneurine,
Lactoflavin dan Nicotinamide, prosentase nutrisi selain nutrisi utama tidak
dideskripsikan dalam informasi produknya.
Penggunaan media MS sangat baik karena di dalam media MS banyak
mengandung unsur hara makro, mikro dan vitamin yang sangat diperlukan dalam
pertumbuhan eksplan. Stok media dalam MS harus ada karena untuk
menumbuhkan dengan baik terhadap eksplan tersebut dan keberhasilan dalam
penanaman melalui media kultur jaringan.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui alat-alat Laboratorium
2. Untuk mengetahui sterilisasi alat-alat Laboratorium
3. Untuk mengetahui pembuatan media
4. Untuk sterilisasi bahan kultur
5. Untuk mengetahui Pengkulturan

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Pisang adalah Tanaman yang berasal dari Asia Tenggara (termasuk


indonesia). Tanaman Buah ini kemudian Menyebar luas ke kawasan Afrika
(Madagaskar), Amerika Selatan, dan Amerika Tengah. Penyebaran Tanaman ini

selanjutnya hamper merata ke seluruh dunia, yaitu meliputi daerah tropis dan sub
tropis, dimulai dari Asia Tenggara ke Timur melalui Lautan Teduh sampai Ke
Hawai. Selain itu, tanaman pisang menyebar ke barat melalui Samudra Atlantik,
Kepulauan Kanari sampai Benua Amerika (Satuhu dan Supriyadi, 1992).
Pisang Kepok merupakan salah satu buah pisang yang enak dimakan
setelah diolah terlebih dahulu. Pisang kapok memiliki buah yang sedikit pipih dan
kulit yang tebal, jika sudah matang warna kulit buahnyaakan menjadi kuning.
Pisang kapok memiliki banyak jenis, namun lebih dikenal ialah pisang kapok putih
dan kuning. Pisang kapok kuning memiliki rasa yang lebih enak sehingga lebih
disukai masyarakat (Prabawati dkk, 2008).
Adapun botani tanaman pisang adalah tumbuhan seperti : pohon, tinggi 2-9
m, batang pendek dalam tanah yang disebut Corm. Mempunyai kuncup-kuncup
tunas yang akhirnya berkembang menjadi anakan. Akar liar (adventif) tumbuh
menyebar secara lateral, dapat mencapai panjang 4-5 m. Batang yang di atas
permukaan tanah adalah batang semu yang merupakan kumpulan dari pelepah
daun yang berdaging, membentuk suatu bentuk silindris dengan diameter 20-50
cm. Daun baru yang terbentuk tumbuh dari batang semu. Helai daun berbentuk
oblong yang besar dengan panjang 150-400 cm dengan lebar 70-100 cm. Bila
bunga majemuk telah terbentuk di ujung batang semu, maka pembentukan helai
daun baru akan berhenti. Bunga majemuk terkumpul menjadi beberapa kelompok
(sisir) dan setiap kelompok didukung oleh daun penumpu yang besar, berwarna
merah dan di dalamnya terdapat dua baris bunga. Keseluruhan kelompok bunga ini
bersatu dalam bentuk seperti jantung, sehingga disebut sebagai jantung pisang.

Daun penumpu dari setiap kelompok bunga akan luruh setelah terjadinya proses
perkembangan buah (Sudarnadi,1996, hlm. 85).
Menurut Steenis (2003), kedudukan pisang Kepok dalam taksonomi
adalah: Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta, Sub Divisio : Angiospermae,
Kelas : Monocotyledoneae, Ordo : Zingiberales, Famili : Musaceae, Genus : Musa,
Spesies : Musa sp. Tanaman pisang termasuk tanaman iklim tropis basah yang
mudah didapatkan di Indonesia, tanaman ini tahan hidup di musim kemarau,
mampu tumbuh danmberproduksi baik pada berbagai jenis tanah pada ketinggian
tempat antara 0-1000 m diatas permukaan laut. Tanaman pisang mudah tumbuh di
berbagai tempat sehingga penanaman yang dilakukan oleh petani belum teratur
dan sering dicampur dengan tanaman lainnya. Selain itu pemeliharaan tanaman
pisang belum dilakukan secara intensif, sehingga produksi dan mutu buah yang
dihasilkan masih rendah (Warda dan Hutagalung, 1994).
Kultur jaringan adalah suatu usaha untuk menumbuhkan sel, jaringan, dan
organ tanaman pada medium buatan secara aseptik dalam lingkungan yang
terkendali. Pengadaan bibit dengan cara ini, sangat sesuai untuk usaha pisang
dalam skala besar (industri). Pada umumnya media yang digunakan dalam kultur
jaringan pisang ini adalah MS (Roedyarto, 1999 dan Gunawan, 1995).
Manfaat Buah Pisang: Kaya kandungan vitamin dan serat, Sumber energy,
Menurunkan berat badan, Meningkatkan kesehatan otak, Mengobati jerawat,
Menghaluskan kulit wajah, Mengatasi diabetes, Menyeimbangkan jumlah cairan,
Mengobati sakit maag, Menyehatkan tulang, Menyembuhkan luka bakar,
Mencegah penyakit jantung, Memperlancar sistem pencernaan.
Pisang umumnya diperbanyak dengan anakan. Anakan yang berdaun pedang

lebih disenangi petani, sebab pohon pisang yang berasal dari anakan demikian
akan menghasilkan tandan yang lebih besar pada panen pertamanya (tanaman
induk). Bonggol atau potongan bonggol juga digunakan sebagai bahan
perbanyakan. Tetapi jantung pisang juga merupakan eksplan yang menguntungkan
karena mudah mendapatkannya dan resiko kontaminasi lebih kecil karena bukan
berasal dari tanah dan tertutup rapat oleh kelopak bunga (Nisa dan Rodinah, 2005).
Kini telah dikembangkan kultur jaringan untuk perbanyakan secara cepat,
melalui ujung pucuk yang bebas-penyakit. Cara ini telah dilaksanakan dalam skala
komersial,

tetapi

adanya

mutasi

yang

tidak

dikehendaki

menimbulkan

kekhawatiran. Dalam perbanyakan bibit pisang secara kultur jaringan, ada empat
tahap yang harus dilalui yaitu, pertama, tahap inisiasi. Pada tahap ini eksplan
membentuk kalus dan bertunas banyak. Kedua, tahap pelipatan tunas (multiplikasi)
yaitu tunas yang sudah terbentuk dipisahkan kemudian ditumbuhkan dalam
medium agar tumbuh tunas baru (perbanyakan sub kultur). Ketiga, tahap perakaran
tunas (regenerasi planlet) dan tahap terakhir yaitu tahap aklimatisasi lingkungan
(Sunarjono, 2002 dalam Wahyudi,2004, hlm.7).
Gandasil D cocok digunakan pada fase vegetatif, saat tanaman dalam masa
pertumbuhan dan pemulihan setelah berbuah. Makna D dari Gandasil D adalah
daun, dengan pemberian pupuk ini maka pertumbuhan yang diutamakan adalah
daun, terlihat dari kandungan Nitrogen (N) yang lebih dominan dibandingkan
unsur dan senyawa lainnya
Nutrisi yang terkandung didalam Gandasil-D ialah Nitrogen (N) = 20%,
Fosfat(P205)=15%, Kalium(K20)=15%. Magnesium (MgSO4) = 1% dan Sisanya
adalah unsur dan senyawa seperti Mangan (Mn), Boron (B), Tembaga (Cu), Kobalt

(Co), Seng (Zn), juga vitamin untuk menunjang pertumbuhan tanaman Aneurine,
Lactoflavin dan Nicotinamide, prosentase nutrisi selain nutrisi utama tidak
dideskripsikan dalam informasi produknya.
Beberapa media yang dapat digunakan dalam kultur jaringan, antara lain
adalah media MS (Murhasige and Skoog). Media MS sering digunakan karena
cukup memenuhi unsur hara makro, mikro, vitamin untuk pertumbuhan tanaman.
Eksplan yang digunakan dalam media MS adalah jagung. Media yang lain adalah
VW ( Vacin and Went) dapat digunakan dalam penumbuhan eksplan anthorium,
jagung, dan bawang merah.
Penggunaan media MS sangat baik karena di dalam media MS banyak
mengandung unsur hara makro, mikro dan vitamin yang sangat diperlukan dalam
pertumbuhan eksplan. Stok media dalam MS harus ada karena untuk
menumbuhkan dengan baik terhadap eksplan tersebut dan keberhasilan dalam
penanaman melalui media kultur jaringan.

III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Islam Riau, Jalan Kaharuddin Nasution KM 11 No. 113
Marpoyan Kelurahan Simpang Tiga, Kecamatan Bukit Raya, Pekanbaru.

Praktikum ini dilaksanakan Setiap Hari Jumad Pukul 14.00-15.30 WIB, di mulai
pada tgl 19 Februari 2016 dan berakhir pada pengumpulan Laporan 13 mei 2016.
B. Bahan dan Alat
Bahan yang akan digunakan dalam praktikum ini adalah Bonggol Pisang
Muda, Aquades, Tissue, Aluminium Foil, Kertas label, Karet gelang, Agar-Agar,
plastic, Sukrosa, ZPT, Bayclin, Alkohol, Media Kultur dan lain-lain.
Alat alat yang di gunakan dalam praktikum ini adalah autoclav, laminar
air flow cabinet, panci, Erlenmeyer, gelas ukur, timbangan analitik, gelas piala,
spatula, petridish, pipet, gelas ukur 1000 ml, higrometer, pengaduk, rak botol
kultur, magnetik stir, pinset, scalpel, lampu spiritus, hand sprayer, pisau, pH meter,
botol kultur, kompor gas, lemari untuk menyimpan bahan kimia, tabung reaksi, AC
(air conditioner), labu ukur, gunting, rak kultur, kulkas, kertas tisu, nampan
plastik, ember plastik, alat tulis, perlengkapan pencucian.
C. Pelaksanaan Praktikum
1. Pengenalan Alat Alat Laboraturium
Sebelum melakukan pembuatan media dan pengkulturan tanaman alat-alat
yang ada untuk dibutuhkan dalam praktikum ini dilakukan pengenalan alat, agar
nama dan fungsi dari alat tersebut dapat diketahui oleh mahasiswa serta tahu
bagaimana cara penggunaan alat labor, Alat-alat labor harus dikuasai oleh
praktikan

sehingga dalam melakukan kegiatan pembuatan media dan kultur

jaringan tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan alat-alat laboraturium. Nama


alat-alat laboraturium tersebut adalah sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.

Autoclav berfungsi untuk mensterilkan alat alat labor


Destilator berfungsi untuk membuat aquades
Kulkas berfungsi untuk mendinginkan dan menyimpan larutan stok.
Laminar air flow berfungsi untuk menanam kultur

e. Timbangan analitik berfungsi untuk menimbang agar-agar atau bahan


lainya
f. PH meter dan Magnetik stir berfungsi untuk mengukur ph dan untuk
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
2.

mengaduk glukosa
Erlenmeyer berfungsi sebagai tempat medium dan membiakkan mikroba
Gelas ukur berfungsi untuk mengukur bahan yang akan diamati
Spatula berfungsi sebagai alat pengaduk
Botol kultur berfungsi sebagai alat media eksplan
Labu ukur berfungsi untuk pembuatan larutan stok
Bunsen berfungsi ebagai pengapian serta untuk sterilisasi alat-alat
Gunting berfungsi untuk memotong plastik serta untuk memotong eksplan
Hand sprayer berfungsi untuk penyemprotan pada alat, bahan dan tangan
Sterilisasi Alat Alat Kultur Jaringan
Alat yang akan digunakan untuk praktikum ini dilakukan sterilisasi dengan

menggunakan autoklave, agar tidak terjadi kontaminasi oleh mikroba atau bakteri.
Cara kerjanya adalah Alat-alat seperti botol kultur dan alat lainnya di cuci dengan
menggunakan sabun dan di bilas dengan air bersih dan kemudian di keringkan.
Alat penanaman seperti scarpel, spatula, pinset, cawan petris dan gunting di
bungkus dengan plastik bening dan di lapisi plastic tahan panas ( aluminium foil )
kemudian di masukkan dalam autoclave dengan suhu 121 0 C selama 20 menit agar
alat alat tersebut steril sebelum digunakan untuk menanam eksplan. Kemudian
keluarkan alat-alat dari autoclave dan simpan dalam ruangan penyimpan.
3. Pengkulturan
a) Bersihkan Laminar dengan Alcohol 70% dan lap dengan tissue
b) Masukkan alat-alat kultur kedalam laminar yang sebelumnya juga
c)
d)
e)
f)

disemprot dengan alcohol 70%


UV selama 45 menit
Matikan UV dan langsung hidupkan Blower dan lampu TL
Hidupkan bensen
Alat-alat seperti: pinset, gunting, skarpel dicelup alcohol dan ujungnya

dibakar kea pi bensen dan letakkan pada bantalan aluminium


g) Sediakan eksplan

10

h) Masukkan media kultur ke dalam laminar yang sebelumnya disemprot


i)
j)
k)
l)

dengan alcohol 70%


Buka tutup media dan plem ke api
Masukkan eksplan ke dalam botol media dengan menggunakan pinset
Pelem permukaan botol dan tutup lembali
Disimpan di rak kultur

4. Parameter Pengamatan
a. Umur Akar (hari)
Pengamatan ini dilakukan dengan menghitung umur muncul akar pada
eksplan pisang. Pengamatan dilakukan setelah tanam dan masing-masing
sampel dilakukan pengamatan.
b. Jumlah Akar
Pengamatan ini dilakukan dengan menghitung berapa jumlah akar
yang muncul pada eksplan pisang. Masing-masing sampel dilakukan
pengamatan.
c.
Panjang akar (cm)
Pengamatan ini dilakukan terhadap panjang akar pada eksplan pisang.
Akar dilakukan pengukuran dengan menggunakan penggaris, setiap sampel
dilakukan pengamatan.
d. Persentase hidup eksplan (%)
Pengamatan ini dilakukan terhadap persentasi hidup eksplan pisang.
e. Umur muncul tunas
Pengamatan ini dilakukan dengan menghitung umur muncul tunas pada
eksplan pisang. Pengamatan dilakukan setelah tanam dan masing-masing
sampel dilakukan pengamatan.
f. Jumlah tunas per eksplan
Pengamatan ini dilakukan dengan menghitung berapa jumlah tunas per eksplan
yang muncul pada eksplan jeruk. Masing-masing sampel dilakukan
pengamatan.

11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Persentase Hidup Eksplan
NO
1
2
3
4
5

Sampel
A
B
C
D
E

Umur
3 Minggu
3 Minggu
3 Minggu
-

Ket
hidup
hidup
hidup
Terkontaminasi
Terkontaminasi

Penjelasan:
Berdasarkan hasil percobaan, persentase hidup eksplan sangat bervariasi
dan perlakuan Gandasil-d terhadap Kultur jaringan Pisang keduanya tidak
berpengaruh nyata.
Beberapa eksplan yang mati rata-rata disebabkan oleh pencoklatan dan
infeksi mikroba. Pencoklatan terjadi pada hari ke-1 sampai 2 minggu setelah
penaburan. Pencoklatan salah satunya disebabakan oleh sintesis metabolit
sekunder.
(Fitriani. 2003) berpendapat bahwa pencoklatan harus menandakan sintesis
senyawa fenolik. Dalam penelitian ini, sel mengalami cekaman luka pada jaringan,
selain cekaman dari medium. (Vickery. 1980) berpendapat bahwa sintesis senyawa
fenolik dipacu oleh cekaman atau gangguan pada sel tanaman.
Jadi dapat disimpulkan bahwa persentase kehidupan eksplan kultur
jaringan pisang ialah sekitar 60 %. Ini disebabkan beberapa kendala seperti

12

kurangnya monitoring dalam perlkuan maupun proses penanaman eksplan kedlam


kultur in-vitro.
1. Umur Muncul Tunas
NO
1
2
3
4
5

Sampel
A
B
C
D
E

Umur
3 Minggu
3 Minggu
3 Minggu
-

Ket
hidup
hidup
hidup
Terkontaminasi
Terkontaminasi

Penjelasan:
Dalam penelitian ini tunas tidak semua yang terbentuk. Saat tumbuh tunas
dipengaruhi oleh tiga factor yaitu eksplan, media dan lingkungan (Mantee, Tapper.
1993). Kultur jaringan buah pisang telah dilakukan oleh Ram et al (1964), namun
eksplan tersebut hanya membentuk kalus dan tidak berkembang menjadi organ.
Marinno (1997), menyatakan bahwa hormone yang dihasilkan oleh eksplan belum
cukup untuk menginduksi kalus apalagi sampai terjadinya organogenesis.
Terdapat 3 eksplan yang Nampak dalam pertumbuhannya yaitu sampel A,
B, & C pada umur 3 minggu. sementara untuk sampel yang lain sudah
terkontaminasi dan mati sehingga tidak tumbuh.
2. Persentase Tumbuh Tunas

NO

Sampel

Umur

Tumbuh Tunas (%)

Ket

3 Minggu

100%

Hidup

3 Minggu

100%

Hidup

3 Minggu

100%

Hidup

13

Terkontaminasi

E
Penjelasan:

Terkontaminasi

Berdasarkan

hasil

percobaan

yang

telah

dilakaun

dapat

dipahami/dimengerti bahwa rata-rata tumbuh tunas pada percobaan ini ialah 60 %.


Namun pada umur 4 minggu dan seterusnya eksplan semua malah mayi dan tunas
nya tidak tumbuh dengan optimum dan dalam percobaan ini gagakl dikarenakan
sudah terkongaminasi.
Kontaminasi berasal dari serangan bakteri, jamur serta berasal dari
medium. Hal ini dikarenakan medium yang dipakai dalam pembuatannya tidak
disterilisasi dengan sempurna.

3. Jumlah Tunas Per Eksplan

No

Sampel

Umur

Jumlah Tunas Per Eksplan

Ket

3 Minggu

Hidup

3 Minggu

Hidup

3 Minggu

Hidup

14

E
Penjelasan:

Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan dalam kultur jaringan pisang


kepok terdapat jumlah tunas per eksplan dengan 1 per eksplan. Ini menunjukkan
bahwa setelah tumbuhnya tunas selanjutnya akan dibarengi dengan pertumbuhan
akar pula, ini dikarenakan bahwa tanaman tersebut telah menunjukkan potensi
untuk tumbuh dan berkembang. Namun saying setelah terkontaminasi dan telah
dipindahkan dengan media baru yang lain, eksplan-eksplan tersebut malah tidak
tumbuh dan malah mati.
Zat pengatur tumbuh sitokinin mendorong pertumbuhan tunas, menurut
Mohr dan Schopfer dalam Gunawan (1995), tunas akan terbentuk pada konsentrasi
sitokinin 3-5 mg/l dan konsentrasi auksin 2-0 mg/l. pollard and walker (1990),
menyatakan jika nisbah sitokinin/auksin rendah, maka akan terbentuk akar. Daun
akan berkembang dengan sendirinya setelah tunas ternentuk. Secara alami,
sitokinindapat dibentuk diperakaran dan di translokasikan ke bagain tanaman
lainnya.

4. Tinggi Tunas

No

Sampel

Umur

Jumlah Tunas Per Eksplan

Tinggi Tunas

3Minggu

0,5 cm

3 Minggu

0,6 cm

3 Minggu

0,5 cm

15

5
E
Penjelasan:

Berdasarkan hasil percobaan yang telah didapati dapat diketahui bahwa


tinggi tunas pada awal penampakannya sekitar 0,1-0,2 cm sehhingga pada umur 3
minggu pertumbuhannya naik menjadi rata-rata 0,5 cm. namun sangat disayangkan
bahwa terdapat factor-faktor yang menyebabkan kegagalan dalam melakukan
praktikum ini diantaranya kurang sterilnya bahan-bahan, maupun manusianya dan
serta mengakibatkan media terkontaminasi sehinngga menyebababkan kegagalan
dalam melakukan percobaan ini.
Tanaman umumnya mendapatkan vitamin dari tanaman itu sendiri tetapi
tidak pada tanaman yang dikulturkan secara in-vitro perlu penambahan dari luar.
Ekstrak pisang mengandung vitamin seperti Vitamin A, Tiamin, dan lain-lain
(PKBT, 2007).

5. Umur Muncul Akar


Berdasarkan hasil percobaan dalam kultur jaringan ini telah didapati bahwa
akar tidak terbentuk dikarenakan eksplan-eksplan telah terkontaminasi dan tidak
dapat hidup sehingga tidak dapat memebentuk akar.
6. Jumlah Akar

16

Berdasarkan hasil percobaan dalam kultur jaringan ini telah didapati bahwa
akar tidak terbentuk dikarenakan eksplan-eksplan telah terkontaminasi dan tidak
dapat hidup sehingga tidak dapat memebentuk akar.
7. Panjang Akar
Berdasarkan hasil percobaan dalam kultur jaringan ini telah didapati bahwa
akar tidak terbentuk dikarenakan eksplan-eksplan telah terkontaminasi dan tidak
dapat hidup sehingga tidak dapat memebentuk akar.

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

17

Berdasarkan hasil

pengamatan

Penanaman

ekplan

dilakukan

di

Laboratorium Bioteknologi dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat sebelumnya


sudah dalam keadaan steril. Penanaman dilakukan dengan cara mencelupkan
scalpel dan pinset ke dalam alcohol 96% lalu dibakar pada nyala api Bunsen.
Setelah itu alat baru bisa digunakan untuk menanam. Pada setiap botol kultur, diisi
1 potong eksplan dan persentase hidup eksplan sangat bervariasi dan perlakuan
Gandasil-d terhadap Kultur jaringan Pisang keduanya tidak berpengaruh nyata.
Berdasarkan hasil percobaan dalam kultur jaringan ini telah didapati bahwa
akar tidak terbentuk dikarenakan eksplan-eksplan telah terkontaminasi dan tidak
dapat hidup sehingga tidak dapat memebentuk akar.
B. Kritik dan Saran
Dalam melakukan pratikum seharusnya memiliki perencanaan yang matang
dari segi peralatan, peta lokasi dan beberapa sampel yang akan diambil dan
dibawak ke laboratorium untuk dianalisis, faktor-faktor yang harus yang terdapat
dilapangan bisa dicatat untuk memperoleh data yang lebih akurat tentunya, karena
tidak semua analisis di laboratorium tidak bisa menjadi patokan utama untuk
melakukan pratikum, Seperti tumbuhan apa saja yang ada dilahan yang kita
analisi. Hasil dari data yang kita peroleh dilapangan juga akan mempermudah kita
dalam pembuatan laporan pratikum dan kesesuaian lahan untuk setiap komuditas
pertanian.
DAFTAR PUSTAKA

18

Abidin,Z. 1985. Dasar-dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh, Angkasa,


Bandung.
Avivi,S dan Ikrarwati, 2004, Mikropagasi Pisang Abaca (Musa textilis Nee)
Melalui Teknik Kultur Jaringan, Jurnal Ilmu Tanah Vol.11 No.2
Gunawan, L.W.1990. teknik kultur jaringan tumbuhan. PAU Bioteknologi. IPB.
Bogor. P. 304.
Nisa,C dan Rodinah, 2005, Kultur Jaringan Beberapa Kultivar Buah Pisang (Musa
paradisiaca L.) dengan Pemberian Campuran NAA dan Kinetin, Jurnal
Bioscientiae, Vol 2, No.2.
Priyono. 2000. Perbanyakan Abaka (Musa textillis Nee) melalui Kiltur Mata Tunas
Secara In vitro. Pelita Perkebunan 9(2): 129-133.
Purwanto, D.1991. pengaruh ukuran bahan tanam terhadap keberhasilan
perbanyakan beberapa varietas pisang (Musa paradisiacal L.) dengan
metode kultur jaringan. Skripsi fakultas pertanian UNIBRAW. Malang.
Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 3. Edisi Bahasa
Indonesia. Penerbit ITB, Bandung.
Sitohang,N, 2004, Kultur Meristem Pisang Barangan(Musa paradisiaca L.) pada
Media MS dengan Beberapa Komposisi Zat Pengatur Tumbuh naa, iba,
Dan Kinetin, Unika Santo Thomas Medan.
Wibowo, A. 1998. Abaca (Musa textillis Nee) Penghasil Serat. Duta Rimba XXIV
(222): 31-37.

LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal Pratikum Bioteknologi Pertanian kelas B kelompok 2

19

2015/2016.
NO

KEGIATAN

BULAN
Feb
3

Awal Pertemuan

Pengenalan Alat

Sterilisasi Alat

Pembuatan
Media
Sterilisasi alatalat Kultur
Pengkulturan

5
6
7
8

Maret
4

April
4

Mei
3

Pengecekan
Explant
Laporan

Lampiran 2. Dokumentasi Pratikum Bioteknologi Pertanian kelas B


kelompok 2

20

21

22

Lampiran 3. Dokumentasi Biodata Diri.

Full Name
: Lenny Faridhotul Mutmaini
Nick Name
: Lenny or Far
Class
: IV B
Place, Date of Birth
: Ngawi, February 12th 1995
Ages
: 21 Years Old
Height
: 158 cm
Weight
: 46 kg
Religions
: Moslem
Address
: Marpoyan damai, Pekan baru, Riau
EDUCATION BACKROUND
2001 2007 : 45th Elementary School of Kampar
2007 2010 : Islamic Junior High School HM TRIBAKTI Kediri
2010 2013 : Islamic Senior High School HM TRIBAKTI Kediri
2013 2014 : Institut Agama Islam Tribakti (IAIT) Kediri JATIM
2014 2015 : Univ. Islamic Riau Pekan baru
COURS AND EDUCATION
ITTR (International English Course)
KLC (Korean Language Course)

Anda mungkin juga menyukai